1.
Pertanyaan dan Jawaban Seputar Bidah
Orang-orang
yang tidak sependapat dengan amalan warga
NU biasanya membidahkan amalan warga Nahdliyin dengan dalil sebagai
berikut:
- Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari)
- Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)
- Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid'ah sesudah aku (Rasulullah Saw.) tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid'ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. (HR. Ath-Thahawi)
- Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, "Siapa 'mereka' yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani." (HR. Bukhari)
- Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada: kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. (Ar-Ridha)
- Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, "Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?" Beliau menjawab, "Mengada-adakan amalan bid'ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya." (HR. Daruquthin dari Anas).
Setelah
kita membaca hadits-hadits di atas Coba saudara cermati lagi. Telah kami
terangkan bahwa kami umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat menolak bid'ah
dhalalah, persis dengan hadits2 di atas, yaitu menolak perilaku menciptakan
ibadah baru yang bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, contohnya
pelaksanaan Doa Bersama Muslim non Muslim, karena perilaku itu bertentangan
dengan Alquran, falaa taq'uduu ma'ahum hatta yakhudhuu fi hadiitsin ghairih
(janganlah kalian duduk dengan mereka -non muslim dalam ritualnya- hingga
mereka membicarakan pembahasan lain -yang bukan ritual). Serta dalil lakum diinukum wa liadiin, bagimu agamamu dan bagiku
agamaku. Jadi jelaslah, perilaku “Doa Bersama Muslim non Muslim” ini ini jelas-jelas bid'ah dhalalah, tidak ada
tuntunannya sedikitpun di dalam Islam. Tetapi tentang bid'ah hasanah semisal
ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan, karena
tidak bertentangan dengan syariat Islam,
bahkan ada
perintahnya baik dari Alquran maupun Hadits. Perlu diketahui, yang dimaksud ritual Tahlilan itu, adalah
dimulai dengan
- Mengumpulkan masyarakat untuk hadir di majlis dzikir dan taklim, tidakkah ini sunnah Nabi? Hadits masyhur : idza marartum bi riyaadhil jannah farta'uu, qaluu wamaa riyadhul jannah ya rasulullah? Qaala hilaqud dzikr (Jika kalian mendapati taman sorga, maka masuklah, mereka bertanya, apa itu (riyadhul jannah) taman sorga, wahai Rasulullah? Beliau menjawab : majlis dzikir).
- Membaca surat Alfatihah, tidakkah baca Alfatihah ini perintah syariat ?
- Baca surat Yasin, tidakkah baca Yasin juga perintah syariat ?
- Baca Al-ikhlas, Al-alaq-Annaas, tidakkah Allah berfirman faqra-u ma tayassara minal quran (bacalah apa yang mudah/ringan dari ayat Alquran).
- Baca subhanallah, astaghfirullah, shalawat Nabi, kalimat thayyibah lailaha illallah muhammadur rasulullah.
- Doa penutup.
- Lantas tuan rumah melaksanakan ikramud dhaif, menghormati tamu sesuai dengan kemampuannya.
Tentunya dalam masalah ini sangat bervariatif
sesuai dengan tingkat kemampuannya, tak ubahnya saat Akhi/keluarga Akhi
melaksnakan pernikahan dengan suguhan untuk tamu, yang disesuaikan dengan
kemampuan tuan rumah.
Nah,
jika amalan2 ini dikumpulkan dalam satu tatanan acara, maka itulah yang
dinamakan tahlilan, sekalipun Nabi tidak pernah mengamalkan tahlilan model
Indonesia ini, namun setiap komponen dari ritual tahlilan adalah mengikuti
ajaran Nabi saw. maka yang demikian inilah yang dinamakan dengan BID'AH
HASANAH.
Siapa
kira-kira yang memulai Bid’ah Hasanah ini? Tiada lain adalah Khalifah ke dua, Sahabat
Umar bin Khatthab, tatkala beliau tahu bahwa Nabi mengajarkan shalat sunnah
Tarawih 20 rakaat di bulan Ramadhan. Namun Nabi saw. melaksanakannya di masjid
dengan sendirian, setelah beberapa kali beliau lakukan, lantas ada yang ikut
jadi makmum, kemudian Nabi melaksnakan 8 rakaat di masjid, selebihnya dilakukan
di rumah sendirian. Demikian pula para sahabatpun mengikuti perilaku ini, hingga
pada saat kekhalifahan Sahabat Umar, beliau berinisiatif mengumpulkan semua
masyarakat untuk shalat Tarawih dengan berjamaah, dilaksanakan 20 rakaat penuh
di dalam masjid Nabawi, seraya berkata : Ni'matil bid'atu haadzihi (sebaik-baik
bid’ah adalah ini = pelaksanaan tarawih 20 rakaat dengan berjamaah di dalam
masjid sebulan penuh). Bid'ahnya sahabat Umar ini terus berjalan hingga saat
ini, malahan yang melestarikan adalah tokoh-tokoh Saudi Arabia seperti kita lihat sampai saat ini bahwa di
Masjidil Haram tarawih berjama’ah 20 rokaat sebulan penuh, sekaligus dengan
mengkhatamkan Qur’an. Hal ini sama lestarinya dengan bid'ahnya para Wali songo yang mengajarkan tahlilan di masyarakat Muslim
Indonesia. Jadi baik Sahabat Umar dan pelanjut shalat tarawih di masjid-masjid
di seluruh dunia, maupun para Walisongo dengan para pengikutnya umat Islam
Indonesia, adalah pelaku BID'AH HASANAH, yang dalam hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut : Man sanna fil Islami sunnatan
hasanatan, fa lahu ajruha wa ajru man amila biha bakdahu min ghairi an
yangkusha min ujurihim syaik (Barangsiapa yang memberi contoh sunnatan
hasanatan (perbuatan baru yang baik) di dalam Islam (yang tidak bertentangan
dengan syariat), maka ia akan mendapatkan pahalanya dan kiriman pahala dari
orang yang mengamalkan ajarannya, tanpa mengurangi pahala para pengikutnya
sedikit pun.
Jadi
sangat jelas baik sahabat Umar maupun para Wali songo telah mengumpulkan
pundi-pundi pahala yang sangat banyak dari kiriman pahala umat Islam yang
mengamalkan ajaran Bid'ah Hasanahnya beliau-beliau itu. Baik itu berupa
Bid'ahnya Tarawih Berjamaah maupun Bid'ahnya Tahlilan dan amalan baik umat
Islam yang lainnya.
CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH
Setelah baginda Nabi saw.
wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam
mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut,
1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al
Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid
bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu
kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.
2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin
Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada
seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat
tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa
3. Modifikasi yang dilakukan oleh
sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi
tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.
4. Pembukuan hadits beserta pemberian
derajat hadits shohih, hasan, dlo’if atau ahad. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya.
Bahkan Rasul saw. pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur
dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul
Aziz, sekitar abad ke 10 H.
5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan
berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid.
Kitab dzikir, dll
6. Saat ini melaksanakan ibadah haji
sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw. atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah
haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi
fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah,
atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.
7. Pendirian
Pesantren dan Madrasah serta TPQ-TPQ yang dalam pengajarannya dipakai sistem
klasikal.
dan masih banyak contoh-contoh lain.
dan masih banyak contoh-contoh lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda