Pengikut

Rabu, 13 April 2016

studi Islam ,sejarah peradaban Islam



PENYEBARAN PERADABAN ISLAM DI PERSIA
TIMUR TENGAH DAN NEGARA- NEGARA  ARAB



MAKALAH
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Yusuf suyono, MA


















          Disusun Oleh:
Nama                      : Mashadi
NIM                                    : 1400018029

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2014
1

DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………..i
Daftar Isi…………………………………………………………………………..ii
BAB I               Pendahuluan.................................................................................
A.LatarBelakang.............................................................................
                        B. RumusanMasalah ……………………………………...............
BAB II            Pembahasan   
A. Islam di Persia …….………………………………………….
                        B. Peradaban Islam di Persia……………………………………
                        C. Kemajuan- kemajuan yang dicapai ……………………….....
                        D. Kemunduran Islam di Persia…………………………………
                        E. Peradaban Islam di Timur tengah…………………………….
                        F. Peradaban Islam di Negara- negara Arab…………………….
BAB III          Penutup          
            A. Kesimpulan................................................................................
                        B. Saran .........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA           










BAB I
PENDAHULUAN

 A. Latar belakang Masalah
Berbicara tentang Peradaban Islam tentunya kita akan menilik terhadap perkembangan Islam mulai dari zaman Rosulullah Saw, khulafa’ ar-Rosyiddin , sampai masa Dinasti Umayyah, Abasiyyah dan lainya, karena dari situlah kita memulai mengenal tentang peradaban ,pemikiran dan kejayaan kerajaan –kerajaan Islam.
Jika disinggung tentang kemajuan Islam barang kali kita sepakat bahwa kerajaan safawi merupakan salah satu kerajaan yang mewarnai gemilangnya Islam di masa lampau  kedigjayaan Syafawi  tidak diragukan, menghasilkan banyak kontribusi dalam berbagai aspek, namun  jika diajak untuk sepakat mengatakan sepemikiran terhadap mazhab yang dianut oleh orang-orang Syafawi  waktu itu, maka banyaklah yang mengatakan kami bukan orang syi’ah. Untung saja pembahasan kali ini mengajak kita menyingkap yang tersirat baik dari ketidaktahuan atau keterlupaan kita terhadap sejarah kerajaan Syafawi, sehingga Pemahaman agama hanyalah sebahagian dari hal-hal yang akan diungkapkan.
Sebenarnya ada dua Dinasti dalam pengkajian Sejarah dan Peradaban Islam yang sangat berperan dan paling dominan dalam menghidupkan dan menyebarkan paham Syiah di Persia, yaitu Dinasti Buwaihi dan Dinasti Safawi[1]. Dinasti Buwahi berada pada periode klasik Islam dibawah kepemimpinan Al-Muthi ( 334 H – 363 H ), Al-Tha'i ( 363 H- 381 H ), Al-Qodir ( 381 H- 422 H ), Al-Qosim ( 422 H- 1031 H ). Sedangkan Dinasti Safawi ( 1252 – 1334 M ) hidup pada periode pertengahan Islam.
Dalam pertemuan kali ini kita akan membahas makalah tentang  peradaban Islam di Persia atau yang dikenal dengan Dinasti Buwaihi dan Dinasti Safawi di Persia ,dan pemakalah berusaha memaparkan sedikit banyak mengenai eksistensi kedua Dinasti tersebut, baik dari segi proses cultural maupun structural secara singkat dan Negara-negara Islam atau Arab yang berada di Timur Tengah.
Dan untuk lebih detailnya tentang perkembangan Peradaban Islam yang ada di Persia, Timur Tengah dan Negara – negara Arab, maka penulis akan menguraikan lebih lanjut dalam subab pembahasan.

B.  Rumusan Masalah
            Dari rumusan masalah ini, ada beberapa point yang harus penulis uraikan diantaranya :
            a. Islam di Persia.
            b. Peradaban Islam di Persia
            c. Kemajuan- kemajuan yang dicapai
            d. Kemunduran Islam di Persia
            e. Peradaban Islam di Timur tengah
            f. Peradaban Islam di Negara- negara Arab.














2
 
BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Islam di Persia
1. kultur Dinasti Buwaihi
            Terdapat kontroversi dikalangan sejarawan tentang asal-usul Dinasti Buwaihi. Pertama, ada yang berpendapat bahwa nenek moyang Buwaihi adalah Bahram Jur, salah seorang raja dari Dinasti Sasan. Dinasti tersebut dikenal orang sebagai dinasti yang anggotanya dikenal sebagai orang cerdik[2]. kedua mengatakan bahwa Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat, suatu dinasti di Arab. Ketiga, Buwaihi adalah keturunan raja Persi. Dan keempat, Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam[3]. Negeri yang terletak di Barat Daya Laut Kaspia dan telah tunduk pada kekuasaan Islam sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Nampaknya pendapat keempatlah yang dianggap mendekati.
       Dinasti Buwaihi memperoleh peluang kekuasaan pada saat anak-anak al-Mutawakil, yakni Al-Mustanshir, Al-Mu’taz dan Al-Muayyad saling bererut kursi kekhalifahan Abbasiyah.Menurut penunjukan Al-mutawakil, yang harus menduduki kursi kholifah adalah Al-Mu’taz karena ia paling cakap, kemudian baru Al-Muayyad.
Peluang yang kedua ialah munculnya Dinasti Awaliyah di Tabaristan( 864 M ) yang didahului oleh suatu perlawanan gigih yang dipimpin Al-Hasan  Al-Alawi untuk melawan Dinasti Tahiriah yang menjadi kepercayaan khalifah. Syiah yang dibantu Dailam akhirnya memperoleh kemenangan.
2. kemunculan Dinasti Buwaihi 
Pada mulanyaa hubungan antara khalifah Al-Mustakfi dengan Muiz Al-daulah baik-baik saja. Akan tetapi, ketika ada rencana khalifah untuk membunuh Muiz Al-Daulah , Muiz Al-Daulah sebagai amir al-umara terpaksa mengambil tindakan tegas dengan memakzulkan Al-Mustakfi dari kedudukanya sebagai khalifah( 946 M ). Sejak itulah tugas beban amir al-umara menjadi bertambah karena tatanan khalifah harus berubah dan menjadi tanggung jawabnya
       Langkah berikutnya yang dilakukan Muizz Al-Daulah ialah menentukan sikap terhadap khalifah Al-Muthi pengganti Al-Mustakfi. Dalam perundingan tercapai kesepakatan untuk saling membantu dan menjaga serta tidak saling mendzalimi. Dengan demikian tercapailah situasi hidup berdampingan secara damai.
3. Silsilah Dinasti Buwaihi
   Selama periode Buwaihi, tercatat beberapa Amirul Umara yang memerintah di Baghdad, yaitu:
1. Mu’iz ad-Daulah tahun 945 M
2. ‘Izz ad-Daulah Bakhtiyar tahun 967 M
3. Adud ad-Daulah tahun 978 M
4. Samsan Ad-Daulah tahun 983 M
5. Sharaf Ad-Daulah tahun 987 M
6. Baha ad-Daulah tahun 989 M
7. Sulthan ad-Daulah tahun 1012 M
8. Musharif ad-Daulah tahun 1020 M
9. Jajal Ad-Daulah tahun 1025 M
10. Imaduddin Abu Kalijar tahun 1044 M
11. Al-Malik ar-Rahim tahun 1045-1055 M

4. Kemajuan –kemajuan yang dicapai
Sebagaimana pembahasan sebelumnya disebutkan, bahwa perkembangan Peradaban Islam baru bekembang di Persia sejak dinasti Abbasyiah di Baghdad mengalami kemunduran namun demikian, perkembangan Peradaban Islam kala itu masih sebatas permulaan sejatinya perkembangan Peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi yang dipelopori oleh Safi al-Din yang hidup sejak tahun 1252  hingga 1334 M[4] , kerajaan Safawi berdiri disaat kerajaan  Ustmani diturqi mencapai puncak kejayaanya. Kerajaan Safawi ini berasal dari gerakan tariqat di ardabil sebuah kota di Azerbaijan (Wilayah Rusia) yang berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Ustmani diturki[5].
 Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada dibawah kekuasaan Arab dan Mongol, pada awal abad ke -16 (1501) orang Persia dapat mendirikan sebuah kerajaan yang beraliran Syi'ah dibawah pimpinan Syeh Ismail. Bangsa Syafawiyah –sebut safawiah adalah penganut sekte Syi'ah yang taat dari keturunan imam ke tujuh yaitu imam Musa al-Qosim, pada masa kekuasaan Timur lang ini terdapat ulama' karismatik yang dikunjunginya yaitu Syeh Safiudin Ishak sehingga Timur elang membebaskan tawanan perang dianggora dari tujuh suku karena permintaan Syaifudin ,ketujuh suku bermukim di Dier-e-Bakr, yaitu Asia kecil. Yang kesemuanya akhirnya masuk Islam, membantu dan mendukung kekuasaan Safawi[6].
5. Dinasti Safawi
Peradaban Islam di Persia berkembang cukup cepat hal ini ditandai dengan mulai meluasnya daerah kekuasaan pada masa kepemerintahan Abbas I yang menjadi raja kelima dari dinasti Safawi. Meskipun pada masa pemerintahannya sering terjadi perebutan daerah kekuasaan dengan kerajaan Turki Usmani yang notabenya sebagai sesama kerajaan Islam, namun pada masa pemerintahannya inilah, perkembangan peradaban Islam mulai berkembang pesat.
            Ahmad al-Santanawi mengungkapkan bahwa perkembangan peradaban Islam di Persia diawali dengan penunjukkan kota Isfahan sebagai Ibu kota kerajaan Safawi pada saat Abbas I menjadi penguasa kerajaan Safawi. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yakni Jayy dan Yahudiyyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajir I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi[7].
7
            Terjadi perbedaan pendapat tentang kapan kota ini masuk dalam wilayah Islam. Pendapat pertama mengatakan bahwa penaklukkan kota ini terjadi pada tahun 19 H atas perintah khalifah Umar Ibn Khattab. Sedangkan pendapat kedua yang beraliran Bashrah menyebutkan bahwa kota ini ditaklukkan pada tahun 23 H di bawah pimpinan Abu Musa al-Asy’ari. Namun terlepas dari kedua perbedaan di atas, al-Santanawi menyatakan bahwa Isfahan menjadi kota penting sebagai pusat industri dan perdagangan setelah penaklukkan kedua terjadi pada masa dinasti Abbasiyyah[8].
            Dengan demikian, peradaban Islam di Persia mulai berkembang pesat setelah kota Isfahan berhasil ditaklukkan oleh bala tentara Dinasti Abbasiyyah untuk yang kedua kalinya. Berangkat dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan peradaban Islam di Persia dilakukan dalam rangka perluasan daerah kekuasaan.

C. Kemajuan - kemajuan yang dicapai
            Masa kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan kerjaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang menggangu stabilitas Negara, dan sekaligus ia berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas tersebut oleh Kerajaan Utsmani[9].
            1. Bidang politik
            Pengertian kemajuan dalam bidang politik di sini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan disutur oleh suatu pemerintah yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam peraturan politik internasional[10].
            2. Bidang ekonomi
            Bukti nyata perkembangan perekonomian Safawi adalah dikuasainya Kepulauan Hurmuz dan pelabuhan gumrun diubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas 1. Maka salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara Timur dan Barat sepenuhnya menjadi milik Kerajaan Safawi. Di samping sector perdagangan Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan disektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortille crescent)[11].
            3. Bidang ilmu pengetahuan 
            Bangsa Persia dalam sejarah islam dianggap berjasa besar dalam ilmu pengetahuan. Maka tidaklah mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuan Baha al-Din  asy –Syaerozi, Sadar al-Din  asy –Syaerozi , Muhammad al-Baqir al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuan dibidang filsafat ,sejarah, teolog, dan ilmu umum[12].
            4. Bidang seni
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibukota kerjaan ini, sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas ZendeRud dan istana chihilsutun. Kota Isfahan turut diperindah dengan kebun wisata[13].
D. Kemunduran Islam di Persia disebabkan antara lain:

1.   Ketidakcakapan para penguasanya untuk mengendalikan sistem[14] pemerintahan terutama setelah Syah Abbas I. 
2.   Adanya konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Utsmani karena dengan berdirinya Kerajaan Safawi beraliran Syiah itu tidak ada perdamaian lagi antara dua kerajaan Islam.
3.    Dekadensi moral para pemimpin Kerajaan Safawi.
4.   Pasukan Ghulam (budak–budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat jiwa patriotik karena kurang terlatih[15].

E. Peradaban Islam di Timur Tengah
            Peradaban Islam di Timur Tengah tersebar di beberapa wilayah di antaranya Turki ,Persia, Mesir, Irak dan Yaman ,oleh karena itu pada kesempatan kali ini pemakalah akan mengambil ,mendiskusikan salah satu di antara Negara-negara tersebut,yaitu Negara Irak (Peradaban Islam yang ada di Baghdad).

            a.     Perkembangan Masa kejayaan kota Baghdad/ Irak
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat kegiatan intelektual, Musik, Puisi, kesastraan dan filsafat mulai berkembang. Sinar ilmu pengetahuan tambah bercahaya yang demikian karena negara-negara bagian dari kerajaan Islamraya berlomba-lomba dalam memberi kedudukan terhormat kepada para ulama dan para pujangga.
Adapun zaman keemasan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan adalah periode yang sedang kita bicarakan, demikian Jarji Zaldan melukiskan masa daulat Abbasiyah IV, karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang, pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu telah cukup banyak dikarang terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab, dan filsafat.
10
Pada awal sejarahnya, ilmu-ilmu berkembang dalam bidang qira’ah, tafsir dan hadits dan kemudian menyusul ilmu fiqh. Ilmu-ilmu ini bertambah subur, sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat telah diketahui bahwa ilmu fiqh telah matang dan berkembang kaidah-kaidahnya pada masa daulat Abbasiyah II. Dari ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan keahlian bidang-bidang ilmu pengetahuan[16].
Baghdad yang merupakan ibukota Irak  menjadi tempat pilihan Khalifah al-Mansur. Baghdad yang memiliki wilayah strategis, cukup menjadi syarat sebagai ibukota yang diperlukan oleh Khalifah al-Mansur.
Khalifah al-Mansur ini telah mengadakan penyelidikan terkait keistimewaan pada tempat yang telah dipilih untuk menjadi ibu kota kerajaannya, dan telah melibatkan diri didalam membuat segala persiapan dan pelaksanaannya[17].
Dalam membangun kota ini, Khalifah mempekerjakan ahli bangunan terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat, dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang[18].
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Setelah masa al-Manshur, kota Baghdad menjadi lebih termasyur lagi karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya al-Ma’mun (813-833).
Banyak para ilmuan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang dituntutnya. Dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradapan Islam keseluruh dunia. Prestise, Supremasi ekonomi, dan aktivis intelektual merupakan tiga keistimewaan kota ini. Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradapan dan kebudayaan yang tertinggi di dunia, ilmu pengetahuan dan sastra berkembang pesat, banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah ‘mati’ dihidupkan kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah al-Makmum memiliki perpustakaan yang dipenuhui dengan beribu-ribu buku ilmu pengetahuan dan perpustakaan itu bernama Bait al-Hikmah[19].

12
 
 b. Kemunduran Baghdad
Semua kemegahan, keindahan, dan kehebatan kota Baghdad yang dibangun pertama kali oleh khalifah al-Manshur itu hanyalah tinggal kenangan. Semuanya seolah-olah hanyut dibawah oleh sungai Tigris, setelah kota ini dibumihanguskan oleh tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M.
Diluar daerah kekuasaan Mongol berkuasa daulah keturunan Turki. Mereka barkuasa dari perbatasan Siria di sebelah Timur sampai keperbatasan Mesir di sebelah Barat, terdiri Daulah Mamluk di Mesir dan Daulah Ustmani di Asia Kecil. Sedangkan keturunan Arab berkuasa di Yaman dan Maghribi.
15
14
Pada masa itu dunia Islam yang dikuasai oleh Jenghis Khan terpecah belah, saling serang menyerang satu sama lain, sehingga tidak ada sebuah kerajaan besar yang menjadi tumpuan harapan umat Islam dan sempat membangun. Hanya ada satu cabang di India yang memiliki kekuasaan yang stabil, namun sayang harus bersaing dengan umat Hindu sehingga praktis juga tidak sempat membangun Sultan-sultan Mamluk di Mesir, walaupun daerahnya tidak mengalami penyerbuan Mongol, tetapi diserbu oleh Salibiyah, ditambah lagi sultan-sultan Mamluk bukan dari satu keturunan sehingga secara praktis daulah Mamluk pun tidak sempat membangun. Dengan demikian masa Mongol ini merupakan masa perpecahan yang sangat parah di dalam sejarah kebudayaan Islam[20]. Semua bangunan kota, termasuk istana tersebut dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga meruntuhkan perpustakaan yang merupakan bidang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat didalamnya.
Selain itu, penguasaan Mongol atas Daulah Islam hampir memusnahkan unsur Arab dan bahasanya, juga agama Islam. dengan tindakan pemusnahan, pembakaran, dan pembunuhan selama peperangan maka ratalah kota daerah yang dikuasai. mereka membunuh penduduknya, mereka rampas hartanya, mereka runtuhkan gedung-gedungnya, mereka bakar kutubul khanahnya, maka musnahlah perbendaharaan kebudayaannya. namun suatu hal yang luar biasa bahwa Jenghis Khan yang meruntuhkan semua itu, diantara keturunannya ada yang bangun menjadi pemelihara dan membangun kembali agama dan kebudayaan Islam[21].

F. Peradaban Islam di Negara- negara Arab.
            Menurut Nourouzzaman Shiddiqi dalam bukunya sejarah modern,Mesir, Syiria, Afrika Utara dan Arabia, sejarah umatIslamdapat dibagi dalam tiga babakan[22]. Babakan pertama adalah periode klasik yang dimulai sejak lahirnyaIslamsampai runtuhnya dinasti Abbasiyah pada tahun 1258. Ciri periode ini adalah seluruh wilayah Negara diperintah oleh seorang khalifah baik yang mempunyai wewenang dan kedudukan maupun yang hanya simbol saja. Kedua adalah periode pertengahan yang dimulai dari runtuhnya Dinasti Abbasiyah hingga penghujung abad XVIII. Periode ketiga adalah periode modern, periode ini diwarnai oleh kebangkitan nasionalisme dan cengkraman kuku penjajahan Barat yang berakhir sampai perang dunia kedua.[23]
            Secara berturut-turut dan dengan data yang sangat terbatas, tulisan ini akan membahas Negara-negara Arab pada periode modern meliputi Mesir dan syiria.[24]

a. Pusat peradaban Islam di Mesir (kairo)
Bangsa Mesir termasuk bangsa yang paling tua dalam sejarah. Negara Mesir telah didiami oleh bangsa Mesir semenjak beribu tahun yang lewat,  bangsa ini telah maju dalam segala macam corak kehidupan berilmu pengetahuan yang luas dan berkebudayaan yang tinggi, mereka dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu telah mendahului bangsa- bangsa yang lain beribu tahun lamanya.
Bekas-bekas peninggalan mereka yang berupa bangunan-bangunan, piramida-piramida, candi-candi, tugu-tugu ( obelisk ) serta arca-arca besar dan kecil masih berdiri dengan megah sampai sekarang. Arca-arca dan obelisk itu sekarang ada yang masih berdiri di Mesir ditempat semula didirikan dan ada yang telah dipindahkan di museum Mesir, bahkan ada yang berada diluar negeri. Pada saat itu, penggalian-penggalian masih dilakukan sampai sekarang di bumi lembah Nil itu dan masih diketemukan peninggalan-peninggalan bangsa Mesir purba yang amat berharga.
16
            Semuanya itu menunjukkan ketinggian ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan mereka dimasa bahari itu, yaitu masa yang dikenal dalam sejarah dengan sebutan “Mesir Lama” atau masa para Fir’aun[25].       
18
Mesir merupakan wilayah dunia Islam yang terpenting  pada masa ini, karena letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan orang-orang salib. Posisinya semakin bertambah penting setelah dibukanya Terusan Suez. Pada masa kerajaan, negeri ini merupakan pusat khilafah Ustmaniyah. Setelah penghancurannya oleh Mamluk pada tahun 923 H/ 1517M, posisinya semakin kurang Istambul telah menjadi pusat khalifah Ustmaniyah dan Mamluk telah melakukan pembagian wilayah di Mesir ini[26].

 b. Perkembangan Mesir
Perkembangan Islam di Mesir yang ditandai adanya salah satu kekhalifahan yang berjaya saat itu, yaitu adanya kelahiran dinasti Fatimiyah. Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syiah dalam Islam. Dinasti yang didirikan pada tahun 909 M di Tunisia ini sebagai tandingan bagi penguasa dunia Muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah[27].
Wilayah dinasti Fatimiyyah meliputi Afrika Utara, Sicilia, dan Syiria. Setelah pembangunan kota Kairo selesai lengkap dengan istananya, Jauhar As-Siqili mendirikan masjid Al Azhar pada 17 Ramadhan 359 H (970 M). Masjid Al Azhar dalam perkembanganya menjadi universitas besar.
Kota Kairo mengalami puncak kejayaan pada masa dinasti Fatimiyyah, yaitu pada masa pemerintahan Salahuddin Al Ayyubi, pemerintahan Baybars, dan pemerintahan An Nasir pada masa dinasti Mamalik. Periode Fatimiyyah dimulai dengan Al Muis dan mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin Abu Manshur Nizar al-Aziz pada tahun 975-996 M. Dibawah kekuasaannya, kekhalifahannya telah mampu mengalahkan penguasa-penguasa Baghdad. Sehingga ia berhasil menempatkan kekhalifahan Fatimiyyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan Mediterania Timur.
Dinasti Fatimiyyah dapat ditumbangkan oleh dinasti Ayyubiyah yang didirikan oleh Salahuddin al Ayyubi, seorang pahlawan dalam perang Salib. Salahuddin tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh dinasti Fatimiyyah tetapi mengubah orientasi keagamaan dari Syiah menjadi Ahlussunnah.
18
 
c. Dinasti Mamluk
Kekuasan dinasti Ayyubiyah di Mesir diteruskan oleh dinasti Mamalik. Kaum Mamluk menguasai Mesir dan Siria tahun 648-922/ 1250-1517. Mamluk atau Mamalik (jamak), secara harfiah berarti budak-budak yang dimiliki mereka adalah orang-orang Turki yang direkruit dari dua kelompok, yakni Mamluk Bakhri dan Mamluk Buruj. Yang pertama adalah karena tempat tinggal mereka di pulau Ar-Raudah yang terletak seakan di laut (Arab, Bahr), yang ada di sungai Nil, dan yang ke dua adalah karena mereka menempati benteng (Arab, Burj) di Kairo. Kaum Bakhri berasal dari Qipchaq, Rusia Selatan, yang merupakan percampuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Burj adalah orang-orang Circassia dan Caucasus.
Dinasti ini mampu mempertahankan pusat kekuasaanya dari serangan bangsa Mongol dan bahkan dapat mengalahkan tentara Mongol Ain Jalut dibawah pimpiman Baybars yang berkuasa dari 1260- 1277 M. Baybars juga dikenal sebagai perang Salib. Pada waktu itu, Kairo menjadi satu-satunya pusat peradaban Islam yang selamat dari serangan Mongol. Kairo ketika itu menjadi pusat peradaban Islam yang terpenting.
Dinasti Mamluk berjaya dalam menghadapi ekspansi Mongol ke arah barat. Pasukan dari Timur yang telah membumihanguskan Baghdad itu dipukul oleh Mamluk dibawah pimpinannya, Qutus dan Baybars di Ain Jalut tahun 658/1260. Mamluk juga dihormati oleh dunia Islam saat itu karena berhasil menghalau tentara Salib dari pantai Syro-Palestina, untuk kemudian mengembangkan kekuasaannya ke Barat hingga Cyrenaica, ke utara gunung Taurus, Mubia dan Massawa, dan ke selatan melindungi kota-kota suci di Arabia.
21
Masa dinasti Mamluk merupakan kemakmuran dan kejayaan dibidang ekonomi dan budaya, disamping seni dan arsitektur yang mempunyai warna tersendiri, seperti terlihat dalam hasil karya seni yang ada pada keramik dan logam. Hubungan perdagangan antara wilayah mamluk dan dunia luar dikembangkan, dengan menjalin persahabatan bersama raja-raja Kristen di Eropa. Mamluk juga berusaha menghalangi meluasnya bangsa Portugis yang telah mampu mengarungi lautan di lautan Hindia dengan menempatkan pasukannya di perairan Arabia. Akhirnya dinasti Mamluk dikalahkan oleh Turki Ustmani dibawah sultan Salim tahun 923/1517, Mesir selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ustmani. Walau demikian sesungguhnya kaum Mamluk masih bercokong di Mesir hingga habis sama sekali riwayatnya tahun 1226/1811 dibawah tekanan Muhammad Ali Pasya, seorang gubernur Turki yang mendapat otonomi wilayah di Mesir itu[28].
Pada tahun 1575 M, dinasti Mamalik dapat dikalahkan oleh dinasti Ustmani di Turki dan sejak itu Kairo hanya dijadikan sebagai Ibukota provinsi Ustmani[29].



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari pembahasan penyebaran peradaban Islam diatas, baik Islam di Persia atau Islam di Negara –negara Timur tengah maupun Negara- Negara Arab  dapat kita ambil kesimpulan ,bahwa penyebaran Peradaban Islam di Persia begitu cepat berkembang sehingga dapat mewujudkan berbagai bidang diantaranya yaitu bidang politik ,bidang ekonomi , bidang ilmu pengetahuan dan ilmu pembangunan fisik dan seni.
Selain itu juga kawasan baghdad, banyak para ilmuan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang dituntutnya. Dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradapan Islam keseluruh dunia. Prestise, supremasi ekonomi, dan aktivis intelektual merupakan tiga keistimewaan kota ini.
22
Begitu juga di Mesir yang mengalami beberapa kedinastian mencapai masa kejayaanya ketika pada masa Dinasti Fatimiyyah dan Dinasti Ayyubiyah, yang mana Dinasti Fatimiyyah dapat ditumbangkan oleh dinasti Ayyubiyah yang didirikan oleh Salahuddin al Ayyubi, seorang pahlawan dalam perang Salib. Salahuddin tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh dinasti Fatimiyyah tetapi mengubah orientasi keagamaan dari Syiah menjadi Ahlussunnah.

B. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dari makalah yang kami buat. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.




DAFTRA PUSTAKA

Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di kawasan dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Fatah Syukur NC,M.Ag, Sejarah Peradaban  Islam .Semarang ,PT.Pustaka Riski Putra. 2010.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. XVI, 2004.
M.Abdul Karim, Sejarah pemikiran dan peradaban islam,yogyakarta: Pustaka Book Publiser, 2007
 Ahmad al-Santanawi, Dairat al-Ma’arif al-Islamiyyah, Jilid II
A. Syalabi, Sejarahdan  Kebudayaan Islam 3, (Jakarta Selatan: PT. Al Husna Zikra, 1997)
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003)
Nourouzzaman Shiddiqi, sejarah modern,Mesir, Syiria, Afrika Utara dan Arabia (Yogjakarta: Matahari  Masa,1980)
Dudung Abdurrahman, sejarah Peradaban Islam dari Masa klasik Hingga Modern (Yogjakarta: LESFI, 2003, 2004), hlm.
Mochtar Yahya, Perpindahan- Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1985),
Ahmad al-Khusaery, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka sarana, 2003), cet. 1,
Philip K. Hitti, History of  the Arabs,  (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005),
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997),
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : AMZAH, 2009 )
27
 


[1] . Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di kawasan dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 158
[2] . Ajid Thohir, ibid, hlm 159.
[3] . Harun Nasution (ed.), Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta. Djambatan, 1992, Hlm. 184.
[4] . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. XVI, 2004, hlm. 138.
[5] . Badri Yatim, Op.cit, hlm. 139
[6] .M.Abdul Karim, Sejarah pemikiran dan peradaban islam,yogyakarta: Pustaka Book Publiser, 2007, hlm,305.  
[7] . Ahmad al-Santanawi, Dairat al-Ma’arif al-Islamiyyah, Jilid II, hlm. 258-259.
[8] . Ahmad al-Santanawi,  Op.cit, hlm. 25
[9] . Fatah Syukur NC,M.Ag, Sejarah Peradaban  Islamhlm.141.
[10] .Ajid Thohir, Op. cit. Hlm. 174
[11] . Ibid., hlm. 141.
[12] .Ibid., hlm. 141.
[13] .Ibid..,hlm. 141.
[14] . maksud pemakalah para raja yang memimpin kerajaan safawi tidak menunjukan grafik naik dan berkembang tetapi justru memperliahatkan kemunduran karena  lemahnya mereka dalam memimpin
[15]. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. XVI, 2004, hlm.156-157
[16] .Fatah Syukur, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 103
[17] . A. Syalabi, Sejarahdan  Kebudayaan Islam 3, (Jakarta Selatan: PT. Al Husna Zikra, 1997),  hlm. 177
[18] . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hlm. 277-278
[19] Badri Yatim, ibid, hlm. 278-279
[20].  Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003), hlm. 194
[21].  Musyrifah Sunanto, Ibid, hlm. 197
[22].  Nourouzzaman Shiddiqi, sejarah modern,Mesir, Syiria, Afrika Utara dan Arabia (Yogjakarta: Matahari  Masa,1980) , h.1
[23]. Dudung Abdurrahman, sejarah Peradaban Islam dari Masa klasik Hingga Modern (Yogjakarta: LESFI, 2003, 2004 ) ,hlm. 297
[24] . Ibid, hlm. 297
[25] . Mochtar Yahya, Perpindahan- Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah, ibid., hlm. 442- 423
[26] . Ahmad al-Khusaery, Sejarah Islam, Penerj: Samson Rahman, (Jakarta: Akbar Media Eka sarana, 2003), cet. 1, hlm. 416
[27] . Philip K. Hitti, History of  the Arabs,  (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 787
[28] . Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 118-119
[29] . Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : AMZAH, 2009 ), hlm. 287

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda