BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sesuatu yang menarik dan patut untuk
dikaji baik dari segi kelembagaan, perilaku santri maupun tokoh agama adalah
dunia pesantren, minimnya data tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau
peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah berdirinya
pesantren menjadikan keterangan - keterangan yang berkenaan denganya bersifat Prejudice
dan sangat beragam, sehingga menjadikan pesantren sebagai bahan kajian yang tak
pernah kering dikalangan peneliti dan ahli sejarah (Haidar, 2004: 1).
Pesantren adalah lembaga yang bisa
dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Nurcholis Madjid, secara historis pesantren tidak hanya identik dengan
makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (Indigenous) Indonesia.
Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga serupa pesantren ini
sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan
mengislamkannya. Jadi Pesantren merupakan hasil penyerapan akulturasi
kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan Islam, kemudian menjelma menjadi suatu
lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini (Majid, 1997: 3).
Mastuhu memberikan pengertian dalam
disertasinya bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari
(Mastuhu, 1994: 55).
Ada tiga elemen dasar yang membentuk
pondok pesantren sebagai sebuah subkultural, yang pertama, pola kepemimpinan
pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara, yang kedua
penggunaan kitab-kitab rujukan umum yang selalu di gunakan berabad- abad
lamanya dan yang ketiga, sistem nilai (value system) yang digunakan
adalah bagian dari masyarakat luas. Dengan bermodal elemen yang ke tiga ini,
dapat ditegaskan bahwa pondok Pesantren memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan masyarakat dan juga termasuk salah
satu penopang pilar utama pendidikan di bumi Nusantara ini (Umar, 2014: 7 ), oleh karena itu, dalam prespektif
historis, lahirnya pesantren bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan pentingnya pendidikan,
tetapi juga untuk penyiaran agama Islam.
Pesantren tradisional sampai sekarang
masih eksis walaupun lembaga pendidikan modern semakin banyak. Ia merupakan
salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam
mempersiapkan ulama’ masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam
memfilter dampak negatif kehidupan modern, keberadaannya tidak hanya bertahan,
akan tetapi dari masa ke masa kuantitasnya berkembang pesat.
Peran dan fungsi pondok pesantren
dalam perkembangannya, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga
sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama, Mastuhu dalam disertasinya yang
berjudul “Dinamika sistem pendidikan Pesantren” mengungkapkan pesantren
mempunyai empat ciri khusus yang menonjol, mulai dari hanya memberikan
pelajaran agama versi kitab - kitab Islam klasik berbahasa Arab, mempunyai
teknik pengajaran yang unik yang biasa dikenal dengan dengan metode Sorogan
dan Bandongan atau Wetonan, mengedepankan hafalan, serta
menggunakan sistem Halaqah (Haidar, 2004: 15-16).
Sebagai lembaga pendidikan Islam tujuan
pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan
penjelasan-penjelasan, tetapi meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi
semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap
dan tingkahlaku yang jujur, bermoral dan
menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati (Ma’arif, 2008: 71).
Bila di tinjau dari segi historis
pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia, yang di
kenal di Indonesia sebelum Indonesia merdeka bahkan semenjak agama Islam masuk
di Indonesia terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia
pendidikan pada umumnya (Nizar, 2013: 85-86).
Pada masa kolonial belanda banyak
pesantren yang terkenal baik di Jawa ataupun di luar Jawa hal itu di sebabkan
karena :
1)
Para ulama’ dan Kyai
mempunyai kedudukan yang kukuh di lingkungan kerajaan dan kraton yaitu sebagai
penasehat raja atau sultan.
2)
Kebutuhan umat
Islam akan sarana pendidikan yang mempunyai cirikhas keislaman juga semakin meningkat, semantara
sekolah belanda pada waktu itu hanya di peruntukan kalangan tertentu saja.
3)
Hubungan
transformasi antara Indonesia dan mekkah semakin lancar sehingga memudahkan
pemuda-pemuda Islam dan Indonesia menuntut ilmu ke makkah.
Hal
yang sangat penting terjadi di pesantren ketika itu adalah dimasukanya sistem
madrasah karena untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang
memakai sistem pendidikan Barat. Dengan sistem madrasah pesantren kelihatan
maju dan terus bertambah jumlahnya, sehingga pada tahun 1940-an terdapat beberapa pesantren
ikut menyelenggarakan sekolah agama yang dikembangkan oleh pemerintah.
Pada
masa Orde baru, pembinaan pondok pesantren dilakukan oleh pemerintah melalui
proyek pembangunan lima tahunan yang diperoleh dari berbagai intansi baik
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, semenjak Orde baru itulah pemerintah
Indonesia berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren melalui
Departemen Agama Islam.
Kini di tengah-tengah Sistem
Pendidikan Nasional yang selalu berubah-ubah dalam jeda waktu yang tidak lama,
apresiasi masyarakat Indonesia terhadap pesantren makin hari makin besar,
pesantren yang awal sebagai Rurel Based Inditusion kemudian
berkembang menjadi lembaga urban (Nizar, 2013: 97-100), sehingga masyarakat Indonesia yang
mengambil alternatif untuk mendidik anaknya tentang agama lebih dominan di
pesantren dari pada di sekolah.
Munculnya Pendidikan modern pada
prinsipnya karena model pendidikan yang ada dan mapan selama ini dirasakan
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman yang sudah semakin maju,
sehingga apabila hal ini dibiarkan tanpa ada langkah konkret untuk merubahnya
maka dikhawatirkan kualitas anak didik yang menjadi generasi penerus bangsa
akan semakin menurun dan tidak mampu lagi bersaing dengan bangsa lain di era
globalisasi. Pendidikan di masa lalu dirasa sangat monoton, membosankan, tidak
mengembangkan daya kreatifitas anak didik, tidak menyenangkan dan kurang
efisien, serta hanya mengandalkan bakat alam. Hal ini berdampak pada kualitas
anak didik secara umum menjadi rendah yang akhirnya akan berdampak pula pada
perkembangan dan kemajuan bangsa.
Berdasarkan
fenomena tersebut maka para pakar pendidikan berusaha untuk memperbaiki inovasi
pendidikan yang lama menjadi suatu sistem pendidikan yang variatif (sesuai
dengan tuntutan dan perkembangan jaman). Dengan adanya prinsip-prinsip
pendidikan yang semacam ini (Modern), maka diharapkan mutu pendidikan akan naik
dan akhirnya akan berdampak bagi kemajuan bangsa dan negara.
Penyelenggaraan pendidikan nasional
diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang didalamnya memuat pengertian
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
Dari uraian di atas dapat difahami
bahwa, Pesantren Girikusuma merupakan salah satu pesantren salaf yang unik dan
berbeda dengan pesantren yang lain, baik dari segi proses pembelajaran, kajian
kitab ataupun model yang diterapkan.
Diantaranya
dalam proses pembelajaran kitab
kuning dimulai
dari jam 07 sampai 11.30 Wib, semua santri wajib mengikuti pembelajaran tersebut yang dilaksanakan di
sekolah sesuai dengan
tingkatanya, yang kemudian dilanjutkan sholat dzuhur berjama’ah,
setelah sholat ashar para santri mengikuti kajian kitab kuning sesuai dengan
jenjang masing-masing secara bandongan, kemudian setelah magrib semua santri
mengikuti kajian kitab kuning secara klasikal, kemudian setelah sholat isya’ semua
santri mengikuti kegiatan mudżakarah atau musyawarah yang dalam pelaksanaanya
di dampingi oleh ustadż atau mutkharijin dalam setiap jenjangnya. Dalam
kegiatan yang lain pesantren Girikusuma juga menerapkan kajian Al-Qur’an baik
secara binadlor ataupun secara bil ghā’ib (Pembenahan bacaan Al-Qur’an baik dari segi
bacaan maupun hafalan sesuai dengan kaidah ilmu tajwid) yang dilaksanakan
setelah sholat shubuh dan sholat dzuhur. Pesantren Girikusuma juga
menerapkan ihyā’ul lughouh al arabiyyah (menghidupkan bahasa arab)
dengan penggunaan metode demontrasi dengan tujuan mempercepat penguasaan dalam
menguasai kajian kitab-kitab salaf (klasik),
dan yang menarik lagi bahwa sesepuh pondok pesantren Girikusuma
juga mengajarkan kajian-kajian tasawwuf atau ahlak, untuk semua santri baik
yang diselenggarakan setiap malam jum’at melalui pengajian diba’iyyah, malam
sabtu, senin dan rabu kajian kitab kuning. Ungkapan diatas adalah merupakan
gambaran Pondok Pesantren Girikusuma dalam melaksanaan sistem pengajaran dan proses pembelajaran
yang sudah terprogam dan terencana oleh
sesepuh pondek Pesantren yaitu kyai.
Kitab kuning sebagai sumber belajar seperti
kitab- kitab fiqh madżhab Syafi’iyah, Tasawwuf, Ṣaraf, Nahwu dan Tafsir Jalālain. Ada beberapa hal
yang penting diperhatikan dalam mengikuti proses pembelajaran kitab di pesantren,
yang menyangkut interaksi guru-murid dan sumber belajar, antara lain sebagai
berikut :
1.
Kyai sebagai
guru dipatuhi secara mutlak, dihormati termasuk anggota keluarganya, dan kadang
dianggap memiliki kekuatan ghaib yang dapat memberi berkah.
2.
Diperoleh
tidaknya ilmu itu bukan semata-mata karena ketajaman
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
3.
Kitab adalah
guru yang paling sabar dan tidak pernah marah. Karena itu, ia harus dihormati
dan dihargai atas jasanya yang telah banyak mengajar santri
4.
Transmisi lisan
para kyai adalah penting. Meskipun santri mampu
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
Pelaksanaan pengajaran kitab ini
secara bertahap, dari kurikulum
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mudżakarah dan majlis ta’lim (Thoriqussu’ud, 2012: 233-234).
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mudżakarah dan majlis ta’lim (Thoriqussu’ud, 2012: 233-234).
Keseluruhan kitab-kitab klasik atau
kitab kuning yang diajarkan di Pesantren dapat digolongkan kedalam delapan
kelompok 1) Nahwu, 2) Ṣaraf, 3) Fiqh, 4) Ushul fiqh, 5) Tafsīr,
6) Tauhid, 7) Tasawwuf atau etika , 8) cabang -cabang lain seperti tarīkh
dan balaghah (Dhofier: 1985: 50). Secara
umum kitab yang di ajarkan pesantren sama jenisnya baik di Jawa maupun
Pesantren selain Jawa, kesamaan kitab yang di ajarkan dan sistem pengajaran
tersebut menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktek-praktek keagamaan dikalangan santri.
Perlu diketahui juga bahwa dalam kajian kitab-kitab klasik tidak sekedar
membaca teks hitam putih, tetapi juga memberikan pandangan - pandangan atau
penjelasan-penjelasan (Interprestasi) pribadi baik mengenai isi maupun bahasa
dari teks, sehingga mampu menghantarkan santri agar bisa menterjemahkan dan
memberikan pandangan tentang isi dan makna dari teks tersebut (Haidar, 2004:
39-40).
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kehidupan semakin kompleks dan kebutuhan semakin
meningkat. Santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu agama melalui
penguasaan kitab kuning (mampu membaca kitab kuning lebih cepat, mampu memahami
dan menterjemahkan kitab kuning dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
masyarakat), tetapi juga harus mempunyai kompetensi dan keterampilan
mengajarkan kembali isi dari kitab kuning tersebut. Bagaimana Model
pembelajaran yang baik dalam mengkaji kitab kuning itulah yang perlu dikaji dan
dikembangkan di pondok Pesantren sekarang ini.
Pondok Pesantren Girikusuma yang
berada di desa Banyumeneng Kabupaten Demak merupakan salah satu pondok
Pesantren yang sampai saat ini masih memakai model pembelajaran klasik dan
salaf karena dalam proses pembelajaran di pondok Pesantren Girikusuma, masih
dijumpai metode sorogan ,bandongan dan klasikal, walaupun dalam kurikum
pembelajaran memakai kurikulum berbasis kompetensi mandiri (KBK Mandiri) dengan
ketentuan-ketentuan dan berlaku untuk semua santri. Dan kurikulum tersebut juga
sudah disetarakan dengan kurikulum pendidikan formal yang tujuanya adalah mempersiapkan
santri menghadapi tantangan zaman ketika di terjunkan kelapangan (Masyarakat).
Dari paparan di atas, penulis
sangatlah tertarik untuk meneliti model-model pembelajaran kitab kuning di
pondok Pesantren tersebut dengan mengangkat judul‚ MODEL PEMBELAJARAN KITAB
KUNING DI PONDOK PESANTREN GIRIKUSUMA DAN RELEVANSI DENGAN METODE PEMBELAJARAN
KONTEMPORER ‛Studi kasus pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren
Girikusuma Banyumeneng Mranggen Demak.
B. Rumusan Masalah.
Untuk memudahkan pembahasan ini, maka permasalahan akan dirumuskan
dalam beberapa hal berikut ini :
1.
Bagaimana
model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma Mranggen Demak?
2.
Bagaimana
relevansi model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model
pembelajaran kontemporer ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian penulis adalah:
1. Untuk mendiskripsikan dari pelaksanaan
pembelajaran kitab kunig di Pondok Pesantren Girikusuma.
2. Untuk mengetahui relevansi model
pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model pembelajaran
kontemporer.
D.
Signifikansi Penelitian
Secara rinci hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut:
1. Sebagai
masukan yang bermanfaat bagi pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen
dalam meningkat pembelajaran teruma yang berkaitan dengan model pembelajaran
kitab kuning di pondok Pesantren, sehingga meningkatkan kualiatas santri
(membaca, memahami, menterjemahkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Sebagai penambah
khasanah dalam penelitian yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh semua
pihak terutama bagi Program Studi Pendidikan Agama Islam pasca sarjana UIN
Walisongo Semarang.
3. Sebagai
penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis khususnya dalam bidang pendidikan
dalam pondok Pesantren dan bidang lainnya.
4. Sebagai
referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga
pendidikan di masa mendatang.
E. PENELITIAN RELEVAN.
Seperti yang dijelaskan di atas,
bahwa kitab kuning dan pondok Pesantren merupakan dua sisi yang tidak bisa
dipisahkan, dan tidak bisa saling meniadakan. Kitab kuning senantiasa menjadi
materi kajian pokok dalam pendidikan di pondok Pesantren. Oleh karena itu,
penelitian tentang pemebelajaran kitab kuning telah banyak dilakukan oleh
pemerhati pendidikan.
Supandi,
mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel telah mengadakan penelitian tentang
pembelajaran kitab kuning dengan mengangkat judul ‚Implementasi Program
Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi
Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan
Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan.
Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa dengan program akselerasi pembelajaran
kitab kuning di kedua lembaga tersebut dilihat dari out-put, perkembangannya
yang semakin maju serta minat dan kepercayaan masyarakat tergolong berhasil.
Kekurangan dalam penelitian tersebut
menurut penulis, di samping tidak mengungkapkan beberapa program dan model
pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, juga
tidak menjelaskan tentang metode yang dominan dan paling efektif dalam
pembelajaran kitab kuning.
Tesis Ahmad Gazali yang berjudul “Dinamika
Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun 2004.
Dalam tesis ini penulisnya mengemukakan secara komprehensif tentang dinamika
pembelajaran pada Pondok Pesantren Al-Istiqomah Banjarmasin. Adapun perbedaan penelitian ini
dari penelitian sebelumnya, sebagaimana disebut di atas adalah model
pembelajaran kitab kuning.
F. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Berdasarkan kajian pustaka di atas maka sebuah model konseptual atau kerangka
pemikiran teoritis dapat dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Model
pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma
|
|||||
G. METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Secara
umum metode penelitian diartikan sebagai suatu usaha pencarian kebenaran
terhadap fenomena, fakta, atau gejala dengan cara ilmiah untuk memecahkan
masalah atau mengembangkan ilmu pengetahuan (Darwis, 2014: 1).
a. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif artinya peneliti berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,
kejadian yang terjadi pada saat sekarang, dan peneliti berusaha memotret
peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian untuk kemudian digambarkan
atau dilukiskan sebagaimana adanya (Sudjana, 2007: 64-65). Dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan
sebagai penelitian lapangan, yaitu
penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, lembaga, atau gejala tertentu yang dalam hal ini adalah
Peneliti
terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu Pesantren Girikusuma Kec. Mranggen
Kabupaten Demak
b.
Pendekatan
Penelitian
Penelitian ini, menggunakan pendekatan
kualitatif yang berupa deskripsi mendalam terhadap proses pelaksanaan
pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma Mranggen Demak, sajian data
yang akan dianalisis secara deskritif dan mendalam. pendekatan Sejarah dimana
peneliti berperan sebagai pengamat obyektifitas, merekam fakta dengan sikap
tidak memihak (Creswell, 2015: 129), pendekatan yang
menekankan aspek subyektifitas guru dalam mengajar kitab kuning di Pesantren.
Studi kasus memberikan gambaran (Deskriptif) yang detail tentang model
pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma dan relevansi dengan metode
pembelanjaran kontemporer.
c. Waktu
dan Tempat Penelitian
Peneliti mulai melaksakan penelitian ini
tanggal 20 Februar - 30 Mei 2016.
Sedangkan lokasi yang ditempati untuk meneliti adalah Pondok Pesantren
Girikusuma Banyumeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
d.
Informan
Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti observasi kelapangan,
melakukan wawancara dan mengamati kepada orang-orang yang di pandang tahu dan
paham tentang kondisi pesantren dalam obyek penelitian.
Oleh
karena itu sesuai dengan focus dari penelitian ini, subjek yang akan dijadikan
informan utama antara lain: lurah pondok atau yang mewakilinya, pengajar kitab,
kepala madrasah dan juga para santri yang menetap di pesantren.
- Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian yang berjudul
“Model Pembelajaran Kitab Kuning di Pesantren Girikusuma dan relevansi dengan
metode pembelajaran kontemporer” berupaya mengumpulkan data, dengan metode pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi.
Menurut Amri
Darwis Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data (2014: 56) Observasi bisa dilakukan secara terlibat
(partisipan) dan tidak terlibat (non-partisipan). Dalam pengamatan terlibat,
peneliti ikut terlibat dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data
penelitian, sedang pengamatan yang tidak terlibat peneliti tidak ikut langsung
dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data peneliti.
Adapun obyek
observasi ini adalah wakil lurah pondok, para ustadż dan kepala bidang
pendidikan di pesantren girikusuma yang di amanati untuk mengatur (KBM,
kegiatan belajar mengajar) di pesantren.
Hal ini
dilakukan untuk mendapat data atau informasi tentang model pembelajaran kitab
kuning yang di terapkan di pesantren girikusuma Mranggen dan sekaligus untuk
mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi dalam proses pelaksanaan
pembelajaran baik faktor pendukung, dan faktor penghambat.
b. Wawancara.
Wawancara dalam
penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga katagori yaitu 1)
wawancara dengan cara melakukan pembicaraan dengan informal (informal
convercational interview) 2) wawancara umum terarah (general interview
guide approach). 3) wawancara terbuka yang standar ( standardized
open-ended interview) (Sarwono, 2006: 245), dengan menggunakan
metode wawancara keberhasilan mendapatkan data atau informasi dari obyek yang
diteliti bergantung kepada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Adapun yang di
wawancarai adalah 4 orang Ustadż sebagai sumber data primer yang
sekaligus sebagai pemilik dan pemegang kunci informasi, hal-hal yang diajukan
dalam wawancara tersebut adalah yang berkaitan dengan masalah model
pembelajaran kitab kuning, di samping itu juga wawancara dilakukan kepada
sumber data sekunder, dalam hal ini adalah 1 orang kepala bidang pendidikan
yang diamanati oleh Kyai di pesantren, serta para santri sebagai sampel.
Pelaksanaan
wawancara dilakukan pada saat jam istirahat di pesantren, baik ketika santri
istirahat jam sekolah, ataupun jam santai begitu juga wawancara kepada Ustadż
saat jam tidak mengajar ketika di pesantren maupun di rumah, sesuai dengan
kesepakatan. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data dan informasi lebih
mendalam atau menggali data yang belum jelas saat observasi di pesantren, dan
sekaligus untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi atau memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran di pesantren tersebut
(baik faktor pendukung maupun faktor penghambatnya).
c. Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan sarana pembantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi
dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, pernyataan tertulis, dan
bahan-bahan tulisan lainya (Sarwono, 2006: 246). Pengumpulan data melalui
dokumen bisa menggunakan alat kamera, video shooting atau dengan cara fotokopi
(Darwis, 2014: 57). Dalam hal
ini penulis mengumpulkan data tentang kondisi secara umum tentang
pesantren Girikusuma, serta
keadaan santri
dan para
Ustadż yang mengampu khususnya kitab kuning di pesantren.
- Sumber Data Penelitian.
Data
adalah segala sesuatu yang sudah dicatat, segala sesuatu itu bisa berupa
dokumen, batu-batuan, air, pohon dan manusia, data terbagi menjadi dua, yaitu
data primer dan data skunder (Darwis, 2014: 121).
Yang
dimaksud dengan data primer adalah data yang diambil langsung tanpa perantara
dari sumbernya (Darwis, 2014: 122). Sumber data primer disini berasal dari pondok pesantren, santri dan
para Asatidż yang mengajar di pesantren.
Yang
dimaksud dengan data skunder adalah data yang diambil secara tidak langsung
dari sumbernya (Darwis, 2014: 122).
yang menjadi sumber
data sekunder adalah karya
ilmiah, jurnal-jurnal, buku-buku dan tulisan-tulisan yang relevan dengan
penelitian ini serta
dokumen-dokumen lain yang mendukungnya.
- Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode
deskriptif analisis karena
berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-gejala yang berkaitan dengan model
pembelajaran
kitab kuning di pesantren Girikusuma. Menurut Miles dan Hubermen
(1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif, dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga
datanya jenuh (Darwis,
2014: 142). Langkah-langkah dalam analisis data diantaranya:
a. Reduksi Data.
Memilih data dari berbagai sumber yang relevan
dengan data yang di inginkan, kemudian direduksi sejumlah data dalam suatu
laporan lapangan yang sistematis dan difokuskan pada hal-hal yang berkenaan
model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
b. Display Data
(Penyajian
data)
Display data yakni peneliti
merangkum dalam bentuk uraian yang singkat, hal-hal pokok dan kemudian disusun
ke dalam bentuk deskriptif yang naratif dan sitematis sehingga dapat memudahkan
mencari tema sentral sesuai dengan fokus atau tema rumusan.
c. Verifikasi Data
Verifikasi
data yakni peneliti mencari makna dari data yang dikumpulkan secara teliti.
Hasil dari verifikasi ini berupa kesimpulan yang menjawab dari rumusan masalah
yang telah ditentukan yaitu mengenai model pembelajaran kitab kuning di
pesantren Girikusuma.
H. SISTEMATIKA PENULISAN.
Sistematika
penulisan dalam penelitian ini secara runtut mencakup lima bab. Untuk mempermudah pemahaman dan
pembahasan terhadap permasalahan, penulis mengklasifikasikan pembahasanya
secara sistematis yang berhubungan satu dengan lainya. Adapun sistematika
pembahasanya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN.
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas tentang landasan
teori, model pembelajaran
kitab kuning di pesantren Girikusuma, meliputi metode dan sistem pembelajaran kitab kuning yang
di terapkan, pembelajaran kontemporer yaitu Active Learning serta
metode dan strategi pembelajaran
aktif dan implementasi Active Learning dalam kelas.
BAB III :
GAMBARAN UMUM
PESANTREN GIRIKUSUMA
Model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma, meliputi gambaran umum
Pesantren Girikusuma, Metode yang diterapkan, pelaksanaan
pembelajaran, kompentensi
pengajar dan siswa dan evaluasi model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam
bab ini diuraikan pembahasan
mengenai analisis model
pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma, sistem pengajaran, metode pembelajaran dan prolematika
yang meliputi
faktor-faktor pendukung dan penghambat, serta relevansi dengan metode
pembelajaran kontemporer yaitu Active Learning.
BAB V :
PENUTUP
Bab terakhir dari penelitian ini akan diuraikan
kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan
dan
saran-saran berdasarkan hasil penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda