Pengikut

Rabu, 13 April 2016

PENELITIAN ETNOGRAFI DAN PENELITIAN GROUNDED THEORY



PENELITIAN ETNOGRAFI
DAN PENELITIAN GROUNDED THEORY

Makalah Ini Disajikan Untuk Memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah Metodologi Penelitian.
Dosen Pengampu   :  Prof.Dr. Emzir
                                  Dr. Fachrrurozi




 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA (S2)
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011
 

BAB I
PENDAHULUAN

Pada umumnya, penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali informasi secara lebih mendalam, menjawab pertanyaan mengapa, memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat, mendapatkan suatu hipotesa, dan sebagainya. Sedangkan jenis-jenis penelitian kualitatif yang dapat digunakan untuk menyusun skripsi anda adalah biografi, fenomenologi, Grounded theory, etnografi, dan studi kasus.[1]
Penelitian biografi merupakan studi tentang individu beserta pengalamannya yang dituliskan kembali dengan cara mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip yang ada. Penelitian fenomenologi adalah suatu penelitian yang mencoba mengungkap atau menjelaskan makna konsep atau fenomena tentang pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian kualitatif berikutnya disebut Grounded theory. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang ada hubungannya dengan situasi tertentu, di mana individu dapat saling berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon terhadap suatu peristiwa. Ada juga penelitian etnografi yang merupakan uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. Penelitian yang terakhir adalah studi kasus, yakni studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan juga menyertakan berbagai sumber informasi.
169
 
Dengan demikian, makalah ini akan membahas pada kajian jenis penelitian kualitatif dalam penelitian etnografi dan penelitian grounded theory, dimana penelitian ini mampu meningkatkan intelegensi dan kepekaan kita terhadap kehidupan social, seperti budaya, kepercayaan, fenomena-fenomena alam maupun kehidupan, dan lain sebagainya. Makalah ini akan menjelaskan tentang penelitian etnografi yang mencakup; pengertian etnografi, asumsi dasar, prinsip-prinsip etnografi, jenis-jenis penelitian etnografi dan prosedur penelitian etnografi. Sedangkan penelitian grounded theory mencakup; pengertian grounded theory, cirri-ciri grounded theory, prinsip-prinsip grounded theory, mengumpulkan analisis data, dan proses analisis data.


 


BAB II
PENELITIAN ETNOGRAFI DAN GROUNDED THEORY

A.    ETNOGRAFI
1.      Pengertian Etnografi
Etnografi merupakan suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan, pengalaman pribadi,dan partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim yang multidisipliner. Di mana titik fokus penelitiannya dapat meliputi studi intensif budaya dan bahasa, bidang atau domain tunggal, ataupun gabungan metode historis, observasi, dan wawancara.
Pada awalnya etnografi berakar pada bidang antropologi dan sosiologi. Namun para praktisi dewasa ini melaksanakan penelitian etnografi dalam segala bentuk. Ahli etnografi melakukan studi persekolahan, kesehatan masyarakat, perkembangan pedesaan dan perkotaan, konsumen dan barang konsumsi, serta arena manusia manapun.
3
 
Perlu dicatat bahwa penelitian etnografi ini juga dapat didekati dari titik pandang preservasi seni dan kebudayaan, dan lebih sebagai suatu usaha deskriptif daripada usaha analitis. Biasanya para peneliti etnografi memfokuskan penelitiannya pada suatu masyarakat, namun tidak selalu secara geografis saja, melainkan dapat juga memerhatikan pekerjaan, pangangguran, dan aspek masyarakat lainnya. Beserta pemilihan informan yang mengetahui dan memiliki suatu pandangan  atau pendapat tentang berbagai kegiatan masyarakat.[2]
Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang penelitian etnografi salah satunya adalah Emzir (2011: 143) yang menyatakan Etnografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Sementara Harris (dalam John W. Creswell; 2007) menjelaskan bahwa ethnography is a qualitative design in which the researcher describes and interprets the shared and learned patterns of values, behaviors, beliefs, and language of a culture-sharing group[3]. As both a process and an outcome of research (Agar, 1980), ethnography is a way of studying a culture-sharing group as well as the final, written product of that research.[4] yang berarti penelitian etnografi merupakan sebuah penelitian kualitatif dimana seorang peneliti menguraikan dan menafsirkan pola bersama dan belajar nilai-nilai, perilaku, keyakinan, dan bahasa dari berbagai kelompok. Baik sebagai proses dan hasil penelitian, etnografi adalah sebuah cara belajar kelompok pada suatu budaya baik sebagai akhir, dalam hasil penulisan penelitian.
Beberapa definisi lain tentang penelitian etnografi :
1.         When used as a method, ethnography typically refers to field work (alternatively, participant-observation) conducted by a single investigator who ‘lives with and lives like’ those who are studied, ussually for a year or more”. (John Van Maanen, 1996). Dalam hal ini, penelitian etnografi dilakukan ketika digunakan sebagai metode, etnografi biasanya mengacu kepada kerja lapangan (alternative-partisipan-pengamatan) dilakukan oleh seorang peneliti tunggal yang hidup dengan dan hidup seperti orang-orang yang diteliti, biasanya dilakukan kurang lebih satu tahun atau lebih.
2.         Ethnography literally means ‘a portrait of a people’. An ethnography is a written description of particular culture – the customs, beliefs, and behavior – based on information collected through fieldwork.” (Marvin Harris and Orna Johnson, 2000). Secara harfiah penelitian etnografi berarti gambaran sebuah masyarakat. Yang berarti etnografo adalah gambaran umum suatu budaya atau kebiasaan, keyakinan, dan perlikau yang berdasarkan atas informasi yang telah dikumpulkan melalui penelitian lapangan.
3.         Ethnography is the art and science of describing a group or culture. The description may be small tribal group in an exotic land or a classroom in middle-class suburbia.” (David M. Fetterman, 1998), (Genzuk, 2005:1). Etnografi adalah seni dan ilmu yang menggambarkan tentang sebuah kelompok atau budaya. Penggambaran mungkin mengenai tentang kelompok suku kecil dalam sebuah daerah yang menarik atau sebuah kelas menengah maupun pinggiran kota
4.         Etnographic designs are qualitative research procedures for describing, analyzing, and interpreting a culture-sharing group’s shared patterns of behavior, beliefs, and language that develop over time.” (John W. Creswell, 2008:473).” Rancangan penelotian etnografi adalah prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan, menganalisis, dan menafsirkan suatu pola kelompok berbagai budaya yang dilakukan bersama baik perilaku, keyakinan dan bahasa yang berkembang dari waktu kewaktu.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian etnografi adalah sebuah penelitian kualitatif yang berfokus pada makna sosiologi dengan menggambarkan, menganalisa dan memberi penafsiran dari sebuah pola budaya tertentu.

2.      Asumsi Dasar Penelitian Etnografi
     Karena cakupan penelitian etnografi yang bersumber pada budaya dan observasi serta melakukan wawancara merupakan standar dasar pada penelitian etnografi maka perlu kiranya dikembangkan beberapa asumsi yang menjadi dasar utama peneliti sebelum melakukan penelitian. 
     Beberapa asumsi dasar penelitian etnografi yang dikemukakan oleh Emzir (2011: 148-149) adalah sebagai berikut : 1) Etnografi mengasumsikan kepentingan penelitian yang prinsip utamanya dipengaruhi oleh pemahaman kultural masyarakat. 2) Penelitian etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi masyarakat yang relevan dengan kepentingannya.  3) Dengan penelitian etnografi peneliti diasumsikan mampu memahami kelebihan kultural dari masyarakat yang diteliti, meguasai bahasa atau jargon teknis dari kebudayaan tersebut dan memiliki temuan yang didasarkan pada pengetahuan komprehensif dari budaya tersebut. 
     Lebih lanjut, Gall, Gall and Borg dalam bukunya “Educational Research an Introductioní” menyatakan peneliti etnografi setidaknya memiliki beberapa pandangan tentang lintas budaya yang menjadi obyek penelitiannya diantaranya : 1) Ethnology: mencakup teori-teori dasar budaya yang merupakan data pembanding dari beberapa budaya yang berbeda. 2) Pemerolehan budaya: yang memfokuskan diri pada konsep, nilai-nilai budaya, kemampuan dan tingkah laku yang merupakan budaya umum yang terjadi pada masing-masing kebudayaan. 3) Pergeseran budaya: yang fokus pada penelitian tentang seberapa besar struktur sosial mengintervensi kehidupan seseorang dalam suatu kasus tertentu[5].
3.         Prinsip-Prinsip Metodologi Penelitian Etnografi
Penelitian etnografi merupakan penelitian terperinci yang dapat menggambarkan suatu kegiatan, kejadian yang biasa terjadi sehari-hari pada suatu komunitas tertentu. Ini merupakan dasar kekuatan penelitian etnografi yang memberikan gambaran utuh tentang apa yang terjadi di lapangan. Berbeda halnya dengan penelitian kuantitatif yang menangkap kebenaran hakikat perilaku sosial di masyarakat dengan sandaran studi latar artifisial atau pada apa yang dikatakan orang bukan melihat dan terjun secara langsung mempelajari apa yang dilakukan oleh obyek penelitian tersebut.
     Hammersley (1990) dalam Genzuk (2005: 3) yang tersaji dalam buku Emzir Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif” (2011: 149-152) menyatakan 3 prinsip metodologis yang digunakan dalam corak metode etnografi diantaranya: a. Naturalisme: ini menggambarkan bahwa penelitian etnografi yang dijalankan bertujuan untuk menangkap suatu karakter yang muncul secara alami dan didapatkan melalui kontak langsung, bukan melalui interfensi atau rekayasa eksperimen. b. Pemahaman: yang menjadi landasan utama disini adalah bahwa tindakan manusia berbeda dari perilaku objek fisik. Tindakan tersebut tidak hanya tanggapan stimulus namun juga interpretasi terhadap suatu stimulus. Untuk itu meneliti latar budaya yang lebih dikenal lebih baik dari pada meneliti yang masih asing agar terhindar dari resiko kesalahpahaman budaya. c. Penemuan: Penelitian etnografi merupakan penelitian yang didasari oleh penemuan sang peneliti. Ini merupakan bentuk otentik sebuah penelitian dimana suatu fenomena dikaji tidak hanya berdasar pada serangkaian hipotesis yang mungkin bisa saja terjadi kegagalan namun menjadi nyata setelah dibutakan oleh asumsi yang dibangun ke dalam hipotesis tersebut.
4.         Karakteristik Penelitian Etnografi
Creswell dalam bukunya “Educational Research, planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research” menyebutkan beberapa karakter penelitian etnografi diantaranya:
a.            Cultural theme: Merupakan suatu budaya yang terimplementasikan atau tergambarkan pada suatu grup atau komunitas tertentu (Spradley:1980b.)
b.            A Culture –sharing group: merupakan penelitian yang dapat dilaksanakan pada 2 orang atau lebih yang memiliki kesamaan sikap, perilaku dan bahasa.  
c.             Fieldwork: Dalam penelitian etnografi Fieldwork  bermakna tempat dimana peneliti dapat menggabungkan data pada seting tempat dan lokasi yang dapat dipelajari .
d.            Description in etnography: Merupakan gambaran terperinci dari obyek yang dilakukan penelitian.
e.            A Context: merupakan seting tempat, situasi atau lingkungan yang melingkupi kelompok budaya yang dipelajari.
f.              Researcher Reflexivity: Mengacu pada sebuah kondisi dimana seorang peneliti dalam kondisi yang sadar dan terbuka atas perannya sebagai peneliti yang dengannya dapat timbul rasa saling mempercayai antara peneliti dan obyek yang ditelitinya[6].  
5.         Jenis – Jenis Penelitian Etnografi
Menurut Creswell, para ahli banyak menyatakan mengenai beragam jenis penelitian etnografi, namun Creswell sendiri membedakannya menjadi 2 bentuk yang paling popular yaitu Etnografi realis dan etnografi kritis. Penjelasannya sbb : [12]
a.          Etnografi realis
Etnografi realis mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok dan laporannya biasa ditulis dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke -3. Seorang etnografi realis menggambarkan fakta detail dan melaporlan apa yang diamati dandidengar dari partisipan kelompok dengan mempertahankan objektivitas peneliti.[7]
b.         Etnografi kritis
Dewasa ini populer juga etnograi kritis. Pendekatan etnografi kritis ini penelitian yang mencoba merespon isu-isu sosial yang sedang berlangsung.misalnya dalam masalah jender/emansipasi, kekuasaan, status quo, ketidaksamaan hak, pemerataan dsb.
Jenis-Jenis etnografi lainnya diungkapkan Gay, Mills dan Aurasian sbb:
-        Etnografi Konfensional: laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer
-        Autoetnografi: refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri
-        Mikroetnografi: studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan kelompok budaya
-        Etnografi feminis: studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang merasakan pengekangan akan hak-haknya.
-        Etnografi postmodern: suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan keprihatinan mengenai masalah-masalah sosial terutama mengenai kelompok marginal.
-        Studi kasus etnografi: analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan dalam perspektif budaya.[8]
6.         Prosedur Penelitian Etnografi
Menurut Creswell, walau tidak ada satu cara saja dalam menititi etnografi namum secara umum prosedur penelitian etografi adalah sbb:[14]
a.       Menentukan apakah masalah penelitian ini adalah paling cocok didekati dengan studi etnogafi. Seperti telah kita bahas sebelumnya bahwa etnografi menggambarkan suatu kelompok budaya dengan mengekloprasi kepercayaan, bahasa dan  perilaku (etnografi realis); atau juga mengkritisi isu-isu mengenai kekuasaan, perlawanan dan dominansi (etnografi kritis).
b.      Mengidentifikasi dan menentukan lokasi dari kelompok budaya yang akan diteliti. Kelompok sebaiknya gabungan orang-orang yang telah bersama dalam waktu yang panjang karena disini yang akan diteliti adalah pola perilaku, pikiran dan kepercayaan yang dianut secara bersama.
c.       Pilihlah tema kultural atau isu yang yang akan dipelajari dari suatu kelompok. Hal ini melibatkan analisis dari kelompok budaya.
d.      Tentukan tipe etnografi yang cocok digunakan untuk memlajari konsep budaya tersebut. Apakah etnografi realis ataukah etnografi kritis.
e.       Kumpulkan informasi dari lapangan mengenai kehidupan kelompok tersebut. Data yang dikumpulkan bisa berupa pengamatan, pengukuran, survei, wawancara, analisa konten, audiovisual,pemetaan dan penelitian jaringan. Setelah data terkumpul data tersebut dipilah-pilah dan dianalisa.
f.       Yang terahir tentunya tulisan tentang gambaran atau potret menyeluruh dari kelompok budaya tersebut baik dari sudut pandang partisipan maupun dari sudut pandang peneliti itu sendiri.
Siklus penelitian etnografi
1)             Pemilihan suatu proyek etnografi
Siklus dimulai dengan pemilihan suatu proyek etnografi kemudian peneliti etnografi    mempertimbangkan ruang lingkup dari penyelidikan mereka.
2)             Pengajuan pertanyaan etnografi
Dalam sebuah etnografi seseorang dapat mengajukan sub-sub pertanyaan yang berhubungan dengan (1) suatu deskripsi tentang konteks, (2) analisis tentang tema-tema utama, dan (3) interpretasi perilaku cultural.
3)             Pengumpulan data etnografi
Cara pengumpulan data adalah denngan cara observasi partisipan, anda akan mengamati aktivitas orang, karakteristik fisik situasin social, dan apa yang akan menjadi bagian dari tempat kejadian selama pelaksanaan pekerjaan lapangan, apakah seseorang mempelajari sebuah desa suku tertentu untuk satu tahun atau pramugari pesawat udara untuk beberapa bulan, jenis observasi akan berubah.
4)             Pembuatan Rekaman Etnografi
Tahap ini mencakup pengambilan cacatan lapangan, pengambilan foto, pembuatan peta, dan penggunaan cara-cara lain untuk merekam observasi anda.
5)             Analisis data Etnografi
Terdapat Empat Jenis Analisis:
a)      Analisis domain
b)      Memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitianatau situasi social.
c)      Analisis Taksonomi
d)     Menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk     mengetahui struktur internalnya.
e)      Analisis komponensial
f)       Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara   mengontraskan antarelemen.
g)      Analisis tema budaya
h)      Mencari hubungan di antara domain dan hubungan dengan keseluruhan, yang selanjutnya dinyatakan ke dalam tema-tema sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.
6)             Penulisan sebuah Etnografi
        Penulisan sebuah etnografi memaksa penyelidik ke dalam suatu jenis analisis yang lebih intensif. Peneliti etnografi hanya dapat merencanakan dari awal perjalanan penyeledikan mereka kedalam pegertian yang paling umum.
Contoh penelitian etnografi.
“Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab Komunikatif dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi”.
Bab I, Latar Belakang Masalah
Fokus penelitian : “Pendangan tentang Bahasa Arab dan Pembelajaran Bahasa Arab, Tujuan Pemebelajaran Bahasa Arab, Metode Pembelajaran Bahasa Arab, Kemandirian Siswa dalam Penguasaan Keterampilan Bahasa Arab, dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi keterampilan Bahasa Arab”.
Masalah penelitian: “bagaimana pelaksananaan pembelajaran Bahasa Arab komunikatif yang dikembangkan di MAKN Bandar Lampung?
Rumusan Masalah: “1)Bagaimana pandangan lembaga ini terhadap bahasa Arab dan pembelajarannya? 2) Bagaimana lembaga ini mengembangkan kegiatan pembelajaran bahasa Arab yang bervariasi sesuai dengan prinsip – prinsip komunikasi bahasa? 3) Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran bahasa Arab dilembaga ini? Dan 4) Bagaimana kemandirian belajar siswa dalam rangka menunjang proses pembelajaran Bahasa Arab yang efektif?
Bab. II. Acuan teoritik
1.         Pemerolehan dan pembelajaran bahasa: “Teori belajar bahasa, Pentingnya lingkungan bahasa, Pembelajaran bahasa arab, Metode pembelajaran bahasa arab.
2.    Desain pembelajaran
3.    Tujuan
4.    Silabus peran siswa
5.    Fungsi materi pelajaran
6.    Kemandirian Belajar
Bab III. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian: “mengetahui pelaksanaan pembelajaran bahasa arab yang dikembangkan di MAKN Bandar Lampung dan factor-faktor yang mempengaruhinya.”
Deskripsi Latar: “berisi uraian tentang tempat pelaksanaan penelitian yaitu MAKN Bandar Lampung dan alas an mengapa penelitian dilakukan disana”.
Metode Penelitian: “penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi”.
Instrument penelitian: “instrument penelitian adalah peneliti sendiri”.
Sumber data: “peristiwa, proses belajar mengajar, informan, guru/ustadz sebanyak 4 orang dan beberapa siswa yang dipilih secara acak, dokumen tertulis yang berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab di MAKN Bandar Lampung.
Tehnik pengumpulan data: “pengamatan, wawancara, kajian dokumentasi dan pustaka, membuat catatan lapangan, membuat rekaman data”.
Tehnik analisis data: “ analisis domain, taksonomi, komponen, dan tema budaya”.
Pemeriksaan keabsahan data: “ kredibilitas data dan keabsahan data dibuktikan dengan triangulasi”.
Bab IV: Hasil Penelitian
Temuan umum: “asrama, ustadz, siswa, visi, misi, tujuan, system pendidikan”.
Temuan khusus: “pandangan mengenai bahasa arab dan pembelajaranya, kegiatan pembelajaran, peran guru, peran siswa, dan kemandirian belajar siswa”.
Factor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran bahasa Arab: “factor pendukung dan factor penghambat”.
Tema – tema budaya: “dalam proses pembelajaran diperlukan kejelasan pandangan dan arah tujuan pembelajaran, keteladanan menjadi kunci utama dalam keberhasilan pembelajaran bahasa Arab, kemandirian merupakan cerminan kesungguhan siswa dalam belajar.
Bab V: Kesimpulan

B.        GROUNDED THEORY
1.   Pengertian Grounded Theory
Pendekatan grounded teori (Grounded Theory Approach) adalah metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur sistematis guna mengembangkan teori dari kancah. Pendekatan ini pertama kali disusun oleh dua orang sosiolog; Barney Glaser dan Anselm Strauss. Untuk maksud ini keduanya telah menulis 4 (empat) buah buku, yaitu; "The Discovery of Grounded Theory" (1967), Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative Analysis for Social Scientists (1987), dan Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques (1990). Menurut kedua ilmuwan ini, pendekatan Grounded Theory merupakan metode ilmiah, karena prosedur kerjanya yang dirancang secara cermat sehingga memenuhi keriteria metode ilmiah. Keriteria dimaksud adalah adanya signifikansi, kesesuaian antara teori dan observasi, dapat digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta bisa dibuktikan. Dan mereka juga mengatakan bahwa, penelitian seharusnya memunculkan konsep-konsep (variabel) dan hipotesis berdasarkan data-data nyata yang ada di lapangan: “de-emphasis on the prior step of discovering what concepts and hypotheses are relevant for the area one wished to research. ...In social research generating theory goes hand in hand with verifying it; but many sociologists have diverted from this truism in their zeal to test either existing theories or a theory that they have barely started to generate. [9]  yang berarti pada penekanan pada langkah sebelumnya menemukan apa konsep dan hipotesis relevan untuk satu bidang yang ingin diteliti….. dalam teori yang menghasilkan penelitian social yang sejalan dengan membuktikanya, tapi banyak peneliti sosial yang mengalihkan dari kebenaran yang mungkin tidak dapat disangkal kedalam semangat mereka untuk menguji teori yang telah ada maupun yang baru saja mereka mulai untuk generasi teori selanjutnya.
Sesuai dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory Approach adalah teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk penelitian terhadap perilaku. Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau untuk menguji teori (seperti paradigma penelitian kuantitatif), melainkan bertolak dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu, yang diperlukan dalam proses menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis). Selanjutnya, metode analisis yang ditawarkan Grounded Theory Approach adalah teoritisasi data (Grounded Theory).
Pada dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, namun demikian seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data yang dikumpulkannya.
Grounded Theory (GT) merupakan metodologi penelitian kualitatif yang berakar pada kontruktivisme, atau paradigma keilmuan yang mencoba mengkontruksi atau merekontruksi teori atas suatu fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada data empirik. Kontruksi atau rekontruksi teori itu diperoleh melalui analisis induktif atas seperangkat data diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan.
Dalam buku “Metodologi Penelitian” yang ditulis,Emzir, Secara Terperinci, Strauss dan Corbin mendefinisikan Grounded Theory sebagai berikut :
A grounded Theory is one of that is inductively derived from the  study of phenomenon it represents. That is, it is discovered, developed, and provisionally verified  through systematic data collection, analysis of data pertaining to that phenomenon. Therefore, data collection, analysis, and theory stand in reciprocal relationship with each other. One does not begin with a theory, then prove it. Rather  one begins with an area of study and what is relevant to that area as allowed to emerge. [10]

Sesuai dengan uraian diatas bahwa  Teori dasar (GT) adalah suatu teori yang secara induktif di peroleh dari pengkajian fenomena yang mewakilinya. Teori tersebut ditemukan, dikembangkan, dan untuk sementara waktu dibuktikan melalui penumpulan data yang sistematis, analisis data yang menyinggung fenomena tersebut. Oleh karena itu , pengumpulan data, analisis data, dan teori berada di dalam hubungan timbal balik satu dengan lainnya. Orang tidak mulai dengan teori, orang mulai dengan suatu area kasus dan apa yang berkaitan dengan area tersebut dibiarkan muncul.
Cresswell dalam bukunya Educational Research menuliskan :
A grounded theory design is a systematic, qualitative procedure used to generate a theory that explains, at a broad conceptual level, a process, an action, or an interaction about a substantive topic. In grounded theory research, this is a “process” theory_ it explains an educational process of events, activities, actions, and interactions that occur over time. Also, grounded theorist proceed through systematic procedure of collecting data, identifying categories (used synonymously with themes), connecting these categories, and forming a theory that explains the process.[11]

     Seperti yang telah dikemukakan oleh Creswell  diatas bahwa Grounded Theory merupakan teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena sebuah prosedur peneliti kualitatif yang sistematis. Pendekatan Grunded theory merupakan suatu cara yang terdiri dari serangkaian tahap yang dilakukan secara cermat yang dianggap memberi jaminan suatu teori yang baik sebagai hasil atau secara kualitas dianggap baik.
2.         Ciri-Ciri Utama Penelitian  Grounded Theory

Seperti terungkap dari paparan latar belakang di atas, penggunaan dan pengembangan di berbagai disiplin ilmu membuat GT terbagi dalam tiga pendekatan. Meskipun demikian, ketiga pendekatan itu, dan juga desain-desain yang diterapkan secara khusus dalam berbagai bidang ilmu, tetap menggunakan konsep dasar dalam The Discovery of Grounded Theory sebagai titik tolak (Goulding, 1999). Oleh sebab itu, untuk memahami GT secara lebih komprehensif, elemen-elemen yang terkandung dalam setiap pendekatan perlu dikaji secara seksama. Menurut Creswell (2008: 440), ada enam karakteristik dari penelitian Grounded Theory. Enam karakteristik tersebut adalah : Process approach, Theoretical sampling, Constant comparative data analysis, a core category, theory generalization, and memos.[12]
a.             Process approach
Dalam penelitian GT, proses merujuk pada urutan tindakan-tindakan dan interaksi antar manusia dan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sebuah topik, seperti pengalihbahsaan novel Animal Farm ke dalam bahasa Indonesia. Dalam topik seperti ini, berdasarkan transkrip wawancara atau catatan pengamatan yang dilakukan pada partisipan, peneliti GT dapat mengidentifikasi dan mengisolasi tindakan-tindakan dan interaksi antar manusia, seperti interaksi antara penerbit dan penterjemah pada saat negoisasi, tindakan- tindakan yang dilakukan penterjemah selama proses pengalihbahasaan, dan sebagainya. Aspek-paspek yang diisolasi ini disebut kategori-kategori, yang digunakan sebagai tema-tema informasi dasar dalam rangka memahami suatu proses.
b.            Theoretical sampling
Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, instrumen pengumpul data penelitian GT adalah peneliti sendiri. Data-data yang dikumpulkan dapat berbentuk transkrip wawancara, percakapan, catatan wawancara, dokumen-dokumen publik, buku harian dan jurnal responden, dan catatan reflektif peneliti (Charmaz, dalam Creswell, 2008: 442) . Proses pengumpulan data itu dilaksanakan dengan mengunakan ada dua metode secara simultan, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview). Bentuk data yang paling sering digunakan berbagai peneliti adalah hasil wawancara karena data seperti ini lebih mampu mengungkapkan pengalaman responden dalam kata-kata mereka sendiri. Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian GT dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada GT sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan "Mengapa suatu kondisi terjadi?", "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung?”
Dalam GT, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik merupakan pengambilan sampel yang dilakukan peneliti dengan cara memilih data-data atau konsep-konsep yang terbukti berhubungan dengan dan mendukung secara teoritik teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti "tingginya kecenderungan penerbitan novel-novel horror terjemahan", penikmat (pembaca) novel-novel horor merupakan kandidat yang paling sesuai untuk diwawancarai. Penterjemah, penerbit, dan kritisi sastra memang dapat dijadikan sumber informasi yang relevan, namun peran mereka tidak begitu sentral karena penerbitan bahan bacaan sangat ditentukan oleh konsumen (pembaca).
Paparan ini mengungkapkan bahwa pada dasarnya yang di sampel dalam penelitian GT bukan obyek formal penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang berupa fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Akan tetapi, karena fenomena itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya obyek formal juga ikut disampel dalam perses pengumpulan atau penggalian fenomena.. Subyek-subyek yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan, ketika pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.
Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam GT diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b) penyampelan relasional dan variasional, serta (c) penyampelan pembeda.
c.             Constant comparative data analysis
Dalam penelitian GT, peneliti terlibat dalam proses pengumpulan data, pengelompokan data ke dalam kategori-kategori, pengumpulan data tambahan, dan pembandingan informasi yang baru itu dengan kategori-kategori yang muncul. Proses pengembangan kategori-kategori informasi yang berlangsung secara perlahan-lahan ini dinamai prosedur perbandingan konstan (constant comparative procedure). Perbandingan konstan ini merupakan prosedur analisis data induktif yang digunakan untuk memunculkan dan menghubungkan kategori-kategori dengan cara membandingkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, satu peristiwa dengan satu kategori, dan satu kategori dengan kategori lainnya.
d.            A core category
Dari seluruh kategori utama yang diperoleh dari data, peneliti memilih satu kategori sebagai inti fenomena dalam rangka merumuskan teori. Setelah mengidentifikasi beberapa kategori (misalnya, 8 hingga 10—tergantung pada besarnya data, peneliti memilih satu kategori inti sebagai basis penulisan teori.
Berikut ini adalah enam kriteria untuk menentukan kategori inti (Strauss and Corbin, dalam Creswell, 2008: 444).
(a)           It must be central ; that is, all other major categories can relate to it.
(b)         It must appear frequently in the data. This mean that within all or almost all cases, there are indicators pointing to the concept.
(c)          The explanation that evolves by relating the categories is logical and consistent, there is no forcing of  data.
(d)         The name or phrase used to describe the central category should be sufficiently abstract.
(e)          As the concept is refined, the theory grows in depth and explanatory power.
(f)          When conditions vary, the explanation still holds, although the way in which a phenomenon is expressed might look somewhat different. [13]
Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa memilih kategori inti terlalu awal adalah sangat riskan. Akan tetapi, bila terlihat bahwa salah satu kategori mucul dengan frekuensi tinggi dan terhubung dengan jelas pada kategori-kategori lain, kategori itu dapat dipilih sebagai kategori inti.
e.             Theory generation (Penurunan Teori)
Dalam penelitian GT, yang dimaksud dengan teori adalah penjelasan atau pemahaman yang abstrak tentang suatu proses mengenai sebuah topik substantif yang didasarkan pada data. Teori ini disusun oleh peneliti sewaktu mengidentifikasi kategori inti dan kategori-kategori proses yang menjelaskannya. Karena teori ini dilandaskan pada fenomena yang spesifik, teori ini tidak dapat diaplikasikan digeneralisasikan secara meluas pada fenomena lain. Oleh karena itu, Charmaz (dalam Creswell, 2008: 446) mengatakan teori ini bersifat “middle range”, ditarik dari beberapa individual atau sumber data dan memberi penjelasan yang akurat hanya pada sebuah topik yang substantif.
f.             Memos
Dalam penelitian GT, memo merupakan catatan-catatan yang dibuat peneliti untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan dengan data dan kategori-kategori yang dikodekan. Dengan kata lain, memo merupakan catatan yang dibuat peneliti bagi dirinya sendiri dalam rangka menyusun hipotesis tentang sebuah kategori, kususnya tentang hubungan-hubungan antara kategori-kategori yang ditemukan.
3.            Prinsip-Prinsip Metodologi Grounded Theory
Haig, 2004 (dalam Emzir, 2011: 196) mengemukakan beberapa prinsip grounded theory yaitu ;
a.         Perumusan Masalah Penelitian
Sebagai penelitian berparadigma kualitatif, GT mengasumsikan bahwa di dalam kehidupan sosial selalu ditemukan regulasi-regulasi yang relatif sudah terpola. Pola- pola regulasi yang ditemukan melalui penelitian itulah yang dirumuskan menjadi teori. Substansi rumusan masalah dalam pendekatan GT masih bersifat umum, yaitu dalam bentuk pertanyaan yang masih memberi kelonggaran dan kebebasan untuk menggali fenomena secara luas, dan belum sampai menegaskan mana saja variabel yang berhubungan dengan ruang lingkup masalah dan mana yang tidak. Demikian pula tipe hubungan antarvariabelnya belum perlu dieksplisitkan dalam rumusan masalah yang dibuat.
Seperti lazimnya pada setiap penelitian, rumusan masalah yang disusun pada tahap awal adalah yang memiliki substansi yang jelas serta diformulasikan dalam bentuk pertanyaan. Ciri rumusan masalah yang disarankan dalam GT adalah; (1) berorientasi pada pengidentifikasian fenomena yang diteliti; (2) mengungkap secara tegas tentang obyek (formal dan material) yang akan diteliti, serta (3) berorientasi pada proses dan tindakan. Contoh rumusan masalah awal pada GT; "Bagaimanakah novel detektif Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?" Pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah ini bermaksud untuk; (1) mengenali secara tepat dan mendalam proses penerjemahan sebuah novel detektif Inggris ke dalam bahasa Indonesia, (2) obyek formal penelitian adalah penterjemah yang sedang menerjemahkan sebuah novel detektif Inggris ke dalam bahasa Indonesia; sedangkan obyek materialnya adalah metode yang dilakukan oleh penterjemah itu dalam menyelesaikan penerjemahan novel dimaksud, dan (3) orientasi utama yang disoroti adalah tahapan dan teknik-teknik penterjemahan yang dipilih.
b.        Deteksi Fenomena
Fenomena stabil secara relative, cirri umum yang muncul dari dunia yang kita lihat untuk dijelaskan. Fenomena meliputi cakupan ontologism yang bervariasi yang meliputi objek, keadaan, proses, dan peristiwa, serta cirri-ciri lain yang sulit digolongkan. Oleh karena itu, lebih baik mendiskripsikan fenomena dalam istilah perannya sebagai objek khusus pejelasan dan prediksi.
c.         Penurunan theory (theory generation)
Penurunan teori dalam grounded theory menurut Strauss dan Glaser, bahwa grounded theory muncul secara induktif dari sumber data sesuai dengan metode perbandingan tetap (constant comparison). Kemudian Strauss dan Glaser juga mengkritisi teori Logico deductive theorizing yaitu metode hipoteka-deduktif (pengambilan teori atau hipotesis dan mengujinya secara tidak langsung dengan memperoleh konsekuensinya yang merupakan ketersediaan mereka menguji langsung secara empiris) bahwa pertama, teori deduktivisme melebih-lebihkan dalam penempatan pengujian teori dalam ilmu pengetahuan, dan kedua, penalaran induktif dapat membentuk perumusan ide-ide teoritis.
d.        Pengembangan teori
Dalam pengembangan teori grounded theory tidak hanya berhenti dalam pengembangan teori secara hypothetico deductive ortodoks, karena penelitian ini belum dikembangkan secara teoritis, oleh karena itu, dalam pengembangan teori ini seorang peneliti memiliki pengetahuan tentang hakikat mekanisme kausal dan membangun mekanisme dengan membayangkan sesuatu yang sama dengan mekanisme alami yang kita ketahui. Peneliti juga disarankan untuk secara konstan waspada terhadap persepektif baru yang mungkin membantu mereka mengembangkan teori dasar mereka, walaupun mereka tidak menyelidiki poin tersebut secara mendetail (Strauss & Glaser dalam Emzir, 2011: 206).
e.          Penilaian Theory
Dalam penilaian ini, aliran empirisme yang dominan tentang penilaian teori dicirikan dalam pertunjukan hipotetiko deduktif normal, dimana teori ditaksir kecukupan empirisnya dengan memastikan apakah prediksi tesnya dibuktikan oleh data yang relevan. Sedangkan Glaser & Strauss tidak menyatakan perhitungan yang tepat menyangkut hakikat dan tempat pengujian teori dalam ilmu social, mereka menjelaskan bahwa ada yang lebih pada penilaian teori dari pada pengujian untuk kecukupan empiris.
f.         Grounded theory yang direkontruksi
Pengaruh pragmatism Amerika pada metodologi grounded theory berbagai macam, dampak filosofi kontemporer  ilmu pengetahun pada tulisan Glaser dan Strauss hamper tidak ada. Hal ini pun juga dirasakan oleh ahli pragmatics seperti Dewey. Akan tetapi, Glaser & Strauss tetap mengabaikan pengembangan yang bersangkutan didalam metodologi filosofis.perlu diingat bahwa asal ahli pragmatism grounded theory, sebagai suatu rekontruksi filosofis, tidak harus dipahami sebagai suatu laporan akurat dari perhitungan Glaser dan Strauss tentang grounded theory.
4.            Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian grounded theory adalah wawancara. Menurut Strauss & Corbin, dalam Cresswel 1998 (Emzir, 2011: 209-210) wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data, dimana wawancara dilakukan untuk menyerap (satarute) (menemukan informasi yang kontinu untuk menambah hingga tidak ada lagi yang dapat ditemukan) kategori. Suatu kategori mewakili unit informasi yang tersusun dari peristiwa, kejadian, dan instansi. Peneliti juga menganalisis dan mengumpulkan pengamatan dan dokumen tetapi bentuk data ini tidak biasa. Menurut Creswell (Emzir, 2011: 210) menyatakan pengumpulan data dalam studi grounded theory merupakan proses zigzag, keluar lapangan untuk memperoleh informasi, menganalisis data, dan seterusnya. Partisipan diwawancarai secara teoritis dalam theoretical sampling untuk membentuk teori yang paling baik. Proses pengambilan informasi melalui pengumpulan data dan membandingkannya dengan kategori yang muncul disebut metode komparatif konstan (constant comparative) analisis data (Creswell, 1998 dalam Emzir, 2011: 210).

5.         Proses Analisis Data
Menurut Emzir (2011: 210) menyatakan bahwa proses analisis data dalam penelitian Grounded Theory bersifat sistematis dan mengikuti format standar sebagai berikut:
a.       Pengodean terbuka (open coding), peneliti membentuk kategori awal dari informasi tentang fenomena yang dikaji dengan pemisahan informasi menjadi segmen-segmen. Pengodean terbuka adalah bagian analisis yang berhubungan khususnya dengan penamaan dan pengategorian fenomena melalui pengujian data secara teliti. Ada dua prosedur analisis dasar untuk proses pengodean, yaitu; 1) membuat perbandingan, dan 2) membuat konsep-konsep dalam grounded theory.
Adapun prosedur analisis data dalam pengodean terbuka adalah, sebagai berikut:
-     Pelabelan fenomena, konsep merupakan unit analisis dalam metode grounded theory, karena konseptualisasi data adalah langkah awal dalam analisis dengan penguraian dan pengkonsepan, berarti kita memisah-misahkan amatan, kalimat, paragraph, dan memahami insiden, idea tau peristiwa-peristiwa diskrit dengan sesuatu yang mewakili suatu fenomena.
-     Penemuan kategori, proses pengelompokan konsep-konsep yang dianggap berhubungan dengan fenomena yang sama disebut pengkategorian (categorizing). Fenomena yang digambarkan oleh suatu kategori adalah konseptual, meskipun nama ini harus abstrak dari pada nama yang diberikan terhadap konsep yang dikelompokan dibawahnya. Kategori memiliki daya konseptual karena mampu mencakup kelompok konsep atau kategori yang lainya.
-     Penamaan kategori, dalam penamaan sebuah kategori merupakan hal yang penting, agar anda dapat dapat mengingatnya, membahasnya, dan mengembangkanya secara analitik.
-     Penyusunan kategori berdasarkan sifat dan ukuranya, dalam penyusunan kategori hal yang pertama yang harus dilakukan adalah sifatnya, kemudian diukur. Sifat adalah karakteristik atau atribut dari suatu kategori, dan ukuran menunjukan lokasi dari pada suatu kontinum. Proses pengkodean terbuka tidak hanya mendorong penemuan kategori namun juga sifat dan ukurannya.
-     Variasi cara pengodean terbuka, ada beberapa cara pendekatan terhadap proses pengodean terbuka, yaitu; a) analisis baris per baris (menganalisis wawancara dan pengamatan), b) pengkodean perkalimat atau paragraph, dan c) menggunakan seluruh dokumen, pengamatan, wawancara, dan bertanya.
-     Penulisan catatan kode, terdapat banyak cara khusus yang berbeda dalam melakukan pencatatan ini, dan setiap orang harus menemukan metode yang bekerja paling baik untuk dirinya. Pengkodean merupakan proses penguraian data, pengkonsepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru. Inilah proses utama penyusunan teori dari data.
b.      Pengodean berporos(axial coding), seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-cara baru setelah pengodean terbuka, dengan membuat kaitan antar kategori. Ini dilakukan dengan memanfaatkan paradigm pengodean yang mencakup kondisi, konteks, strategi aksi/interaksi, dan konsekuensi. Adapun model paradigm dalam pengodean berporos, yaitu; 1) kondisi kausal, peristiwa, insiden, kejadian yang menyebabkan terjadinya atau berkembangnya suatu fenomena. 2) fenomena, gagasan utama, peristiwa, kejadian, insiden utama di seputar aksi atau interaksi yang ditujukan untuk mengelola, mengatasi, atau mengaitkan sejumlah tindakan. 3) konteks, sejumlah sifat tertentu yang berhubungan dengan fenomena, yaitu lokasi kejadian atau insiden yang terkait dengan suatu fenomena sepanjang kisaran ukuran. Konteks menunjukan sejumlah kondisi dilaksanakannya strategi aksi/interaksi. 4) kondisi perantara, kondisi structural yang berhubungan dengan suatu fenomena. Kondisi tersebut dapat mendukung atau menghambat strategi yang digunakan dalam konteks tertentu. 5) strategi tindakan/interaksional, strategi yang dirumuskan untuk mengelola, mengatasi, melaksanakan, dan menanggapi fenomena dalam sejumlaah kondisi tertentu yang dirasan. Dan 6) konsekuensi, hasil/akibat dari tindakan, dan interaksi.
c.       Pengodean selektif (selective coding), proses pemilihan kategori inti, pengaitan kategori inti terhadap kategori lainnya secara sistematis, pengabsahan hubungannya, mengganti kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut. Kategori inti adalah fenomena utama yang menggabungkan kategori lainnya. adapun dalam pengodean selektif ini dapat dilakukan dengan; 1) menjelaskan dan menganalisis alur cerita (menjelaskan alur cerita, mengidentifikasi cerita, konseptualisasi alur cerita, menentukan fenomena yang menonjol, dan hambatan dalam menjelaskan alur cerita). 2) mengaitkan kategori lain diseputar kategori (kembali ke cerita, dan kesulitan dalam pengurutan kategori), 3) menentukan sifat dan ukuran inti cerita, 4) Mengabsahkan hubungan (mengungkap pola-polanya, mensistematiskan dan menetapkan hubungan, dan cara-cara menemukan  kombinasi tersebut, dan mengelompokan kategori.   
d.      Akhirnya, peneliti dapat mengembangkan dan menggambarkan secara visual suatu matrik kondisional yang menjelaskan kondisi social, historis, dan ekonomis yang mempengaruhi fenomena sentral.

BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa;
Etnografi merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian lapangan, karena memang  dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Data diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya secara mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Penelitian etnografi bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi. Para ahli pendidikan bisa menggunakan etnografi untuk meneliti tentang pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran atau sekolah-sekolah di tengah-tengah kota.
30
 
Grounded theory merupakan pendekatan penelitian kualitatif yang secara bersama disusun oleh Glaser dan Strauss. Tehnik dan perosedur sistematisnya memungkinkan peneliti untuk mengembangkan teori mendasar yang memenuhi criteria metode ilmu pengetahuan yang baik yaitu; kebermaknaan. Kesesuaian antara teori dan pbservasi, dapat digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta dapat dibuktika. Meskipun proses analisisny dirancang dengan ketat dan tepat, namun kreativitas merupakan unsure yang paling penting. Kreativitaslah yang memungkinkan peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan data dan melakukan pembandingan antara pandangan yang baru tentang fenomena dan rumusan teori yang baru pula. Pendekatan ini dapat dimanfaatkan oleh bermacam peneliti yang secara teoritis ingin menyusun teori grounded.






DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design. California: Sage Publication.
Creswell, J.W. 2008 Educational Research planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research, New Jersy: Pearson Education.
Creswell, J.W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing Among Five Approch California: Sage Publications.
Creswell, J. W, 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approach, second Edition. London: University of Nebraska, Lincoln
D.Gall, Meredith, dkk, 2007. Educational Research an Introduction, Boston: Pearson Education, Inc.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif Jakarta: Gramedia.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Gramedia
Gay R, E. Mills G & Aurasian, 2009. Educational Research: Competencies for analysis and application-9th. Ed New Jersey: Merril-Pearson Education.
Glaser. B & Strauss. A.1967. The Discovery of Grounded Theory. Chicago: Aldine.
Hammersley. Martyn & Atkinson, Paul. 1983. Ethnography Principles In Practice. Routledge: London and New York.
Nunan, David. 1992. Research Methods In Language Learning. Cambridge: University Press.
Strauss. A. & Corbin. J. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritis Data). Yogyakarta: Pustaka Pelajar


[1] J. W. Creswell, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approach, second Edition. (London: University of Nebraska, Lincoln. 2003). h. 14-15.
[2] Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif (Jakarta:Gramedia, 2011) h. 144
[3] John W. Creswell, Qualitative Inquiry & Research Design. (California: Sage Publication, 2007) h. 68
[4] John W. Creswell, loc. it. H. 68
[5] Meredith D.Gall, Joyce P.Gall, Walter R.Borg, Educational Research an Introduction, (Boston:Pearson Education, Inc. 2007). h. 502
[6] John W. Creswell, Educational Research planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research, (New Jersy: Pearson Education, 2008). h. 479 - 485
[7] John W. Creswell, Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing Among Five Approch (California: Sage Publications, 2007) hlm.68.

[8] L.R. Gay, Geoffrey E. Mills & Aurasian, Educational Research: Competencies for analysis and application-9th. Ed (New Jersey: Merril-Pearson Education, 2009), hlm 404.

[9] Glaser B dan Strauss.A. The Discovery of Grounded Theory. 1967. Chicago: Aldine. Hal.1-2
[10] Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif..  (PT. Raja Grafindo Persada: 2011). h.191
[11] John W. Creswell. Educational Researc (Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, Third Edition). (Pearson Educational International: 2008).h:432
[12] Cresswel. Ibid.Hal.440
[13] Cresswell hal.444

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda