BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Kehidupan Negara Indonesia di warnai oleh berbagai
kebudayaan dan agama, oleh
sebab itu bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengedepankan kebudayaan dan
keagamaan melalui pendidikan, menurut Dr. Emmanuel Bassey Joseph,
dkk, The
concept of education has been given different definitions by various authorities. dalam konsep
pendidikan itu mempunyai definisi yang berbeda sebagaimana ungkapan Ukeje
(1979) in Akpomedaye (2010) viewed the concept of education from three
dimensions of process, product and discipline (Joseph, 2: 2010) jika
direalisasikan sesuai
dengan konsep maka
hasilnya menjadi
maksimal dan lebih baik
Al-ghazali
memberikan penjelasan bahwa pendidikan merupakan suatu proses dimana suatu
bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi
tujuan hidup secara efektif dan efisien, Untuk mencapai tujuan
dari sistem pendidikan apapun, ada dua faktor yang
mutlak diperlukan:
1.
Aspek-aspek ilmu
pengetahuan yang harus dibekali kepada murid-murid
2.
Metode yang
telah digunakan untuk menyampaikan ilmu-ilmu atau
materi-materi
kepada murid (Solahudin,161:
2014)
Dalam dunia pendidikan, belajar dapat di maknai
sebagai suatu proses yang menunjukan adanya perubahan yang sikapnya positif
sehingga pada tahap akhirnya, akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan
pengetahuan baru yang didapat dari akumulasi pengalaman dan pembelajaran.
Gagne mengemukakan bahwa “learing is change in
human disposition or capacity, which persists over a period time, and which is
not simply ascribable to process growth.”artinya belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar terus menerus,
bukan hanya disebabkan proses pertumbuhan saja (Saefuddin, 2014: 8)
Dalam proses
pembelajaran diperlukan strategi, strategi memiliki peran yang cukup besar
dalam mencapai sebuah tujuan. Karena itu strategi menjadi sarana dan salah satu
alat untuk mencapai tujuan, yaitu dengan materi pembelajaran atau strategi
pembelajaran yang tersusun rapi dalam kurikulum pendidikan. Sebagaimana Made
Wane memberikan pengertian bahwa strategi pembelajaran adalah cara dan seni
untuk menggunakan semua sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa (Made
Wena, 2014: 2)
Suyono juga mempertegas bahwa strategi pembelajaran
sebagai rangkaian kegiatan terkait dengan pengelolaan siswa, pengelolaan
lingkungan belajar, pengelolaan sumber belajar, dan penilaian untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Suyono dkk, 2015: 85) oleh sebab itu strategi pembelajaran
dapat terealisasikan dengan metode yang relevan, sebagaimana ungkapan Liu dan Shi,
yang dikutip oleh Peter Westwood, metode pembelajaran sebagai seperangkat
prinsip, prosedur, atau strategi yang
diterapkan oleh guru untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan dari siswa (Westwood, V: 2008)
Salah satu
realita kependidikan yang telah membudaya dikalangan sebagian bangsa, terutama
dikalangan sebagian umat islam yang merupakan golongan mayoritas dari bangsa
Indonesia ini adalah pesantren (Mastuhu,
994: 3). Pesantren merupakan salah satu jenis
pendidikan yang dalam prosesnya ialah membina individu-individu muslim yang
berkarakter islami yaitu ciri-ciri kepribadian islam yang tampil dalam pola
fikir, pola sikap dan pola tindakan, yang dalam istilah islam di sebut dengan
“ahlakul karimah” dan dalam pendidikan formal disebut pendidikan karakter.
Salah satu
cirikhas proses pendidikan di pesantren adalah penekanan pada pembelajaran
secara aktif dan mandiri sehingga santri tidak melulu mengandalkan pengajaran
dari kyai atau ustadz dalam memperoleh pengetahuan dan mengembangkan
ketrampilan hidupnya, tetapi kreatif menciptakan berbagai kegiatan yang
mendukung proses pembelajaranya.
Dari uraian di
atas, maka penulis tertarik untuk membahas tentang model pembelajaran Active-Learning dipesantren Girikusuma
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah diatas dapat ditarik benang merah, diantaranya:
1.
Bagaimana Model Active Learning di Pesantren Girikusuma?
2.
Metode apa saja yang di terapkan dalam Active
Learning di Pesantren
Girikusuma?
3.
Bagaimana strategi Active-Learning di Pesantren Girikusuma?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Active Learning di Pesantren Girikusuma
1. Pembelajaran
Active learning
Pembelajaran aktif adalah suatu istilah
yang memayungi beberapa model
pembelajaran, yang memfokuskan tanggung jawab proses pembelajaran pada si pelajar,
istilah Active Learning ini sudah dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian pada tahun 1990-an Association For The
Study Of Higber Education (ASHE) memberikan laporan yang lengkap tentang Active
Learning ini. Dalam laporan tersebut mereka telah mendiskusikan berbagai
metode pembelajaran untuk mengenalkan Active Learning (Asmani, 2010: 64-65)
Pembelajaran aktif (Active Learning)
tampaknya telah menjadi pilihan utama dalam praktik pendidikan saat ini. Dimana pembelajaran
aktif ini terasa semakin mengemuka hingga sekarang dan para guru terus menerus
menerapkan konsep pembelajaran aktif dalam setiap praktik pembelajaran kepada
siswanya, beberapa kalangan
berpendapat, bahwa inti dari reformasi pendidikan ini justru terletak pada
perubahan paradigma pembelajaran dari model pembelajaran pasif ke model
pembelajaran aktif.
sebagaimana pendapat Dee fink tentang
konsep Active Learning diantaranya :
a) Dialogue With Self
b)
Dialogue With Others
c)
Experience of Observing
d)
Experience Of Doing
Model ini menunjukkan bahwa semua
kegiatan belajar melibatkan beberapa jenis pengalaman atau semacam dialog, baik
dialog dengan diri ataupun dialog dengan lainnya, dan juga pengalaman yang meliputi
"Mengamati" dan "Melakukan (Dee fink, 1999: 2-3)
Ilustrasi
gambar konsep Active Learning
Experience Of
Dialogue
With
Maksud dialog dengan diri sendiri adalah
proses dimana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang
dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka
pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik
yang dipelajari, Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah
jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana
mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan
sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional,
tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok
kecil tentang topik yang dipelajari.
Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan
atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan
dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri
Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar
di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen, mengkritik
sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain sebagainya.
Pandangan
Silberman mengenai pembelajaran aktif terbentuk dalam kata-kata bijak yang
diungkapkan oleh konfusius yang berbunyi:
Yang
saya dengar, saya lupa
Yang
saya lihat, saya ingat
Yang
saya kerjakan, saya paham
Kemudian
kata-kata bijak itu diperluas menjadi :
Yang
saya dengar, saya lupa
Yang
saya dengar dan saya lihat, saya sedikit ingat
Yang
saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai
paham.
Dari
yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapat pengetahuan dan
ketrampilan.
Yang
saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai (Silbermen, 1996: 23)
Ada
beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa
kebanyakan orang
cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik
adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan
siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar
100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100
kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa
mendengarkan pembicaraan guru sambil
berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam
suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan.
Dengan menambahkan media visual pada pemberian
pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen (pike,1989)
penelitian yang lain juga menunjukkan adanya peningkatan 200 persen ketika
digunakan media visual dalam pembelajaran (Silbermen, 1996: 24-25)
Charles
C. Bonwell, memberikan
kejelasan bahwa pembelajaran dikatakan aktif jika mempunyai karaktekterstik :
1)
Siswa terlibat lebih
dalam dari pasif mendengarkan
2)
Siswa terlibat
dalam kegiatan (misalnya, membaca, berdiskusi, menulis)
3)
Ada kurang
penekanan pada transmisi informasi dan penekanan yang lebih besar ditempatkan
pada pengembangan keterampilan siswa
4)
Ada penekanan
yang lebih besar ditempatkan pada eksplorasi sikap dan nilai-nilai
5)
Motivasi siswa
meningkat (terutama untuk pelajar dewasa)
6)
Siswa dapat
menerima umpan balik langsung dari instruktur mereka
7)
Siswa terlibat dalam berpikir
tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi) (Charles,1991: 37)
Dari
uraian di atas dapat dipahami bahwa Pembelajaran Aktif
adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif
membangun sendiri konsep dan makna melalui berbagai kegiatan, siswa dituntut
aktif bukan guru yang aktif, sedangkan guru harus kreatif dalam mengelola
pembelajaran dan tidak lupa harus kreatif pula menyiapkan
media pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran sehingga akan didapat
suatu pengalaman belajar yang aktif.
Tabel
dalam bentuk Active Learning dan pembelajaran pasif
Belajar
Aktif
|
Belajar
Pasif
|
·
Belajar apa
saja dari setiap situasi
·
Menggunakan
apa yang dipelajari untuk keuntunan anda
·
Mengupayakan
agar semuanya terlaksana
·
Bersandar pada
kehidupan
|
·
Tidak dapat
melihat adanya potensi belajar
·
Mengabaikan
kesemptan untuk berkembang fari suatu pengalaman belajar
·
Membiarkan
segalanya terjadi
·
Menarik diri
dari kehidupan
|
Sejalan dengan berjalanya waktu, lembaga
pendidikan pesantren Girikusuma juga tidak menutup diri untuk mengadakan
pembaharuan-pembaharuan model pembelajaran
yang ada
Model pembelajaran yang diterapkan
di pesantren Girikusuma mempunyai karakteristik di antaranya :
1)
Santri tidak terlibat
lebih, pasif mendengarkan ceramah
Kebanyakan santri
kelihatan pasif yang notabenya adalah bagi para pemula dalam mempelajari kajian
agama, meraka di persiapkan dan juga mengawali melalui kegiatan sekolah islam
salaf persiapan dan juga kajian dengan para senior ataupun ustadż yang mendampinginya. Realitan
membuktikan bahwa setiap santri harus mengikuti ujian masuk dalam menempatkan
posisinya, apakah ia ikut sekolah persiapan atau justru masuk jenjang
selanjutnya. Sehingga dalam proses kegiatan belajar yang teralisasi adalah
pembelajaran konvensional.
2)
Kyai atau Ustadż yang membacakan, menjelaskan dan
santri mendengarkan dan mencatat (Bandongan)
Realita membuktikan
bahwa di pesantren Girikusuma kyai dan ustadż
mempunyai peran yang signifikan terutama dalam mengkaji, menjelaskan
kitab-kitab klasik kepada para santri, oleh sebab itu kajian kitab – kitab
klasik di jadwalkan oleh kyai kepada para ustadż
untuk menyampaikan kepada santri melalui kajian secara bersama- sama, baik
santri senior ataupun junior dalam pelaksanaanya kajian tersebut dimulai dari
setelah selesai shalat ashar untuk semua jenjang baik i’dadiyah dengan pendampingan
ustadż dan materi sendiri, mutashasit
juga dengan pendampingan ustadż
dan aliyah, setelah sholat magrib bagi para santri senior semua mengikuti
kajian kitab Riyadhus shalihin kepada ustadż
yang lebih senior dan kajian kepada sesepuh pondok, kyai dilaksanakan pada
hari- hari tertentu seperti hari sabtu malam, senin malam dan rabu malam dengan
kajian kitab Bukhari Muslim, Hikam
Ibnu Atthaillah dan karya al Ghazali seperti Minhajul Abidin, dan juga kajian
bersama-sama setiap malam jum’at dengan masyarakat yang ada di desa Girikusuma
ataupun luar girikusuma dengan kajian mujahadah ratib al- Attas, bacaan khatmil qur’an juz
30 dan juga bacaan al barjanji kemudian di lanjutkan dengan tausiyah oleh para
kyai yang hadir dalam acara pengajian tersebut.
3)
Santri membahas
materi yang di ajarkan oleh ustadż
dari kitab kemudian di bahas kembali dengan teman-temanya.
Pesantren Girikusuma
menerapkan mudżakarah
setiap malam setelah selesai shalat isyak bagi semua santri yang masih
mengikuti sekolah islam salaf ketika pagi sampai siang hari, para santri sesuai
dengan jenjang masing-masing. Dalam proses mudżakarah
setiap santri memimpin kelompok masing- masing untuk membacakan kitab yang di
ajarkan oleh ustadż ketika di sekolahan kemudian di bahas mulai
dari cara membaca yang benar sesuai dengan ilmu gramatika dan juga penjelasan
terhadap kitab yang di baca. Ketika terjadi kesalahan dalam membaca, memahami
maka teman-teman boleh menyangkal dan juga memberikan argumentasi terhadap
kitab tersebut sehingga terjadilah perdebatan yang memancing santri untuk
semangat dalam mempertahankan pendapatnya. Sistem mudżakarah ini
semua santri saling bergantian dalam membaca kitab sesuai dengan jadwal
pelajaran di sekolah islam salaf pada waktu pagi harinya. Contohnya membaca kitab kitab fiqih takrib
4)
Diskusi
kelompok, Kyai atau Ustadż
memberikan topik atau masalah sementara santri berdiskusi di kalangan sendiri
kemudian baru berdiskusi dengan kyai
(Musyawarah)
Berdasarkan karakteristik tersebut pondok pesantren Girikusuma juga menerapkan
model pembelajaran Active Learning pada kegiatan mudżakarah dan musyawarah, akan tetapi
pondok pesantren Girikusuma tetap menggunakan model pembelajaran pasif atau (Konvensional).
B. Metode dalam Active Learning di Pesantren Girikusuma
Metode pembelajaran dalam model Active
Learning ada
bermacam-macam, antara lain :
1. Metode Diskusi
Metode diskusi
secara umum menunjukkan kegiatan belajar mengajar yang tidak berpusat pada guru
dan peran guru dalam pembelajaran tidak eksplisit. Pencapaian kompetensi pada
mata pelajaran teori sering menggunakan metode diskusi supaya peserta didik
aktif dan memperoleh pengetahuan berdasarkan hasil temuannya sendiri
(Mulyatiningsing, 2010: 16)
Menurut Mukrimah
(2014: 104) Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran,
informasi/pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok
pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para
peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan
pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi
Menurut Asmani (2014:
36-37), metode diskusi dapat digunakan sebagai alternatif jawaban untuk
memecahkan berbagai problem kehidupan. Dengan catatan, persoalan yang akan
didiskusikan harus dikuasai secara mendalam.
Dari beberapa pendapat di
atas dapat di simpulakan bahwa metode diskusi adalah metode yang digunakan
untuk merangsang siswa berpendapat dalam memecahkam masalah sehingga menjadikan siswa mandiri dalam mensikapi
problem atau permasalahan hidup. Adapun Langkah-langkah melaksanakan metode
diskusi umum adalah sebagai berikut:
a) Menyampaikan tujuan dan mengatur setting.
b) Mengarahkan diskusi.
c) Menyelenggarakan diskusi
d) Mengakhiri diskusi
e) Melakukan tanya-jawab singkat tentang
proses dikusi itu Guru menyampaikan
tujuan diskusi dan menyiapkan siswa untuk berpartisipasi.
Kelebihan dan
kelemahan metode Diskusi Kelas adalah sebagai berikut.
Menurut Mukrimah
kelebihan Metode Diskusi Menurut Arief. A. (2002: 21), disebutkan bahwa diantara keunggulan metode diskusi adalah antara lain :
1)
Suasana kelas lebih hidup, sebab siswa mengarahkan
perhatian atau pikirannya kepada masalah yang sedang didiskusikan
2)
Dapat menaikan prestasi kepribadian individu, seperti, sikap toleransi, demokrasi, berpikir kritis,
sistematis, sabar dan sebagainya.
3)
Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami siswa, karena
mereka mengikuti proses berpikir sebelum sampai kepada suatu kesimpulan.
4)
Siswa dilatih untuk mematuhi peraturan dan tata tertib
layaknya dalam suatu musyawarah.
5)
Membantu murid untuk mengambil keputusan yang lebih
baik.
6)
Tidak terjebak kedalam pikiran individu yang kadang-kadang
salah, penuh prasangka dan sempit.
Sedangkan
menurut Mukrimah kelemahan metode diskusi menurut Roetiyah N.K. (1988: 23), bahwa kelemahan penggunaan metode diskusi
antara lain :
1) Membutuhkan banyak waktu, karena banyaknya
sudut pandangan berbeda.
2) Dalam diskusi menghendaki pembuktian
logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta; dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau coba-coba
saja.
3) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
4) Biasanya orang menghendaki pendekatan yang
lebih formal.
5) kadang-kadang ada siswa yang memonopoli pembicaraan,
dan ada pula siswa yang pasif.
Beberapa metode diskusi yang
memberi peluang untuk menciptakan suasana aktif dan menyenangkan antara lain.
a.
Panel dan Debat
Metode Panel
yaitu cara membahasan suatu masalah melalui suatu kegiatan diskusi
yang dilakukan oleh beberapa ahli dari berbagai keahlian dihadapi oleh warga belajar (Mukrimah , 2014: 105)
Menurut A’la (2012: 92), metode debat termasuk dalam bagian dari salah satu
metode pembelajaran efektif. Dalam metode ini, siswa di bagi dalam beberapa
kelompok dan setiap kelompok beranggotakan beberapa siswa. Selanjutnya guru
memberikan materi debat dalam setiap kelompok dan dalam tiap kelompok tersebut
ada yang mengambil posisi sebagai pro dan posisi kontra. Dalam hal ini, peran
guru adalah mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi dan seberapa
efektif siswa terlibat dalam debat tersebut, dalam metode ini, siswa dapat
diajarkan keterampilan berupa peran masing-masing siswa untuk memfasilitasi
proses kelompok, misalnya peran sebagai pencatat, peran sebagai pembuat
keputusan, dll. Sedangkan peran guru adalah pe-monitor proses belajar.
Pandangan Mulyatiningseh (2010: 15-16) tidak jauh berbeda dengan A’la hanya saja
mulyatining lebih diperinci lagi dalam
pendapatnya. Panel dilakukan dalam setting formal yang melibatkan empat sampai
enam partisipan (panelis) dengan topik yang berbeda-beda di depan
pendengar/siswa. Masing-masing patisipan membuat pernyataan terbuka. Simposium
mirip dengan diskusi panel tetapi lebih banyak melibatkan penyajian informasi
formal oleh masing-masing anggota panel. Task force serupa dengan panel,
tetapi topik yang dibahas telah diteliti sebelum disajikan. Debat merupakan
diskusi formal oleh dua tim pembicara yang berbeda pandangan. Panel dan debat diarahkan
dapat dimanfaatkan oleh seluruh kelas melalui sesi tanya jawab untuk melengkapi
informasi yang belum dikuasainya.
Langkah-langkah debat:
1) Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang
satu pro dan yang lainnya
Kontra
2) Guru memberikan tugas untuk membaca materi
yang akan didebatkan
oleh kedua kelompok diatas
3) Setelah selesai membaca materi, guru
menunjuk salah satu anggota
kelompok pro untuk berbicara dan saat itu pula ditanggapi atau dibalas oleh
kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa
mengemukakan pendapatnya.
4) Sementara peserta didik menyampaikan
gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis.
Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
5) Guru menambahkan konsep/ide yang belum
terungkap
6) Guru mengajak peserta didik membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik
yang ingin dicapai berdasarkan data yang tercatat di
papan tulis.
b.
Jigsaw
Jigsaw merupakan
metode diskusi kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat sampai enam
anggota. Materi pelajaran dibagi menjadi beberapa subtopik dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk memahami satu subtopik. Anggota
tim dari kelompok lain yang telah mempelajari subtopik yang sama bertemu dalam
”kelompok ahli (expert group) untuk mendiskusikan subtopik mereka.
Selanjutnya, setelah berdiskusi dalam kelompok ahli, peserta didik kembali ke
kelompok yang semula untuk mengajarkan atau menyampaikan subtopik kepada
anggota kelompoknya sendiri. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa,
sehingga seluruh peserta didik dapat menguasai seluruh materi yang ditugaskan
oleh guru (Mulyatiningseh, 2010: 17)
Langkah-langkah Jigsaw:
1) Peserta didik dikelompokkan ke dalam
beberapa kelompok/tim
2) Setiap anggota kelompok diberi tugas
mempelajari materi yang berbeda
3) Anggota yang telah mempelajari bagian/sub
bab bertemu dengan anggota dari kelompok lain yang mempelajari bagian/sub bab
yang sama untuk membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub
bab yang mereka pelajari
4) Setelah selesai diskusi dengan tim ahli,
tiap anggota tim ahli kembali ke kelompok asalnya masing-masing dan
menyampaikan hasil diskusinya secara bergantian sampai semua anggota kelompok
menguasai semua materi yang didiskusikan.
5) Guru memberi evaluasi hasil belajar
kelompok tersebut.
2.
Metode Seminar
Metode seminar adalah suatu
kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh beberapa orang dalam
suatu sidang yang berusaha membahas / mengupas masalah-masalah atau hal-hal tertentu dalam rangka mencari jalan memecahkannya
atau mencari pedoman pelaksanaanya Mukrimah (2014: 106).
Kelebihan metode seminar
a. Peserta mendapatkan keterangan teoritis
yang luas dan mendalam tentang masalah yang diseminarkan
b. Peserta mendapatkan petunjuk-petunjuk
praktis untuk melaksanakan tugasnya
c. Peserta dibina untuk bersikap dan berfikir
secara ilmiah
d. Terpupuknya kerja sama antar peserta
e.
Terhubungnya lembaga pendidikan dan masyarakat
Kelemahan Metode Seminar
a. Memerlukan waktu yang lama
b. Peserta menjadi kurang aktif
c.
Membutuhkan penataan ruang tersendiri
Berdasarkan keterangan tersebut dapat kita komparasikan dengan metode
pembelajaran yang terdapat di pondok pesantren girikusuma.
Metode pembelajaran kitab di pesantren Girikusuma,
meliputi :
1)
Metode Sorogan
Sorogan
yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan
dengan seorang guru, dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan
hubungan Kyai dengan Santri sangat dekat, sebab Kyiai dapat mengenal kemampuan
pribadi santri secara satu persatu (Mastuhu: 1994: 61)
Sistem pengajaran
dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai
menyodorkan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai, dan kalau ada
salahnya, kesalahan itu langsung dihadapi oleh kyai.
Manfaat yang terdapat dalam metode atau sistem sorogan
diantaranya:
a)
Santri lebih mudah berdialog secara langsung dengan kyai atau ustadż.
b)
Santri lebih cepat dan matang dalam mengkaji kitab-kitab kuning.
c)
Santri lebih memahami dan mengenang kitab yang dipelajari dan bersikap
aktif (Nasir, 2010: 137)
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa metode sorogan yang diterapkan di
pesantren Girikusuma merupakan bagian dari konsep pembelajaran Active
Learning (Dialogue With Others) artinya
santri berkomunikasi dengan orang lain, baik itu guru atau kyai.
2)
Wetonan/
Bandongan
Bandongan adalah
belajar secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Berlangsungnnya pengajian
itu merupakan inisiatif kyai itu sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu
terutama kitabnya. Kelompok santri yang duduk mengitari kyai dalam pengajian
itu disebut halaqah (Dhofier, 1999: 28)
Pelaksanaan sistem
pengajaran wetonan ini adalah kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, dan
santri membawa kitab yang sama, kemudian mendengarkan dan menyimak tentang
bacaan kyai tersebut. Sistem pengajaran yang demikian seolah-olah sistem bebas,
sebab absensi santri tidak ada, santri boleh datang boleh tidak, tidak ada sistem
kenaikan kelas, dan santri yang cepat menamatkan kitab boleh menyambung ke
kitab yang lebih tinggi atau mempelajari kitab kitab yang lain. Seolah-olah sistem
ini mendidik anak supaya kreatif dan dinamis, ditambah lagi sistem pengajaran
wetonan ini lama belajar santri tidak tergantung kepada lamanya tahun belajar,
tetapi berpatokan kepada kapan anak itu menamatkan kitab-kitab pelajaran yang
telah di tetapkan. Kegiatan pembelajaran ini, dilakukan dalam format diskusi,
diawal dengan mereviu kembali materi pelajaran sebelumnya yang disampaikan oleh
ustadż masing-masing fak ilmu, atau rois
am, dilanjutkan dengan siswa
mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan
buku-buku Islam dalam bahasa Arab (kitab kuning). Kelompok kelas dari sistem
bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar
dibawah bimbingan seorang guru.
3)
Metode Mudżakarah
Mudżakarah atau
Musyawarah adalah pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan agama
pada umumnya. Metode ini digunakan dalam dua tingkatan, ( Thoriqussu’ud, 2012:
236):
Pertama: Mudżakarah diselenggarakan oleh sesama
santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan, melatih para santri agar
terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorng
santri mesti ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari
masalah yang di diskusikan
Kedua:
Mudżakarah yang dipimpin oleh kyai,
dimana hasil mudżakarah
para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar.
Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya di selenggarakan dalam bahasa Arab.
Tabel Metode Pembelajaran
3.
Strategi Active-Learning di Pesantren Girikusuma
Pembelajaran Aktif adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif
membangun sendiri konsep dan makna melalui berbagai kegiatan, siswa dituntut
aktif dan produktif dalam mengeluarkan ide-idenya, oleh karena dalam prosesnya
di butuhkan berbagai macam strategi,
Macam-macam strategi Active-Learning di
antaranya :
a. Strategi
Pembentukan Tim
Strategi
Pembentukan Tim adalah Strategi yang memberikan kemudahan bagi siswa untuk
saling mengenal dan saling membangun semangat tim dengan sebuah kelompok yang
sudah kenal satu sama yang lain, strategi ini memungkinkan siswa untuk lebih
mengenal, berbagai pendapat dan membahas gagasan-gagasan, nilai-nilai atau
pemecahan masalah baru (Silbermen,
1996: 65)
Prosedur
yang harus dilaksanakan dalam strategi tersebut diantaranya
1)
Berikan siswa satu buku catatan merek apa saja.
2)
Mintalah mereka untuk menulis pada buku catatan tersebut salah satu
dari hal-hal berikut ini :
a)
Nilai-nilai yang mereka anut
b)
Pengalaman yang mereka dapatkan belakang ini
c)
Gagasan atau solusi kreatif atas persoalan yang anda kemukakan
d)
Pertanyaan yang mereka milikitentang materi yang diajarkan di kelas
e)
Pendapat mereka tentang topik yang anda pilih
f)
Fakta mereka sendiri dan mata pelajaran.
3)
Perintahkan siswa untuk meletakkan kertas catatan pada baju mereka dan
berkeliling di sekitar ruang kelas untuk saling membaca catatan mereka
4)
Selanjutnya perintahkan siswa kembali ke kelompok masing-masing dan
merundingkan pertukaran catatan satu sama lain.
5)
Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masing-masing dan berbagi
pengalaman tentang pertukaran apa yang telah dia lakukan dan apa sebabnya.
Variasi
yang terdapat dalam strategi tim :
1)
Perintahkan siswa untuk membentuk sub kelompok , bukannya bertukar
catatan dan seluruh siswa mendiskusikan isi catatan mereka.
2)
Perintahkan siswa untuk menempel catatan mereka di tempat terbuka
(misalnya papan tulis,whiteboard,dsb) dan diskusikan persamaan dan perbedaan (Silbermen,
1996: 65-66)
b.
Strategi Penilaian Sederhana
Strategi penilaian
sederhana digunakan dalam upaya penbentukan tim, semua dirancang untuk membantu
mempelajari kelas, melibatkan siswa semenjak awal. Strategi penilaian sederhana
ini juga berguna bagi guru yang tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari
karakteristis siswa, dan juga berguna bagi guru untuk memperkuat informasi yang
guru kumpulkan sebelum dimulainya materi pembelajaran.
Strategi penilaian sederhana ini merupakan cara
menarik untuk menilai kelas secara langsung pada saat bersamaan, melibatkan
siswa dari awal untuk mengenal satu sama lain dan bekerjasama (Silbermen, 1996: 88-89)
Prosedur yang harus dilaksanakan dalam strategi
tersebut diantaranya:
1) Susunlah
tiga atau empat pertanyaan untuk mempelajari seperti apa siswa beserta menyertakan
pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal berikut:
a) Pengetahuan
mereka tentang materi pelajaran
b) Sikap
mereka terhadap materi pelajaran
c) Pengalaman
–pengalaman siswa yang relavan dengan msteri pelajaran
d) Keterampilan
yang telah mereka dapatkan
e) Latar
belakang mereka
f) Apa yang mereka butuhkan atau harapkan dari
mata pelajaran ini.
2) Bagilah
siswa menjadi kelompok tiga orang dan sesuaikan dengan pertanyaan yang di buat.
3) Kumpulkan
kembali siswa dalam sub- sub kelompok yang telah diberi pertanyaan yang sama.
4) Perintahkan
tiap sub kelompok untuk menyatukan data mereka dan mengikhtisarkan, kemudian
perintah tiap sub kelompok untuk melaporkan kepada seluruh siswa apa yang telah
mereka pelajari (Silbermen,
1996: 90)
Variasi yang terdapat
dalam strategi ini :
1) Perintahkan
siswa untuk menyusun pertanyaan mereka sendiri.
2) Dengan
pertanyaan yang sama, pasangkan siswa dan perintahkan mereka untuk mewawancarai
satu sama lain
c.
Strategi Pelibatan belajar langsung
Strategi pelibatan
belajar langsung di gunakan untuk menjadikan siswa aktif dari awal karena
strategi tersebut dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran guna
membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu dan meransangsang untuk berfikir. Siswa
tidak bisa berbuat apa-apa jika pikiran mereka tidak di”on”kan, banyak guru
yang membuat kesalahan dengan mengajar terlalu awal yakni sebelum siswa merasa terlibat
dan siap secara mental (Silbermen,
1996: 99).
Prosedur yang harus dilaksanakan dalam strategi
tersebut diantaranya:
1) Sediakan
daftar pertanyaan yang terkait dengan materi pelajaran yang akan di ajarkan,
yang meliputi :
a)
Kata-kata untuk
di definisikan
b)
Pertanyaan
pilihan ganda mengenai fakta atau konsep
c)
Orang yang di
definisikan
d) Pertanyaan
tentang tindakan yang bisa di ambil oleh seseorang dalam situasi tersebut.
e) Kalimat
tidak lengkap misalnya mengidentifikasi
katagori dasar dari tugas yang dapat kalian kerjakan menggunakan progam
komputer
2) Perintahkan
siswa untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan itu sebaik yang mereka bisa
3) Perintahkan
mereka untuk menyebar di dalam ruangan, mencari siswa yang dapat menjawab
pertanyaan yang mereka sendiri tidak tahu jawabanya, doronglah siswa untuk
saling membantu.
4) Dan
perintahkan mereka untuk kembali ke tempat semula dan bahaslah jawaban mereka yang
di dapat.
Variasi yang terdapat dalam strategi ini
:
a)
Berikan satu lembar kartu indeks kepada setiap siswa, perintahkan
mereka untuk menulis satu informasi yang
menurut mereka akurat tentang materi yang di ajarkan kemudian suruhlah mereka
berpencar di dalam kelas
b)
Gunakan pertanyaan opini buka pertanyaan faktual atau gabungkan
pertanyaan opini dengan pertanyaan aktual (Silbermen, 1996: 101-102)
3. Analisis
Pembelajaran Active merupakan
pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk selalu aktif, berimajinasi,
menemukan gagasan – gagasan baru dalam mengelaborasi dan mengexplor pelajaran,
sebagaiamana ketika seorang siswa diberi kesempatan untuk menjelalajah pada
materi pelajaran kemudian pembimbing atau guru selalu memberikan kesempatan
maka, alhasil siswa akan lebih banyak menguasai materi dan bahkan lebih berpengalaman
di dalam penguasaan pelajaran, disebabkan karena kebebasan mereka dalam
mengexplorasi mata pelajaran.
Dalam
prosesnya diperlukan berbagai macam strategi yang relevan dan juga metode - metode
yang menarik sehingga pembelajaran selalu menyenangkan tidak bosan sebagaimana
strategi pembelajaran yang bertujuan kepada siswa untuk selalu aktif dan kreatif
dalam dalam pembelajaran, contoh metode yang di terapakan dalam strategi tersebut
adalah
strategi diskusi, yang di dalamnya juga terdapat metode panel dan debat dengan metode tersebut siswa bener-bener berpastisipasi
dan juga berperan aktif dalam menyelesaikan masalah yang dibahas, sehingga
pembelajaran terasa hidup tidak pasif dan yang terasa adalah senang karena
perbedaan pendapat dalam penyelesaian masalah.
Di pesantren Girikusma juga
menerapkan pembelajaran aktif, untuk mengoptimalkan semua potensi yang di miliki
para santri terutama ketika pembelajaran pada malam hari yaitu diterapkanya
sistem belajar malam atau dalam bahasa kita adalah mudżakarah bersama untuk membahas kitab
– kitab klasik yang di pelajari di pagi hari ketika ke sekolah islam salaf, dalam
proses mudżakarah
salah satu di antara mereka harus ada yang memimpin jalanya kajian kitab
tersebut dan yang lain menyimak dari yang membaca, apabila ada kesalahan dalam
membaca atau memahami kalimat kalimat arab maka yang lainya di perbolehkan
menyimak atau membenarkan maksud dari kalimat – kalimat arab tersebut, dan ternyata sistem tersebut memberikan
manfaat yang luar biasa. bagi para santri untuk mengeluarkan potensi – potensi
yang terpendam yang selama ini belum di keluarga.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan
makalah
ini dapat disimpulkan bahwa pada intinya model Pembelajaran aktif (active
learning) di pesantren Girikusuma berperan besar untuk mengoptimalkan semua potensi yang
dimiliki oleh
santri/siswa, sehingga semua santri dapat
mencapai
hasil belajar yang memuaskan sesuai
dengan karakteristik pribadi yang
mereka
miliki.
Di samping itu,
pembelajaran aktif dalam lingkungan pondok pesantren sangat diperlukan untuk
menjaga perhatian santri atau siswa agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Dan dalam proses kegiatan belajar mengajar akan lebih mudah dipahami serta
lebih lama diingat siswa, apabila siswa dilibatkan secara aktif baik mental,
fisik, dan social
Dalam pelaksanaan pembelajaran aktif di pesantren Girikusuma seorang ustadż/guru
dapat menggunakan berbagai metode
yang sesuai dengan kondisi santri/siswa.
Penggunaan metode dan strategi belajar aktif dalam kegiatan belajar mengajar
akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan kondisi lingkungan belajar dan
kemampuan seorang ustadż/guru
dalam melaksanakan strategi atau metode tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Miftahul, 2012, Quantum
Teaching, Jogjakarta, Diva Press Sampangan Gg Perkutut.
Asmani, Jamal Ma’mur, 2014, 7tips
Aplikasi Pakem(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan,
Sampangan Gg perkutut.
Bonwell,
Charles C., dan James A. Eison, 1996, Active Learning Creating Excitement
in the Classroom, Clearinghouse on Higher Education The
George Washington University)
Dee Fink, L., Active Learning, reprinted with permission of
the Oklahoma Instructional Development Program, 1999
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi
Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES, 1984.
Joseph, Emmanuel Bassey, 2010, International Journal of Pembangunan
Penelitian, Education and Contemporary Issues in Nigeria: Matters
Arisingin Vocational and Technical Education (VTE).
Khoiri, Hasan, 2014, Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI,
Penerapan Strategi Pembelajaran Student Active Learning dalam
pembelajaran pada pokok bahasan perpindahan kalor, Yogjakarta
Mastuhu, 1994, Dinamika Sistem Pesantren, Jakarta,
Perpustakaan Nasional
Mukrimaa, Syifa S, 2014, 53 Metode Belajar Dan
Pembelajaran Plus Aplikasinya, Universitas Pendidikan Indonesia.
Mulyatiningsih, endang, 2010, Diklat Peningkatan
Kompetensi Pengawas Dalam Rangka Penjaminan Mutu Pendidikan Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Inovatif, Efektif dan Menyenangkan (Paikem), Jl. Raya Parung Km
22-23 Bojongsari, Depok, Jawa Barat
Nasir, Ridlwan, 2010, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal
Pondok Pesantren ditengah Arus Perubahan, Yogjakarta, Pustaka Pelajar.
Rizal Ahmad, 2012, Pendidikan Nilai Secara
Active Learning, Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Volume 10 No.1
Soahudin, 2014, Islamic Studies Journal, konsep pendidikan Al-Ghazali tinjauan
filsafatpendidikan, | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni.
Sefuddin,
Asis, 2014, Pembelajaran Efektif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Suyono, 2015 Implementasi Belajar Dan
Pembelajaran, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Silbermen, melvin, 1996, Active
Learning 101 Strategis To Tech Any Subject, Boston, diterjemahkan oleh Raisul
Mustaqim, 2009, 101 Cara Siswa Belajar Aktif, Bandung, Nusamedia.
Saputro, Dwi Anip, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Inovasi Pembelajaran untuk Pendidikan Berkemajuan” FKIP Universitas
Muhammadiyah Ponorogo, 7 November 2015
Thoriqussu’ud, Muhammad, 2012, Jurnal Ilmu
Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli.
Wena, Made, 2014, Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontemporer, Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, Jakarta Timur, Bumi
Aksara.
Westwood, Peter, What
Teachers Need to Know about Teaching Methods, (Victoria: ACER Press, 2008).
Crawford, Alan E,
2005, Teaching and Learning Strategies for Thinking Classroom, New York:
The International Debate Education Association
Richard,
Jack C. dan Theodore S. Rodgers, Approaches and Methodes in Language
Teaching, (Cambridge: Cambridge University Press, 1999)
Sanjaya, Wina, 2006, Strategi
Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana
Prenada Media Grup.
Sagala,
Syaiful, 2012, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar Mengajar, Bandung, CV, ALFABETA.
Suprijono,
Agus, 2012, Cooperative learning teori dan aplikasi paikem, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar
Uno, Hamzah, 2011, Model Pembelajaran,Menciptakan Proses Belajar
Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif, Jakarta, Bumi aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda