Pengikut

Rabu, 16 November 2016

proposal model pembelajaran kitab kuning di pesantren girikusuma



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
          Sesuatu yang menarik dan patut untuk dikaji baik dari segi kelembagaan, perilaku santri maupun tokoh agama adalah dunia pesantren, minimnya data tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah berdirinya pesantren menjadikan keterangan - keterangan yang berkenaan denganya bersifat Prejudice dan sangat beragam, sehingga menjadikan pesantren sebagai bahan kajian yang tak pernah kering dikalangan peneliti dan ahli sejarah (Haidar, 2004: 1).
          Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Nurcholis Madjid, secara historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (Indigenous) Indonesia. Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga serupa pesantren ini sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya. Jadi Pesantren merupakan hasil penyerapan akulturasi kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan Islam, kemudian menjelma menjadi suatu lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini (Majid, 1997: 3).
          Mastuhu memberikan pengertian dalam disertasinya bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari (Mastuhu, 1994: 55).
          Ada tiga elemen dasar yang membentuk pondok pesantren sebagai sebuah subkultural, yang pertama, pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara, yang kedua penggunaan kitab-kitab rujukan umum yang selalu di gunakan berabad- abad lamanya dan yang ketiga, sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Dengan bermodal elemen yang ke tiga ini, dapat ditegaskan bahwa pondok Pesantren memiliki hubungan yang erat dengan  kehidupan masyarakat dan juga termasuk salah satu penopang pilar utama pendidikan di bumi Nusantara ini (Umar, 2014: 7 ), oleh karena itu, dalam prespektif historis, lahirnya pesantren bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan pentingnya pendidikan, tetapi juga untuk penyiaran agama Islam.
          Pesantren tradisional sampai sekarang masih eksis walaupun lembaga pendidikan modern semakin banyak. Ia merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama’ masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern, keberadaannya tidak hanya bertahan, akan tetapi dari masa ke masa kuantitasnya berkembang pesat.
          Peran dan fungsi pondok pesantren dalam perkembangannya, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama, Mastuhu dalam disertasinya yang berjudul “Dinamika sistem pendidikan Pesantren” mengungkapkan pesantren mempunyai empat ciri khusus yang menonjol, mulai dari hanya memberikan pelajaran agama versi kitab - kitab Islam klasik berbahasa Arab, mempunyai teknik pengajaran yang unik yang biasa dikenal dengan dengan metode Sorogan dan Bandongan atau Wetonan, mengedepankan hafalan, serta menggunakan sistem Halaqah (Haidar, 2004: 15-16).
           Sebagai lembaga pendidikan Islam tujuan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkahlaku yang  jujur, bermoral dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati (Ma’arif, 2008: 71).
          Bila di tinjau dari segi historis pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia, yang di kenal di Indonesia sebelum Indonesia merdeka bahkan semenjak agama Islam masuk di Indonesia terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya (Nizar, 2013: 85-86).
          Pada masa kolonial belanda banyak pesantren yang terkenal baik di Jawa ataupun di luar Jawa hal itu di sebabkan karena :
1)      Para ulama’ dan Kyai mempunyai kedudukan yang kukuh di lingkungan kerajaan dan kraton yaitu sebagai penasehat raja atau sultan.
2)      Kebutuhan umat Islam akan sarana pendidikan yang mempunyai cirikhas  keislaman juga semakin meningkat, semantara sekolah belanda pada waktu itu hanya di peruntukan kalangan tertentu saja.
3)      Hubungan transformasi antara Indonesia dan mekkah semakin lancar sehingga memudahkan pemuda-pemuda Islam dan Indonesia menuntut ilmu ke makkah.
Hal yang sangat penting terjadi di pesantren ketika itu adalah dimasukanya sistem madrasah karena untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang memakai sistem pendidikan Barat. Dengan sistem madrasah pesantren kelihatan maju dan terus bertambah jumlahnya, sehingga pada tahun 1940-an terdapat beberapa pesantren ikut menyelenggarakan sekolah agama yang dikembangkan oleh pemerintah.
          Pada masa Orde baru, pembinaan pondok pesantren dilakukan oleh pemerintah melalui proyek pembangunan lima tahunan yang diperoleh dari berbagai intansi baik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, semenjak Orde baru itulah pemerintah Indonesia berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren melalui Departemen Agama Islam.
          Kini di tengah-tengah Sistem Pendidikan Nasional yang selalu berubah-ubah dalam jeda waktu yang tidak lama, apresiasi masyarakat Indonesia terhadap pesantren makin hari makin besar, pesantren yang awal sebagai Rurel Based Inditusion kemudian berkembang menjadi lembaga urban (Nizar, 2013: 97-100), sehingga masyarakat Indonesia yang mengambil alternatif untuk mendidik anaknya tentang agama lebih dominan di pesantren dari pada di sekolah.
          Munculnya Pendidikan modern pada prinsipnya karena model pendidikan yang ada dan mapan selama ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman yang sudah semakin maju, sehingga apabila hal ini dibiarkan tanpa ada langkah konkret untuk merubahnya maka dikhawatirkan kualitas anak didik yang menjadi generasi penerus bangsa akan semakin menurun dan tidak mampu lagi bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi. Pendidikan di masa lalu dirasa sangat monoton, membosankan, tidak mengembangkan daya kreatifitas anak didik, tidak menyenangkan dan kurang efisien, serta hanya mengandalkan bakat alam. Hal ini berdampak pada kualitas anak didik secara umum menjadi rendah yang akhirnya akan berdampak pula pada perkembangan dan kemajuan bangsa.
          Berdasarkan fenomena tersebut maka para pakar pendidikan berusaha untuk memperbaiki inovasi pendidikan yang lama menjadi suatu sistem pendidikan yang variatif (sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jaman). Dengan adanya prinsip-prinsip pendidikan yang semacam ini (Modern), maka diharapkan mutu pendidikan akan naik dan akhirnya akan berdampak bagi kemajuan bangsa dan negara.
          Penyelenggaraan pendidikan nasional diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan  Nasional yang didalamnya memuat pengertian Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
          Dari uraian di atas dapat difahami bahwa, Pesantren Girikusuma merupakan salah satu pesantren salaf yang unik dan berbeda dengan pesantren yang lain, baik dari segi proses pembelajaran, kajian kitab ataupun model yang diterapkan. Diantaranya dalam proses pembelajaran kitab kuning dimulai dari jam 07 sampai 11.30 Wib, semua santri wajib mengikuti pembelajaran tersebut yang dilaksanakan di sekolah sesuai dengan tingkatanya, yang kemudian dilanjutkan sholat dzuhur berjama’ah, setelah sholat ashar para santri mengikuti kajian kitab kuning sesuai dengan jenjang masing-masing secara bandongan, kemudian setelah magrib semua santri mengikuti kajian kitab kuning secara klasikal, kemudian setelah sholat isya’ semua santri mengikuti kegiatan mudżakarah atau musyawarah yang dalam pelaksanaanya di dampingi oleh ustadż atau mutkharijin dalam setiap jenjangnya. Dalam kegiatan yang lain pesantren Girikusuma juga menerapkan kajian Al-Qur’an baik secara binadlor ataupun secara bil ghā’ib (Pembenahan bacaan Al-Qur’an baik dari segi bacaan maupun hafalan sesuai dengan kaidah ilmu tajwid) yang dilaksanakan setelah sholat shubuh dan sholat dzuhur. Pesantren  Girikusuma juga menerapkan ihyā’ul lughouh al arabiyyah (menghidupkan bahasa arab) dengan penggunaan metode demontrasi dengan tujuan mempercepat penguasaan dalam menguasai kajian kitab-kitab salaf (klasik),  dan yang menarik lagi bahwa sesepuh pondok pesantren Girikusuma juga mengajarkan kajian-kajian tasawwuf atau ahlak, untuk semua santri baik yang diselenggarakan setiap malam jum’at melalui pengajian diba’iyyah, malam sabtu, senin dan rabu kajian kitab kuning. Ungkapan diatas adalah merupakan gambaran Pondok Pesantren Girikusuma dalam melaksanaan sistem pengajaran dan proses pembelajaran yang sudah terprogam dan terencana  oleh sesepuh pondek Pesantren yaitu kyai.
           Kitab kuning sebagai sumber belajar seperti kitab- kitab fiqh madżhab Syafi’iyah, Tasawwuf, Ṣaraf, Nahwu dan Tafsir Jalālain. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam mengikuti proses pembelajaran kitab di pesantren, yang menyangkut interaksi guru-murid dan sumber belajar, antara lain sebagai berikut :
1.         Kyai sebagai guru dipatuhi secara mutlak, dihormati termasuk anggota keluarganya, dan kadang dianggap memiliki kekuatan ghaib yang dapat memberi berkah.
2.         Diperoleh tidaknya ilmu itu bukan semata-mata karena ketajaman
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
3.         Kitab adalah guru yang paling sabar dan tidak pernah marah. Karena itu, ia harus dihormati dan dihargai atas jasanya yang telah banyak mengajar santri
4.         Transmisi lisan para kyai adalah penting. Meskipun santri mampu
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
          Pelaksanaan pengajaran kitab ini secara bertahap, dari kurikulum
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mud
żakarah dan majlis ta’lim (Thoriqussu’ud, 2012: 233-234).
          Keseluruhan kitab-kitab klasik atau kitab kuning yang diajarkan di Pesantren dapat digolongkan kedalam delapan kelompok 1) Nahwu, 2) Ṣaraf, 3) Fiqh, 4) Ushul fiqh, 5) Tafsīr, 6) Tauhid, 7) Tasawwuf atau etika , 8) cabang -cabang lain seperti tarīkh dan balaghah (Dhofier: 1985: 50).  Secara umum kitab yang di ajarkan pesantren sama jenisnya baik di Jawa maupun Pesantren selain Jawa, kesamaan kitab yang di ajarkan dan sistem pengajaran tersebut menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktek-praktek keagamaan dikalangan santri. Perlu diketahui juga bahwa dalam kajian kitab-kitab klasik tidak sekedar membaca teks hitam putih, tetapi juga memberikan pandangan - pandangan atau penjelasan-penjelasan (Interprestasi) pribadi baik mengenai isi maupun bahasa dari teks, sehingga mampu menghantarkan santri agar bisa menterjemahkan dan memberikan pandangan tentang isi dan makna dari teks tersebut (Haidar, 2004: 39-40).
          Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan semakin kompleks dan kebutuhan semakin meningkat. Santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu agama melalui penguasaan kitab kuning (mampu membaca kitab kuning lebih cepat, mampu memahami dan menterjemahkan kitab kuning dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat), tetapi juga harus mempunyai kompetensi dan keterampilan mengajarkan kembali isi dari kitab kuning tersebut. Bagaimana Model pembelajaran yang baik dalam mengkaji kitab kuning itulah yang perlu dikaji dan dikembangkan di pondok Pesantren sekarang ini.
          Pondok Pesantren Girikusuma yang berada di desa Banyumeneng Kabupaten Demak merupakan salah satu pondok Pesantren yang sampai saat ini masih memakai model pembelajaran klasik dan salaf karena dalam proses pembelajaran di pondok Pesantren Girikusuma, masih dijumpai metode sorogan ,bandongan dan klasikal, walaupun dalam kurikum pembelajaran memakai kurikulum berbasis kompetensi mandiri (KBK Mandiri) dengan ketentuan-ketentuan dan berlaku untuk semua santri. Dan kurikulum tersebut juga sudah disetarakan dengan kurikulum pendidikan formal yang tujuanya adalah mempersiapkan santri menghadapi tantangan zaman ketika di terjunkan kelapangan (Masyarakat).
          Dari paparan di atas, penulis sangatlah tertarik untuk meneliti model-model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren tersebut dengan mengangkat judul‚ MODEL PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN GIRIKUSUMA DAN RELEVANSI DENGAN METODE PEMBELAJARAN KONTEMPORER ‛Studi kasus pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen Demak.

B. Rumusan Masalah.
          Untuk memudahkan pembahasan ini, maka permasalahan akan dirumuskan dalam beberapa hal berikut ini :
1.    Bagaimana model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma  Mranggen Demak?
2.      Bagaimana relevansi model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model pembelajaran kontemporer ?
C. Tujuan Penelitian
              Sebagaimana rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian penulis adalah:
1.    Untuk mendiskripsikan dari pelaksanaan pembelajaran kitab kunig di Pondok Pesantren Girikusuma.
2.    Untuk mengetahui relevansi model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model pembelajaran kontemporer.
D. Signifikansi Penelitian
Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.    Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen dalam meningkat pembelajaran teruma yang berkaitan dengan model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren, sehingga meningkatkan kualiatas santri (membaca, memahami, menterjemahkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Sebagai penambah khasanah dalam penelitian yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh semua pihak terutama bagi Program Studi Pendidikan Agama Islam pasca sarjana UIN Walisongo Semarang.
3.    Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis khususnya dalam bidang pendidikan dalam pondok Pesantren dan bidang lainnya.
4.    Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga pendidikan di masa mendatang.
E. PENELITIAN RELEVAN.
             Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa kitab kuning dan pondok Pesantren merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan, dan tidak bisa saling meniadakan. Kitab kuning senantiasa menjadi materi kajian pokok dalam pendidikan di pondok Pesantren. Oleh karena itu, penelitian tentang pemebelajaran kitab kuning telah banyak dilakukan oleh pemerhati pendidikan.
           Supandi, mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel telah mengadakan penelitian tentang pembelajaran kitab kuning dengan mengangkat judul ‚Implementasi Program Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa dengan program akselerasi pembelajaran kitab kuning di kedua lembaga tersebut dilihat dari out-put, perkembangannya yang semakin maju serta minat dan kepercayaan masyarakat tergolong berhasil.
           Kekurangan dalam penelitian tersebut menurut penulis, di samping tidak mengungkapkan beberapa program dan model pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, juga tidak menjelaskan tentang metode yang dominan dan paling efektif dalam pembelajaran kitab kuning.
           Tesis Ahmad Gazali yang berjudul “Dinamika Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun 2004. Dalam tesis ini penulisnya mengemukakan secara komprehensif tentang dinamika pembelajaran pada Pondok Pesantren Al-Istiqomah Banjarmasin. Adapun perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya, sebagaimana disebut di atas adalah model pembelajaran kitab kuning.









F. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
          Berdasarkan kajian pustaka di atas maka sebuah model konseptual atau kerangka pemikiran teoritis dapat dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma








Latar belakang pesantren Girikusuma
 





 

















G. METODE PENELITIAN
1.      Metode Penelitian
Secara umum metode penelitian diartikan sebagai suatu usaha pencarian kebenaran terhadap fenomena, fakta, atau gejala dengan cara ilmiah untuk memecahkan masalah atau mengembangkan ilmu pengetahuan (Darwis, 2014: 1).
a.    Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif artinya peneliti berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang, dan peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian untuk kemudian digambarkan atau dilukiskan sebagaimana adanya (Sudjana, 2007: 64-65). Dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu yang dalam hal ini adalah Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu Pesantren Girikusuma Kec. Mranggen Kabupaten Demak
b.    Pendekatan Penelitian
Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif yang berupa deskripsi mendalam terhadap proses pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma Mranggen Demak, sajian data yang akan dianalisis secara deskritif dan mendalam. pendekatan Sejarah dimana peneliti berperan sebagai pengamat obyektifitas, merekam fakta dengan sikap tidak memihak (Creswell, 2015: 129), pendekatan yang menekankan aspek subyektifitas guru dalam mengajar kitab kuning di Pesantren. Studi kasus memberikan gambaran (Deskriptif) yang detail tentang model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma dan relevansi dengan metode pembelanjaran kontemporer.
c.    Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti mulai melaksakan penelitian ini tanggal  20 Februar - 30 Mei 2016. Sedangkan lokasi yang ditempati untuk meneliti adalah Pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
d.   Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti observasi kelapangan, melakukan wawancara dan mengamati kepada orang-orang yang di pandang tahu dan paham tentang kondisi pesantren dalam obyek penelitian.
Oleh karena itu sesuai dengan focus dari penelitian ini, subjek yang akan dijadikan informan utama antara lain: lurah pondok atau yang mewakilinya, pengajar kitab, kepala madrasah dan juga para santri yang menetap di pesantren.
  1. Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian yang berjudulModel Pembelajaran Kitab Kuning di Pesantren Girikusuma dan relevansi dengan metode pembelajaran kontemporerberupaya mengumpulkan data, dengan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a.       Observasi.
Menurut Amri Darwis Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data (2014: 56) Observasi bisa dilakukan secara terlibat (partisipan) dan tidak terlibat (non-partisipan). Dalam pengamatan terlibat, peneliti ikut terlibat dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data penelitian, sedang pengamatan yang tidak terlibat peneliti tidak ikut langsung dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data peneliti.
Adapun obyek observasi ini adalah wakil lurah pondok, para ustadż dan kepala bidang pendidikan di pesantren girikusuma yang di amanati untuk mengatur (KBM, kegiatan belajar mengajar) di pesantren.
Hal ini dilakukan untuk mendapat data atau informasi tentang model pembelajaran kitab kuning yang di terapkan di pesantren girikusuma Mranggen dan sekaligus untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi dalam proses pelaksanaan pembelajaran baik faktor pendukung, dan faktor penghambat.
b.       Wawancara.
Wawancara dalam penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga katagori yaitu 1) wawancara dengan cara melakukan pembicaraan dengan informal (informal convercational interview) 2) wawancara umum terarah (general interview guide approach). 3) wawancara terbuka yang standar ( standardized open-ended interview) (Sarwono, 2006: 245), dengan menggunakan metode wawancara keberhasilan mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti bergantung kepada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Adapun yang di wawancarai adalah 4 orang Ustadż sebagai sumber data primer yang sekaligus sebagai pemilik dan pemegang kunci informasi, hal-hal yang diajukan dalam wawancara tersebut adalah yang berkaitan dengan masalah model pembelajaran kitab kuning, di samping itu juga wawancara dilakukan kepada sumber data sekunder, dalam hal ini adalah 1 orang kepala bidang pendidikan yang diamanati oleh Kyai di pesantren, serta para santri sebagai sampel.
Pelaksanaan wawancara dilakukan pada saat jam istirahat di pesantren, baik ketika santri istirahat jam sekolah, ataupun jam santai begitu juga wawancara kepada Ustadż saat jam tidak mengajar ketika di pesantren maupun di rumah, sesuai dengan kesepakatan. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data dan informasi lebih mendalam atau menggali data yang belum jelas saat observasi di pesantren, dan sekaligus untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi atau memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran di pesantren tersebut (baik faktor pendukung maupun faktor penghambatnya).

c.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sarana pembantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, pernyataan tertulis, dan bahan-bahan tulisan lainya (Sarwono, 2006: 246). Pengumpulan data melalui dokumen bisa menggunakan alat kamera, video shooting atau dengan cara fotokopi (Darwis, 2014: 57). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data tentang kondisi secara umum tentang pesantren Girikusuma, serta keadaan santri dan para Ustadż yang mengampu khususnya kitab kuning di pesantren.
  1. Sumber Data Penelitian.
Data adalah segala sesuatu yang sudah dicatat, segala sesuatu itu bisa berupa dokumen, batu-batuan, air, pohon dan manusia, data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data skunder (Darwis, 2014: 121).
Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diambil langsung tanpa perantara dari sumbernya (Darwis, 2014: 122). Sumber data primer disini  berasal dari pondok pesantren, santri dan para Asatidż yang mengajar di pesantren.
Yang dimaksud dengan data skunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya (Darwis, 2014: 122). yang menjadi sumber data sekunder adalah karya ilmiah, jurnal-jurnal, buku-buku dan tulisan-tulisan yang relevan dengan penelitian ini serta dokumen-dokumen lain yang mendukungnya.  
  1. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis karena berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-gejala yang berkaitan dengan model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma. Menurut Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif, dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh (Darwis, 2014: 142). Langkah-langkah dalam analisis data diantaranya:
a.       Reduksi Data.
Memilih data dari berbagai sumber yang relevan dengan data yang di inginkan, kemudian direduksi sejumlah data dalam suatu laporan lapangan yang sistematis dan difokuskan pada hal-hal yang berkenaan model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
b.      Display Data (Penyajian data)
Display data yakni peneliti merangkum dalam bentuk uraian yang singkat, hal-hal pokok dan kemudian disusun ke dalam bentuk deskriptif yang naratif dan sitematis sehingga dapat memudahkan mencari tema sentral sesuai dengan fokus atau tema rumusan.


c.       Verifikasi Data
Verifikasi data yakni peneliti mencari makna dari data yang dikumpulkan secara teliti. Hasil dari verifikasi ini berupa kesimpulan yang menjawab dari rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu mengenai model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.

H. SISTEMATIKA PENULISAN.
          Sistematika penulisan dalam penelitian ini secara runtut mencakup lima bab. Untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan terhadap permasalahan, penulis mengklasifikasikan pembahasanya secara sistematis yang berhubungan satu dengan lainya. Adapun sistematika pembahasanya adalah sebagai berikut :
BAB I        : PENDAHULUAN.
       Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II       : LANDASAN TEORI
  Pada bab ini  membahas tentang landasan teori, model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma, meliputi metode dan sistem pembelajaran kitab kuning yang di terapkan, pembelajaran kontemporer yaitu Active Learning serta metode dan strategi pembelajaran aktif dan implementasi Active Learning dalam kelas.
BAB III    : GAMBARAN UMUM PESANTREN GIRIKUSUMA
Model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma, meliputi gambaran umum Pesantren Girikusuma, Metode yang diterapkan, pelaksanaan pembelajaran, kompentensi pengajar dan siswa dan evaluasi model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
BAB IV      : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini  diuraikan pembahasan mengenai  analisis model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma, sistem pengajaran, metode pembelajaran dan prolematika yang meliputi faktor-faktor pendukung dan penghambat, serta relevansi dengan metode pembelajaran kontemporer yaitu Active Learning.
    BAB V         : PENUTUP
Bab terakhir dari penelitian ini akan diuraikan kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda