1
Sudah Terujikah
Iman Kita
Oleh: Ade Hermansyah Bin Bunyamin
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at
yang berbahagia!
Pada
kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam
surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa
salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah
Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan
kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul
bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta
tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan
sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti
yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di
antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka
apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah
manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari
Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.”
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at
yang berbahagia!
Bila kita
sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki
yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus
menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah
kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada
kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan
sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah
kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa
malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang
dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan
kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ
قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ
أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى
مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه
البخاري).
... Sungguh telah terjadi
kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi
(sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya,
akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah
dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya...
(HR.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7
hal. 202).
Cobalah kita
renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan
apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita
korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan
perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu
dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam
memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga
mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya
iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan
dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari
Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at
yang dimuliakan Allah!
Ujian yang
diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian
dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang
telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang
pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti
perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang
sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin
tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat
dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini
ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini
kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar
sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah
yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang
dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah
pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang
dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga
bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan
dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi
kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya.
Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan
jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan
antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita
lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau
memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak
modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini
pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai
jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku
lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu
mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang
berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta,
mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh
An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua:
Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi
pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri
seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah
sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan
itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam
membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan
itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini
artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi
Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di
zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran
merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah
berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku
sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi
barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah
penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari
sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun
sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat
setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya
media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik
dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual
para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu
ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap
siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada
siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ
اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ
امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam
lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan
seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan
Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh
An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang
ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan
orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam
yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada
sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain
hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya
pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya
meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada
saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub
ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan
kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan
ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan
kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk
meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam
dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah
kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara
merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub
Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa
menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman
seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual
iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena
tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila
dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima
kumullah
Yang
keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak
menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup
menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan
berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang
dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat
untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika
kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang
membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan
penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah
Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa
yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami
oleh Yasir z dan
istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama
periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai
baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian
diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu
anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh
An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih
banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan
mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak
sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus
berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang
dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat
kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di
sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah
lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman
mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin.
Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim
terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang,
bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain,
tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ,
tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4
sampai 8:
“Binasa
dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan
dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka
menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa
seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak,
selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah
ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a
mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan
iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat
Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai
peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu
berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban
dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan
Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin jamaah Jum’at
yang dimuliakan Allah!
Sebagai
orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk
menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu
adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ
مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ،
فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي،
وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan
besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia
akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan
barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia
berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua
diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan
diberikan olehNya kepada kita. Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ
اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا
بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ
عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
2
Beriman Kepada
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam
Oleh: Waznin Ibnu Mahfudl
Jamaah Jum’at rahimakumullah, marilah kita
kenang, kita ingat kembali, dua sifat agung yang merupakan pangkat dan
keagungan khusus bagi umat Islam, bagi hadirin jamaah Jum’at, khusus bagi kita
yang beriman. Dua sifat itu adalah syukur dan shabar.
Dari saat yang mulia ini dan seterusnya sampai
akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu, “syukur dan shabar”.
Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan Taqwa,
marilah kita sedikit membahas “Syukur atas Iman kepada Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam, serta shabar dalam menegakkan sunnah beliau.
- Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah dasar agama yang Maha Benar ini, dienul Islam, sebagaimana sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ ...
“Artinya: Islam
itu dibangun di atas lima rukun, bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya ... (HR. Muslim I/45. Lihat
Al-Bukhari I/13).
Setelah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
maka beriman kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah
sebagai pondasi yang utama. Sebab seluruh pondasi yang lainnya dibangun di atas
keimanan pada Allah dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Sehingga
orang yang tidak mengimani Rasulullah dan hanya beriman kepada Allah Tuhan Yang
Maha Esa saja, itu tidaklah cukup, dan batal Iman yang demikian itutidak sah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ،
لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّة يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَا نِيٌّ،
ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّارِ. (رواه مسلم)
“Demi Allah yang
jiwa Muhammad ada di tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang aku
dari umat (manusia) ini, seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia
dan tidak beriman kepada yang aku diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi
penduduk Neraka”. (HR.
Muslim I/34).
Itulah pentingnya beriman kepada Rasul yang
merupakan pondasi agama dan amal-amal ibadah. Sehingga tanpa mengimani Rasul
alias ingkar kufur pada Rasul, maka gugurlah amal kebaikan serta jauh dari
rahmat Allah.
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya”.
Bahkan mereka akan ditimpa musibah dan adzab yang
pedih, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nur : 63.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”.
Oleh sebab itu maka hendaklah kita senantiasa
bersyukur kepada Allah atas hidayah Iman kita kepada Rasulullah Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan bersabar dalam mengikuti dan mentaati
beliau.
- Siapakah Rasulullah Muhammad itu?
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah manusia biasa, bukan
malaikat dan bukan pula anak Tuhan atau lain-lainnya. Beliau secara manusiawi
sama dengan kita seluruh umat manusia.
Terbukti beliau terlahir dari jenis manusia,
ayahanda beliau serta ibunya adalah Abdullah bin Abdul Muthallib, serta
ibundanya bernama Aminah, keduanya dari suku Quraisy di Makkah Mukarramah
keturunan Nabiyullah Ismail bin Nabi Ibrahim ‘alaihimas salam. Sebagai
rahmat dan jawaban atas permohonan Abul Anbiya’ Ibrahim alaihis salam
yang tercantum dalam firman Allah:
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesunggu-hnya Engkaulah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 129).
Allah menegaskan agar beliau menyatakan tentang
diri beliau, dengan firmanNya dalam surat Al-Kahfi ayat 110 dan ayat-ayat yang
lain:
“Katakan, sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”(Al-Kahfi : 110)
“Katakan: “Aku tidak mengatakan
kepadamu, bahwa per-bendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku
mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali yang diwahyukan kepadaku.
Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka
apakah kamu tidak memikirkan(nya)? (Al-An’aam: 50).
Rasulullah juga berwasiat agar beliau tidak
dihormati secara berlebihan, seperti orang-orang Nashara menghormati Nabi Isa
'Alaihis Salam, beliau melarang ummatnya menjadikan kuburan beliau sebagai
tempat sujud, melarang menggelari beliau dengan gelaran yang berlebihan atau memberikan
penghormatan dengan berdiri ketika beliau hadir.
Dari sahabat Amr Radhiallaahu anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
وَلاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا
أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ. فَقُولُوا: عَبْدُ
اللهِ وَرَسُوْلَهُ. (رواه البخاري)
“Janganlah kamu memuji aku (berlebihan) sebagaimana
orang Nasrani memuji Isa Ibnu Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba,
maka katakanlah: Hamba Allah dan RasulNya”. (HR.
Al-Bukhari)
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan,
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ تَجْعَلُواْ
بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا. وَلاَ تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا (رواه أبو داود).
“Janganlah engkau
jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan (sepi dari ibadah) dan jangan engkau
jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan” (HR. Abu Dawud).
Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda:
لاَ تَتَّخِذُواْ قَبْرِي عِيْدًا، وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ
قُبُوْرًا، وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ
تَبْلُغُنِيْ. (رواه أحمد)
“Jangan engkau
jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah engkau jadikan
rumah-rumah kamu sebagai kuburan dan dimanapun kamu berada (ucapkanlah do’a
shalawat kepadaku) karena sesungguhnya do’a shalawatmu sampai kepadaku”. (Diriwayat-kan Imam Ahmad).
- Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka, segala yang baik dan mengharamkan mereka dari segala yang buruk dan membuang bagi mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”). (Al-A’raf: 157).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
Jamaah jum’at rahima kumullah dalam khutbah yang
kedua ini:
Marilah kita mempertebal Iman dan Taqwa kita
kepada Allah juga memperdalam Iman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam sekaligus melaksanakan konsekuensinya.
Yaitu kita bersungguh-sungguh agar
melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
- Meyakini dengan penuh tanggung
jawab akan kebenaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dan apa
yang dibawa oleh beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam sebagaimana Allah
Subhanahu wa Ta'ala menandaskan tentang ciri orang bertaqwa:
“Dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Az-Zumar : 33). - Ikhlas mentaati Rasul Shallallaahu alaihi wa
Sallam dengan melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan
beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam . Sebagaimana janji Allah
:
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (An-Nuur: 54).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An-Nisaa’: 65). - Mencintai beliau Shallallaahu alaihi wa
Sallam, keluarga, para sahabat dan segenap pengikutnya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallambersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ اَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (رواه البخاري ومسلم)
"Tidaklah beriman seseorang (secara sempurna)sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). - Membela dan memperjuangkan ajaran Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam serta berda’wah demi membebaskan ummat
manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari ke zhaliman menuju keadilan,
dari kebatilan kepada kebenaran, serta dari kemaksiatan menuju
ketaatan.Sebagaimana firman di atas:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al-A’raaf: 157). - Meneladani akhlaq dan kepemimpinan Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam setiap amal dan tingkah laku, itulah
petunjuk Allah:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. (Al-Ahzab:21). - Memuliakan dengan banyak membaca shalawat
salam kepada beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam terutama setelah disebut
nama beliau.
رَغِمَ اَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ (رواه الترميذي)
“Merugilah seseorang jika disebut namaku padanya ia tidak membaca shalawat padaku.” (HR. At-Tirmidzi) - Waspada dan berhati-hati dari ajaran-ajaran
yang menyelisihi ajaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam
seperti waspada dari syirik, tahayul, bid’ah, khurafat, itulah pernyataan
Allah:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (An-Nur: 63). - Mensyukuri hidayah keimanan kepada Allah dan
RasulNya dengan menjaga persatuan umat Islam dan
menghindari perpecahan dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-shahihah. Itulah tegaknya agama:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah karenanya”. (Asy-Syura: 13)
3
Hamba Allah Dan
Ummat Nabi Muhammad SAW
Oleh: Muhammad An-Nawawi
Sudah menjadi kewajiban
seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala dan
kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam ,
Jika kesadaran itu hilang dari jiwa seorang Mukmin maka tindakan dan amalan
akan ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan memberi
ganjaran apapun yang didapat hanyalah siksa.
Kesadaran pertama,
kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam setiap
aktifitas sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut (إِظْهَاُر الْعُبُوْدِيَّةِ)
Sebagai misal menampakkan kehambaan kepada Allah. Contohnya jika kita mau makan
meskipun seolah-olah padi kita tanam disawah kita sendiri, beras kita masak
sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:
اَللَّهُمَّ بَاِركْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا
مِنْهُ. (صحيح الترمذي، 3/158).
“yaa Allah berilah kami keberkahan darinya dan berilah kami
makan darinya”
Berarti Allah Ta’ala yang
memberi rizki, bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya mobil atau
kendaraan lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan
uang sendiri, namun ketika mau mengendarai disunnahkan berdo’a:
بِسْمِ اللهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ سُبْحَانَ اللهِ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا
هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَأَنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ.
(صحيح الترمذي، 3/156).
Ikhwan fillah
rahimakumullah
Itulah contoh bahwa
setiap saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika
pernyataan itu hilang, maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan
akan hilang kemudian muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini telah terjadi
pada zaman Nabi Musa p
yang ketika itu pengusanya lalim dan sombong sehingga lupa akan status
sebagai hamba, bahkan si raja itu begitu sangat sombongnya sampai ia
memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia menyuruh kepada rakyatnya agar
menyembah kepadanya. Dialah raja Fir’aun.
Kenyataan di atas sudah
tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang seharusnya
sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan
penghambaan kepada harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka
hanya dijejali dengan berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan dan kepuasan
dunia saja tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat
lebih baik dari kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.
Ihwan Fillah
rahimakumullah
Allah Ta’ala menciptakan
manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala menciptakan manusia
dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.
“Dan tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.”
(Adz-Dzariyat: 56).
Makna penghambaan kepada
Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan mengkhusus-kan kepadaNya
dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam
bukunya Syarah Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui
oleh kaum Muslimin:
اْلأُوْلَى اَلْعِلْمُ
وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، مَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ وَمَعْرِفَةُ دِيْنِهِ
اْلإِسْلاَمِ بِاْلأَدِلَّةِ. الثَّانِيَةُ اَلْعَمَلُ بِهِ. الثَّالِثَةُ
اَلدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.
“Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul
dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”
Ikhwan fillah
rahimakumullah.
Syaikh Muhammad At-Tamimi
dalam kitab Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas, menunjukkan
keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan
akhirat. Dan menunjukkan pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat
membatalkan iman jika syirik itu besar, atau mengurangi iman jika syirik asghar
(syirik kecil).
Akibat buruk orang yang
mencampuradukan keimanan dengan syirik disebutkan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik tetapi Dia mengampuni segala dosa selain syirik itu bagi
siapa yang dikehendaki.”
مَنْ مَاتَ وَهُوَ
يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ. (البخاري عن ابن مسعود).
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain
Allah niscaya masuk kedalam Neraka.”
مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ
يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
دَخَلَ النَّارَ. (مسلم عن جابر).
“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati) dalam keadaan tidak
berbuat syirik sedikitpun pasti masuk Surga, tetapi barangsiapa menemuinya
(mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti masuk Neraka.”
Ihwan fillah
rahimakumullah.
Demikianlah seharusnya,
kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan terhadap Allah
Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur
syubhat dan kesyirikan. Jadi inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah
Ta’ala dan tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.
Kesadaran kedua sebagai
ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
Kesadaran sebagai umat
rasul, adalah menyadari bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah
Ta’ala dengan syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam . Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan
konsekuensi mengenal Rasul adalah menerima segala perintahnya bahwa
mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi perintahnya, menjahui segala
larangn-nya, menetapkan perkara dengan syariat dan
ridha dengan putusannya.
Pastilah dari kalangan
ahli sunnah waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa yang
diperintahnya, menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa
mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
sebagaimana hadits berikut:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. (مسلم).
“Barangsiapa
yang mengerjakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada perintah dari kami
maka ia tertolak.” (HR. Muslim).
مَنْ أَحْدَثَ فِي
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (البخاري ومسلم).
“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami dan tidak
ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Melihat hadits di atas,
setiap kaum Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan
maupun taqrir atau ketetapan.
Ihwan fillah
Rahimakumullah.
Ingatlah banyak dari kaum
Muslimin, yang menyalahi man-haj Rasulullah, dengan mengatasnamakan Islam. Dan
kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan semacam itu menjadi tertolak
karena tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj
dakwah Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik, nada dan dakwa,
sandiwara, fragmen, cerita-cerita, wayang dan lain-lain.
Begitu juga dengan
Assyaikh Abdul Salam bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya Hujajul
Qowiyah menukil perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan
Ibnu Masu’d berkata:
لاَ يَنْفَعُ قَوْلٌ
إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ وَلاَ نِيَّةٌ إِلاَّ
بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ.
“Tidak
bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan perbuatan dan tidak pula perkataan
dan perbuatan kecuali dengan niat dan niat pun tidak bermanfaat kecuali sesuai
dengan sunnah.”
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah
Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى
الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Dan sebaik-baik perkataan
adalah Kitabullah Yang Maha Agung dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , sejelek-jelek urusan adalah perkara
yang baru dan setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap
bid’ah adalah sesat,setiap kesesatan adalah di Neraka. (HR. An-Nasa’i).
Ihwan Fillah rahimakumullah.
Demikianlah dua kesadaran
itu harus di ingat setiap saat karena merupakan sumber petunjuk dalam
kehidupan. Dengan menyadari dua kesadaran yaitu menjalankan syariat sesuai
manhaj ahlul hadits tanpa tercampur bid’ah dan kesyirikan. Dengan demikian
mengikuti manhaj Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dan manhaj
para sahabat sesudahnya yaitu Al-Qur‘an yang diturunkan Allah Ta’ala kepada
Rasulnya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits
shahih Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat, yaitu
kesadaran menegakan kalimah tauhid berdasarkan manhaj ahlul hadits dan
memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepada keduanya. Sebagai akhir
kata kami tutup dengan hadits:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ
شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ
يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَى الْحَوْضَ.
“Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan
tersesat apabila berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitabullah dan sunnahku.
Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya mengantarkanku ke telaga
(diSurga).” (Dishahikan oleh al-albani dalam kitab Shahihul jami’)
Wallahu A’lamu bis shawab
Akhiru da’wana Walhamdulillahi Rabbil Alamin
4
Syirik Penyebab
Kerusakan Dan Bahaya Besar
Oleh: Rusdi Yazid
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan
sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan-kenikmatanNya, rizki dan
karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman. Kepada
makhluknya Baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan sehingga pada kali ini
kita dapat berkumpul di tempat yang mulia dalam rangka menunaikan kewajiban
shalat Jum’at.
Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah
kita Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang atas jasa-jasa dan
perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita, sebab dengan
adanya cahaya Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan, malamnya
bagaikan siangnya. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada
keluarganya, para sahabatnya dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan
kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah semuanya, marilah kita tingkatkan
kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baiknya bekal
untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Islam adalah agama yang datang untuk menegakkan
tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah. Sebagaimana kita telah bersaksi dalam setiap
harinya paling tidak dalam shalat kita. (أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ),
yang bermakna tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad
utusan Allah. Yang mana pada kalimat (لاَ
إِلَهَ) terdapat makna penafian (peniadaan) sesembahan
selain Allah dan (إِلاَّ اللهُ)
menetapkan sesembahan untuk Allah semata. Tetapi begitu banyak umat Islam yang
tidak konsisten kepada tauhid, mereka tidak lagi menyembah kepada Allah semata.
Bahkan banyak di antara mereka yang berbuat syirik, menyembah kepada selain
Allah baik langsung maupun tak langsung, baik disengaja maupun tidak. Banyak di
antara mereka yang pergi ke dukun-dukun, paranormal, tukang santet, tukang
ramal, mencari pengobatan alternatif, mencari penglaris, meminta jodoh dan lain
sebagainya. Dan yang lebih memprihatinkan lagi wahai kaum muslimin ...
banyak umat Islam yang berbuat syirik tapi mereka berkeyakinan bahwa
perbuatannya itu adalah suatu ibadah yang disyari’atkan dalam Islam (padahal
tidak demikian). Inilah penyebab utama terjadinya musibah di negeri kita dan di
negeri saudara-saudara kita, disebabkan umat tidak lagi bertauhid dan banyak
berbuat syirik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Allah menurunkan agama tauhid ini untuk mengangkat
derajat dan martabat manusia ke tempat yang sangat tinggi dan mulia. Di akhirat
kita dimasukkan ke dalam Surga dan di dunia kita akan diberikan kekuasaan. Dan
Allah menurunkan agama tauhid ini untuk membebaskan manusia dari kerendahan dan
kehinaan yang di akibatkan oleh perbuatan syirik. Sebagai firman Allah:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan mengukuhkan bagi mereka agama yang telah
diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam barsabda:
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ مَاتَ
يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
“Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah
sedikitpun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam
keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka.” (HR. Muslim).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Syirik
adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi, karena perbuatan syirik
(menyekutukan Allah) menyebabkan kerusakan
dan bahaya yang besar, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Di antara kerusakan dan bahaya akibat perbuatan syirik adalah:
Pertama: Syirik merendahkan eksistensi
kemanusiaan
Syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya. Sebab
Allah menjadikan manusia sebagai hamba Allah di muka bumi. Allah memuliakannya,
mengajarkan seluruh nama-nama, lalu menundukkan baginya apa yang ada di langit
dan di bumi semuanya. Allah telah menjadikan manusia sebagai penguasa di jagad
raya ini. Tetapi kemudian ia tidak mengetahui derajat dan martabat dirinya. Ia
lalu menjadikan sebagian dari makhluk Allah sebagai Tuhan dan sesembahan. Ia
tunduk dan menghinakan diri kepadanya.
Ada sebagian dari manusia yang menyembah sapi yang sebenarnya diciptakan Allah
untuk manusia agar hewan itu membantu meringankan pekerjaannya. Dan ada pula
yang menginap dan tinggal di kuburan untuk meminta berbagai kebutuhan mereka.
Allah berfirman:
“Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu
apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) di buat orang. (Berhala-berhala)
itu benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah
penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan”. (Al-Hajj: 20-21)
“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka ia seolah-olah jatuh
dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ketempat yang
jauh”. (Al-Hajj: 31)
Kedua: Syirik adalah sarang khurofat dan kebatilan
Dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan perbuatan syirik, “barang dagangan”
dukun, tukang nujum, ahli nujum, ahli sihir dan yang semacamnya menjadi laku
keras. Sebab mereka mendakwahkan (mengklaim) bahwa dirinya mengetahui ilmu
ghaib yang sesungguhnya tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah. Jadi dengan
adanya mereka, akal kita dijadikan siap untuk menerima segala macam
khurofat/takhayul serta mempercayai para pendusta (dukun). Sehingga dalam
masyarakat seperti ini akan lahir generasi yang tidak mengindahkan ikhtiar
(usaha) dan mencari sebab serta meremehkan sunnatullah (ketentuan Allah).
Ketiga: Syirik adalah kedholiman yang paling besar
Yaitu dhalim terhadap hakikat yang agung yaitu (Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah). Adapun orang musyrik mengambil selain Allah sebagai
Tuhan serta mengambil selainNya sebagai penguasa. Syirik merupakan kedhaliman
dan penganiayaan terhadap diri sendiri. Sebab orang musyrik menjadikan dirinya
sebagai hamba dari makhluk yang merdeka. Syirik juga merupakan kezhaliman
terhadap orang lain yang ia persekutukan dengan Allah karena ia telah
memberikan sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya.
Keempat: Syirik sumber dari segala
ketakutan dan kecemasan
Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurofat dan mempercayai kebatilan,
kehidupannya selalu diliputi ketakutan. Sebab dia menyandarkan dirinya pada
banyak tuhan. Padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak kuasa memberikan manfaat
atau menolak bahaya atas dirinya.
Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan kemusyrikan, putus asa
dan ketakutan tanpa sebab merupakan suatu hal yang lazim dan banyak terjadi.
Allah berfirman:
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang yang kafir rasa takut disebabkan
mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan
keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka adalah Neraka, dan itulah
seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang dhalim”. (Ali-Imran: 151)
Kelima Syirik membuat orang malas
melakukan pekerjaan yang bermanfaat
Syirik mengajarkan kepada para pengikutnya untuk mengandalkan para perantara,
sehingga mereka meremehkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan
dosa dengan keyakinan bahwa para perantara akan memberinya syafa’at di sisi Allah. Begitu pula orang-orang kristen melakukan berbagai
kemungkaran, sebab mereka mempercayai Al-Masih telah menghapus dosa-dosa mereka ketika di salib. Sebagian umat Islam
mengandalkan syafaat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tapi
mereka meninggalkan kewajiban dan banyak melakukan perbuatan haram. Padahal
Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam berkata kepada putrinya:
يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ، سَلِيْنِيْ مِنْ مَالِيْ مَا
شِئْتِ لاَ أُغْنِيْ عَنْكِ مِنَ اللهِ شَيْئًا. (رواه البخاري).
“Wahai Fathimah binti Muhammad, mintalah dari hartaku sekehendakmu (tetapi) aku
tidak bermanfaat sedikitpun bagimu di sisi Allah”. (HR. Al-Bukhari).
Keenam: Syirik menyebabkan pelakunya
kekal dalam Neraka
Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia, sedang di akhirat
menyebabkan pelakunya kekal di dalam Neraka. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada
bagi orang-orang dhalim itu seorang penolongpun”. (Al-Maidah: 72).
Ketujuh: Syirik memecah belah umat
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memper-sekutukan Allah, yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka”. (Ar Ruum:
31-32)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Itulah berbagai kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan perbuatan syirik. Yang
jelas Syirik merupakan penyebab turunnya derajat dan martabat manusia ke tempat
paling hina dan paling rendah. Karena itu Wahai hamba Allah, yang
beriman ... Marilah kita bertaubat atas segala perbuatan syirik yang telah
kita perbuat dan marilah kita peringatkan dan kita jauhkan masyarakat di
sekitar kita, anggota keluarga kita, sanak famili kita, dari syirik kerusakan
dan bahayanya. Agar kehinaan dan kerendahan yang menimpa ummat Islam segera
berakhir, agar kehinaan dan kerendahan ummat Islam diganti menjadi kemuliaan.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ
كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk
senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad, kepada para
sahabatnya, keluarganya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dari pembahasan pada khutbah yang pertama tadi, telah jelas bagi kita bahwa
syirik adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi. Kita harus bersih dari
noda syirik. Harus selalu takut kita terjerumus kedalamnya, karena ia
adalah dosa yang paling besar. Disamping itu, syirik dapat menghapuskan pahala
amal shalih yang kita lakukan, atau menghalangi kita masuk jannah:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan
hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
5
Bahaya Syirik Dan
Keutamaan Tauhid
Oleh: Agus Hasan Bashori
Ibadallah !
Saya wasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada saya untuk selalu bertaqwa
kepada Allah di mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam
Islam.
Telah banyak penjelasan yang menerangkan makna taqwa. Di antaranya adalah pernyataan Thalq
bin Habib:
إِذَا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ فَأَطْفِئُوهَا بِالْتَّقْوَى. قَالُوْا: وَما
الْتَّقْوَى؟ قَالَ: أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ
تَرْجُو ثَوَابَ اللهِ وَأنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ
تَخَافُ عِقَابَ اللهِ.
“Apabila terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan taqwa”. Mereka
bertanya: “Apakah taqwa itu?” Beliau menjawab: “Hendak-nya engkau melaksanakan
keta’atan kepada Allah, di atas cahaya Allah, (dengan) mengharap keridhaan-Nya;
dan hendaknya engkau meninggalkan kemaksiatan terhadap Allah, di atas cahaya
Allah, (karena) takut kepada siksaNya.
Ketaatan terbesar yang wajib kita laksanakan adalah tauhid; sebagaimana
kemaksiatan terbesar yang mesti kita hindari adalah syirik.
Tauhid adalah tujuan diciptakannya makhluk, tujuan diutusnya seluruh
para rasul, tujuan diturunkannya kitab-kitab samawi, sekaligus juga merupakan
pijakan pertama yang harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju Rabbnya.
Dengarkanlah firman Allah:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu.” (Adz-Dzaariyaat: 56)
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu.” (Adz-Dzaariyaat: 56)
Juga firmanNya:
“Dan tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepadaKu.” (Al-Anbiya’: 25)
“Dan tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepadaKu.” (Al-Anbiya’: 25)
Demikian pula firmanNya:
“Alif laam Raa, (inilah) satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, serta dijelaskan (makna-maknanya) yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian jangan beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada kalian daripadaNya.” (Hud: 1-2)
“Alif laam Raa, (inilah) satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, serta dijelaskan (makna-maknanya) yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian jangan beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada kalian daripadaNya.” (Hud: 1-2)
Allah juga berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Ketahuilah,
bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagimu dan bagi kaum Mukminin (laki-laki dan wanita).”
Jama’ah sekalian rahimakumullah. Kalau kedudukan tauhid
sedemikian tinggi dan penting di dalam agama ini, maka tidaklah aneh kalau
keutamaannya juga demikian besar. Bergembiralah dengan nash-nash seperti
di bawah ini:
عَنْ عُبَادَةْ بِنْ الصَّامِتْ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ
النَّارَ.
Dari Ubadah bin Shamit Radhiallaahu anhu , ia berkata: “Aku mendengar
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa
Muhammad adalah Rasulullah (niscaya) Allah mengharamkan Neraka atasnya (untuk
menjilatnya).” (HR.
Muslim No. 29)
Hadits lain, dari Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam bersabda:
عَنْ
عُثْمَانَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ
مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa yang
meninggal dunia, sedangkan dia menge-tahui bahwa tidak ada ilah yang berhak
disembah melainkan Dia (Allah) niscaya akan masuk Jannah.” (HR. Muslim No. 25)
Demikian juga sabdanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam ,
kami petik sebagiannya:
وَعَنْ أَبِي ذَرًّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الله عَزَّ وَجَلَ: وَمَنْ
لَقِيَنِيْ بِقُرِابِ الأَرْضِ خَطَايًا لاَ يُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لَقَيْتُهُ
بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً.
“Dan barangsiapa yang menemuiKu dengan
(membawa) dosa sepenuh bumi sekalipun, namun dia tidak menye-kutukan Aku dengan
sesuatu apapun, pasti Aku akan menemuinya dengan membawa ampunan yang semisal
itu.” (HR. Muslim No. 2687)
Demikian pula tidak akan aneh, bila lawan tauhid, yaitu syirik; juga
memiliki banyak bahaya yang mengerikan, dimana sudah seharusnya kita
benar-benar merasa takut terhadapnya. Diantara bahaya syirik itu adalah
sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Jabir:
عَنْ جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاء
أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا
رَسُوْلَ اللهِ مَا الْمُوْجِبَتَانِ ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ
شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
“Seorang Arab
Badui datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , lalu
bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang pasti itu?” Beliau
menjawab: “Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan
Allah dengan suatu apapun, niscaya dia akan masuk Jannah. Dan barangsiapa yang
meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia
akan masuk Neraka”.
(HR. Muslim No. 93)
Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki”. (An-Nisa: 48,116)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki”. (An-Nisa: 48,116)
Firman Allah:
“Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88).
“Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88).
Firman Allah:
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17).
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17).
Maka merupakan musibah jika seseorang jahil (bodoh) terhadap perkara
tauhid dan perkara syirik, dan lebih musibah lagi jika seseorang telah
mengetahui perkara syirik namun dia tetap melakukannya. Dengan ini hendaklah
kita terpacu untuk menam-bah/menuntut ilmu sehingga bisa melaksanakan tauhid
dan menjauh dari syirik dan pelakunya.
وَ اللهَ نَسْأَلُ أَنْ يَرْزُقَنَا عِلْمًا نَافِعًا
وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ:
Hadirin jama’ah Jum’at Arsyadakumullah,
Tatkala kita membicarakan masalah syirik, janganlah kita menganggap
bahwa syirik itu hanya ada di kalangan orang-orang Yahudi, Nashrani, Hindu,
Budha, Konghuchu dan lain-lain. Sedangkan kaum Muslimin sendiri dianggap sudah
terbebas dari dosa ini. Padahal tidaklah demikian. Banyak juga kalangan kaum
Muslimin yang tertimpa dosa sekaligus penyakit ini, baik sadar maupun tidak.
Karena makna atau pengertian syirik adalah: mempersekutukan peribadatan kepada
Allah; yakni memberikan bentuk-bentuk ibadah yang semestinya hanya
dipersembahkan kepada Allah, namun dia berikan kepada selain-Nya. Baik itu
kepada para malaikat, nabi, orang shalih, kuburan, patung, matahari, bulan,
sapi dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk-bentuk ibadah (yang dipersembah-kan)
kepada selain Allah itu bisa berupa: Do’a, berkurban, nadzar, puncak kecintaan,
puncak rasa takut dan lain-lain.
Saudara-saudaraku fillah,
pada khutbah kedua di sini, sengaja kami
ringkaskan sebagian keutamaan tauhid sebagaimana yang telah dibahas pada
khutbah yang pertama:
- Diharamkannya Neraka itu bagi kaum Muwahhidin (Ahli Tauhid). Kalaupun mereka masuk Neraka, mereka tidak akan kekal di dalamnya.
- Dijanjikannya mereka untuk masuk Jannah.
- Diberikan kepada mereka ampunan dari segala dosa.
Sedangkan di antara bahaya-bahaya syirik adalah:
- Diancamnya orang yang melakukan syirik akbar untuk masuk Neraka dan kekal di dalamnya.
- Tidak akan diampuni dosanya itu selama ia belum bertaubat.
- Gugurlah amal perbuatannya.
- Syirik adalah perbuatan dzalim yang terbesar.
Inilah yang dapat kami berikan. Fa’tabiru ya ulil albab.
6
Urgensi Tauhid
Dalam Mengangkat Derajat Dan Martabat Kaum Muslimin
Oleh: Andri Sugeng Prayoga
Ma'asyirol Muslimin
rahimakumullah ...
Segala puji bagi
Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan dan
karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman kepada
makhluk-Nya. Baik yang berupa kesehatan, kesempatan sehingga pada kali ini kita
dapat menunaikan kewajiban shalat Jum’at.
Semoga shalawat
dan salam tercurahkan kepada pemimpin dan uswah kita Nabi Muhammad, yang
melalui perjuangannyalah, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita
terbebas dari kejahiliyahan, dan kehinaan. Dan semoga shalawat serta salam juga
tercurahkan kepada keluarganya, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman.
Pada kesempatan
kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah
semuanya, agar kita selalu meningkatkan kwalitas iman dan taqwa kita, karena
iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat
kelak.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Tauhid adalah
pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid
menjadi landasan bagi setiap amal, menurut tuntunan Islam, tauhidlah yang akan
menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di
alam akhirat nanti. Dan amal yang tidak dilandasi dengan tauhid akan sia-sia,
tidak dikabulkan oleh Allah dan lebih dari itu, amal yang dilandasi dengan
syirik akan menyengsarakannya di dunia dan di akhirat. Sebagaimana Allah
berfirman:
“Dan sesungguhnya
telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum kamu, ‘jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang
kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Az-Zumar: 65-66)
Hamba Allah yang beriman ...
Tauhid bukan
sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah
Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan)Nya dan wahdaniyah (keesaan)Nya dan bukan pula sekedar
mengenal Asma’ dan sifatNya.
Iblis mempercayai
bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaaan dan kemahakuasaan Allah
dengan permin-taannya kepada Allah melalui Asma dan sifat-Nya. Kaum Jahiliyah
Kuno yang dihadapi Rasulullah juga meyakini bahwa pencipta. Pengatur,
Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Sebagaimana Allah
berfirman:
“Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” (Luqman: 25).
Namun kepercayaan
mereka dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang
berpredikat Muslim, yang beriman kepada Allah. Dari sini lalu timbullah
pertanyaan: “Apakah hakikat tauhid itu?”
Hamba Allah, yang beriman ...
Hakikat Tauhid,
ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: menghambakan diri hanya kepada
Allah secara murni dan konsekuen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut
kepadaNya. Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah. Dan sesungguhnya
misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid. Mulai Rasul yang pertama, Nuh,
hingga Rasul terakhir, yakni nabi Muhammad n. Sebagaimana firman Allah:
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzariyat:
56).
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
“Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Sesungguhnya
tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah
melainkan Allah dan tidak ada ibadah yang benar kecuali ibadah yang sesuai
dengan tuntunan rasul yaitu As-Sunnah. Orang yang mengikrarkannya akan masuk
Surga selama tidak dirusak syirik atau kufur akbar.
Sebagaimana
firman Allah:
“Orang-orang yang
beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang, mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82)
Abdullah bin
Mas’ud meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa sedih dan
berat. Mereka berkata siapa di antara kita
yang tidak berlaku dzalim kepada diri sendiri lalu Rasul menjawab:
لَيْسَ ذَلِكَ، إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ، أَلَمْ تَسْمَعُوْا قَوْلَ
لُقْمَانَ لاِبْنِهِ: {يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ}. (متفق عليه).
“Yang dimaksud
bukan (kedzaliman) itu, tetapi syirik. Tidak-kah kalian mendengar nasihat
Luqman kepada puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar suatu kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13) (Muttafaqun alaih).
Ayat ini memberi
kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengesakan Allah.
Orang-orang yang tidak mencampur-adukkan antara keimanan dengan syirik serta
menjauhi segala perbuatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang
sempurna dari siksa Allah di akhirat. Mereka itulah yang mendapatkan petunjuk
di dunia.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Jika dia adalah
seorang ahli tauhid yang murni dan bersih dari noda-noda syirik serta ikhlas
mengucapkan “laa ilaaha illallah” maka tauhid kepada Allah menjadi
penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi
penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sabda
Rasulullah yang diriwayatkan ‘Ubadah bin Ash-Shamit:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ
وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّهَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ. (رواه
البخاري ومسلم).
“Barangsiapa
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata,
tiada sekutu bagiNya, dan Muham-mad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersaksi)
bahwa Isa adalah hamba Allah, utusanNya dan kalimat yang disampaikanNya kepada
Maryam serta ruh dari padaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar
adanya dan Nerakapun benar adanya maka Allah pasti akan memasukkan ke dalam
Surga, apapun amal yang diperbuatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya,
segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang Muslim sebagaimana yang
terkandung dalam hadist tadi berhak memasukkan dirinya ke Surga. Sekalipun dalam
sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana
ditegaskan di dalam hadist qudsi, Allah berfirman:
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتني بِقُرَابِ اْلأَرْضِ
خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا
مَغْفِرَةً. (حسن، رواه الترمذي والضياء).
“Hai anak Adam,
seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, sedangkan
engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya
aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhiya’, hadist hasan).
Hadist tersebut
menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi
kebahagiaan seorang hamba. Tauhid merupakan sarana paling agung untuk melebur
dosa-dosa dan maksiat.
Hamba Allah yang beriman ...
Jika tauhid yang
murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama’ah,
niscaya akan menghasilkan buah yang sangat manis. Di antara buah manis yang
didapat adalah:
- Tauhid memerdekakan manusia dari segala
per-budakan dan penghambaan kecuali kepada Alah. Memerdeka-kan fikiran dari
berbagai khurofat dan angan-angan yang keliru. Memerdekakan hati dari
tunduk, menyerah dan menghinakan diri kepada selain Allah
Memerdekakan hidup dari kekuasaan Fir’aun, pendeta dan thaghut yang
menuhankan diri atas hamba-hamba Allah.
- Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh. Arah hidup-nya jelas, tidak
menggantungkan diri kepada Allah. Kepada-Nya ia berdo’a dalam keadaan
lapang atau sempit.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menyembah orang yang hidup, pada saat lain ia menyembah orang yang mati. Orang Mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridla dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha, sehingga hati menjadi tentram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkan ke kanan, sedang tuhan yang lainnya menginginkan ke kiri.
- Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak merasa takut kecuali kepada
Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa
dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya
menjadi sirna. Seorang Mukmin hanya takut kepada Allah. Karena itu ia
merasa aman ketika kebanyakan orang merasa ketakutan, ia merasa tenang
ketika mereka kalut.
- Tauhid memberikan nilai Rohani kepada pemilik-nya. Karena jiwanya hanya penuh harap kepada Allah, percaya dan tawakal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan) Nya, sabar atas musibah serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar segera dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi’ar dan semboyannya adalah sabda Rasul:
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ.
(رواه الترمذي وقال حسن صحيح).
Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
- Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan keadilan. Karena tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad n kemudian orang yang paling bertaqwa.
Itulah buah manis
dari Tauhid yang akan membebaskan pelakunya dari kehinaan dan kesengsaraan dan
Tauhidlah yang akan mengembalikan kehormatan Islam dan Muslimin, mengembalikan
harga diri dan kemuliaan Islam dan Muslimin, dan menaikkan derajat dan martabat
Islam dan Muslimin di atas segala kehinaan yang selama ini dialami oleh kaum
Muslimin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيَّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Kembali pada
khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad, kepada para sahabatnya,
keluarganya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kemudian dari
khutbah yang pertama tadi dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
- Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukannya.
- Hakekat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: meghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.
3.
Tauhid menyebabkan pemiliknya dihapuskan dari
segala dosa.
- Tauhid yang terealisasi dalam hidup seseorang, akan menghasilkan buah yang sangat manis, yaitu:
- Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan.
- Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh.
- Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan.
- Tauhid memberikan nilai ruhiyah kepada pemiliknya.
- Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan persamaan.
Karena itu,
marilah pada kesempatan kali ini kita berdo’a kepada Allah, memohon ampunan
atas segala dosa syirik yang pernah kita lakukan dan kita memohon agar kita
dijauhkan dari segala perbuatan syirik dan pelaku-pelakunya. Kemudian pula kita
memohon kepada Allah agar kita dihindarkan dari kehinaan dan diangkat derajat
kita di dunia dan di Akhirat.
7
Syahadat
Muhammad Rasulullah, Makna Dan Konsekwensinya
Jama’ah
Jum’at rahimakumullah
Setiap muslim pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rasulullah, tapi tidak semua muslim memahami hakikat yang benar dari makna
syahadat Muhammad Rasulullah, dan juga tidak semua muslim memahami tuntutan dan
konsekuensi dari syahadat tersebut. Fenomena inilah yang mendorong khatib untuk
menjelaskan makna yang
benar dari
syahadat Muhammad Rasulullah dan konsekuensinya.
Makna dari
syahadat Muhammad Rasulullah adalah pengakuan lahir batin dari seorang muslim bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan Allah, Abdullah wa Rasuluhu yang diutus untuk
semua manusia sebagai penutup rasul-rasul sebelumnya.
Kaum
muslimin rahimakumullah
Dari makna di atas bisa dipetik bahwa yang terpenting dari syahadat Muhammad
Rasulullah adalah dua hal yaitu: Bahwa Muhammad itu adalah abdullah
(hamba Allah) dan Muhammad itu rasulullah. Dua hal ini merupakan rukun syahadat
Muhammad Rasulullah.
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku.” (A1 Kahfi; 110).
Syaikh Muhammad bin Shalih A1 Utsaimin menjelaskan: Dalam ayat di atas Allah
memerintahkan NabiNya untuk mengumumkan kepada manusia bahwa saya hanyalah
seorang hamba sama dengan kalian, bukan Rabb (Tuhan).
إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ
فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.
“Saya hanya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Syaikh Al-Utsaimin berkata: Saya hanyalah hamba yakni saya tidak punya hak
dalam rububiyah dan juga dalam hal-hal yang menjadi keistimewaan Allah.
Kaum
muslimin rahimakumullah
Keyakinan bahwa Muhammad adalah hamba Allah menuntut kepada kita untuk
mendudukkan beliau di tempat yang semestinya, tidak melebih-lebihkan beliau
dari derajat yang seharusnya sebab beliau hanyalah seorang hamba yang tidak
mungkin naik derajatnya menjadi Rabb.
Dari sini termasuk kesesatan jika ada yang ber-isti’anah1, ber-istighatsah2, memohon kepada Nabi untuk
mendatangkan manfaat dan menolak mudharat sebab hal itu adalah hak mutlak Allah
sebagai Rabb.
"Katakanlah:
"Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu
dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan". (Al-Jin; 21).
Kemudian syahadat “Muhammad Rasulullah” menuntut kita untuk mengimani risalah
yang beliau sampaikan, beribadah dengan syariat yang beliau bawa, tidak
mendustakan, tidak menolak apa yang beliau ucapkan maupun yang beliau lakukan.
Jama'ah
Jum'at rahimakumullah
Seorang Muslim yang beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah,
dituntut untuk mewujudkan beberapa hal sebagai bukti kebenaran keimanannya.
Hal hal yang wajib diwujudkan sebagai konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah
adalah:
1.
Membenarkan semua berita yang shahih dari Rasul Allah I.
Muhammad adalah Rasulullah yang diistimewakan dari manusia lainnya dengan
wahyu, maka jika Beliau memberitakan berita masa lalu maupun berita masa depan
maka berita itu sumbernya adalah wahyu yang kebenarannya tidak boleh ragukan
lagi.
Di antara berita-berita dari Rasulullah yang wajib kita terima adalah: Berita
tentang tanda-tanda hari kiamat, seperti munculnya dajjal, turunnya Nabi Isa,
terbitnya matahari dari barat, berita tentang pertanyaan di alam kubur; Adzab
dan nikmat kubur, begitu juga berita tentang datangnya malaikat maut dalam
bentuk manusia kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya lalu Nabi Musa
menamparnya hingga rusak salah satu matanya.
Semua berita di atas dan juga berita-berita lain yang berasal dari
hadits-hadits shahih, wajib kita percayai, jangan sekali-kali kita dustakan
dengan alasan berita itu bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan
dengan zaman.
2. Mentaati
Rasulullah
Kaum muslimin rahimakumullah
Seorang muslim wajib taat kepada Rasulullah sebagai perwujudan sikap pengakuan
terhadap kerasulan Beliau.
“Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”. (Al-Nisaa’; 80)
Syaikh Abdur Rahman Nasir As Sa'dy berkata: setiap orang yang mentaati
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dalam perintah-perintah dan
larangan-larangannya dia telah mentaati Allah, sebab Rasulullah tidak
memerintahkan dan melarang kecuali dengan perintah, syariat dan wahyu yang
Allah turunkan.
Taat kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam mempunyai dua
sisi:
1. Taat dalam perintah dengan menjalankan semua perintahnya, di antara
perintah Beliau yang wajib kita taati adalah: Perintah mencelupkan lalat yang
jatuh dalam minuman atau makanan, mencuci tangan tiga kali sehabis bangun dari
tidur, mengucapkan Basmallah ketika makan, makan dan minum dengan tangan kanan,
shalat berjamaah dan lain-lain.
Sebagian orang menolak perintah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
dengan berbagai alasan, misalnya dia menolak perintah menenggelamkan
lalat dengan alasan hal itu menyalahi ilmu kesehatan, dan perintah itu bersumber
dari Rasul sebagai manusia biasa. Sikap ini adalah godaan syaitan yang bermuara
kepada penolakan terhadap sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
.
Kaum muslimin rahimakumullah
2. Sisi
kedua dari mentaati Rasul adalah menjauhi larangan Rasulullah, sebab yang
dilarang Rasulullah juga otomatis dilarang oleh Allah, di antara larangan
tersebut: Larangan memakan binatang buas yang bertaring, larangan makan atau
minum dengan bejana emas atau perak, larangan menikahi seorang wanita bersama
saudara atau bibinya, larangan memanjangkan kain (sarung atau celana) di bawah
mata kaki, larangan melamar di atas lamaran orang lain, larangan menjual atau
membeli di atas penjualan atau pembelian orang lain, dan larangan-larangan yang
lain, semua wajib dijauhi.
Termasuk beberapa hal yang sudah diletakkan oleh Rasulullah sebagai rukun,
syarat dan batasan.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya
maka jauhilah”. (Al-Hasyr: 7).
Jamaah Jum'at rahimakumullah. Konsekuensi yang ketiga: Berhukum kepada
sunnah Rasul Allah.
Syahadat Muhammad Rasulullah yang benar akan membawa seorang Muslim kepada
kesiapan dan keikhlasan untuk menjadikan sunnah Rasulullah sebagai rujukan, dia
pasti menolak jika diajak untuk merujuk kepada akal, pendapat si A/si B, hawa
nafsu, maupun warisan nenek moyang dalam menetapkan suatu hukum, lebih-lebih
jika terjadi ikhtilaf (perbedaan), seorang Muslim yang konsekwen dengan
syahadatnya dengan lapang dada akan menjadikan sunnah Rasulullah sebagai
imamnya.
“Maka demi
Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (An Nisaa'; 65).
Syaikh As-Sa'dy berkata: Allah bersumpah dengan diriNya yang mulia bahwa mereka
tidak beriman sehingga mereka menjadikan RasulNya sebagai hakim dalam
masalah-masalah yang mereka perselisihkan. Lanjut beliau; Dan berhukum ini
belum dianggap cukup sehingga mereka menerima hukumnya dengan lapang dada,
ketenangan jiwa dan kepatuhan lahir batin.
Jamaah Jum'at rahimakumullah
Haruslah
diketahui bahwa sikap penolakan terhadap hukum Rasulullah dalam masalah-masalah
ikhtilaf adalah termasuk sifat kaum munafikin.
“Apabila
dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah
telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang
munafik menghalangimu dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu”. (An Nisaa'; 61)
Ibnu Abbas berkata: Hampir saja Allah menghujani kalian dengan batu dari
langit. Saya berkata: “Rasulullah telah bersabda begini, sedangkan kalian
berkata (tapi) Abu Bakar dan Umar berkata begitu”.
As-Syaikh Al-Utsaimin berkata: “Jika seseorang mengguna-kan ucapan Abu Bakar
dan Umar untuk menentang sabda Rasul bisa menyebabkan turunnya siksa; hujan
batu, maka apa dugaanmu dengan orang yang menentang sabda Rasul dengan ucapan
orang yang jauh di bawah derajat keduanya, tentu saja dia lebih berhak mendapat
siksa.
8
Dosa Seputar
Mayyit Dan Kuburan
Oleh: Tedy Haryono
Segala puji bagi
Allah Subhannahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya
sehingga kita dapat menjalankan salah satu kewajiban yang diwajibkan kepada
kaum Muslimin yaitu Shalat Jum’at berjama’ah.
Shalawat serta salam, semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Salam , sahabat, keluarga dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah
Khatib berdiri di mimbar ini, ingin berwasiat kepada diri khatib sendiri secara
khusus dan kepada jama’ah secara umum, yaitu bersama-sama meningkatkan iman dan
taqwa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala . Bertaqwa kepada Allah di mana saja
kita berada sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا. (رواه أحمد).
“Bertaqwalah
kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan jelek, dengan
perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya.” (HR. Ahmad 5/153).
Hadits di atas menerangkan bahwa dosa-dosa kecil dapat dihapus dengan
mengerjakan amalan yang baik dan benar. Dosa yang sudah berjangkit di kalangan
masyarakat ini sangatlah banyak dan juga mereka menganggapnya itu hal biasa dan
lumrah.
Hal yang demikian tidak bisa ditinggalkan karena gunung yang begitu besar
terdiri dari kerikil-kerikil kecil, jika dosa kecil ditumpuk maka akan menjadi
besar seperti gunung.
Jama’ah Jum’at
rahimakumullah
Banyak sekali amalan yang dapat menjerumuskan ke dalam dosa dengan tidak
terasa, tidak sengaja atau kita pernah menyaksikan atau melakukannya.
Di antaranya adalah:
1. Meratapi Jenazah
Kematian pasti akan terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, namun yang
ditinggal mati apakah bisa bersabar ataukah tidak? Salah satu kemungkinan besar
yang dilakukan oleh manusia, jika ditinggal mati oleh orang yang dicintainya
adalah meratapi jenazah. Misalnya dengan menangis sejadi-jadinya,
berteriak-teriak sekeras-kerasnya, memukuli muka sendiri, mengoyak-ngoyak baju,
menggunduli rambut, menjambak-jambak atau memotongnya. Semua perbuatan tersebut
menunjukkan ketidakrelaan terhadap taqdir, disamping menunjukkan tidak sabar
terhadap musibah.
Nabi Muhamamad Shallallaahu alaihi wa Salam mengecam orang yang melakukan
ratapan berlebihan kepada mayit.
Dan Dari Abdullah bin Mas
‘ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُوْدَ
وَشَقَّ الْجُيُوْبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ. (رواه البخاري، انظر فتح
الباري 3/163).
“Tidak termasuk golongan kami
yang menampar pipi, merobek-robek baju dan yang meratap dengan ratapan
jahiliyah.” (HR.
Al-Bukhari, Fathul Bary 3/163).
Sedih dan berduka cita atas kepergian orang yang dicintai adalah wajar namun
tidak boleh berlebihan sebagaimana hal yang di atas tadi. Bersabar dan menerima
terhadap musibah adalah lebih baik dan lebih mulia karena semuanya terjadi atas
kehendak Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dan ini semua telah digariskan olehNya
sehingga manusia tinggal menjalani apa yang sudah menjadi ketentuannya.
2.Menginjak Dan Duduk
Di atas Kuburan
Ketika mengiring jenazah atau berziarah kubur, sebagian orang ada yang tidak memperhatikan
jalan yang mesti dilaluinya, sehingga disana sini menginjak-injak kuburan
dengan tanpa rasa hormat sedikitpun kepada yang sudah meninggal.
Dan yang menunggu pemakaman jenazah dengan seenaknya duduk di atas kuburan,
pemandangan seperti ini sering terlihat di masyarakat, padahal Rasullah
Shallallaahu alaihi wa Salam mengancam akan hal yang semacam itu.
Abu Hurairah Radhiallaahu anha berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda:
لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى
جَمْرَةٍ فَتَحْرِقُ ثِياَبَهُ فَتَخَلَّصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ
يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ. (رواه مسلم، 2/667).
“Sungguh seseorang
dari kalian duduk di atas bara api sehingga terbakar bajunya hingga tembus ke
kulitnya, hal itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim 2/667).
3.Mencari Berkah
di Kuburan
Kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia dapat memenuhi hajat,
serta membebaskan manusia dari berbagai kesulitan adalah syirik. Karena
kepercayan ini, mereka lalu meminta pertolongan dan bantuan kepada para wali
yang telah meninggal dunia. Padahal mereka meminta tolong kepada Allah dalam
setiap shalatnya namun dalam prakteknya mereka meminta realisasinya kepada
selain Allah.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami meminta
pertolongan.” (Al-Fatihah: 5).
Termasuk dalam katagori menyembah kuburan adalah memohon kepada orang-orang
yang telah meninggal, baik para nabi, orang-oarng shalih atau lainnya untuk
mendapatkan syafa’at atau melepaskan diri dari berbagai kesukaran hidup.
Sebagian mereka, bahkan membiasakan dan mentradisikan menyebut nama syaikh atau
wali tertentu, baik dalam keadaan berdiri maupun duduk atau ketika ditimpa
musibah atau kesukaran hidup.
Di antaranya ada yang menyeru: Wahai Muhammad “. Ada lagi yang menyebut “Wahai
Ali” Yang lainnya menebut: Wahai Syaikh” atau Wahai Syaikh Abdul Qadir
Jaelani”, Kemudian ada yang menyebut: “Wahai Syadzali”. Dan masih banyak lagi
sebutan lainnya.
Allah Subhannahu
wa Ta'ala berfirman dalam Surat Al-A’raaf:
“Sesungguhnya
orang-orang yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang
serupa dengan kamu”. (Al-A’raaf:
194).
Sebagian penyembah kuburan ada yang berthawaf (menge-lilingi) kuburan tersebut,
mencium setiap sudutnya ada juga yang mencium pintu gerbang kuburan dan
melumuri wajahnya dengan tanah dan debu dari kuburan sebagian ada yang bersujud
ketika memandangnya, berdiri didepannya dengan penuh khusyu, merendahkan diri
dan menghinakan diri seraya mengajukan permintaan dan memohon hajat.
Jamaah Jum’at
Rahimakumullah
Mencari berkah di kuburan tidaklah asing bagi sebagian orang lebih-lebih di
masa sekarang ini dimana kebutuhan yang penting harus dipenuhi namun jalan
untuk mengaisnya sangatlah sulit kemudian mereka memakai jalan pintas yaitu
dengan bersemedi dan tafakur di kuburan dengan harapan akan dibukakan jalan
baginya. Kemudian ada yang meminta sembuh dari sakit, mendapatkan keturunan,
digam-pangkan urusannya dan tak jarang di antara mereka yang menyeru: Ya
Sayyidy aku datang kepadamu dari negeri yang jauh maka janganlah engkau
kecewakan aku “ Dan ada juga yang mengatakan “Ya Sayyidy aku ini adalah hamba
yang hina dina dan engkau hamba yang mulia maka sampaikanlah hajat hamba kepada
Tuhanmu”
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyem-bah sembahan-sembahan
selain Allah yang tidak dapat mengabulkan (do’a)nya sampai hari kiamat dan
mereka lalai dari (memperhati-kan do’a mereka.” (Al- Ahqaf: 5).
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam besabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ
اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ. (رواه البخاري).
“Barangsiapa yang
meninggal dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah niscaya akan masuk
kedalam Neraka” (HR.
Al-Bukhari, 8/176).
Sebagian mereka, mencukur rambutnya di pekuburan dan ada yang membawa buku yang
berjudul: Manasikul Hajjil Masyahid” (Tata cara Beribadah Haji di Kuburan
Keramat), sebelum mereka menunaikan ibadah haji ditanah suci Mekkah, mereka
terlebih dahulu menunaikan haji di Tanah Pekuburan Keramat.
jamaah Jum’at yang
berbahagia
Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa fitnah
kuburan dan mayit telah menjadi tradisi dan adat bagi masyarakat kita sekarang
ini.
Dan oleh sebab itu kami mengajak saudara-saudara kaum Muslimin untuk bersama-sama
meninggalkan hal tersebut dengan penuh keikhlasan kepada Allah. Dan kita
meminta kepada Allah semoga saudara-saudara kita yang masih melakukan hal itu
dapat dibukakan pintu hatinya untuk menerima kebenaran.
Akhiru da’wana ‘anil hamdu lillahi rabbil ‘alamin.
9
Peristiwa Hari
Akhir
Oleh: Abu Adam Al-Khoyyat (Hartono)
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullah
Hendaknya seorang Muslim
senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Allah limpahkan
kepada kita semua, baik nikmat keimanan, kesehatan dan keluangan waktu sehingga
kita bisa melaksanakan kewajiban kita menunaikan shalat Jum’at. Dan hendaklah
kita berhati-hati agar jangan sampai menjadi orang yang kufur kepada nikmat
Allah. Allah berfirman:
“Jikalau kalian
bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kalian
mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya siksaku sangat pedih.” (Ibrahim: 7).
Demikian pula kami wasiatkan
untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dalam segala keadaan dan waktu. Takwa,
sebuah kata yang ringan diucapkan akan tetapi tidak mudah untuk diamalkan.
Ketahuilah, wahai saudaraku rahimakumullah,
tatkala Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu bertanya kepada shahabat
Ubay bin Ka’ab Radhiallaahu anhu tentang takwa, maka berkatalah Ubay: “Pernahkah
Anda berjalan di suatu tempat yang banyak durinya?” Kemudian Umar menjawab:
“Tentu” maka berkatalah Ubay: “Apakah yang Anda lakukan”, berkatalah Umar:
“Saya sangat waspada dan hati-hati agar selamat dari duri itu”. Lalu Ubay
berkata “Demikianlah takwa itu” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, hal. 55).
Demikianlah takwa yang
diperintahkan oleh Allah dalam kitabNya yakni agar kita senantiasa waspada dan
hati-hati dalam setiap tindakan keseharian kita, dan juga dalam ucapan-ucapan
kita, oleh karena itu janganlah kita berbuat dan berucap kecuali berdasarkan
ilmu.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Hendaklah kita bersegera
mencari bekal guna menuju pertemuan kita dengan Allah karena kita tidak tahu
kapan ajal kita itu datang. Dan Allah berfirman:
“Dan berbekallah,
maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepadaKu
hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baraqah:197).
Ketahuilah wahai saudaraku rahimakumullah.
Manusia setapak demi setapak
menjalani tahap kehidupan-nya dari alam kandungan, alam dunia, alam kubur dan
alam akhirat. Tahap-tahap tersebut harus dijalani sampai akhirnya nanti kita
akan menemui alam akhirat tempat kita memperhitungkan amalan-amalan yang telah
kita lakukan di dunia. Maka tatkala kita mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi yang memberitakan tentang ahwal (keadaan) hari Akhir,
hendaklah hati kita menjadi takut, menangislah mata kita, dan menjadi dekatlah
hati kita kepada Allah.
Akan tetapi bagi orang yang
tidak memiliki rasa takut kepada Allah tatkala disebut kata Neraka, adzab, ash-shirat
dan lain sebagainya seakan terasa ringan diucapkan oleh lisan-lisan mereka
tanpa makna sama sekali. Na-uzu billahi min dzalik. Mari kita perhatikan firman
Allah dalam surat Al-Haqqah ayat 25-29.
“Adapun orang-orang
yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya maka dia berkata; “Wahai
alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini) dan aku tidak
mengetahui apakah hisab (perhitungan amal) terhadap diriku. Duhai seandainya
kematian itu adalah kematian total (tidak usah hidup kembali). Hartaku juga
sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku, kekuasaanku pun telah lenyap
dari-padaku”.(Al-Haqqah 25-29)
Dalam ayat ini Al-Hafizh Ibnu
Katsir dalam tafsirnya juz IV hal 501, menerangkan bahwa ayat tersebut
menggambarkan keadaan orang-orang yang sengsara. Yaitu manakala diberi catatan
amalnya di padang pengadilan Allah dari arah tangan kirinya, ketika itulah dia
benar-benar menyesal, dia mengatakan penuh penyesalan: ‘Andai kata saya tidak
usah diberi catatan amal ini dan tidak usah tahu apakah hisab
(perhitungan) terhadap saya (tentu itu lebih baik bagi saya) dan andaikata saya
mati terus dan tidak usah hidup kembali.
Coba perhatikan ayat
selanjutnya:
“Peganglah dia lalu
belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam api Neraka
yang menyala-nyala kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh
puluh hasta”
(Al-Haqqah ayat 30-32).
Bagi kaum beriman yang
mengetahui makna yang terkandung dalam ayat tersebut, menjadi tergetarlah
hatinya, akan menetes air mata mereka, terisaklah tangis mereka dan keluarlah
keringat dingin di tubuh mereka, seakan mereka saat itu sedang merasakan
peristiwa yang sangat dahsyat. Maka tumbuhlah rasa takut yang amat mendalam
kepada Allah kemudian berlindung kepada Allah agar tidak menjadi orang-orang
yang celaka seperti ayat di atas.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Sesungguhnya manusia akan
dibangkitkan pada hari Kiamat dan akan dikumpulkan menjadi satu untuk mempertanggungjawab-kan
diri mereka. Allah berfirman:
“Dan dengarkanlah
pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat, yaitu pada hari
mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari
kubur)” (Qaf: 41-42).
Juga Allah berfirman dalam
surat Al-Muthaffifin: 4-7.
“Tidakkah orang itu yakin bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada hari yang besar, (yaitu) hari
ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”.
Dan manusia dibangkitkan dalam
keadaan حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
(mereka tidak beralas
kaki, telanjang dan tidak berkhitan), sebagaimana firman Allah:
“Sebagaimana kami
telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulangnya
(mengembalikannya)”
(Al-Anbiya:104).
Manusia akan dikembalikan secara
sempurna tanpa dikurangi sedikitpun, dikembalikan dalam keadaan demikian bercampur dan berkumpul antara
laki-laki dan perempuan. Dan tatkala Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam
menceritakan hal itu kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha maka berkatalah ia:
“Wahai Rasulullah antara laki-laki dan perempuan sebagian mereka melihat kepada
sebagian yang lain?”, kemudian Rasulullah berkata:
اْلأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ.
“Perkara pada hari itu lebih keras dari pada sekedar sebagian mereka melihat
kepada sebagian lainnya.” (Hadits shahih riwayat Al-Bukhari nomor 6027 dan Muslih nomor 2859 dari
hadits ‘Aisyah Radhiallaahu anha ).
Pada hari itu laki-laki tidak
akan tertarik kepada wanita dan sebaliknya, sampai seseorang itu lari dari
bapak, ibu dan anak-anak mereka karena takut terhadap keputusan Allah pada hari
itu. Sebagaimana firman Allah:
“Pada hari ketika
manusia lari dari saudara-saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istrinya dan
anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang
sangat menyibukkan”. (Q.S.
Abasa: 34-37).
Demikianlah peristiwa yang amat
menakutkan yang akan terjadi di akhirat nanti, mudah-mudahan menjadikan kita
semakin takut kepada Allah.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ،
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، أَمَّا بَعْدُ؛
Dari mimbar Jum’at ini kami sampaikan pula
bahwasannya pada hari Akhir nanti matahari akan didekatkan di atas
kepala-kepala sehingga bercucuran keringat mereka sehingga sebagian mereka akan
tenggelam oleh keringat-keringat mereka sendiri, akan tetapi hal itu tergantung
dari apa yang telah mereka perbuat di dunia.
Imam Muslim
meriwayatkan dalam hadits yang shahih nomor 2864 dari hadits Al-Miqdad bin
Al-Aswad Radhiallaahu anhu , berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda:
تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ،
فَيَكُوْنُ النَّاُس عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ، فَمِنْهُمْ مَنْ
يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ،
وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ
إِلْجَامًا. وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ بِيَدِهِ إِلَى فِيْهِ.
“Matahari akan didekatkan pada hari Kiamat kepada para makhluk sampai-sampai
jarak matahari di atas kepala mereka hanya satu mil, maka manusia mengeluarkan
keringat tergantung amalan-amalan mereka. Di antara mereka ada yang
mengeluarkan keringat sampai mata kakinya dan ada yang sampai lututnya, ada
juga yang sampai pinggangnya dan ada yang ditenggelamkan oleh keringat mereka.” Dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam memberi isyarat dengan tangannya ke mulutnya.
Dan seandainya ada yang
bertanya “bagaimana itu bisa terjadi sedangkan mereka berada pada tempat yang
satu?” Maka Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullaah menjawab pertanyaan tersebut
sebagai berikut: “Ada sebuah kaidah yang hendaknya kita berpegang kepada kaidah
itu, yaitu bahwa perkara ghaib, wajib bagi kita untuk mengimaninya dan
membenarkannya tanpa menanyakan bagaimananya, karena perkara tersebut berada
diluar jangkauan akal-akal kita, kita tidak mampu mengetahui dan meng-gambarkannya.
Demikianlah sebagian peristiwa
di hari Akhir dan masih banyak lagi peristiwa yang akan kita alami yang hal itu
akan menggetarkan hati bagi orang-orang Mukmin dan menjadikan mereka semakin
takut kepada Allah.
10
Antara Sunnah,
Bidah Dan Taklid
Oleh: Iwan Sutedi
Ikhwan fillah rahimakumullah.
Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah
agar kita dapat meghindari dan menolak syubhat di dalam memahami dien
Islam ini. Telah kita sepakati bersama bahwa hanya dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah kita dapat selamat dan tidak akan tersesat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ
تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan
keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah
NabiNya”. (Hadist Riwayat Malik secara mursal (Al-Muwatha, juz 2, hal.
999).
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa ahkamuhu,
Imam Malik meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits Ibnu Abbas dan
sanadnya hasan, juga hadist ini mempunyai syahid dari hadits jabir telah saya
takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah no. 1761).
Adakah pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat dan agar
umat Islam ini memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan
As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shalih? tentu tidak ada, karena
sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah
generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah ridhai.
Suatu kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang selamat,
golongan Tha’ifah Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dari
Allah.
Ikhwan fillah rahimakumullah
Kebanyakan ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu
anjuran untuk mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta
memalingkan jiwa dari selain keduanya dianggap sebagai seruan yang mengajak
kepada pelecehan pendapat para ulama dan menghalangi untuk mengikuti jejak para
ulama atau mengajak untuk menyerang perkataan mereka. Padahal tidak demikian
yang dimaksudkan, bahkan harus dibedakan antara mengikuti Nabi semata dengan
pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengutamakan pendapat
seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga pemikirannya,
siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita membawakan suatu
hadits, maka hal pertama yang harus kita perhatikan adalah keshahihan hadits
tersebut kemudian yang kedua adalah maknanya. Jika sudah shahih dan jelas
maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits tersebut walaupun orang
disekeliling kita menyalahi kita, selama penerapannya juga benar.
Para Imam ulama salaf yang dijadikan panutan umat, mencegah para pengikutnya mengikuti pendapat
mereka tanpa mengetahui dalilnya. Di antara ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal
bagi seseorang untuk mengambil
pendapat kami sebelum dia mengetahui
dari mana kami mengambilnya.” Kemudian:
“Bila saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab Allah
ta’ala dan sunah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah
pendapatku.”
Sedangkan mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya
berkata.”
Padahal sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah Hujarat ayat
1:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
RasulNya.”
Ibnu Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari
langit. Aku mengataklan kepada kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda, tetapi kalian mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar berkata.”
Firman Allah dalam surat 7 ayat 3:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(dari padaNya).”
Kemudian salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid buta
adalah banyaknya para pelaku bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang membawa
terjadinya bid’ah adalah:
1. Bodoh tentang hukum agama dan sumber-sumbernya
Adapun sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’
dan Qiyas. Setiap kali zaman berjalan dan manusia bertambah
jauh dari ilmu yang haq, maka semakin sedikit ilmu dan tersebarlah kebodohan.
Maka tidak ada yang mampu untuk menentang dan melawan bi’dah kecuali ilmu dan
ulama. Apabila ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya mereka, bi’dah akan
mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar untuk muncul dan berjaya dan
tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.
2. Mengikuti hawa nafsu dalam masalah
hukum
Yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan menyeret/membawa
dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mendukungnya, dalil-dalil tersebut
dihukumi dengan hawa nafsunya. Ini adalah perusakan terhadap syari’at dan
tujuannya.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah: 23).
3. Fanatik buta terhadap
pemikiran-pemikiran orang tertentu
Fanatik buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan antara
seorang muslim dari dalil dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang fanatik
buta pada zaman kita sekarang ini, Mayoritas terdiri dari pengikut sebagian
madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun (penyembah-penyembah
kuburan), yang apabila mereka diseru untuk mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah,
mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa yang menyelisihi pendapat
mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab, syaikh-syaikh, kiyai-kiyai,
bapak-bapak nenek moyang mereka. Ini adalah pintu dari sekian banyak
pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama Islam ini.
4. Ghuluw (berlebih-lebihan)
Contoh dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun khawarij,
mereka ghuluw berlebihan dalam memahami ayat-ayat peringatan dan
ancaman. Mereka berpaling dari ayat-ayat raja’ (pengharapan), janji pengampunan
dan taubat sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ...” (An-Nisa’: 48,116).
5. Tasyabuh dengan kaum kuffar
Tasyabbuh (menyerupai) kaum kuffar adalah sebab yang paling menonjol
terjatuhnya seorang kedalam bid’ah. Hal ini pulalah yang terjadi di zaman kita
sekarang ini. Karena mayoritas dari kalangan kaum Muslimin taqlid kepada
kaum kuffar pada amal-amal bid’ah dan syirik. Seperti perayaan-perayaan ulang
tahun (maulid) dan mengadakan hari-hari atau minggu-minggu khusus dan perayaan
serta peringatan bersejarah (menurut anggapan mereka) seperti: peringatan
Maulid Nabi. Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang lainnya adalah
meyerupai peringatan-peringatan kaum kuffar.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”.
(Abu Dawud).
6. Menolak bid’ah dengan bid’ah yang
semisalnya atau bahkan yang lebih rusak
Contohnya ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah. Kaum
Murji’ah memulai bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya, mereka
berkata: “Kita tidak menghakimi mereka dan kita kembalikan urusannya kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala ”. Hingga akhirnya mereka sampai pada pendapat bahwa
maksiat tidak me-mudharat-kan iman, sebagaimana tidak berfaedah ketaatan yang disertai kekufuran.
Al-Baghdadi berkata: “Mereka dinamakan Murji’ah karena mereka memisahkan amal
dari keimanan.”
Demikianlah, para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan yang
mereka lakukan sebagai satu amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang
benar-benar sunnah mereka jauhi. Padahal sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari kami (Rasulullah),
maka dia itu tertolak.”
(Hadist riwayat Muslim).
Ihwan fillah rahimakumullah
Oleh karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita
pelajari hakekat kebid’ahan niscaya kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan
taqlid mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Jika kita perhatikan
perbuatan bid’ah niscaya kita akan mengetahui bahwa pelakunya adalah seorang muqallid.
Dan kalau kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat bahwa dia
tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka yang dirahmati oleh Allah ‘Azza
wa Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu
mempunyai hubungan yang erat dengan bid’ah.
Muqallid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika dia
bersandar pada dalil, maka dia tidak lagi dinamakan muqallid. Demikian
pula mubtadi’, diapun dalam melakukan kebid’ahan tidak berpegang dengan
dalil karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi dinamakan dengan mubtadi’
karena asal bid’ah adalah mengadakan sesuatu hal yang baru tanpa dalil atau
nash.
Taqlid dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya yang
menyimpangkan seseorang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan
menjauhkan pelakunya dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan
sumber kebenaran.
Taqlid dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu. Allah
Subhannahu wa Ta'ala menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il yang
meminta Musa Alaihissalam untuk menjadikan bagi mereka satu ilah dari berhala,
karena taqlid kepada para penyembah berhala yang pernah mereka lewati.
FirmanNya:
“Dan kami seberangkan Bani Israil
keseberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada satu kaum yang telah
menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami
sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)!.
Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Ilah)! “sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang
dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al- A’raf: 138-139).
Sekalipun Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka
mengetahui bahwa arca itu hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan
mudlarat, tetapi mereka tetap membikin patung anak sapi dan menyembahnya.
Hal ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat ini
sangat jelas menunjukkan bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat dengan
kebid’ahan bahkan dengan kesyirikan dan kekufuran. Hal inilah yang merupakan
sebab kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya, termasuk sebagian besar ummat
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .
Terakhir adalah bagaimana cara kita
untuk keluar dari bid’ah ini
Jalan keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam dalam banyak hadits. Dan satu di antaranya adalah berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shahih,
, karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada Allah dan
RasulNya, paling kuat ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan paling luas
pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut. Dengan cara ini seorang
muslim mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran yang
mencemari dan terhindar dari semua kebid’ahan yang menyesatkan.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita
semua dan kepada saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di dalam
kebid’ahan. Mudah-mudahan pula Allah menambah ilmu kita, menganugrahkan
kekuatan iman dan takwa untuk bisa tetap istiqomah di atas manhaj yang hak dan
menjalani sisa hidup di jaman yang penuh fitnah ini dengan bimbingan syari’at
Muhammadiyah (syariat yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ),
sampai kita bertemu Allah dengan membawa bekal husnul khatimah.
Amin ya Rabbal Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda