1. Qadha
(penggantian) Sholat yang ketinggalan dan dalil-dalil yang berkaitan dengannya
Sebagian
golongan muslimin telah membid’ahkan, mengharamkan/mem batalkan mengqadha/mengganti sholat yang sengaja tidak
dikerjakan pada waktunya. Mereka ini berpegang pada wejangan Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah yang mengatakan tidak
sah orang yang ketinggalan sholat fardhu dengan sengaja untuk
menggantinya/qadha pada waktu sholat lainnya, mereka harus menambah sholat-sholat sunnah
untuk menutupi kekurangan- nya tersebut. Tetapi pendapat Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah ini telah terbantah oleh
hadits-hadits dibawah ini dan ijma’ (kesepakatan) para ulama pakar diantaranya
Imam Hanafi, Malik dan Imam Syafi’i dan lainnya tentang kewajiban qadha bagi
yang meninggalkan sholat baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. Mari
kita ikuti beberapa hadits tentang qadha sholat berikut ini
:
- HR.Bukhori, Muslim dari Anas bin Malik ra.: “Siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya) adalah melakukannya jika dia ingat”. Ibnu Hajr Al-‘Asqalany dalam Al-Fath II:71 ketika menerangkan makna hadits ini berkata; ‘Kewajiban menggadha sholat atas orang yang sengaja meninggalkannya itu lebih utama. Karena hal itu termasuk sasaran Khitab (perintah) untuk melaksanakan sholat, dan dia harus melakukannya…’.
Yang dimaksud Ibnu Hajr ialah kalau perintah Rasulullah saw. bagi orang
yang ketinggalan sholat karena lupa dan tertidur itu harus diqadha,
apalagi untuk sholat yang disengaja ditinggalkan itu malah lebih utama/wajib
untuk menggadhanya. Maka bagaimana dan darimana dalilnya orang bisa mengatakan
bahwa sholat yang sengaja ditinggalkan itu tidak wajib/tidak sah untuk
diqadha ?
Begitu juga hadits itu menunjukkan bahwa orang yang ketinggalan sholat
karena lupa atau tertidur tidak berdosa hanya wajib menggantinya. Tetapi
orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dia berdosa besar karena
kesengajaannya meninggalkan sholat, sedangkan kewajiban qadha tetap berlaku
baginya.
- Rasulullah saw. setelah sholat Dhuhur tidak sempat sholat sunnah dua raka’at setelah dhuhur, beliau langsung membagi-bagikan harta, kemudian sampai dengar adzan sholat Ashar. Setelah sholat Ashar beliau saw. sholat dua rakaat ringan, sebagai ganti/qadha sholat dua rakaat setelah dhuhur tersebut. (HR.Bukhori, Muslim dari Ummu Salamah).
- Rasulullah saw. bersabda: ‘Barangsiapa tertidur atau terlupa dari mengerjakan shalat witir maka lakukanlah jika ia ingat atau setelah ia terbangun’. (HR.Tirmidzi dan Abu Daud).(dikutip dari at-taj 1:539)
- Rasulullah saw. bila terhalang dari shalat malam karena tidur atau sakit maka beliau saw. menggantikannya dengan shalat dua belas rakaat diwaktu siang. (HR. Muslim dan Nasa’i dari Aisyah ra).(dikutip dari at-taj 1:539)
Nah kalau sholat sunnah muakkad setelah dhuhur, sholat witir dan sholat
malam yang tidak dikerjakan pada waktunya itu diganti/diqadha oleh Rasulullah saw.
pada waktu setelah sholat Ashar dan waktu-waktu lainnya, maka sholat fardhu
yang sengaja ketinggalan itu lebih utama diganti dari- pada sholat-sholat
sunnah ini.
- HR Muslim dari Abu Qatadah, mengatakan bahwa ia teringat waktu safar pernah Rasulullah saw. ketiduran dan terbangun waktu matahari menyinari punggungnya. Kami terbangun dengan terkejut. Rasulullah saw. bersabda: Naiklah (ketunggangan masing-masing) dan kami menunggangi (tunggang- an kami) dan kami berjalan. Ketika matahari telah meninggi, kami turun. Kemudian beliau saw. berwudu dan Bilal adzan utk melaksanakan sholat (shubuh yang ketinggalan). Rasulullah saw. melakukan sholat sunnah sebelum shubuh kemudian sholat shubuh setelah selesai beliau saw. menaiki tunggangannya.
Ada sementara yang berbisik pada temannya; ‘Apakah kifarat (tebusan)
terhadap apa yang kita lakukan dengan mengurangi kesempurnaan shalat kita
(at-tafrith fi ash-sholah)? Kemudian Rasulullah saw. bersabda: ’Bukankah aku
sebagai teladan bagi kalian’?, dan selanjutnya beliau bersabda : ‘Sebetulnya
jika karena tidur (atau lupa) berarti tidak ada tafrith
(kelalaian atau kekurangan dalam pelaksanaan ibadah, maknanya juga tidak
berdosa). Yang dinamakan kekurangan dalam pelaksanaan ibadah
(tafrith) yaitu orang yang tidak melakukan (dengan sengaja) sholat
sampai datang lagi waktu sholat lainnya….’. (Juga Imam Muslim meriwayatkan
dari Abu Hurairah, dari Imaran bin Husain dengan kata-kata yang mirip, begitu
juga Imam Bukhori dari Imran bin Husain).
Hadits ini tidak lain berarti bahwa orang yang dinamakan lalai/meng-
gampangkan sholat ialah bila meninggalkan sholat dengan sengaja dan dia
berdosa, tapi bila karena tertidur atau lupa maka dia tidak
berdosa, kedua-duanya wajib menggadha sholat yang ketinggalan tersebut. Dan
dalam hadits ini tidak menyebutkan bahwa orang tidak boleh/haram
menggadha sholat yang ketinggalan kecuali selain dari yang lupa atau tertidur,
tapi hadits ini menyebutkan tidak ada kelalaian (berdosa) bagi orang
yang meninggal- kan sholat karena tertidur atau lupa. Dengan demikian tidak ada
dalam kalimat hadits larangan untuk menggadha sholat !
- Jabir bin Abdullah ra.meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. pernah datang pada hari (peperangan) Khandaq setelah matahari terbenam. Dia mencela orang kafir Quraisy, kemudian berkata; ‘Wahai Rasulullah, aku masih melakukan sholat Ashar hingga (ketika itu) matahari hampir terbenam’. Maka Rasulullah saw. menjawab : ‘Demi Allah aku tidak (belum) melakukan sholat Ashar itu’. Lalu kami berdiri (dan pergi) ke Bith-han. Beliau saw. berwudu untuk (melaksanakan) sholat dan kami pun berwudu untuk melakukannya. Beliau saw. (melakukan) sholat Ashar setelah matahari terbenam. Kemudian setelah itu beliau saw. melaksanakan sholat Maghrib. (HR.Bukhori dalam Bab ‘orang yg melakukan sholat bersama orang lain secara berjama’ah setelah waktunya lewat’, Imam Muslim I ;438 hadits nr. 631, meriwayatkannya juga, didalam Al-Fath II:68, dan pada bab ‘meng- gadha sholat yang paling utama’ dalam Al-Fath Al-Barri II:72)
- Begitu juga dalam kitab Fiqih empat madzhab atau Fiqih lima madzhab bab 25 sholat Qadha’ menulis: Para ulama sepakat (termasuk Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan lainnya) bahwa barangsiapa ketinggalan shalat fardhu maka ia wajib menggantinya/menggadhanya. Baik shalat itu ditinggal- kannya dengan sengaja, lupa, tidak tahu maupun karena ketiduran.
Memang terdapat perselisihan antara imam madzhab (Hanafi, Malik, Syafi’i
dan lainnya), perselisihan antara mereka ini ialah apakah ada kewajiban
qadha atas orang gila, pingsan dan orang mabuk.
- Dalam kitab fiqih Sunnah Sayyid Sabiq (bahasa Indonesia) jilid 2 hal. 195 bab Menggadha Sholat diterangkan: Menurut madzhab jumhur termasuk disini Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan orang yang sengaja meninggalkan sholat itu berdosa dan ia tetap wajib meng- gadhanya. Yang menolak pendapat qadha dan ijma’ ulama ialah Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah, mereka ini membatalkan (tidak sah) untuk menggadha sholat !! Dalam buku ini diterangkan panjang lebar alasan dua imam ini. (Tetapi alasan dua imam ini terbantah juga oleh hadits-hadits diatas dan ijma’ para ulama pakar termasuk disini Imam Hanafi, Malik, Syafi’i dan ulama pakar lainnya yang mewajibkan qadha atas sholat yang sengaja ditinggal- kan. Mereka ini juga bathil dari sudut dalil dan berlawanan dengan madzhab jumhur—pen.).
Kesimpulan :
Kalau kita baca
hadits-hadits diatas semuanya masalah qadha sholat, dengan demikian buat kita
insya Allah sudah jelas bahwa menggadha/meng- gantikan sholat yang ketinggalan baik secara
disengaja maupun tidak disengaja menurut ijma’ ulama hukumnya wajib, sebagaimana yang diutarakan oleh
ulama-ulama pakar yang telah diakui oleh ulama-ulama dunia yaitu Imam Hanafi,
Imam Malik dan Imam Syafi’i. Hanya perbedaan antara yang disengaja dan tidak
disengaja ialah masalah dosanya jadi bukan masalah qadhanya.
Semoga dengan
adanya dalil-dalil yang cukup jelas ini bisa menjadikan manfaat bagi kita
semua. Semoga kita semua tidak saling cela-mencela atau merasa
pahamnya/anutannya yang paling benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda