BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sesuatu yang menarik
dan patut untuk dikaji baik dari segi kelembagaan, perilaku santri maupun tokoh
agama adalah dunia Pesantren, minimnya data tentang Pesantren, baik berupa
manuskrip atau peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah berdirinya
Pesantren menjadikan keterangan - keterangan yang berkenaan denganya bersifat prejudice
dan sangat beragam, sehingga menjadikan Pesantren sebagai bahan kajian yang tak
pernah kering dikalangan peneliti dan ahli sejarah ( Amin Haidar, 2004: 1).
Pesantren adalah
lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan Sistem
Pendidikan Nasional. Menurut Nurcholis Madjid, secara historis Pesantren tidak
hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous)
Indonesia. Karena, sebelum datangnya
Islam ke Indonesia pun lembaga serupa Pesantren ini sudah ada di Indonesia dan
Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya. Jadi Pesantren
merupakan hasil penyerapan akulturasi kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan
Islam kemudian menjelma menjadi suatu lembaga yang kita kenal sebagai Pesantren
sekarang ini (Nurcholis Majid, 1997: 3).
Asal usul Pesantren
tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh walisongo abad ke 15-16 di jawa. Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik dan berkembang di jawa selama
berabad-abad, disebabkan karena walisongo adalah tokoh – tokoh penyebar Islam yang
telah berhasil mengkombinasikan aspek –aspek sekuler dan spiritual dalam
memperkenalkan Islam pada masyarakat ( Ismail,Huda, kholiq, 2002: 3-4 )
Ada tiga elemen
dasar yang membentuk pondok Pesantren sebagai sebuah subkultural, yang pertama,
pola kepemimpinan pondok Pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara,
yang kedua penggunaan kitab –kitab rujukan umum yang selalu di gunakan berabad-
abad lamanya dan yang ketiga, sistem nilai (value system) yang digunakan
adalah bagian dari masyarakat luas. Dengan bermodal elemen yang ke tiga ini,
dapat ditegaskan bahwa pondok Pesantren memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan masyarakat dan juga termasuk salah
satu penopang pilar utama pendidikan di bumi Nusantara ini (Nassaruddin Umar,
2014: 7 ). Oleh
karena itu, dalam prespektif historis, lahirnya Pesantren bukan sekedar untuk
memenuhi kebutuhan
akan pentingnya pendidikan, tetapi juga untuk penyiaran agama Islam.
Meskipun lembaga
pendidikan modern semakin banyak bermunculan, ternyata Pesantren tradisional
hingga kini masih eksis. Ia merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang
sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama’ masa depan, sekaligus sebagai
garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern, keberadaannya
tidak hanya bertahan, akan tetapi dari masa ke masa kuantitasnya berkembang
pesat.
Peran dan fungsi
pondok Pesantren dalam perkembangannya, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan,
tapi juga sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama, Mastuhu dalam
disertasinya yang berjudul “Dinamika sistem pendidikan Pesantren” mengungkapkan
Pesantren mempunyai empat ciri khusus yang menonjol, mulai dari hanya
memberikan pelajaran agama versi kitab – kitab Islam klasik berbahasa arab,
mempunyai teknik pengajaran yang unik yang biasa dikenal dengan dengan metode
sorogan dan bandongan atau wetonan, mengedepankan hafalan, serta menggunakan
sistem halaqoh (Amin Haidar, 2004: 15-16) .
Sebagai lembaga
pendidikan Islam tujuan Pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran
murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi meningkatkan moral, melatih dan
mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral dan menyiapkan murid
untuk hidup sederhana dan bersih hati (Syamsul Ma’arif, 2008: 71)
Sistem pembelajaran yang ada di Pesantren
Girikusuma adalah menekankan terhadap pembelajaran afektif, Afektif
berhubungan dengan nilai, yang tidak mudah untuk diukur karena menyangkut
kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu memang afeksi
dapat muncul dalam perilaku, akan tetapi penilaianya untuk sampai pada
kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan
observasi yang terus menerus. Pondok Pesantren Girikusuma dalam melaksanaan proses
pembelajaran menggunakan metode sorogan,
bandongan dan klasikal, untuk pelaksanaan
metode tersebut pondok Pesantren Girikusuma menerapakannya di sekolah Islam
salaf dan pengajian kitab kuning secara klasikal dengan sesepuh pondok Pesantren
yaitu kyai.
Kitab kuning sebagai sumber belajar seperti
kitab- kitab fiqih madzhab syafi’iyah, tasawuf, shorof ,nahwu dan tafsir jalalain.
Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam mengikuti proses pembelajaran
kitab di Pesantren, yang menyangkut interaksi guru-murid dan sumber belajar,
antara lain sebagai berikut :
1.
Kyai
sebagai guru dipatuhi secara mutlak, dihormati termasuk anggota keluarganya,
dan kadang dianggap memiliki kekuatan ghaib yang dapat memberi berkah.
2.
Diperoleh
tidaknya ilmu itu bukan semata-mata karena ketajaman
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
3.
Kitab
adalah guru yang paling sabar dan tidak pernah marah. Karena itu, ia harus
dihormati dan dihargai atas jasanya yang telah banyak mengajar santri
4.
Transmisi
lisan para kyai adalah penting. Meskipun santri mampu
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
Pelaksanaan
pengajaran kitab ini secara bertahap, dari kurikulum
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mudzakarah dan majlis ta’lim (Muhammad Thoriqussu’ud, 2012: 233-234)
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mudzakarah dan majlis ta’lim (Muhammad Thoriqussu’ud, 2012: 233-234)
Keseluruhan
kitab-kitab klasik atau kitab kuning yang diajarkan di Pesantren dapat
digolongkan kedalam delapan kelompok 1) Nahwu, 2) sarof, 3) fiqh, 4) ushul
fiqh, 5) tafsir, 6) tauhid, 7) tasawuf atau etika , 8) cabang – cabang lain
seperti tarikh dan balaghah, secara umum kitab yang di ajarkan Pesantren sama
jenisnya baik di jawa maupun Pesantren selain jawa, kesamaan kitab yang di
ajarkan dan sistem pengajaran tersebut menghasilkan homogenitas pandangan
hidup, kultural dan praktek – praktek keagamaan dikalangan santri. Perlu
diketahui juga bahwa dalam kajian kitab –kitab klasik tidak sekedar membaca
teks hitam putih , tetapi juga memberikan pandangan – pandangan atau
penjelasan-penjelasan (interprestasi) pribadi baik mengenai isi maupun bahasa
dari teks, sehingga mampu menghantarkn santri agar bisa menterjemahkan dan
memberikan pandangan tentang isi dan makna dari teks tersebut (Amin Haidar,
2004: 39-40).
Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan semakin kompleks dan
kebutuhan semakin meningkat. Santri tidak hanya dituntut untuk menguasai
ilmu-ilmu agama melalui penguasaan kitab kuning (mampu membaca kitab kuning
lebih cepat, mampu memahami dan menterjemahkan kitab kuning dan mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat), tetapi juga harus mempunyai
kompetensi dan keterampilan mengajarkan kembali isi dari Kitab Kuning tersebut.
Bagaimana Model pembelajaran yang baik dalam mengkaji kitab kuning itulah yang
perlu dikaji dan dikembangkan di pondok Pesantren sekarang ini.
Pondok Pesantren
Girikusuma yang berada di desa Banyumeneng Kabupaten Demak merupakan salah satu
pondok Pesantren yang sampai saat ini masih memakai model pembelajaran klasik
dan salaf karena dalam proses pembelajaran di pondok Pesantren Girikusuma masih
dijumpai metode sorogan ,bandongan dan klasikal, walaupun dalam kurikum
pembelajaran memakai kurikulum berbasis kompetensi mandiri (KBK mandiri) yang
tujuanya adalah mempersiapkan santri menghadapi tantangan zaman ketika di
terjunkan kelapangan (asyarakat).
Dari paparan di
atas, penulis sangatlah tertarik untuk meneliti model-model pembelajaran kitab
kuning di pondok Pesantren tersebut dengan mengangkat judul ‚ MODEL
PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN GIRIKUSUMA ‛Studi kasus
pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen
demak.
B. Rumusan Masalah.
Untuk memudahkan pembahasan ini, maka permasalahan akan dirumuskan
dalam beberapa hal berikut ini :
1.
Bagaimana
pembelajaran yang ada di pondok Pesantren Girikusuma ?
2.
Faktor
apa yang menyebabkan kesulitan santri dalam belajar kitab kuning?
3.
Pengembangan
model apa yang dapat disajikan alternative untuk mengatasi kesulitan santri
dalam pembelajaran berbagai kitab di pondok Pesantren Girikusuma ?
4.
Kontribusi apa yang diberikan santri selesai memahami kitab kuning
dipesantren dan masyarakat.
C. Fokus
Masalah
1. Bagaimana pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren
Girikusuma ?
2.
Faktor
apa yang menyebabkan kesulitan santri pemula dalam belajar kitab kuning ?
3. Bagaimana model
pembelajaran kitab kuning yang diterapkan di pondok Pesantren Girikusuma ?
4.
Kontribusi apa yang dapat diwujudkan
/aplikasikan bagi santri selesai memahami kitab kuning di pondok Pesantren
Girikusuma ?
D.
Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah di
atas, maka tujuan penelitian penulis adalah:
1.
Untuk mendiskripsikan dari pelaksanaan
pembelajaran kitab kunig di Pondok Pesantren Girikusuma.
2.
Untuk
mendiskripsikan dari Faktor apa yang menyebabkan kesulitan santri pemula dalam
belajar kitab kuning.
3.
Untuk mendiskripsikan model-model pembelajaran
kitab kunig dan menganalisa tingkat keberhasilan pembelajaran kitab kuning di
Pondok Pesantren Girikusuma.
4.
Untuk mengetahui kontribusi apa yang dapat
diwujudkan /aplikasikan bagi santri selesai memahami kitab kuning di pondok Pesantren
Girikusuma.
E. Signifikansi Penelitian
Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut:
1.
Sebagai
masukan yang bermanfaat bagi pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen dalam
meningkat pembelajaran teruma yang berkaitan dengan model pembelajaran kitab
kuning di pondok Pesantren, sehingga meningkatkan kualiatan santri (membaca,
memahami, menterjemahkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Sebagai
penambah khasanah dalam penelitian yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh
semua pihak terutama bagi Program Studi Pendidikan Agama Islam pasca sarjana
UIN Walisongo Semarang.
3.
Sebagai
penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis khususnya dalam bidang pendidikan
dalam pondok Pesantren dan bidang lainnya.
4.
Sebagai
referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga
pendidikan di masa mendatang.
F. Landasan Teori
1. Model Pembelajaran.
a)
pengertian
Model dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah contoh,
pola,
acuan, ragam, macam, dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Menurut Dorin, Demmin dan Gabel, 1990 , model merupakan gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung (Ella yulaelawati, 2007: 60 ).
acuan, ragam, macam, dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Menurut Dorin, Demmin dan Gabel, 1990 , model merupakan gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung (Ella yulaelawati, 2007: 60 ).
Menurut Ryder (2003) model seperti mitos dan
metafor, dapat membantu kita memahami sesuatu, apakah model itu diturunkan oleh
seseorang atau merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan sesuatu
pemahaman yang lebih mudah (Ella yulaelawati, 2007: 67).
Pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan
siswanya (mengarahkan interaksi siswanya dengan sumber belajar lainya) dalam
rangka mencapai tujuan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran
merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana
diantara keduanya terjadi komunikasi( transfer) yang intens dan terarah menuju
pada suatu target yang telah ditetapakan sebelumnya (Trianto, 2010: 17).
Menurut Sunhaji (2007) suatu aktivitas untuk mentransformasikan bahan
pelajaran kepada subjek belajar (Jamal Ma’mur Asmani, 2010:19 )
Dari penegasan istilah di atas tadi sehingga dapat memberikan
devinisi tentang model pembelajaran dari berbagai pendapat, diantarany :
Model pembelajaran menurut Dewey ( joyce & Weil, 1986) adalah “a
plan or pattern that we can use to design face to face teaching in the classroom
or tutorial setting and tho shape intrultional material” (suatu rencana
atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka dikelas atau
pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk menajamkan materi pelajaran).
Sehingga dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa model pembelajaran
merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata
pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasar.(Abdul Majid, 2012: 127).
Menurut Soekamto, dkk
(dalam Nurulwati, 2000: 10) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar (Trianto, 2010: 22).
Menurut (Kardi dan Nur, 2000: 9). Istilah
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode
atau prosedur, sehingga model pengajar mempunyai empat ciri-ciri yang tidak
dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur. Di antaranya ciri-ciri tersebut
ialah :
1)
Rasinal
teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2)
Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaiaman siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
di capai)
3)
Tingkah
laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil.
4)
Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Trianto,
2010: 23).
b)
Jenis
pesantren
pesantren atau pondok, surau, dayah adalah nama salah satu lembaga
Islam baik yang ada di jawa maupun di luar
jawa. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam (Ridlwan
Nasir, 2010: 80).
Menurut Ridlwan Nasir jenis jenis pondok pesantren di
klasifikasikan menjadi lima, yaitu:
1.
Pondok
pesantren salaf/klasik.
2.
Pondok
pesantren semi berkembang.
3.
Pondok
pesantren berkembang.
4.
Pondok
pesantren kholaf.
5.
Pondok
pesantren ideal (Ridlwan Nasir, 2010:
87-88).
c)
Macam-Macam
Model Pembelajaran
Di pondok pesantren salaf sering kita
jumpai berbagai macam model pembelejaran diantaranya :
1)
Model
pembelajaran Tadzkirah
2)
Model
pembelajaran Istiqomah.
3)
Model
pembelajaran kontektual
4)
Model
pembelajaran Experience
5)
Model
pembelajaran konstruktif
6)
Model
pembelajaran reflektif. (Abdul Majid, 2012: 135)
Dari keterangan di atas dapat tarik kesimpulan bahwa model pembelajaran
yang diterapakan di pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu:
1. Model pembelajaran yang bersifat individual, yakni model pembelajaran yang diselenggarakan secara individu seperti model menggunakan sistem
sorogan
2. Model pembelajaran kelompok, yakni model pembelajaran yang diselenggarakan secara bandongan atau wetonan, seperti sistem halaqoh atau madrasah.
d)
Metode
pembelajaran yang ada di pesantren.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru, yang dalam
menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (H.
Hamzah B.uno, 2011: 2).
Dalam pembelajaran kitab kuning digunakan berbagai metode dan model
diantaranya, adalah:
1.
Wetonan
atau Bandongan
weton adalah berlangsungnnya pengajian
itu merupakan inisiatif kyai itu sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu
terutama kitabnya. Disebut bandongan karena pengajian diberikan secara kelompok
yang diikuti oleh seluruh santri. Kelompok santri yang duduk mengitari kyai
dalam pengajioan itu disebut halaqoh
2.
Sorogan
Sorogan
adalah pengajian secara individual, seorang santri menghadap kyai untuk
mempelajari kitab tertentu.
3.
Mudzakarah
atau musyawarah
Mudzakarah atau musyawarah
adalah pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan agama pada
umumnya. Metode ini digunakan dalam dua tingkatan, pertama, diselenggarakan
oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah agar terlatih untuk memecahkan masalah
dengan menggunakan rujukan kitab-kitab yang tersedia. Kedua,
mudzakarah yang dipimpin kyai, di mana hasil mudzakarah santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam seminar (Muhammad Thoriqussu’ud, 2012: 235-237).
mudzakarah yang dipimpin kyai, di mana hasil mudzakarah santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam seminar (Muhammad Thoriqussu’ud, 2012: 235-237).
2. kitab kuning
a.
pengertian
Tidak asing lagi bahwa
pelajaran di Pesantren hampir semuanya buku-bukunya berbahasa arab yang dikenal
dengan kitab kuning, karena pada umumnya kitab-kitab itu dicetak dengan memakai
kertas yang berwarna kuning ( Depag, 2003 : 32), selain istilah kitab kuning,
sejumlah pihak juga menyebut kitab-kitab klasik, sebab memang banyak sekali
kitab-kitab yang ditulis ulama - ulama pada abad pertengahan (Babun Suharto,
2011: 120), akan tetapi tidak sedikit kitab-kitab yang ditulis oleh
ulama’kontemporer karena orang –orang sama menyebutnya kitab gundul atau tidak
ada harakat.
Menurut Martin Van Bruinessen, kitab kuning adalah kitab-kitab
klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu (Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning , 1995: 17) Dengan kata lain dalam buku itu mendefinisikan kitab kuning dengan
buku-buku berhuruf arab yang dipakai di lingkungan pesantren.
Dari
keterangan tersebut dapat kita
tarik pengertian yang relavan bahwa kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan
berbahasa Arab atau berhuruf Arab karya ulama salaf, ulama zaman dahulu yang
dicetak dengan kertas kuning yang disebut dengan kutub al-turats yang isinya
berupa hazanah kreatifitas pengembangan peradaban Islam pada zaman dahulu.
b.
Ciri – Ciri Kitab Kuning.
Kitab merupakan istilah khusus yang
digunakan untuk menyebut
karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab. Sebutan
ini membedakan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan huruf
selain Arab, yang disebut buku, Adapun kitab yang dijadikan sumber belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya, disebut kitab kuning (Muhammad Thariq Husain, 2012: 231).
karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab. Sebutan
ini membedakan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan huruf
selain Arab, yang disebut buku, Adapun kitab yang dijadikan sumber belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya, disebut kitab kuning (Muhammad Thariq Husain, 2012: 231).
Adapun kitab kuning memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1)
Penyususnan dari yang lebih besar terinci
ke yang lebih kecil seperti kitabun, faslhun, far’un
2)
Tidak menggunakan tanda baca lazim , tidak memakai titik, koma, tanda seru,
tanda tanya dan lainya.
3)
Selalu di gunakan istilah (idiom)
dan rumus-rumus tertentu seperti untuk menyatakan pendapat yang kuat dengan
memakai istilah al madzhab al –ashoh.(Mujamil Qomal: 127)
c.
Sistem
Pengajaran Kitab Kuning
Sistem
Pengajaran Kitab kuning, atau Islam klasik di pondok pesantren Girikusuma dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis
1)
Sistem Sorogan
Sistem sorogan yang ada di pesantren Girikusuma tetap
di pertahankan karena banyak faedah yang mendorong para santri untuk lebih giat
dalam mengkaji dan memahami kitab - kitab wajib.
Sistem sorogan mempunyai faedah diantaranya :
a).Santri lebih mudah berdialog secara langsung dengan kyai atau ustadz.
b).Santri lebih cepat dan matang dalam mengkaji kitab-kitab kuning.
c).Santri lebih memahami dan mengenang kitab yang dipelajari dan bersikap
aktif.
2)
Sistem weton / Bandongan.
Dalam
pengajaran kitab kuning, sistem bandongan yang diterapakan di pesantren
Girikusuma meliputi
a)
Sistem klasikal yang ditentukan oleh kyai
b)
Sistem Madrasah
c)
Sistem mudzakaroh
d)
Sistem halaqoh.
Skema sistem pengajaran di pesantren Girikusuma
|
|
|||||||
|
|||||||
|
|
||||||
d.
Beberapa kelebihan dari sistem pengajaran kitab kuning di antaranya :
a)
Sistem pengajaran yang di terapkan dalam proses belajar – mengajar adalah
tidak dimasukannya materi pelajaran dalam silabus-silabus yang terprogam,
melainkan berpegang pada bab-bab yang tercantum dalam kitab.
b)
Para santri sehabis mempelajari teori – teori yang ada dalam kitab kuning,
kemudian langsung mempratekanya, kemudian membahas hasil praktek itu untuk di
uji kembali dengan teori yang meraka pelajari.
c)
Tingkat keberhasilan seorang santri dalam belajar adalah banyak ditentukan oleh
kemampuan secara individunya, karena semakin cerdas santri dalam belajarnya maka
ia semakin cepat dalam menyelesaikan pelajaranya.
d)
Motivasi keagamaan merupakan faktor yang mendorong setiap individu untuk
lebih giat, dimana seorang kyai maupun santri berkeyakinan bahwa mereka sedang melakukan ibadah kepada Allah.
e.
Beberapa kelemahan dari sistem pengajaran kitab kuning di antaranya :
a)
Pengajian kitab kuning dengan sistem weton menjadikan santri pasif, karena
santri hanya mendengarkan dan mencatat makna harfiah tanpa adanya dialog antara
santri dan kyai atau ustadz
b)
Tidak adanya absensi dalam proses belajar-mengajar, sehingga mengakibatkan
tidak di siplin dalam mengikuti pelajaran.
c)
Orientasi keilmuan di pondok pesantren lebih dititik beratkan pada
kajian-kajian ilmu terapan seperti fiqih,tasawuf dan ilmu gramatika yang
dimaksud ilmu terpan adalah ilmu yang perlu di ketahui dan di amalkan setiap
hari.
d)
Liberalisasi dalam proses belajar-mengajar yang berlangsung di pesantren,
pada kenyataanya sering menjadi faktor utama dari berlarut-larutnya masa
belajar seorang santri di pesantren.
e)
Konsep barakah yang pada awalnya dimaksudkan sebagai motivasi bagi para
santri untuk lebih giat belajar, pada kenyataan lebih dominan mematiakn
orientasi ilmiah (Ridlwan Nasir, 2010 : 139-141)
f.
faktor
penunjang dan faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar
Faktor penunjang
adalah segala hal yang membantu dan mendukung terhadap pelaksanaan pendidikan
dan dalam mencapai tujuan. Diantara faktor penunjang adalah:
1)
komitmet
Kyai.
2)
Kompetensi
Ustadz.
3)
Peran
Santri.
4)
Kurikulum
yang di gunakan
5)
Kitab-kitab
yang di gunakan.
6)
Metode
yang di gunakan.
7)
Sarana
dan prasana.
Sedangkan faktor
penghambat adalah segala hal yang dapat mempengaruhi, memperlambat terhadap
pelaksanaan pendidikan dan dalam meraih tujuan. Diantara faktor penghambat
adalah:
a)
Honor
Ustadz/ Guru
b)
Kualitas
input Santri.
c)
Kuantitas
dan kualitas jenjang mutakhorijin( Farida Hanun, 2013: 102-104).
G. PENELITIAN RELEVAN
Seperti yang
dijelaskan di atas, bahwa kitab kuning dan pondok Pesantren merupakan dua sisi
yang tidak bisa dipisahkan, dan tidak bisa saling meniadakan. Kitab kuning
senantiasa menjadi materi kajian pokok dalam pendidikan di pondok Pesantren.
Oleh karena itu, penelitian tentang pemebelajaran kitab kuning telah banyak
dilakukan oleh pemerhati pendidikan.
Supandi, mahasiswa Pascasarjana
IAIN Sunan Ampel telah mengadakan penelitian tentang pembelajaran kitab kuning
dengan mengangkat judul ‚Implementasi Program Akselerasi Pembelajaran Kitab
Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan
Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah
Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa
dengan program akselerasi pembelajaran kitab kuning di kedua lembaga tersebut
dilihat dari out-put, perkembangannya yang semakin maju serta minat dan
kepercayaan masyarakat tergolong berhasil.
Kekurangan dalam
penelitian tersebut menurut penulis, di samping tidak mengungkapkan beberapa
program dan model pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Mambaul Ulum
Bata-Bata, juga tidak menjelaskan tentang metode yang dominan dan paling
efektif dalam pembelajaran kitab kuning.
Tesis Ahmad Gazali
yang berjudul “Dinamika Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah
Banjarmasin” tahun 2004. Dalam tesis ini penulisnya mengemukakan secara
komprehensif tentang dinamika pembelajaran pada Pondok Pesantren Al-Istiqomah
Banjarmasin.
Adapun perbedaan
penelitian ini dari penelitian sebelumnya, sebagaimana disebut di atas adalah
model pembelajaran kitab kuning.
H. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Berdasarkan kajian pustaka di atas maka sebuah
model konseptual atau kerangka pemikiran teoritis dapat dikembangkan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
|
|
I. METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Secara
umum metode penelitian diartikan sebagai suatu usaha pencarian kebenaran
terhadap fenomena, fakta, atau gejala dengan cara ilmiah untuk memecahkan
masalah atau mengembangkan ilmu pengetahuan (Amri Darwis, 2014: 1)
a. Jenis penelitian
Dalam
penelitian ini penulis menggunakn jenis penelitan kualitatif, yaitu penelitian
yang menghasilkan data desktritif, dari
jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif,
terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu
yang dalam hal ini adalah Peneliti
terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu Pesantren Girikusuma Kec. Mranggen.
b.
Pendekatan
Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, pendekatan
yang menekankan aspek subyektifitas guru dalam mengajar kitab kuning di
Pesantren. Studi kasus memberikan gambaran (Deskriptif) yang detail tentang
model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
c. Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti mulai melaksakan penelitian ini tanggal 20 Februar - 10 April 2016. Sedangkan lokasi
yang ditempati untuk meneliti adalah Pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
d.
Informan
Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti observasi kelapangan, melakukan wawancara dan
mengamati kepada orang-orang yang di pandang tahu dan paham tentang kondisi
pesantren dalam obyek penelitian.
Oleh karena itu sesuai dengan focus dari penelitian ini, subjek
yang akan dijadikan informan utama antara lain: lurah pondok atau yang
mewakilinya, pengajar kitab, kepala madrasah dan juga para santri yang menetap
di pesantren.
- Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian yang berjudul “Model Pembelajaran Kitab Kuning Di Pesantren Girikusuma” berupaya mengumpulkan data, dengan metode pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Observasi.
Menurut
Amri Darwis Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data (2014:
56). Observasi bisa dilakukan
secara terlibat (partisipan) dan tidak terlibat (non-partisipan). Dalam pengamatan
terlibat, peneliti ikut terlibat dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan
sumber data penelitian, sedang pengamatan yang tidak terlibat peneliti tidak
ikut langsung dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data peneliti.
b. Wawancara.
Wawancara
dalam penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga katagori yaitu 1)
wawancara dengan cara melakukan pembicaraan dengan informal (informal convercational
interview) 2) wawancara umum terarah (general interview guide approach). 3)
wawancara terbuka yang standar ( standardized open-ended interview) (Jonathan
Sarwono, 2006: 245). Dengan menggunakan metode wawancara keberhasilan
mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti bergantung kepada
kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara. Adapun hal–hal yang diajukan dalam
wawancara tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah model pembelajaran kitab
kuning, bagaimana cara mengaplikasikanya dalam kehidupan di masyarakat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan sarana pembantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi
dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, pernyataan tertulis, dan
bahan-bahan tulisan lainya (Jonathan Sarwono, 2006: 246). Pengumpulan data
melalui dokumen bisa menggunakan alat kamera, video shooting atau dengan cara fotokopi
(Amri Darwis, 2014: 57). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data tentang
kondisi secara umum tentang pesantren
Girikusuma, serta keadaan santri dan para
Ustadz yang mengampu khususnya kitab kuning di pesantren.
- Sumber Data Penelitian.
Data adalah segala sesuatu yang sudah dicatat, segala sesuatu itu
bisa berupa dokumen, batu-batuan, air, pohon dan manusia, data terbagi menjadi
dua, yaitu data primer dan data skunder (Amri Darwis, 2014: 121).
Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diambil langsung
tanpa perantara dari sumbernya (Amri Darwis, 2014: 122). Sumber data primer
disini berasal dari pondok pesantren,
santri dan para asatid yang mengajar di pesantren.
Yang dimaksud dengan data skunder adalah data yang diambil secara
tidak langsung dari sumbernya (Amri Darwis, 2014: 122).Yang menjadi sumber data sekunder adalah karya ilmiah,
jurnal-jurnal, buku-buku dan tulisan-tulisan yang relevan dengan penelitian ini serta dokumen-dokumen
lain yang mendukungnya.
- Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis
menggunakan metode deskriptif analisis karena berupaya mengungkapkan data-data atau
gejala-gejala yang berkaitan dengan model
pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma. Menurut Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif, dan berlangsung secara terus – menerus
sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Langkah-langkah dalam analisis data
diantaranya: (Amri Darwis, 2014: 142).
a. Reduksi data.
Memilih data dari berbagai sumber
yang relevan dengan data yang di inginkan, kemudian direduksi sejumlah data
dalam suatu laporan lapangan yang sistematis dan difokuskan pada hal-hal yang
berekenaan model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
b. Display data (penyajian data)
Display data
yakni peneliti merangkum dalam bentuk uraian yang singkat, hal-hal pokok dan
kemudian disusun ke dalam bentuk deskriptif yang naratif dan sitematis sehingga
dapat memudahkan mencari tema sentral sesuai dengan fokus atau tema rumusan.
c. Verifikasi data
Verifikasi data yakni peneliti
mencari makna dari data yang dikumpulkan secara teliti. Hasil dari verifikasi
ini berupa kesimpulan yang menjawab dari rumusan masalah yang telah ditentukan
yaitu mengenai model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
J. SISTEMATIKA PENULISAN.
Untuk
memudahkan dalam pembahasan proposal ini dibatasi melalui
penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :
penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN.
Pada
bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN
TEORI
Pada bab ini membahas tentang landasan teori, pengertian model pembelajaran pesantren, serta variabel
kitab kuning kerangka pikiran peneliti.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Berisi
gambaran umum Kemudian tentang, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis yang digunakan untuk menguji kebenaran penelitian.
BAB IV : HASIL DAN
PEMBAHASAN
berisi tentang analisis hasil penelitian,model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma.
BAB V : PENUTUP
Bab terakhir dari penelitian ini akan
diuraikan kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Anwar, Pembearuan Pendidikan
Di Pesantren Lirboyo Kediri,(Yokjakarta, Pustaka Pelajar, 2011) , hlm. 23
Abdul Majid, belajar dan
pembelajaran pendidikan agama islam,bandung,Pt Remaja rosdakarya, 2012, hlm.
127
Babun suharta, dari pesantren untuk
umat, reinventing eksistensi pesantren di era globalisasi, surabaya, imtizas,
2011, hlm. 120.
Ella yulaelawati, kurikulum dan
pembelajaran filosofi,teori dan aplikasi,jakarta, pakar raja ,2007, hlm. 60,67
Farida Hanun, Jurnal “Al-Qalam”
Volume 19 Nomor 1 Juni 2013.
Hamzah B. Uno, model
pembelajaran,menciptakan proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif,
jakarta, bumi aksara, 2011, hlm. 2
H. Amridarwis, Metode Penelitian
Pendidikan Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo persada,2014, hlm.1, 57 ,121,122,142.
HM. Amin Haedar, Masa depan
pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global,(
jakarta, IRD PRESS, 2004), hlm. 1
Ismail, Nurul Huda, Abdul Khaliq, Dinamika
Pesantren Dan Madrasah, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002) , Hlm. 3-4 ,
Jamal ma’mur asmani,7tips aplikasi
pakem(pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan,sampangan Gg perk utut,
2014 , hlm. 19
jonathan sarwono, metodologi
penelitian kuantitaif dan kualitatif, yogjakarta, graha ilmu, 2006, hlm.
245-246
Kamus besar bahasa Indonesia.,,,,,,
Mujamil Qomar, Pesantren Dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Intitusi, Jakarta Erlangga
,hlm.127
Martin Van Bruinessen, Kitab
Kuning Pesantren Dan Tarekat,Bandung ,Mizan, 1995, Hlm. 17
Muhammad Thoriqussu’ud, Jurnal Ilmu
Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012, hlm. 231-237.
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik
Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, cet. 1 (Jakarta: Paramadina, 1997),
hal. 3.
Nassaruddin Umar, Rethinking
pesantren, (jakarta , pt alex media komputindo, 2014), hlm. 7
Ridlwan nasir, mencari tipologi
format pendidikan ideal pondok pesantren ditengah arus perubahan, yogjakarta,
pustaka pelajar, 2010, hlm. 80, 87,88.
Trianto, mendesain model
pembelajaran inovatif- progresif, konsep landasan dan implementasinya pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan, jakarata, kencana prenada media grup, 2010,
hlm. 22.23.
Tesis supandi IAIN Sunan Ampel
berjudul pembelajaran kitab kuning dengan mengangkat judul ‚Implementasi
Program Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi
Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan
Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan.
Tesis Ahmad Gazali yang berjudul
“Dinamika Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun
2004.
semangat isi terus karyanya
BalasHapus