PENELITIAN ETNOGRAFI
DAN PENELITIAN
GROUNDED THEORY
Makalah Ini Disajikan Untuk
Memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah
Metodologi Penelitian.
Dosen Pengampu :
Prof.Dr.
Emzir
Dr.
Fachrrurozi
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
(S2)
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Pada
umumnya, penelitian kualitatif
bertujuan untuk menggali informasi secara lebih mendalam, menjawab pertanyaan
mengapa, memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat, mendapatkan
suatu hipotesa, dan sebagainya. Sedangkan jenis-jenis penelitian kualitatif
yang dapat digunakan untuk menyusun skripsi anda adalah biografi, fenomenologi,
Grounded theory, etnografi, dan studi kasus.[1]
Penelitian
biografi merupakan studi tentang individu beserta pengalamannya yang dituliskan
kembali dengan cara mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip yang ada. Penelitian
fenomenologi adalah suatu penelitian yang mencoba mengungkap atau menjelaskan
makna konsep atau fenomena tentang pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang
terjadi pada beberapa individu. Penelitian kualitatif berikutnya disebut
Grounded theory. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan atau menemukan
suatu teori yang ada hubungannya dengan situasi tertentu, di mana individu
dapat saling berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai
respon terhadap suatu peristiwa. Ada juga penelitian etnografi yang merupakan
uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. Penelitian yang
terakhir adalah studi kasus, yakni studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan
batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan juga
menyertakan berbagai sumber informasi.
|
BAB II
PENELITIAN
ETNOGRAFI DAN GROUNDED THEORY
A.
ETNOGRAFI
1.
Pengertian Etnografi
Etnografi merupakan suatu metode penelitian ilmu
sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan, pengalaman pribadi,dan
partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang
terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim
yang multidisipliner. Di mana titik fokus penelitiannya dapat meliputi studi
intensif budaya dan bahasa, bidang atau domain tunggal, ataupun gabungan metode
historis, observasi, dan wawancara.
Pada awalnya etnografi berakar pada bidang
antropologi dan sosiologi. Namun para praktisi dewasa ini melaksanakan penelitian
etnografi dalam segala bentuk. Ahli etnografi melakukan studi persekolahan,
kesehatan masyarakat, perkembangan pedesaan dan perkotaan, konsumen dan barang
konsumsi, serta arena manusia manapun.
|
Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang
penelitian etnografi salah satunya adalah Emzir (2011: 143) yang menyatakan Etnografi adalah suatu bentuk
penelitian yang berfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan
tertutup dari fenomena sosiokultural. Sementara
Harris (dalam John W. Creswell; 2007) menjelaskan bahwa ethnography is a
qualitative design in which the researcher describes and interprets the shared
and learned patterns of values, behaviors, beliefs, and language of a
culture-sharing group[3].
As both a process and an outcome of research (Agar, 1980), ethnography is a
way of studying a culture-sharing group as well as the final, written product
of that research.[4] yang
berarti penelitian etnografi merupakan sebuah penelitian kualitatif dimana
seorang peneliti menguraikan dan menafsirkan pola bersama dan belajar
nilai-nilai, perilaku, keyakinan, dan bahasa dari berbagai kelompok. Baik
sebagai proses dan hasil penelitian, etnografi adalah sebuah cara belajar
kelompok pada suatu budaya baik sebagai akhir, dalam hasil penulisan penelitian.
Beberapa definisi lain tentang penelitian etnografi :
1.
“When used as a method, ethnography
typically refers to field work (alternatively, participant-observation)
conducted by a single investigator who ‘lives with and lives like’ those who
are studied, ussually for a year or more”. (John Van Maanen, 1996). Dalam
hal ini, penelitian etnografi dilakukan ketika digunakan sebagai metode,
etnografi biasanya mengacu kepada kerja lapangan
(alternative-partisipan-pengamatan) dilakukan oleh seorang peneliti tunggal
yang hidup dengan dan hidup seperti orang-orang yang diteliti, biasanya
dilakukan kurang lebih satu tahun atau lebih.
2.
“Ethnography literally means ‘a
portrait of a people’. An ethnography is a written description of particular
culture – the customs, beliefs, and behavior – based on information collected
through fieldwork.” (Marvin Harris and Orna Johnson, 2000). Secara harfiah penelitian
etnografi berarti gambaran sebuah masyarakat. Yang berarti etnografo adalah
gambaran umum suatu budaya atau kebiasaan, keyakinan, dan perlikau yang
berdasarkan atas informasi yang telah dikumpulkan melalui penelitian lapangan.
3.
“Ethnography is the art and science
of describing a group or culture. The description may be small tribal group in
an exotic land or a classroom in middle-class suburbia.” (David M.
Fetterman, 1998), (Genzuk, 2005:1). Etnografi adalah seni dan
ilmu yang menggambarkan tentang sebuah kelompok atau budaya. Penggambaran
mungkin mengenai tentang kelompok suku kecil dalam sebuah daerah yang menarik
atau sebuah kelas menengah maupun pinggiran kota
4.
“Etnographic designs are
qualitative research procedures for describing, analyzing, and interpreting a
culture-sharing group’s shared patterns of behavior, beliefs, and language that
develop over time.” (John W. Creswell, 2008:473).” Rancangan penelotian
etnografi adalah prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan,
menganalisis, dan menafsirkan suatu pola kelompok berbagai budaya yang
dilakukan bersama baik perilaku, keyakinan dan bahasa yang berkembang dari waktu
kewaktu.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa penelitian etnografi adalah sebuah penelitian kualitatif yang
berfokus pada makna sosiologi dengan menggambarkan, menganalisa dan memberi
penafsiran dari sebuah pola budaya tertentu.
2. Asumsi Dasar
Penelitian Etnografi
Karena cakupan penelitian etnografi yang bersumber
pada budaya dan observasi serta melakukan wawancara merupakan standar dasar
pada penelitian etnografi maka perlu kiranya dikembangkan beberapa asumsi yang
menjadi dasar utama peneliti sebelum melakukan penelitian.
Beberapa asumsi dasar penelitian etnografi yang
dikemukakan oleh Emzir (2011: 148-149) adalah sebagai berikut : 1) Etnografi
mengasumsikan kepentingan penelitian yang prinsip utamanya dipengaruhi oleh
pemahaman kultural masyarakat. 2) Penelitian
etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi masyarakat yang
relevan dengan kepentingannya. 3) Dengan
penelitian etnografi peneliti diasumsikan mampu memahami kelebihan kultural
dari masyarakat yang diteliti, meguasai bahasa atau jargon teknis dari
kebudayaan tersebut dan memiliki temuan yang didasarkan pada pengetahuan
komprehensif dari budaya tersebut.
Lebih
lanjut, Gall, Gall and Borg dalam bukunya “Educational Research an
Introductioní” menyatakan peneliti etnografi setidaknya memiliki beberapa
pandangan tentang lintas budaya yang menjadi obyek penelitiannya diantaranya : 1) Ethnology: mencakup teori-teori dasar budaya yang merupakan data pembanding dari beberapa budaya yang berbeda. 2) Pemerolehan budaya: yang memfokuskan diri pada
konsep, nilai-nilai budaya, kemampuan dan tingkah laku yang merupakan budaya
umum yang terjadi pada masing-masing kebudayaan. 3) Pergeseran budaya: yang fokus pada penelitian tentang seberapa besar
struktur sosial mengintervensi kehidupan seseorang dalam suatu kasus
tertentu[5].
3.
Prinsip-Prinsip
Metodologi Penelitian Etnografi
Penelitian etnografi merupakan penelitian terperinci
yang dapat menggambarkan suatu kegiatan, kejadian yang biasa terjadi
sehari-hari pada suatu komunitas tertentu. Ini merupakan dasar kekuatan
penelitian etnografi yang memberikan gambaran utuh tentang apa yang terjadi di
lapangan. Berbeda halnya dengan penelitian kuantitatif yang menangkap kebenaran
hakikat perilaku sosial di masyarakat dengan sandaran studi latar artifisial
atau pada apa yang dikatakan orang bukan melihat dan terjun secara langsung
mempelajari apa yang dilakukan oleh obyek penelitian tersebut.
Hammersley (1990) dalam
Genzuk (2005: 3) yang tersaji dalam buku Emzir “Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif” (2011:
149-152) menyatakan 3 prinsip
metodologis yang digunakan dalam corak metode etnografi diantaranya: a. Naturalisme: ini menggambarkan bahwa
penelitian etnografi yang dijalankan bertujuan untuk menangkap suatu karakter
yang muncul secara alami dan didapatkan melalui kontak langsung, bukan melalui
interfensi atau rekayasa eksperimen. b. Pemahaman: yang menjadi
landasan utama disini adalah bahwa tindakan manusia berbeda dari perilaku objek
fisik. Tindakan tersebut tidak hanya tanggapan stimulus namun juga interpretasi
terhadap suatu stimulus. Untuk itu meneliti latar budaya yang lebih dikenal
lebih baik dari pada meneliti yang masih asing agar terhindar dari resiko
kesalahpahaman budaya. c. Penemuan:
Penelitian etnografi merupakan penelitian yang didasari oleh penemuan sang
peneliti. Ini merupakan bentuk otentik sebuah penelitian dimana suatu fenomena
dikaji tidak hanya berdasar pada serangkaian hipotesis yang mungkin bisa saja
terjadi kegagalan namun menjadi nyata setelah dibutakan oleh asumsi yang
dibangun ke dalam hipotesis tersebut.
4.
Karakteristik
Penelitian Etnografi
Creswell dalam bukunya “Educational Research,
planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research”
menyebutkan beberapa karakter penelitian etnografi diantaranya:
a.
Cultural theme:
Merupakan suatu budaya yang terimplementasikan atau
tergambarkan pada suatu grup atau komunitas tertentu (Spradley:1980b.)
b.
A Culture –sharing group: merupakan penelitian yang dapat dilaksanakan pada 2 orang atau lebih
yang memiliki kesamaan sikap, perilaku dan bahasa.
c.
Fieldwork: Dalam
penelitian etnografi Fieldwork bermakna tempat dimana peneliti dapat
menggabungkan data pada seting tempat dan lokasi yang dapat dipelajari .
d.
Description in etnography: Merupakan gambaran terperinci dari obyek yang dilakukan penelitian.
e.
A Context: merupakan
seting tempat, situasi atau lingkungan yang melingkupi kelompok budaya yang
dipelajari.
f.
Researcher Reflexivity: Mengacu pada sebuah kondisi dimana seorang peneliti dalam kondisi yang
sadar dan terbuka atas perannya sebagai peneliti yang dengannya dapat timbul
rasa saling mempercayai antara peneliti dan obyek yang ditelitinya[6].
5.
Jenis – Jenis Penelitian Etnografi
Menurut Creswell, para ahli
banyak menyatakan mengenai beragam jenis penelitian etnografi, namun Creswell
sendiri membedakannya menjadi 2 bentuk yang paling popular yaitu Etnografi
realis dan etnografi kritis. Penjelasannya sbb : [12]
a.
Etnografi realis
Etnografi realis
mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok dan laporannya biasa ditulis
dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke -3. Seorang etnografi realis
menggambarkan fakta detail dan melaporlan apa yang diamati dandidengar dari
partisipan kelompok dengan mempertahankan objektivitas peneliti.[7]
b.
Etnografi kritis
Dewasa ini
populer juga etnograi kritis. Pendekatan etnografi kritis ini penelitian yang
mencoba merespon isu-isu sosial yang sedang berlangsung.misalnya dalam masalah
jender/emansipasi, kekuasaan, status quo, ketidaksamaan hak, pemerataan dsb.
Jenis-Jenis
etnografi lainnya diungkapkan Gay, Mills dan Aurasian sbb:
-
Etnografi Konfensional: laporan
mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer
-
Autoetnografi:
refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri
-
Mikroetnografi:
studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan kelompok budaya
-
Etnografi
feminis: studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang merasakan
pengekangan akan hak-haknya.
-
Etnografi
postmodern: suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan keprihatinan mengenai
masalah-masalah sosial terutama mengenai kelompok marginal.
-
Studi kasus
etnografi: analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan dalam perspektif
budaya.[8]
6.
Prosedur Penelitian Etnografi
Menurut Creswell, walau tidak
ada satu cara saja dalam menititi etnografi namum secara umum prosedur
penelitian etografi adalah sbb:[14]
a.
Menentukan
apakah masalah penelitian ini adalah paling cocok didekati dengan studi
etnogafi. Seperti telah kita bahas sebelumnya bahwa etnografi menggambarkan
suatu kelompok budaya dengan mengekloprasi kepercayaan, bahasa dan
perilaku (etnografi realis); atau juga mengkritisi isu-isu mengenai kekuasaan,
perlawanan dan dominansi (etnografi kritis).
b.
Mengidentifikasi
dan menentukan lokasi dari kelompok budaya yang akan diteliti. Kelompok
sebaiknya gabungan orang-orang yang telah bersama dalam waktu yang panjang
karena disini yang akan diteliti adalah pola perilaku, pikiran dan kepercayaan
yang dianut secara bersama.
c.
Pilihlah tema
kultural atau isu yang yang akan dipelajari dari suatu kelompok. Hal ini
melibatkan analisis dari kelompok budaya.
d.
Tentukan tipe
etnografi yang cocok digunakan untuk memlajari konsep budaya tersebut. Apakah
etnografi realis ataukah etnografi kritis.
e.
Kumpulkan
informasi dari lapangan mengenai kehidupan kelompok tersebut. Data yang
dikumpulkan bisa berupa pengamatan, pengukuran, survei, wawancara, analisa
konten, audiovisual,pemetaan dan penelitian jaringan. Setelah data terkumpul
data tersebut dipilah-pilah dan dianalisa.
f.
Yang terahir
tentunya tulisan tentang gambaran atau potret menyeluruh dari kelompok budaya
tersebut baik dari sudut pandang partisipan maupun dari sudut pandang peneliti
itu sendiri.
Siklus
penelitian etnografi
1)
Pemilihan suatu
proyek etnografi
Siklus dimulai dengan pemilihan
suatu proyek etnografi kemudian peneliti etnografi mempertimbangkan ruang lingkup dari
penyelidikan mereka.
2)
Pengajuan
pertanyaan etnografi
Dalam sebuah
etnografi seseorang dapat mengajukan sub-sub pertanyaan yang berhubungan dengan
(1)
suatu deskripsi tentang konteks, (2)
analisis tentang tema-tema utama, dan (3) interpretasi perilaku cultural.
3)
Pengumpulan data
etnografi
Cara pengumpulan
data adalah denngan cara observasi partisipan, anda akan mengamati aktivitas
orang, karakteristik fisik situasin social, dan apa yang akan menjadi bagian
dari tempat kejadian selama pelaksanaan pekerjaan lapangan, apakah seseorang
mempelajari sebuah desa suku tertentu untuk satu tahun atau pramugari pesawat
udara untuk beberapa bulan, jenis observasi akan berubah.
4)
Pembuatan
Rekaman Etnografi
Tahap ini
mencakup pengambilan cacatan lapangan, pengambilan foto, pembuatan peta, dan
penggunaan cara-cara lain untuk merekam observasi anda.
5)
Analisis data
Etnografi
Terdapat
Empat Jenis Analisis:
a)
Analisis domain
b) Memperoleh
gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitianatau situasi social.
c)
Analisis
Taksonomi
d)
Menjabarkan
domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya.
e)
Analisis
komponensial
f)
Mencari ciri
spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan antarelemen.
g)
Analisis tema
budaya
h)
Mencari hubungan
di antara domain dan hubungan dengan keseluruhan, yang selanjutnya dinyatakan
ke dalam tema-tema sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.
6)
Penulisan sebuah
Etnografi
Penulisan sebuah etnografi memaksa
penyelidik ke dalam suatu jenis analisis yang lebih intensif. Peneliti
etnografi hanya dapat merencanakan dari awal perjalanan penyeledikan mereka
kedalam pegertian yang paling umum.
Contoh penelitian etnografi.
“Pengembangan
Pembelajaran Bahasa Arab Komunikatif dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi”.
Bab
I, Latar Belakang Masalah
Fokus
penelitian : “Pendangan
tentang Bahasa Arab dan Pembelajaran Bahasa Arab, Tujuan Pemebelajaran Bahasa
Arab, Metode Pembelajaran Bahasa Arab, Kemandirian Siswa dalam Penguasaan
Keterampilan Bahasa Arab, dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi keterampilan
Bahasa Arab”.
Masalah
penelitian: “bagaimana
pelaksananaan pembelajaran Bahasa Arab komunikatif yang dikembangkan di MAKN
Bandar Lampung?
Rumusan
Masalah: “1)Bagaimana
pandangan lembaga ini terhadap bahasa Arab dan pembelajarannya? 2) Bagaimana
lembaga ini mengembangkan kegiatan pembelajaran bahasa Arab yang bervariasi
sesuai dengan prinsip – prinsip komunikasi bahasa? 3) Factor-faktor apa saja
yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran bahasa Arab dilembaga ini? Dan 4) Bagaimana
kemandirian belajar siswa dalam rangka menunjang proses pembelajaran Bahasa
Arab yang efektif?
Bab.
II. Acuan teoritik
1.
Pemerolehan dan pembelajaran bahasa: “Teori belajar
bahasa, Pentingnya lingkungan bahasa, Pembelajaran bahasa arab, Metode
pembelajaran bahasa arab.
2. Desain
pembelajaran
3. Tujuan
4. Silabus peran
siswa
5. Fungsi materi
pelajaran
6. Kemandirian
Belajar
Bab
III. Metodologi Penelitian
Tujuan
penelitian:
“mengetahui pelaksanaan pembelajaran bahasa arab yang dikembangkan di MAKN
Bandar Lampung dan factor-faktor yang mempengaruhinya.”
Deskripsi
Latar: “berisi uraian
tentang tempat pelaksanaan penelitian yaitu MAKN Bandar Lampung dan alas an
mengapa penelitian dilakukan disana”.
Metode
Penelitian:
“penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi”.
Instrument
penelitian:
“instrument penelitian adalah peneliti sendiri”.
Sumber
data: “peristiwa, proses belajar mengajar, informan, guru/ustadz sebanyak 4
orang dan beberapa siswa yang dipilih secara acak, dokumen tertulis yang
berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab di MAKN Bandar Lampung.
Tehnik
pengumpulan data:
“pengamatan, wawancara, kajian dokumentasi dan pustaka, membuat catatan
lapangan, membuat rekaman data”.
Tehnik
analisis data:
“ analisis domain, taksonomi, komponen, dan tema budaya”.
Pemeriksaan
keabsahan data:
“ kredibilitas data dan keabsahan data dibuktikan dengan triangulasi”.
Bab
IV: Hasil Penelitian
Temuan
umum: “asrama,
ustadz, siswa, visi, misi, tujuan, system pendidikan”.
Temuan
khusus: “pandangan
mengenai bahasa arab dan pembelajaranya, kegiatan pembelajaran, peran guru,
peran siswa, dan kemandirian belajar siswa”.
Factor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran bahasa Arab: “factor pendukung dan factor penghambat”.
Tema
– tema budaya:
“dalam proses pembelajaran diperlukan kejelasan pandangan dan arah tujuan
pembelajaran, keteladanan menjadi kunci utama dalam keberhasilan pembelajaran
bahasa Arab, kemandirian merupakan cerminan kesungguhan siswa dalam belajar.
Bab
V: Kesimpulan
B.
GROUNDED THEORY
1.
Pengertian Grounded Theory
Pendekatan
grounded teori (Grounded Theory Approach) adalah metode penelitian kualitatif
yang menggunakan sejumlah prosedur sistematis guna mengembangkan teori dari
kancah. Pendekatan ini pertama kali disusun oleh dua orang sosiolog; Barney
Glaser dan Anselm Strauss. Untuk maksud ini keduanya telah menulis 4 (empat)
buah buku, yaitu; "The Discovery of Grounded Theory" (1967),
Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative Analysis for Social Scientists (1987),
dan Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques
(1990). Menurut kedua ilmuwan ini, pendekatan Grounded Theory merupakan metode
ilmiah, karena prosedur kerjanya yang dirancang secara cermat sehingga memenuhi
keriteria metode ilmiah. Keriteria dimaksud adalah adanya signifikansi, kesesuaian antara teori dan
observasi, dapat digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan
ketelitian, serta bisa dibuktikan. Dan mereka juga mengatakan bahwa, penelitian seharusnya memunculkan konsep-konsep (variabel) dan hipotesis
berdasarkan data-data nyata yang ada di lapangan: “de-emphasis on the prior step of discovering what concepts and
hypotheses are relevant for the area one wished to research. ...In social
research generating theory goes hand in hand with verifying it; but many
sociologists have diverted from this truism in their zeal to test either
existing theories or a theory that they have barely started to generate”. [9] yang berarti pada penekanan
pada langkah sebelumnya menemukan apa konsep dan hipotesis relevan untuk satu
bidang yang ingin diteliti….. dalam teori yang menghasilkan penelitian social
yang sejalan dengan membuktikanya, tapi banyak peneliti sosial yang mengalihkan
dari kebenaran yang mungkin tidak dapat disangkal kedalam semangat mereka untuk
menguji teori yang telah ada maupun yang baru saja mereka mulai untuk generasi
teori selanjutnya.
Sesuai
dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory Approach adalah
teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang
berorientasi tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk penelitian
terhadap perilaku. Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau untuk
menguji teori (seperti paradigma penelitian kuantitatif), melainkan bertolak
dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu, yang diperlukan dalam proses
menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis).
Selanjutnya, metode analisis yang ditawarkan Grounded Theory Approach adalah
teoritisasi data (Grounded Theory).
Pada
dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu-ilmu
sosial, namun demikian seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang
sedang ditelitinya. Hal yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah
memiliki pengetahuan dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham
jenis dan format data yang dikumpulkannya.
Grounded Theory (GT) merupakan metodologi penelitian kualitatif yang berakar pada
kontruktivisme, atau paradigma keilmuan yang mencoba mengkontruksi atau
merekontruksi teori atas suatu fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada
data empirik. Kontruksi atau rekontruksi teori itu diperoleh melalui analisis
induktif atas seperangkat data diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan.
Dalam buku “Metodologi Penelitian” yang ditulis,Emzir, Secara
Terperinci, Strauss dan Corbin mendefinisikan Grounded Theory sebagai berikut :
A grounded
Theory is one of that is inductively derived from the study of phenomenon it represents. That is,
it is discovered, developed, and provisionally verified through systematic data collection, analysis
of data pertaining to that phenomenon. Therefore, data collection, analysis,
and theory stand in reciprocal relationship with each other. One does not begin
with a theory, then prove it. Rather one
begins with an area of study and what is relevant to that area as allowed to
emerge. [10]
Sesuai dengan uraian diatas bahwa
Teori dasar (GT) adalah suatu teori yang secara induktif di peroleh dari
pengkajian fenomena yang mewakilinya. Teori tersebut ditemukan, dikembangkan,
dan untuk sementara waktu dibuktikan melalui penumpulan data yang sistematis,
analisis data yang menyinggung fenomena tersebut. Oleh karena itu , pengumpulan
data, analisis data, dan teori berada di dalam hubungan timbal balik satu
dengan lainnya. Orang tidak mulai dengan teori, orang mulai dengan suatu area
kasus dan apa yang berkaitan dengan area tersebut dibiarkan muncul.
Cresswell dalam bukunya Educational Research menuliskan :
A grounded theory design is a systematic, qualitative procedure used to
generate a theory that explains, at a broad conceptual level, a process, an
action, or an interaction about a substantive topic. In grounded theory
research, this is a “process” theory_ it explains an educational process of
events, activities, actions, and interactions that occur over time. Also,
grounded theorist proceed through systematic procedure of collecting data,
identifying categories (used synonymously with themes), connecting these
categories, and forming a theory that
explains the process.[11]
Seperti yang telah dikemukakan
oleh Creswell diatas bahwa Grounded Theory merupakan teori yang
diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena sebuah prosedur peneliti kualitatif yang sistematis.
Pendekatan
Grunded theory merupakan suatu cara yang terdiri dari serangkaian tahap yang
dilakukan secara cermat yang dianggap memberi jaminan suatu teori yang baik
sebagai hasil atau secara kualitas dianggap baik.
2.
Ciri-Ciri Utama Penelitian Grounded Theory
Seperti terungkap dari paparan latar belakang di atas,
penggunaan dan pengembangan di berbagai
disiplin ilmu membuat GT terbagi dalam tiga pendekatan. Meskipun demikian,
ketiga pendekatan itu, dan juga desain-desain yang diterapkan secara khusus dalam
berbagai bidang ilmu, tetap menggunakan konsep dasar dalam The Discovery of
Grounded Theory sebagai titik tolak (Goulding, 1999). Oleh sebab itu, untuk
memahami GT secara lebih komprehensif, elemen-elemen yang terkandung dalam
setiap pendekatan perlu dikaji secara seksama. Menurut Creswell (2008: 440),
ada enam karakteristik dari penelitian Grounded Theory. Enam karakteristik
tersebut adalah : Process approach, Theoretical sampling, Constant comparative
data analysis, a core category, theory generalization, and memos.[12]
a.
Process approach
Dalam
penelitian GT, proses merujuk pada urutan tindakan-tindakan dan interaksi antar
manusia dan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sebuah topik, seperti
pengalihbahsaan novel Animal Farm ke dalam bahasa Indonesia. Dalam topik
seperti ini, berdasarkan transkrip wawancara atau catatan pengamatan yang
dilakukan pada partisipan, peneliti GT dapat mengidentifikasi dan mengisolasi
tindakan-tindakan dan interaksi antar manusia, seperti interaksi antara
penerbit dan penterjemah pada saat negoisasi, tindakan- tindakan yang dilakukan
penterjemah selama proses pengalihbahasaan, dan sebagainya. Aspek-paspek yang
diisolasi ini disebut kategori-kategori, yang digunakan sebagai tema-tema
informasi dasar dalam rangka memahami suatu proses.
b.
Theoretical sampling
Sebagaimana
lazimnya dalam penelitian kualitatif, instrumen pengumpul data penelitian GT
adalah peneliti sendiri. Data-data yang dikumpulkan dapat berbentuk transkrip
wawancara, percakapan, catatan wawancara, dokumen-dokumen publik, buku harian
dan jurnal responden, dan catatan reflektif peneliti (Charmaz, dalam Creswell,
2008: 442) . Proses pengumpulan data itu dilaksanakan dengan mengunakan ada dua
metode secara simultan, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview).
Bentuk data yang paling sering digunakan berbagai peneliti adalah hasil
wawancara karena data seperti ini lebih mampu mengungkapkan pengalaman
responden dalam kata-kata mereka sendiri. Hal yang spesifik yang membedakan
pengumpulan data pada penelitian GT dari pendekatan kualitatif lainnya adalah
pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada GT sangat
ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history)
untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat
kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan
"Mengapa suatu kondisi terjadi?", "Apa konsekwensi yang timbul
dari suatu tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi,
tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung?”
Dalam GT,
masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada
keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik merupakan
pengambilan sampel yang dilakukan peneliti dengan cara memilih data-data atau
konsep-konsep yang terbukti berhubungan dengan dan mendukung secara teoritik
teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena
yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab
masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti
"tingginya kecenderungan penerbitan novel-novel horror terjemahan",
penikmat (pembaca) novel-novel horor merupakan kandidat yang paling sesuai
untuk diwawancarai. Penterjemah, penerbit, dan kritisi sastra memang dapat
dijadikan sumber informasi yang relevan, namun peran mereka tidak begitu
sentral karena penerbitan bahan bacaan sangat ditentukan oleh konsumen
(pembaca).
Paparan ini
mengungkapkan bahwa pada dasarnya yang di sampel dalam penelitian GT bukan
obyek formal penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang
berupa fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Akan tetapi, karena fenomena
itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya obyek
formal juga ikut disampel dalam perses pengumpulan atau penggalian fenomena..
Subyek-subyek yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan, ketika
pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan inilah yang disebut dalam
penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.
Sesuai
dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam GT diarahkan
dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur pengkodean. Ada tiga
pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan
pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b) penyampelan relasional dan
variasional, serta (c) penyampelan pembeda.
c.
Constant comparative data analysis
Dalam
penelitian GT, peneliti terlibat dalam proses pengumpulan data, pengelompokan data ke dalam
kategori-kategori, pengumpulan data tambahan, dan pembandingan informasi yang
baru itu dengan kategori-kategori yang muncul. Proses pengembangan
kategori-kategori informasi yang berlangsung secara perlahan-lahan ini dinamai
prosedur perbandingan konstan (constant comparative procedure). Perbandingan
konstan ini merupakan prosedur analisis data induktif yang digunakan untuk
memunculkan dan menghubungkan kategori-kategori dengan cara membandingkan satu
peristiwa dengan peristiwa lainnya, satu peristiwa dengan satu kategori, dan
satu kategori dengan kategori lainnya.
d.
A core category
Dari
seluruh kategori utama yang diperoleh dari data, peneliti memilih satu kategori
sebagai inti fenomena dalam rangka merumuskan teori. Setelah mengidentifikasi
beberapa kategori (misalnya, 8 hingga 10—tergantung pada besarnya data, peneliti memilih satu
kategori inti sebagai basis penulisan teori.
Berikut ini adalah enam kriteria untuk menentukan
kategori inti (Strauss and Corbin, dalam Creswell, 2008: 444).
(a)
It must be central ; that is, all other major
categories can relate to it.
(b)
It must appear
frequently in the data. This mean that within all or almost all cases, there
are indicators pointing to the concept.
(c)
The explanation
that evolves by relating the categories is logical and consistent, there is no
forcing of data.
(d)
The name or
phrase used to describe the central category should be sufficiently abstract.
(e)
As the concept
is refined, the theory grows in depth and explanatory power.
(f)
When conditions
vary, the explanation still holds, although the way in which a phenomenon is
expressed might look somewhat different. [13]
Pemaparan di atas
memperlihatkan bahwa memilih kategori inti
terlalu awal adalah sangat riskan. Akan
tetapi, bila terlihat bahwa salah satu kategori mucul dengan frekuensi tinggi dan terhubung dengan jelas pada kategori-kategori
lain, kategori itu dapat dipilih sebagai kategori inti.
e.
Theory generation (Penurunan Teori)
Dalam penelitian GT, yang dimaksud dengan teori adalah
penjelasan atau pemahaman yang
abstrak tentang suatu proses mengenai
sebuah topik substantif yang didasarkan pada
data. Teori ini disusun oleh peneliti sewaktu mengidentifikasi kategori inti
dan kategori-kategori proses yang menjelaskannya. Karena
teori ini dilandaskan pada fenomena yang spesifik, teori
ini tidak dapat diaplikasikan digeneralisasikan secara meluas
pada fenomena lain. Oleh karena itu, Charmaz (dalam Creswell, 2008: 446)
mengatakan teori ini bersifat “middle range”, ditarik dari
beberapa individual atau sumber data dan memberi
penjelasan yang akurat hanya pada sebuah topik yang substantif.
f.
Memos
Dalam penelitian GT, memo merupakan catatan-catatan
yang dibuat peneliti untuk mengelaborasi
ide-ide yang berhubungan dengan data dan kategori-kategori yang dikodekan. Dengan kata lain, memo merupakan catatan yang dibuat
peneliti bagi dirinya sendiri dalam rangka menyusun
hipotesis tentang sebuah kategori, kususnya tentang
hubungan-hubungan antara kategori-kategori yang ditemukan.
3.
Prinsip-Prinsip
Metodologi Grounded Theory
Haig, 2004 (dalam Emzir, 2011:
196) mengemukakan beberapa prinsip grounded theory yaitu ;
a.
Perumusan
Masalah Penelitian
Sebagai penelitian berparadigma kualitatif, GT
mengasumsikan bahwa di dalam kehidupan
sosial selalu ditemukan regulasi-regulasi yang relatif sudah terpola. Pola-
pola regulasi yang ditemukan melalui penelitian
itulah yang dirumuskan menjadi teori.
Substansi rumusan masalah dalam pendekatan GT masih bersifat umum, yaitu dalam bentuk pertanyaan yang masih memberi kelonggaran dan
kebebasan untuk menggali fenomena secara luas, dan belum sampai
menegaskan mana saja variabel yang berhubungan dengan
ruang lingkup masalah dan mana yang tidak. Demikian pula
tipe hubungan antarvariabelnya belum perlu dieksplisitkan dalam rumusan masalah yang dibuat.
Seperti lazimnya pada setiap penelitian, rumusan
masalah yang disusun pada tahap awal
adalah yang memiliki substansi yang jelas serta diformulasikan dalam bentuk
pertanyaan. Ciri rumusan masalah yang disarankan dalam GT
adalah; (1) berorientasi
pada pengidentifikasian fenomena yang diteliti; (2) mengungkap secara tegas tentang obyek
(formal dan material) yang akan diteliti, serta (3) berorientasi pada
proses dan tindakan. Contoh rumusan masalah awal pada
GT; "Bagaimanakah novel detektif Inggris
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?" Pertanyaan yang diajukan dalam
rumusan masalah ini bermaksud untuk; (1) mengenali secara tepat
dan mendalam proses penerjemahan sebuah novel detektif
Inggris ke dalam bahasa Indonesia, (2) obyek formal
penelitian adalah penterjemah yang sedang menerjemahkan sebuah novel detektif Inggris ke dalam bahasa Indonesia; sedangkan obyek
materialnya adalah metode yang dilakukan oleh penterjemah
itu dalam menyelesaikan penerjemahan novel dimaksud, dan
(3) orientasi utama yang disoroti adalah tahapan dan
teknik-teknik penterjemahan yang dipilih.
b.
Deteksi Fenomena
Fenomena
stabil secara relative, cirri umum yang muncul dari dunia yang kita lihat untuk
dijelaskan. Fenomena meliputi cakupan ontologism yang bervariasi yang meliputi objek, keadaan, proses, dan peristiwa, serta cirri-ciri lain yang
sulit digolongkan. Oleh karena itu, lebih baik mendiskripsikan fenomena dalam
istilah perannya sebagai objek khusus pejelasan dan prediksi.
c.
Penurunan theory (theory generation)
Penurunan
teori dalam grounded theory menurut Strauss dan Glaser, bahwa grounded theory
muncul secara induktif dari sumber data sesuai dengan metode perbandingan tetap
(constant comparison). Kemudian Strauss dan Glaser juga mengkritisi teori
Logico deductive theorizing yaitu metode hipoteka-deduktif (pengambilan teori
atau hipotesis dan mengujinya secara tidak langsung dengan memperoleh
konsekuensinya yang merupakan ketersediaan mereka menguji langsung secara
empiris) bahwa pertama, teori deduktivisme melebih-lebihkan dalam penempatan
pengujian teori dalam ilmu pengetahuan, dan kedua, penalaran induktif dapat
membentuk perumusan ide-ide teoritis.
d.
Pengembangan teori
Dalam
pengembangan teori grounded theory tidak hanya berhenti dalam pengembangan
teori secara hypothetico deductive ortodoks, karena penelitian ini belum
dikembangkan secara teoritis, oleh karena itu, dalam pengembangan teori ini
seorang peneliti memiliki pengetahuan tentang hakikat mekanisme kausal dan
membangun mekanisme dengan membayangkan sesuatu yang sama dengan mekanisme
alami yang kita ketahui. Peneliti juga disarankan untuk secara konstan waspada
terhadap persepektif baru yang mungkin membantu mereka mengembangkan teori
dasar mereka, walaupun mereka tidak menyelidiki poin tersebut secara mendetail
(Strauss & Glaser dalam Emzir, 2011: 206).
e.
Penilaian Theory
Dalam
penilaian ini, aliran empirisme yang dominan tentang penilaian teori dicirikan
dalam pertunjukan hipotetiko deduktif normal, dimana teori ditaksir kecukupan
empirisnya dengan memastikan apakah prediksi tesnya dibuktikan oleh data yang
relevan. Sedangkan Glaser & Strauss tidak menyatakan perhitungan yang tepat
menyangkut hakikat dan tempat pengujian teori dalam ilmu social, mereka
menjelaskan bahwa ada yang lebih pada penilaian teori dari pada pengujian untuk
kecukupan empiris.
f.
Grounded theory yang direkontruksi
Pengaruh
pragmatism Amerika pada metodologi grounded theory berbagai macam, dampak
filosofi kontemporer ilmu pengetahun
pada tulisan Glaser dan Strauss hamper tidak ada. Hal ini pun juga dirasakan
oleh ahli pragmatics seperti Dewey. Akan tetapi, Glaser & Strauss tetap
mengabaikan pengembangan yang bersangkutan didalam metodologi filosofis.perlu
diingat bahwa asal ahli pragmatism grounded theory, sebagai suatu rekontruksi
filosofis, tidak harus dipahami sebagai suatu laporan akurat dari perhitungan
Glaser dan Strauss tentang grounded theory.
4.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian grounded
theory adalah wawancara. Menurut Strauss & Corbin, dalam Cresswel 1998
(Emzir, 2011: 209-210) wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data, dimana
wawancara dilakukan untuk menyerap (satarute) (menemukan informasi yang kontinu
untuk menambah hingga tidak ada lagi yang dapat ditemukan) kategori. Suatu
kategori mewakili unit informasi yang tersusun dari peristiwa, kejadian, dan
instansi. Peneliti juga menganalisis dan mengumpulkan pengamatan dan dokumen
tetapi bentuk data ini tidak biasa. Menurut Creswell (Emzir, 2011: 210)
menyatakan pengumpulan data dalam studi grounded theory merupakan proses
zigzag, keluar lapangan untuk memperoleh informasi, menganalisis data, dan
seterusnya. Partisipan diwawancarai secara teoritis dalam theoretical sampling
untuk membentuk teori yang paling baik. Proses pengambilan informasi melalui
pengumpulan data dan membandingkannya dengan kategori yang muncul disebut
metode komparatif konstan (constant comparative) analisis data (Creswell, 1998
dalam Emzir, 2011: 210).
5.
Proses Analisis Data
Menurut Emzir (2011: 210) menyatakan bahwa proses
analisis data dalam penelitian Grounded Theory bersifat sistematis dan
mengikuti format standar sebagai berikut:
a. Pengodean
terbuka (open coding), peneliti membentuk kategori awal dari informasi tentang
fenomena yang dikaji dengan pemisahan informasi menjadi segmen-segmen. Pengodean
terbuka adalah bagian analisis yang berhubungan khususnya dengan penamaan dan
pengategorian fenomena melalui pengujian data secara teliti. Ada dua prosedur
analisis dasar untuk proses pengodean, yaitu; 1) membuat perbandingan, dan 2)
membuat konsep-konsep dalam grounded theory.
Adapun prosedur analisis data dalam pengodean terbuka
adalah, sebagai berikut:
- Pelabelan
fenomena, konsep merupakan unit analisis dalam metode grounded theory, karena
konseptualisasi data adalah langkah awal dalam analisis dengan penguraian dan
pengkonsepan, berarti kita memisah-misahkan amatan, kalimat, paragraph, dan
memahami insiden, idea tau peristiwa-peristiwa diskrit dengan sesuatu yang
mewakili suatu fenomena.
- Penemuan
kategori, proses pengelompokan konsep-konsep yang dianggap berhubungan dengan
fenomena yang sama disebut pengkategorian (categorizing). Fenomena yang
digambarkan oleh suatu kategori adalah konseptual, meskipun nama ini harus
abstrak dari pada nama yang diberikan terhadap konsep yang dikelompokan
dibawahnya. Kategori memiliki daya konseptual karena mampu mencakup kelompok
konsep atau kategori yang lainya.
- Penamaan
kategori, dalam penamaan sebuah kategori merupakan hal yang penting, agar anda
dapat dapat mengingatnya, membahasnya, dan mengembangkanya secara analitik.
- Penyusunan
kategori berdasarkan sifat dan ukuranya, dalam penyusunan kategori hal yang
pertama yang harus dilakukan adalah sifatnya,
kemudian diukur. Sifat adalah
karakteristik atau atribut dari suatu kategori, dan ukuran menunjukan lokasi
dari pada suatu kontinum. Proses pengkodean terbuka tidak hanya mendorong
penemuan kategori namun juga sifat dan ukurannya.
- Variasi cara
pengodean terbuka, ada beberapa cara pendekatan terhadap proses pengodean
terbuka, yaitu; a) analisis baris per baris (menganalisis wawancara dan
pengamatan), b) pengkodean perkalimat atau paragraph, dan c) menggunakan
seluruh dokumen, pengamatan, wawancara, dan bertanya.
- Penulisan
catatan kode, terdapat banyak cara khusus yang berbeda dalam melakukan
pencatatan ini, dan setiap orang harus menemukan metode yang bekerja paling
baik untuk dirinya. Pengkodean merupakan proses penguraian data, pengkonsepan,
dan penyusunan kembali dengan cara baru. Inilah proses utama penyusunan teori
dari data.
b. Pengodean berporos(axial
coding), seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-cara baru
setelah pengodean terbuka, dengan membuat kaitan antar kategori. Ini dilakukan
dengan memanfaatkan paradigm pengodean yang mencakup kondisi, konteks, strategi
aksi/interaksi, dan konsekuensi. Adapun model paradigm dalam pengodean
berporos, yaitu; 1) kondisi kausal, peristiwa, insiden, kejadian yang
menyebabkan terjadinya atau berkembangnya suatu fenomena. 2) fenomena, gagasan
utama, peristiwa, kejadian, insiden utama di seputar aksi atau interaksi yang
ditujukan untuk mengelola, mengatasi, atau mengaitkan sejumlah tindakan. 3)
konteks, sejumlah sifat tertentu yang berhubungan dengan fenomena, yaitu lokasi
kejadian atau insiden yang terkait dengan suatu fenomena sepanjang kisaran
ukuran. Konteks menunjukan sejumlah kondisi dilaksanakannya strategi
aksi/interaksi. 4) kondisi perantara, kondisi structural yang berhubungan
dengan suatu fenomena. Kondisi tersebut dapat mendukung atau menghambat
strategi yang digunakan dalam konteks tertentu. 5) strategi tindakan/interaksional,
strategi yang dirumuskan untuk mengelola, mengatasi, melaksanakan, dan
menanggapi fenomena dalam sejumlaah kondisi tertentu yang dirasan. Dan 6)
konsekuensi, hasil/akibat dari tindakan, dan interaksi.
c. Pengodean
selektif (selective coding), proses pemilihan kategori inti, pengaitan kategori
inti terhadap kategori lainnya secara sistematis, pengabsahan hubungannya,
mengganti kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut.
Kategori inti adalah fenomena utama yang menggabungkan kategori lainnya. adapun
dalam pengodean selektif ini dapat dilakukan dengan; 1) menjelaskan dan
menganalisis alur cerita (menjelaskan alur cerita, mengidentifikasi cerita,
konseptualisasi alur cerita, menentukan fenomena yang menonjol, dan hambatan dalam
menjelaskan alur cerita). 2) mengaitkan kategori lain diseputar kategori
(kembali ke cerita, dan kesulitan dalam pengurutan kategori), 3) menentukan
sifat dan ukuran inti cerita, 4) Mengabsahkan hubungan (mengungkap
pola-polanya, mensistematiskan dan menetapkan hubungan, dan cara-cara
menemukan kombinasi tersebut, dan
mengelompokan kategori.
d. Akhirnya,
peneliti dapat mengembangkan dan menggambarkan secara visual suatu matrik
kondisional yang menjelaskan kondisi social, historis, dan ekonomis yang mempengaruhi
fenomena sentral.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa;
Etnografi
merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami
di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah
budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai
penelitian lapangan, karena memang dilaksanakan di lapangan dalam latar
alami. Data diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu
berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya secara
mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Penelitian etnografi
bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi. Para
ahli pendidikan bisa menggunakan etnografi untuk meneliti tentang pendidikan di
sekolah-sekolah pinggiran atau sekolah-sekolah di tengah-tengah kota.
|
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. W. 2007. Qualitative
Inquiry & Research Design. California: Sage
Publication.
Creswell, J.W. 2008 Educational
Research planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative
research, New Jersy: Pearson Education.
Creswell, J.W. 2007.
Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing Among Five Approch California:
Sage Publications.
Creswell,
J. W, 2003. Research Design Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approach, second Edition. London:
University of Nebraska, Lincoln
D.Gall, Meredith, dkk, 2007. Educational Research an
Introduction, Boston: Pearson
Education, Inc.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian
Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif Jakarta: Gramedia.
Emzir.
2011. Metodologi Penelitian Kualitatif
Analisis Data. Jakarta: Gramedia
Gay R, E. Mills G & Aurasian, 2009.
Educational Research: Competencies for analysis and application-9th.
Ed New Jersey: Merril-Pearson Education.
Glaser. B & Strauss. A.1967. The Discovery of Grounded Theory. Chicago:
Aldine.
Hammersley.
Martyn & Atkinson, Paul. 1983. Ethnography
Principles In Practice. Routledge: London and New York.
Nunan,
David. 1992. Research Methods In Language
Learning. Cambridge: University Press.
Strauss.
A. & Corbin. J. 2009. Dasar-Dasar
Penelitian Kualitatif (Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritis Data). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
[1]
J. W. Creswell, Research
Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approach, second Edition. (London:
University of Nebraska, Lincoln. 2003). h. 14-15.
[2]
Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif (Jakarta:Gramedia, 2011) h. 144
[3]
John W. Creswell, Qualitative Inquiry & Research Design. (California: Sage
Publication, 2007) h.
68
[5]
Meredith D.Gall, Joyce P.Gall, Walter R.Borg, Educational Research an
Introduction, (Boston:Pearson
Education, Inc. 2007).
h. 502
[6]
John W. Creswell, Educational Research planning, conducting and evaluating
quantitative and qualitative research, (New Jersy: Pearson Education, 2008). h. 479 - 485
[7]
John W.
Creswell, Qualitative Inquiry &
Research Design, Choosing Among Five Approch (California: Sage
Publications, 2007) hlm.68.
[8] L.R. Gay, Geoffrey E. Mills & Aurasian, Educational Research: Competencies for
analysis and application-9th. Ed (New Jersey: Merril-Pearson
Education, 2009), hlm 404.
[9]
Glaser B dan Strauss.A. The Discovery of
Grounded Theory. 1967. Chicago: Aldine. Hal.1-2
[10]
Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif.. (PT. Raja Grafindo Persada: 2011). h.191
[11]
John W. Creswell. Educational Researc
(Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research,
Third Edition). (Pearson Educational International: 2008).h:432
[12]
Cresswel. Ibid.Hal.440
[13]
Cresswell hal.444
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda