HARTA DAN KEKUASAAN (18)
Assalamu'alaikum wrwb.
Sahabatku yang disayangi Allah. Mari kita syukuri nikmat Allah yang tak
terhingga. Meskipun belum atau tidak sebanding kewajiban yang kita laksanakan
kepada-Nya, kita tetap mendapat limpahan karunia-Nya.
Shalawat dan salam terus kita lantunkan pada Baginda Rasulullah saw,
supaya hati, pikir, dan perasaan kita semakin peka, bersih, siap menerima
kebaikan, dan yang penting merasa malu melakukan kesalahan atao dosa.
Saudaraku, kekagetan hari ini boleh jadi belum hilang ketika menyaksikan
berita di media, elektronik maupun sosial, bahwa seorang hakim Mahkamah
Konstitusi (MK) ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi
Pemberantasan Korupsi, setelah beberapa tahun lalu, menimpa ketua MK. Anda
tidak usah membayangkan, berapa gaji seorang hakim MK. Belum lagi fasilitas
lainnya. Apalagi mengaitkannya kenapa gaji besar, masih harus melakukan
tindakan korupsi.
Prihatin dan sedih rasanya. Sebagai sesama warga negara, apalagi seagama,
ini menambah daftar panjang tentang contoh, betapa keinginan dan cinta harta secara
tidak benar, akan menyengsarakan manusia. Tidak sabar nunggu di akhirat nanti,
tetapi di dunia nyata sekarang ini. Biasanya hukuman akan lebih lama dari masa
kerjanya.
Allah sudah sangat banyak mengingatkan, "Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu, sampai kamu masuk dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat prrbuatanmu itu). Dan janhanlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yanh yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahim. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul
yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu) (QS. Al-Takatsur:4-8).
Masih banyak lagi peringatan semacam itu, dalam Al-Qur'an. Harta itu
ujian (QS. Al-Anfal: 28). Jangan sampai harta melalaikan kamu dari ingat Allah
(QS. Al-Munafiqun: 9).
Apakah harta yang tidak haknya dan haram itu termasuk rizqi? Apakah salah
jika manusia senang harta. Manusia senang harta adalah wajar (QS. Ali Imran:
14). Menjadi kaya juga tidak dilarang, jika dengan jalan yang halal. Dengan
kaya, seseorang dapat zakat, infaq, sadaqah, hibah, wakaf, dan membuka lapangan
kerja. Membantu orang lain yang butuh pertolongan dan pekerjaan. Akan tetapi
jika harta didapat dengan cara mencuri, korupsi, merampok, menipu, dan cara
lain yang tidak terpuji, tidaklah rizqi. Karena rizqi itu yang halal dan
bermanfaat bagi kita.
Saudaraku, semoga kita bisa ambil pelajaran, dan waspada. Allah telah
memberi bagian (jatah) rizqi masing-masing. Dan sebagian dilebihkan atas yang
lain agar bisa saling tolong menolong (QS. Al-Zukhruf:32). Hidup di dunia ini,
adalah kesenangan yang menipu (QS. Al-An'am: 130). Cinta harta dan jabatan
berlebihan adalah biang kerok setiap kesalahan
( حب المال والجاه رأس كل خطيءة )
Jabatan adalah amanat, yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz cucu Umar bin al-Khaththab, setiap malam selalu
menangis, membayangkan ketakutannya kepada Allah, akan dituntut warganya yang
hidup kekurangan, susah makan minum, dan hidup menderita, di hadapan Rasulullah
saw. Hartanya berkurang 90% setelah menjabat 29 bulan. Hidup dalam
kesederhanaan. Suatu saat Umar bin Abdul Aziz berpesan kepada Abdul Malik di
Madinah "Jika Allah mengujimu dengan kekayaan, maka sederhanalah dalam
kekayaanmu. Rendahkan dirimu di hadapan Allah. Tunaikan hak Allah pada harta
kekayaanmu".
Harta hanyalah alat untuk hidup. Tujuan hidup kita hanya satu, ibadah.
Mengabdi kepada Allah melalui ibadah ritual (mahdlah), diimplementasikan dengan
menolong, membantu, dan peduli kepada sesama.
Rasulullah saw mengingatkan, "Orang yang beriman yang kuat lebih
baik dari orang mukmin yang lemah. Kefakiran nyaris menjadikan seseorang
kafir". Tetapi apalah artinya kekayaan jika itu, tidak halal. Pasti akan
menyengsarakan di dunia dan akhirat.
Jika Anda dapat uang milyaran hasil suap, korupsi, atau menipu, dijamin
pasti "bingung". Mau taruh di bank, PPATK akan bilang rekening
"gendut". Mau dibelanjakan untuk apa, dibilang money laundring (cuci
uang). Untuk bantalan, jadi sakit leher dan kepala. Ditaruh bawah bantal,
ngganjal. Bahkan keluar rumah saja, tidak nyaman, tengok kanan-kiri bak pencuri
yang mengendap-endap, padahal di rumah sendiri, karena takut dimalingi. Itu
baru di dunia. Di akhirat, seseorang yang tidak bisa menjelaskan dari mana
hartanya diperoleh dan untuk apa dibelanjakan, tidak akan bergerak kakinya
(al-Tirmidzi). Na'udzu BiLlah.
Semoga kita jadi hamba yang terus bersyukur, menjemput rizqi yang halal,
kerja keras, ikhlas, ridha dengan rizqi pemberian dan titipan Allah, dan
bertawakkal kepada-Nya. Kita belanjakan untuk keluarga, mendidik anak, hidup
sederhana, tetapi bertabur kebahagiaan dan diembuni keberkahan. Harta tidak
menjamin kebahagiaan, tetapi bersyukurlah kepada Allah, terima kasih kepada sesama,
maka Anda akan bahagia. Semoga. Allah yubarik fikum saudaraku.
Allah a'lam bi al-shawab.
Wassalamu'alaikum wrwb.
Slipi Jakarta, 27/1/2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda