Pengikut

Sabtu, 24 Februari 2018

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI I DEMAK

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 DI SMP NEGERI I DEMAK


TESIS

Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
 Magister Studi  Islam



Oleh:
CHUNDASAH
NIM: 065112009



PROGRAM   MAGISTER
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
2008
IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 DI SMP NEGERI I DEMAK

Abstrak
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan pada masing-masing satuan pendidikan yang merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Implementasi KTSP baru berjalan dua tahun yang diberlakukan pada tahun pelajaran 2006/2007 dengan dasar pelaksanaan Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan Pelaksanaan Permendiknas tersebut. Karena belum lama diberlakukan maka penulis ingin menelitinya, apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan harapan pemerintah atau belum.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa KTSP Pendidikan Agama Islam belum sepenuhnya diimplementasikan dengan baik di SMP Negeri I Demak, baik dari segi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian pembelajaran.

Kata kunci     :  KTSP, PAI, SMP Negeri I Demak

I    Pendahuluan
Perubahan kurikulum merupakan perubahan yang sangat mendasar dalam sistem pendidikan nasional dan akan mengubah komponen-komponen pendidikan lainnya. Perubahan kurikulum harus diantisipasi dan dipahami oleh berbagai pihak, karena kurikulum sebagai rancangan pembelajaran memiliki kedudukan yang sangat strategis, yang menentukan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan baik proses maupun hasil.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan seluruh bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi serta proses pendidikan.[1]
Reformasi kurikulum pendidikan nasional di negara kita sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 2 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah yang mengatur pembagian kewenangan berbagai bidang pemerintahan yang berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini dan masa mendatang termasuk
kegiatan penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu kebijaksanaan pemerintah yang mengalami perubahan dalam proses penyelenggaraan pendidikan antara lain adalah proses pengembangan kurikulum. Tujuannya sebagai upaya untuk mempersiapkan lulusan pendidikan dalam memasuki era globalisasi yang penuh tantangan yang perlu disikapi secara profesional di berbagai bidang dan keterampilan hidup (life skill) yang memadai. Pendidikan perlu dirancang dengan mendasarkan pada kebutuhan riil di lapangan. Apabila kurikulum riil yang dialami oleh anak didik tidak mendapat sentuhan yang wajar/layak dari sekolah maka  setelah  tamat dari sekolahnya mereka akan merasa asing dengan apa yang dihadapinya dan mereka tidak bisa menghadapi problem hidupnya bahkan akhirnya hanya akan menjadi beban masyarakat.
Atas dasar inilah pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi (competency based curriculum) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dalam semua jalur dan jenjang pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.
Pada tahun 2004 pemerintah telah menetapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai kurikulum yang berlaku di Indonesia.[2] Jika dilihat dari berbagai sisi, KBK menjadi kurikulum yang sempurna secara konseptual. Namun berdasarkan penelitian di lapangan KBK mengalami banyak kendala terkait dengan pelaksanaannya sehingga perlu perangkat khusus yang mengatur secara teknis dan detail. Perangkat tersebut disusun berdasar pada kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan siswa. Maka dibentuklah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dalam rangka menjembatani hal tersebut.[3]
Akhirnya  melalui  Undang-undang  No. 20  tahun 2003  tentang  Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI No. 19  tahun  2005  tentang Standar Nasional Pendidikan serta melalui Peraturan Mendiknas No. 22, 23 dan 24 tahun 2006 pemerintah mengamanatkan setiap satuan pendidikan untuk membuat KTSP sebagai pengembangan kurikulum yang  akan  dilaksanakan  pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Sementara itu, KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Terkait dengan penyusunan KTSP ini, BSNP telah membuat Panduan Penyusunan KTSP yang menjadi acuan bagi pendidikan dasar dan menengah.[4] Kemudian sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan dengan prinsip diversifikasi. Kurikulum harus disesuaikan dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan siswa.
E.  Baskoro Poedjinoegroho[5] seperti dikutip Joko Susilo[6] mengatakan bahwa Kurikulum 2006 merupakan penegasan dari kebijakan desentralisasi yang memberi peluang sebesar-besarnya kepada daerah untuk berkembang. Dalam lingkup satuan pendidikan atau sekolah, satuan pendidikan menjadi mandiri dan diberi kesempatan untuk mengerahkan seluruh potensi demi kemajuan pendidikan yang kontekstual walaupun tidak mudah dilakukan.
KTSP memberi keleluasaan penuh setiap sekolah untuk mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar. Juga lebih memberdayakan guru untuk membuat konsep pembelajaran yang membumi sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah. Pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum dan harus memikirkan perencanaan penyampaian materi yang tepat bagi siswanya.
Kurikulum 2004  (KBK)  dan Kurikulum 2006  (KTSP)  keduanya adalah kurikulum yang berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan model-model lainnya sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Madjid dan Dian Andayani.[7] Pertama, pendekatan ini bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus dan bermuara pada hakekat siswa untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini siswa merupakan subyek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Kedua, kurikulum berbasis kompetensi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan keilmuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. Ketiga, ada mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama berkaitan dengan keterampilan.
Proses pembelajaran yang didasarkan pada kompetensi atau penguasaan adalah kegiatan belajar mengajar yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada siswa untuk melakukan sesuatu, berupa seperangkat tindakan intelegensi (dalam bentuk kemahiran, keterampilan dan keberhasilan) dengan penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas-tugas pada jenis pekerjaan tertentu.
Dalam KTSP mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan, siswa menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.[8] Karena pada hakekatnya setiap anak  memiliki  kemampuan  yang  berbeda,  yang  satu  dengan  lainnya  tidak sama (unik).
Bagaimanapun juga pengembangan KTSP yang beragam ini tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Di mana SNP itu terdiri atas delapan komponen, yaitu: standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.[9] Dan dua dari delapan SNP tersebut adalah standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan  acuan  utama  bagi  satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Dengan demikian siswa diharapkan memiliki beberapa kompetensi, yakni: Pertama, kompetensi dasar yaitu ukuran minimal atau memadai yang ditetapkan dengan kemampuan, sikap dan perilaku dasar dalam menguasai materi pokok dan pencapaian hasil belajar. Kedua, kompetensi umum mata pelajaran yaitu kompetensi yang harus dicapai siswa ketika menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu. Ketiga, kompetensi lulusan yaitu kompetensi yang harus dicapai ketika siswa tamat dari suatu jenjang pendidikan.
Di dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Bab II, pasal 3) dikatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Melihat dari tujuan pendidikan nasional yakni untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia maka pendidikan agama di sekolah mendapat sorotan utama dalam upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Oleh  karena  sebagai  dasar  dalam  meningkatkan  mutu bangsa yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan akhlak mulia maka hal itu dapat diperoleh salah satu di antaranya dari pendidikan agama di sekolah.
Kegiatan pendidikan yang antara lain merealisasikan seperti tersebut di atas tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan perlu proses, prosedur dan berlangsung secara bertahap, terus menerus dan berkesinambungan. Karena pendidikan agama menjadi bagian utama dalam kurikulum pendidikan, maka dalam hal pengelolaannya harus dilaksanakan oleh tenaga pendidik yang sesuai dengan ahlinya (profesional). Artinya tenaga pendidik dalam pendidikan agama haruslah orang yang menguasai ilmu agama dan mampu mengajarkannya kepada siswa dengan menggunakan   pendekatan,  metode  dan  media  yang sesuai dengan materi agama tersebut.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kurikulum tidak akan mampu memperbaiki mutu pendidikan jika kualitas guru masih sangat rendah. Dengan kata lain usaha peningkatan mutu pendidikan itu erat kaitannya dengan pemberdayaan guru. Dalam hal ini sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan.
Pembelajaran PAI yang dilaksanakan di SMP mengacu pada Kurikulum 2006  memberi  alokasi  waktu  sebanyak  2  jam  pelajaran  (2 x 40 menit)  per minggu. Kondisi ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kurang berhasilnya pembelajaran pendidikan agama di sekolah umum jika guru PAI tidak mampu melakukan pembelajaran dengan baik. Hal ini terjadi karena waktu dua jam pelajaran per minggu merupakan waktu yang sangat singkat untuk melakukan pembelajaran.
Salah satu cara mengatasi masalah tersebut hendaknya guru mampu melakukan persiapan pembelajaran dengan baik. Persiapan tersebut meliputi penggunaan metode yang tepat, pemanfaatan media dengan baik [10], menetapkan sumber bahan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran (istilah di dalam KTSP adalah indikator) yang telah direncanakan, serta melakukan evaluasi sebagai usaha untuk mengetahui keberhasilan siswa maupun sebagai umpan balik (feedback) bagi guru.[11]
Di sisi lain, pendidikan agama di sekolah kurang mempunyai daya tarik tersendiri bagi siswa maupun bagi orang tua siswa. Karena mereka mempunyai anggapan bahwa pendidikan agama bukan termasuk salah satu mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Dengan melihat kondisi tersebut guru agama dituntut untuk bisa aktif dan kreatif dalam melaksanakan pembelajaran maksudnya guru mampu melakukan interaksi dengan siswa serta mampu menumbuhkan motivasi pada diri  siswa  untuk  mengikuti  pembelajaran  yang dilakukan oleh guru.
Oleh  karena  itu  guru  tidak  sekedar  menyampaikan  materi (transfer of knowledge) semata, akan tetapi diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran terhadap siswa tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan penanaman sikap dan perilaku yang terpuji serta bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ajaran agama. Dengan melihat kondisi di atas sehubungan dengan dilaksanakannya Kurikulum 2006 (KTSP), maka penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang bagaimana implementasi KTSP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri I Demak.
Penulis  memilih  tempat  penelitian  di  SMP  Negeri  I  Demak  karena sekolah tersebut merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Demak sekaligus menjadi dambaan bagi lulusan SD yang ingin melanjutkan pendidikannya ke SMP. Keberhasilan proses pendidikan di SMP Negeri I Demak ini antara lain diindikasikan dengan banyaknya alumni yang diterima di SMA favorit di kota Demak. Di samping itu SMP Negeri I Demak adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) merupakan sekolah yang memenuhi standar prestasi dan standar pengelolaan minimal seperti yang telah ditetapkan BSNP. Sekolah Standar Nasional merupakan program unggulan pemerintah dalam bidang pendidikan dan dikembangkan untuk memberikan jaminan mutu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Penilaian dan penetapan SSN dilakukan pemerintah berdasarkan PP. No. 19 tahun 2005 tentang SNP. [12]

II. Kerangka Teori

A.    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Namun kemudian pengertian kurikulum oleh Saylor dan Alexander sebagaimana dikutip oleh Nasution[16] bukan hanya sekedar memuat sejumlah mata pelajaran, akan tetapi segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha tersebut dilakukan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Lihat juga Langgulung. [17]
Jika sebelumnya kurikulum hanya terbatas pada kegiatan pengajaran yang dilakukan di ruang kelas, maka kemudian pendidikan dapat pula memanfaatkan berbagai sumber pengajaran yang terdapat di luar kelas, seperti perpustakaan, museum, pameran, majalah, surat kabar, siaran televisi, radio, pabrik, dan sebagainya. Dengan cara demikian siswa tetap bisa selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan lainnya yang terjadi
di luar sekolah.
Dalam perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum bergeser kepada pengertian kurikulum yang memperhatikan minat dan kebutuhan anak didik (child centered curriculum). Anak didik tidak lagi diperlakukan hanya sebagai obyek yang statis melainkan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan jiwanya. Pemahaman baru terhadap anak didik yang berimbas pada pergeseran pengertian kurikulum tercermin dalam mendefinisikan kurikulum. Misalnya definisi kurikulum yang dikemukakan oleh Kearney dan Cook, sebagai berikut:
All the experiences that a learner has under the guidance of the school, objectives, content, processes, resources, and means of evaluation of all the learning experiences planned for pupils both in and out of the school and community through classroom instruction and related program (for example, field trips, library programs, word experiences, education guidance, and extra classroom activities).[18]

Sedangkan Hamalik [19] memberikan beberapa tafsiran kurikulum dalam tiga hal, yaitu:
1)      Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
2)      Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran
3)      Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar
David Pralt dalam Burhan Nurgiantoro [20] mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat pelatihan yang implikasi ekspilisitnya meliputi lima hal, yaitu:
1)      Kurikulum adalah suatu rencana (intention) yang diwujudkan dalam bentuk tulisan, 2) Kurikulum merupakan perencanaan atau rancangan kegiatan, 3) Kurikulum berisi hal yang harus dikembangkan dalam diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas guru yang dituntut, dsb, 4) Kurikulum melibatkan maksud atau tujuan pendidikan formal, 5) kurikulum adalah sebuah system yang menyatukan berbagai komponen seperti tujuan, isi, sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Selama ini kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui
kegiatan pembelajaran di sekolah ternyata kurang menguntungkan karena membatasi anak dalam proses belajar mengajar saja atau kurang memperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh di luar kelas.
Kurikulum yang bersifat demikian hanya menerapkan aspek intelektual saja yang harus dikuasai siswa dan mengabaikan aspek-aspek lain yang sangat berpengaruh pada perkembangan kejiwaan anak. Kemudian para ahli berusaha merumuskan kembali kurikulum yang sejalan dengan perkembangan era modern dan kebutuhan masyarakat.
Di Indonesia, usaha perbaikan mutu pendidikan disikapi dengan diberlakukannya Kurikulum 2004 yang terkenal dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun karena KBK oleh BSNP dinilai sarat isi tanpa standar kompetensi yang jelas [21] maka pada tahun 2006 digulirkan Kurikulum 2006 yang disesuaikan dengan perkembangan iptek, serta tuntutan kebutuhan lokal, nasional dan global yang dinamai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai penyempurna Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penyempurnaan kurikulum dilakukan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif.
Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP) merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab I Pasal 1 diuraikan tentang pengertian kurikulum tingkat satuan pendidikan yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabi. Silabi adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabi merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Mc. Ashan dalam Mulyasa [22] mengatakan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperoleh seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik termasuk menyangkut perilaku-perilaku kognitif, afektif  dan  psikomotorik. Jadi  kompetensi  merupakan  keterampilan, sikap dan nilai yang harus dimiliki oleh individu  dalam  melaksanakan tugas-tugas dengan baik.
Gordon menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi, sebagai berikut:
1)      Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya: seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap siswa sesuai dengan kebutuhannya.
2)      Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif yang dimiliki oleh individu. Misalnya: seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi siswa, agar dapat melaksanakan secara efektif dan efisien.
3)      Kemampuan (skill);  adalah  sesuatu  yang  dimiliki  oleh  individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya: kemampuan guru dalam memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada siswa.
4)      Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya: standar  perilaku  guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain lain).
5)      Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya: reaksi terhadap krisis ekonomi, reaksi terhadap krisis moral bangsa, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji, dan sebagainya.
6)      Minat (interest); adalah kecenderungan  seseorang  untuk  melakukan suatu  perbuatan. Misalnya: minat  untuk mempelajari atau melakukan sesuatu. [23]
Ciri utama seseorang yang memiliki kompetensi adalah apabila ia dapat menjalankan suatu tugas dengan baik. Kompetensi tertentu yang dimiliki seseorang akan dapat mencerminkan gambaran tingkah laku yang diharapkan. Dengan demikian, kompetensi untuk menjalankan tugas-tugas tertentu pada masa mendatang dimungkinkan untuk dipersiapkan sejak awal. Atas pengertian tersebut maka kompetensi dijadikan basis di dalam merumuskan suatu kurikulum pendidikan.
B.     Dasar Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
                              Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
                              Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, dan berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Sedangkan dasar/landasan filosofis diberlakukannya KTSP adalah dalam rangka untuk lebih merespon tuntutan reformasi, globalisasi otonomi daerah. [24]
Pertama, reformasi bertujuan untuk menegakkan demokrasi, menerapkan dan menghargai hak asasi manusia. Dua komponen ini telah berpengaruh terhadap keseluruhan struktur pemerintah, politik, ekonomi, sosial  budaya  dan  dengan  sendirinya terhadap sistem pembangunan pendidikan nasional termasuk di dalamnya kurikulum.
Kedua, otonomi daerah, dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 2 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang pendidikan dinyatakan bahwa perlu penetapan standar kompetensi siswa dan peraturan kurikulum nasional membawa konsekuensi untuk menyempurnakan kurikulum terdahulu. Peraturan tersebut menuntut perubahan dalam pengelolaan pembelajaran dari yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik dalam upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam meningkatkan mutu secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh.
Ketiga, perubahan pada abad ke-21 membawa implikasi yang besar dalam bidang pendidikan, pengetahuan seseorang akan lebih cepat usang, tidak relevan dan kehilangan nilai, jika hal ini tetap diharapkan untuk selalu mutakhir,  pengetahuan harus diperbaharui  dengan cara yang baru.
                              Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan     pendidikan diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka. Muslich [25] mengatakan prinsip pengelolaan KTSP mengacu pada ”kesatuan dalam kebijaksanaan dan keberagaman dalam pelaksanaan”. Yang dimaksud dengan ”kesatuan dalam kebijaksanaan” ditandai dengan sekolah-sekolah menggunakan perangkat dokumen KTSP yang ”sama” dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan ”keberagaman dalam pelaksanaan” ditandai dengan keberagaman silabi yang akan dikembangkan oleh sekolah masing-masing sesuai dengan karakteristiknya.
C.     Pendidikan Agama Islam
1.   Pengertian Pendidikan Agama Islam
Islam sebagai agama universal memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan yang bahagia, yang pencapaiannya sangat bergantung pada pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pembuka kehidupan yang dipergunakan manusia (Tafsir, 2004). Oleh karena itu, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat, yang bersifat organis-fungsional, di mana pendidikan difungsikan sebagai alat untuk  mencapai  tujuan  keislaman, dan  Islam  menjadi  kerangka  dasar serta pondasi pengembangan pendidikan Islam.
Sangat banyak pengertian  pendidikan  Islam  yang telah dikemukakan   para  ahli  pendidikan  Islam. Misalnya:  At-Thoumy  al-Syaibani dalam Arifin;[26] Abdurrahman an-Nahlawi; [27] Imam Bawani; [28] Abdur  Rahman  Saleh [29]dan Murni Jamal.[30]
Dari uraian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan agama Islam adalah usaha/bimbingan secara  sadar  kepada anak didik agar menjadi insan yang berkepribadian luhur, mengerti dan memahami sekaligus mengamalkan ajaran Islam yang dianutnya sebagai bekal hidup di dunia dan akhirat.
2.   Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
a.       Dasar Yuridis pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dibagi 3 yaitu: 1) Landasan Ideal: Pancasila, 2) Landasan  Konstitusional, dan 3) Landasan Operasional.
Pancasila sangat relevan untuk penerapan filosofi pembelajaran yang mendunia seperti empat pilar belajar, yaitu: belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Keempat pilar belajar tersebut, semangatnya tidak bertentangan dengan tatanan Islam sebagaimana diungkap oleh Mahmud Syalthut bahwa tatanan Islam merupakan tatanan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, pribadi dengan dirinya sendiri, pribadi dengan masyarakat muslim maupun non muslim, serta   hubungan  dengan  alam  dan  kehidupan  secara   universal ( Dellor dalam Depag, 2003: 3-4).
Di dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan ayat 2 berbunyi, ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk   memeluk  agamanya  masing-masing  dan  untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Untuk melaksanakannya maka perlu pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam.
Landasan operasional pendidikan agama Islam adalah Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 3, disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
b.    Dasar Religius
           Dasar religius pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dibagi 2, yaitu: Al-Qur’an dan As-Sunnah:
Banyak  ayat  di dalam  al-Qur’an  yang  menyuruh  manusia untuk belajar dan mencari ilmu, di antaranya adalah:
1)      Surat al-Alaq [96]: 1-5:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ  t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ  ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ

Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.[1] Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

2)      Surat Ali Imran, [3]: 104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ì...s3YßJø9$# ÇÊÉÍÈ   

Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar.

3)            Hadits
 (a) يا أبا ذ ر,لأن تعد وفتعلم اية من كتاب الله خيرلك من أن تصلي ما ئة ركعة, ولان تغدو فتعلم بابا من ا لعلم عمل به اولم يعمل, خيرمن ان تصلي ألف ركعة.(ابن ماجة)
Artinya: 
Wahai Aba Dzar, kamu mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu dari pada shalat (sunnah) seratus rakaat. Dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik dari pada shalat seribu rakaat (HR. Ibnu Majah).


 (b) بلغو عنى ولواية. (روا ه البخاري)
Artinya: Sampaikanlah olehmu mengenai hal agama walaupun satu ayat (HR. Bukhari).

 3.    Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Hasan  Langgulung [31]  tujuan  pendidikan Islam harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan aqidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia menjadi lebih sempurna dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan antara  manusia  satu  dengan  yang  lain  dan  dengan  masyarakat di mana  masing-masing  bertanggung  jawab untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang.
Senada dengan Langgulung adalah pendapat yang  diuraikan oleh Athiyah  al-Abrasyi, [32] dan Quraish Shihab dalam Abudin Nata.[33]
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut dapat diketahui

bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Allah dengan memakmurkan dan mengolah bumi sesuai dengan kehendak-Nya.
2.      Mengarahkan manusia agar seluruh tugas kekhalifahan di bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah, sehingga tugas tersebut terasa ringan.
3.      Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak menyalah-gunakan fungsi kekhalifahannya.
4.      Membina dan mengarahkan potensi   akal,  jiwa   dan  jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang dapat mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya.
5.      Mengarahkan manusia agar bisa mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Lebih lanjut, tujuan Pendidikan Agama Islam di SMP/MTs adalah:
a.       Menumbuhkembangkan   aqidah   melalui   pemberian,   pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan serta pengalaman siswa tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaan-Nya kepada Allah Swt.
b.      Mewujudkan  manusia  Indonesia   yang  taat  beragama  dan  berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
D.    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
1.      Kegiatan Pembelajaran
            Penggunaan istilah ”pembelajaran” sebagai  pengganti istilah mengajar sudah cukup lama dipakai di dalam dunia pendidikan. Istilah pembelajaran berhubungan  erat  dengan  pengertian  belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran adalah interaksi yang terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang terjadi dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan demi tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) harus memperhatikan: (1) apa yang akan diajarkan; (2) bagaimana cara mengajarkannya; dan (3) bagaimana cara mengetahui bahwa yang diajarkan telah dikuasai atau dimiliki siswa. Pertanyaan pertama berkaitan dengan tujuan dan materi PAI yang akan diajarkan, pertanyaan kedua menyangkut metode mengajar dan alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran PAI, dan  pertanyaan  ketiga  berkaitan  dengan  cara  mengevaluasi  materi yang  telah diajarkan. [34]
2.      Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
            Guru harus menyadari bahwa pembelajaran  memiliki sifat yang sangat komplek karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara bersamaan.[35] Aspek pedagogis  menunjuk  pada  kenyataan  bahwa  pembelajaran  berlangsung  dalam  suatu  lingkungan  pendidikan, sehingga  guru  harus  mendampingi siswa menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi tertentu. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa siswa pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap, dan sebagainya. Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan belajar siswa oleh guru. Guru harus menentukan secara tepat jenis belajar yang paling berperan dalam proses pembelajaran dengan mengingat kompetensi dasar yang harus dicapai. Untuk  kepentingan tersebut, guru harus memiliki pengetahuan yang  luas  mengenai  jenis-jenis  belajar,  kondisi   internal-eksternal siswa, serta menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (pakem).  
 Model pembelajaran pakem merupakan salah satu model  pembelajaran
yang  diinginkan  dalam  implementasi  KTSP  di  dalam  kelas.  Secara  umum tujuan penerapan pakem adalah agar pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dapat merangsang aktivitas dan kreativitas belajar siswa serta dilaksanakan dengan efektif dan menyenangkan.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi yang dapat melibatkan siswa secara optimal.
3.      Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas  atau  karakteristik  tertentu yang membedakan dengan mata pelajaran lain. Adapun karakteristik  mata pelajaran PAI di SMP adalah sebagai berikut:[36]
(a)     PAI  merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang  terdapat dalam agama  Islam,  sehingga  PAI merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam.
(b)       PAI merupakan mata  pelajaran  pokok  yang  menjadi satu  komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata  pelajaran  lain yang bertujuan untuk pengembangan moral dan kepribadian siswa.
(c)       PAI bertujuan untuk membentuk siswa yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam.
PAI menekankan penguasaan kajian keislaman sekaligus pengamalan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Sehingga PAI tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah pada aspek afektif dan psikomotornya.
(d)      PAI bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. (dalil naqli) dan juga ijtihad (dalil aqli) para ulama dalam pengembangan prinsip-prinsip PAI dengan lebih rinci dan mendetail dalam  bentuk  fiqih  dan  hasil-hasil  ijtihad  lainnya.
(e)       Prinsip-prinsip dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam,
yaitu: aqidah, syari’ah dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syari’ah merupakan penjabaran dari konsep islam; syari’ah memiliki dua dimensi kajian pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan.
(f)        Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI di SMP adalah terbentuknya  siswa yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur). Tujuan ini yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw. di dunia. Dengan demikian, pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah jiwa PAI. Mencapai akhlak yang karimah adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal ini bukan berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan pendidikan jasmani, akal, ilmu, ataupun  segi-segi  praktis  lainnya, tetapi  pendidikan Islam memperhatikan   pendidikan  akhlak  seperti  juga  segi-segi  lainnya.
(g)       PAI merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa,  terutama  yang  beragama  Islam, atau bagi yang beragama lain yang  didasari  dengan  kesadaran  yang   tulus  dalam mengikutinya.
      Itulah gambaran tentang karakteristik PAI pada umumnya dan mata pelajaran PAI di SMP pada khususnya yang dapat dikembangkan oleh para guru PAI dengan variasi-variasi tertentu, selama tidak menyimpang dari karakteristik umum ini.
4.      Ruang Lingkup, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam
a.      Ruang Lingkup
            Ruang lingkup  Pendidikan Agama Islam  sesuai  Standar Kompetensi  Lulusan  (SKL)  –Permendiknas  Nomor 23 Tahun 2006- meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
(1)   Al-Qur’an dan Hadits
 (2)  Aqidah
 (3)  Akhlak
 (4) Fiqih
 (5) Tarikh dan Kebudayaan Islam
Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan  indikator  pencapaian  kompetensi  untuk  penilaian harus mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar.
b.      Standar Kompetensi
Acuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran dan memantau perkembangan mutu pendidikan adalah standar kompetensi. Standar kompetensi yaitu kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk satu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh siswa; atau kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu lulusan dalam suatu mata pelajaran. [37]
Menurut  definisi  tersebut,  standar  kompetensi  menyangkut dua hal, yaitu standar isi (content standards), dan standar unjuk kerja (performan standards). Standar kompetensi yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap standar isi.[38] Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa standar kompetensi memiliki dua penafsiran, yaitu: (1) pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa dan kemampuan melakukan sesuatu dalam mempelajari suatu mata pelajaran, dan (2) peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian seperti lulus atau memiliki keahlian.
Dalam merumuskan standar kompetensi PAI ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, aspek, ruang lingkup atau cakupan standar kompetensi. Kedua, kata kerja yang digunakan dalam merumuskan standar kompetensi. Adapun masalah aspek dan cakupan dalam perumusan standar kompetensi dapat berupa kompetensi dalam aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
Kata kerja yang digunakan adalah kata  kerja yang operasional dan terukur. Operasional mengandung arti bahwa kata kerja tersebut  menggambarkan unjuk kerja tertentu, dan terukur mengandung arti bahwa unjuk kerja tersebut dapat  dibandingkan dengan unjuk kerja yang standar.
Dua hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam menentukan   standar  kompetensi  yang dijabarkan dari tujuan  pendidikan nasional, yaitu:
(1)    Kecakapan hidup (life skill), yaitu keterampilan untuk menciptakan atau menemukan pemecahan masalah-masalah baru (inovasi) dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur yang telah diajarkan aspek-aspeknya seperti yang sudah diuraikan di bagian depan.
(2)       Kecakapan sikap (afektif), meliputi: (a) sikap yang berkenaan dengan nilai, moral, tata susila, baik buruk, dsb; dan (b) sikap yang berhubungan dengan materi dan kegiatan pembelajaran, seperti  menyukai, memandang positif, menaruh minat, dsb.
c.      Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Setiap standar kompetensi dapat dijabarkan menjadi beberapa kompetensi dasar (misalnya 3-6) namun bisa saja kurang atau lebih dari itu. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa dari standar kompetensi untuk suatu mata pelajaran. [39]
Kata kerja yang digunakan pada standar kompetensi dan kompetensi  dasar  adalah  kata  kerja  yang  operasional.  Kata  kerja  yang digunakan pada kompetensi dasar bisa sama dengan kata kerja yang digunakan pada standar kompetensi, namun cakupan materinya lebih sempit.
      5.   Manajemen pembelajaran PAI
                              Arikunto mengatakan bahwa keberhasilan pembelajaran antara lain bergantung pada mutu pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran adalah kegiatan yang meliputi tiga hal, yaitu: a. merencanakan pembelajaran; b. melaksanakan pembelajaran; dan c. mengevaluasi hasil belajar siswa. Keberhasilan pembelajaran di sekolah dapat terwujud jika ditentukan oleh kualitas manajemennya.
Belajar agama Islam yang direncanakan adalah aktivitas pendidikan yang secara sadar dirancang untuk membantu murid dalam mengembangkan pandangan hidup baik yang bersifat manual maupun mental spiritual. Proses perubahan tingkah laku manusia untuk menjadi muslim, mukmin, muttaqin dan sebagainya salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan pembelajaran.[40] Pembelajaran dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan potensi murid menuju jalan kehidupan yang disediakan oleh Allah dan murid sendiri yang memilih, memutuskan dan mengembangkan jalan hidupnya. Fungsi guru PAI adalah berupaya untuk memilih, menetapkan dan mengembangkan metode  pembelajaran  yang  dapat  memudahkan  murid mempelajari Islam untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidupnya.
6.   Komponen Manajemen Pembelajaran PAI
Berkaitan dengan manajemen pembelajaran, Suryosubroto mengemukakan bahwa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a) Kemampuan merencanakan pembelajaran;b) Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran; c) Kemampuan mengevaluasi/mengadakan penilaian pembelajaran.[41]
a.      Perencanaan pembelajaran
Seorang guru harus memiliki kemampuan merancang perencanaan pembelajaran secara profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai seorang pendidik, pembelajar sekaligus sebagai perancang pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu bagian  program pembelajaran yang memuat tentang persiapan guru mengajar dan berfungsi sebagai acuan untuk melaksanakan pembelajaran agar lebih terarah dan berjalan lebih efektif. Dengan demikian guru PAI sebagai perancang pembelajaran sekaligus sebagai pengelola dan pelaksana proses pembelajaran harus memiliki keterampilan dan pengetahuan.
1)  Silabi
Silabi didefinisikan sebagai ”garis besar, ringkasan, ikhtisar atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran”.[42] Istilah silabi digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Dalam kurikulum 2006 silabi disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar.[43]
Sedangkan manfaat silabi adalah: 1) Sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian; 2) Sebagai sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun satu kompetensi dasar; 3) sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil atau pembelajaran secara individual; dan 4) sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian, yang dalam pembelajaran berbasis kompetensi (KTSP) sistem penilaian  selalu  mengacu pada SK, KD dan pembelajaran yang terdapat di
                                    dalam   silabi.[44]
2)   Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.
Di dalam kurikulum 2006 (KTSP) secara teknis rencana  pembelajaran   mencakup komponen-komponen berikut:
(1)         Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran
(2)         Tujuan pembelajaran
(3)         Materi pembelajaran
(4)         Pendekatan dan metode pembelajaran
(5)         Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
(6)         Alat dan sumber belajar
(7)         Evaluasi pembelajaran
Dengan demikian inti dari perencanaan pembelajaran adalah proses memilih, menetapkan dan mengembangkan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran, menawarkan bahan ajar, menyediakan pengalaman belajar yang bermakna serta mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran dalam mencapai hasil pembelajaran.
b.      Pelaksanaan pembelajaran
Yang   dimaksud  dengan  pelaksanaan  pembelajaran  adalah  proses berlangsungnya pembelajaran di kelas maupun di luar kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Menurut Lefrancois seperti dikutip oleh Suryobroto pelaksanaan pembelajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran.[45]
Menurut Muslich pembelajaran - istilah lain dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) - merupakan langkah-langkah kongkrit kegiatan belajar siswa dalam rangka memperoleh, mengaktualisasikan atau meningkatkan kompetensi yang dikehendaki.[46] Dengan kata lain, pembelajaran merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan ”tahu” terhadap pengetahuan dan pada akhirnya ”mampu” untuk melakukan sesuatu.
Tahapan  kegiatan  pembelajaran  menururt  Abdul Majid meliputi: [47]
1)      Kegiatan awal
Kegiatan pendahuluan dimaksudkan sebagai jembatan atau pemanasan yang menghubungkan pelajaran sebelumnya dengan pelajaran yang akan diajarkan, yang fungsinya untuk memberikan motivasi kepada siswa, memusatkan perhatian dan mengetahui apa yang telah dikuasai siswa berkaitan dengan bahan yang akan dipelajari. Kegiatan pendahuluan ini dapat dilakukan dengan bermacam cara, antara lain:
a)      Melaksanakan apersepsi atau penilaian kemampuan awal
Kegiatan ini dilakukan  untuk  mengetahui  sejauh  mana kemampuan awal yang dimiliki siswa dan tidak mengesampingkan motivasi belajar terhadap siswa.
b)      Menciptakan kondisi awal pembelajaran melalui upaya:
i.        Menciptakan semangat dan kesiapan belajar melalui bimbingan guru kepada siswa.
ii.      Menciptakan suasana pembelajaran demokratis dengan memberdayakan keunggulan yang dimiliki siswa.
2)      Kegiatan inti
Kegiatan inti adalah kegiatan utama untuk menanamkan, mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan berkaitan dengan bahan kajian yang bersangkutan. Kegiatan inti setidaknya mencakup:
a)      penyampaian tujuan pembelajaran
b)      penyampaian materi/bahan ajar dengan menggunakan pendekatan dan metode, sarana dan alat/media yang sesuai.
c)   pemberian bimbingan bagi pemahaman siswa
d)   melakukan pemeriksaaan/pengecekan terhadap pemahaman siswa
3)      Penutup
                        Kegiatan penutup memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan bahan kajian yang diberikan pada kegiatan inti.  Kesimpulan  ini  dibuat  oleh guru dan atau bersama-sama dengan siswa. Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan akhir adalah:
a)      Melaksanakan penilaian akhir dan mengkaji hasilnya
b)      Melaksanakan kegiatan tindak lanjut, di antaranya: memberi tugas atau latihan-latihan, menugaskan mempelajari materi tertentu dan memberi motivasi/bimbingan belajar.
c)      Mengakhiri proses pembelajaran dengan menjelaskan atau memberi tahu materi pokok yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
c.       Penilaian pembelajaran
            Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan  tingkat keberhasilan pencapaian  kompetensi  yang telah  ditentukan. [48]
Penilaian dalam KTSP menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan komprehensip guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama dan menilai diri sendiri. Karena itu, penilaian dilakukan dalam kerangka Penilaian Berbasis Kelas (PBK).[49] Dikatakan PBK  karena  kegiatan  penilaian  dilakukan  secara  terpadu  dalam kegiatan pembelajaran.
Sedang PBK yang disusun secara berencana dan sistematis oleh guru menurut Majid, memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran dan umpan balik.[50] Fungsi motivasi, penilaian yang dilakukan oleh guru harus mendorong motivasi siswa untuk belajar. Latihan, tugas dan ulangan harus dirancang sedemikian rupa sehingga siswa terdorong untuk terus belajar dan merasa kegiatan tersebut menyenangkan dan menjadi kebutuhannya. Fungsi belajar tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar harus menjadi fokus dalam perancangan materi yang dicakup setiap kali guru melakukan penilaian. Jika kompetensi belum dikuasai siswa, penilaian harus terus dilakukan hingga semua atau sebagian besar siswa benar-benar telah menguasai kompetensi yang dimaksud. Fungsi sebagai indikator efektivitas pengajaran, di samping untuk memantau kemajuan belajar siswa, penilaian juga untuk  mengetahui  seberapa  jauh  KBM  telah  berhasil.
Fungsi umpan balik, umpan balik hasil penilaian  bermanfaat  bagi siswa untuk mengetahui kelemahan belajarnya dan bagi guru berfungsi untuk melihat kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran. Dalam hal tertentu hasil penilaian juga dapat mendorong dan membantu ketercapaian target penguasaan kompetensi.
                        Kriteria atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian pembelajaran PAI adalah:
1)     Penilaian dapat dilakukan melalui tes maupun non tes.
2)     Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik.
3)     Menggunakan berbagai bentuk dan teknik penilaian pada saat pembelajaran sedang berlangsung, misalnya: mendengarkan, observasi, mengajukan pertanyaan, mengamati hasil kerja dan memberikan tes.
4)     Pemilihan alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran.
5)     Alat penilaian harus mendorong kemampuan penalaran dan kreativitas, misalnya: penilaian kinerja, penilaian penugasan, peni-laian hasil kerja, penilaian tes tertulis, portofolio dan penilaian sikap.
6)     Mengacu pada prinsip diferensi, yaitu memberi peluang kepada siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, dipahami dan mampu dilakukan.
7)     Tidak bersifat diskriminasi, artinya memberi peluang yang adil kepada semua siswa.

E. Analisis Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Implementasi kurikulum adalah operasional konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Secara garis besar implementasi kurikulum mencakup tiga kekuatan pokok, yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian pembelajaran.
Mars dalam Mulyasa mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah; dukungan rekan sejawat guru dan dukungan internal yang datang dari guru sendiri. Dari berbagai faktor tersebut guru merupakan faktor penentu di samping faktor-faktor lain.[51] Dengan kata lain, keberhasilan implementasi kurikulum (KTSP) sangat ditentukan oleh guru, karena bagaimanapun baiknya sarana pendidikan apabila guru tidak melaksanakan tugas dengan baik, maka hasil implementasi kurikulum (pembelajaran) tidak akan
memuaskan.
Sebagaimana  sudah  peneliti  deskripsikan  pada  bab  sebelumnya bahwa kegiatan pembelajaran PAI di SMP Negeri I Demak meliputi tiga tahap, yaitu: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian pembelajaran.
1.      Tahap Perencanaan
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru mencakup pengembangan silabi, perencanaan program tahunan dan program semester serta membuat program harian dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Format silabi yang digunakan SMP Negeri I Demak adalah format yang dicontohkan oleh BSNP. Di dalamnya tersusun kompetensi yang harus dikuasai siswa, standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian dan sumber belajar. Semua sudah diuraikan oleh BSNP secara lengkap. Satuan pendidikan/guru tinggal mengembangkan. Namun kenyataannya, guru PAI SMP Negeri I Demak tidak mengembangkannya lagi dengan beberapa alasan, di antaranya adalah guru sudah terbiasa menerima segala sesuatu (kurikulum) dalam bentuk jadi dan siap pakai sebagaimana pada kurikulum 1994, GBPP tinggal menggunakan.
Tentu saja hal ini tidak sejalan dengan amanat Kurikulum 2006. Dalam kurikulum 2006 (KTSP) guru diberi kebebasan untuk mengubah, memodifikasi bahkan membuat sendiri silabi yang sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah. Sebagaimana pendapat Karnadi (pakar kurikulum, dosen UNJ) yang menjelaskan bahwa KTSP tidak hanya menyempurnakan kurikulum sebelumnya, namun memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada daerah dan memberi ruang lebih luas bagi otonomi sekolah. Pemerintah hanya menetapkan standar minimal kurikulum yang harus dipenuhi, selebihnya bergantung pada masing-masing sekolah. [52]
Demikian halnya, prota, promes dan RPP yang digunakan oleh guru PAI SMP Negeri I Demak juga disusun oleh guru PAI melalui forum MGMP
Kab. Demak dengan alasan agar diperoleh keseragaman. Artinya guru-guru PAI SMP Negeri I Demak tidak terlibat semuanya dalam proses penyusunan hal-hal tersebut di atas. Hanya seorang guru yang terlibat karena dia adalah pengurus MGMP PAI Kab. Demak.
Hal demikian tentunya tidak diharapkan di dalam implementasi KTSP. Menurut Prof. Ansyar seperti dilansir Antara,[53] bahwa pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus memikirkan perencanaan penyampaian materinya, setelah selama ini hanya mengajar sesuai kurikulum yang diturunkan pusat. Menurutnya, penerapan KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu tiap guru yang akan mengajar di kelas dituntut memiliki kemampuan menyusun  kurikulum yang tepat bagi siswanya.
2.  Tahap Pelaksanaan
Proses  pembelajaran  selain  diawali  dengan perencanaan yang baik, didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan siswa. Pengelolaan pembelajaran  merupakan  suatu  proses  penyelenggaraan  interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pada Kurikulum 2006 (KTSP) materi pembelajaran lebih sedikit dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Namun karena belajar adalah membantu siswa mencapai kompetensi maka materi pembelajaran dirasa masih terlalu banyak sedangkan waktu yang disediakan terbatas, yaitu 2 jam pelajaran X 40 menit setiap satu pertemuan dalam seminggu.
Hal ini terjadi karena kemampuan siswa tidak sama, ada yang tinggi, sedang atau rendah. Sedang guru belum menguasai metode pembelajaran danbelum memberdayakan sumber-sumber belajar yang ada secara maksimal.
 Sehingga jika guru merasa dikejar-kejar oleh materi dan waktu.
Selain itu guru perlu memahami pola pengalaman belajar siswa dan kemungkinan hasil belajar yang dicapainya sebagaimana yang dikemukakan oleh Confucius, filosof Cina dalam Mel Silberman di dalam buku Active Learning: What I hear, I forget; What I see, I remember; What I do, I unserstand.[54]
Muslich yang mengembangkan pendapat Mel Silberman dalam ”Kerucut Pengalaman Belajar” mengatakan bahwa pengalaman belajar yang ’didengar’ dan ’dilihat’ oleh siswa hanya mampu diingat oleh siswa sebanyak 30 %, namun jika siswa ”mendengar, melihat, membahas/ mendiskusikan dan mempraktekkannya” maka siswa akan menjadi mengerti dan terampil serta mampu mengingat sampai 90 %.[55]
Oleh sebab itu pengalaman belajar yang telah diidentifikasi dalam silabi perlu digunakan sebagai acuan oleh guru dalam mengembangkan strategi atau metode pembelajaran. Pengalaman belajar dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas. Hal yang tidak boleh dilupakan bahwa pengalaman belajar yang diberikan bukan semata-mata mengembangkan kemampuan dan keterampilan akademis (academic skill) tetapi juga keterampilan hidup (life skill) yang sangat diperlukan bagi kehidupan siswa sebagai anggota masyarakat.
Sedang metode pembelajaran yang digunakan oleh  guru  PAI  SMP Negeri  I  Demak  antara  lain  adalah  metode   ceramah,  tanya jawab, pemberian tugas, diskusi, tutor sebaya, modeling dan demonstrasi. Namun  metode yang sangat dominan digunakan adalah metode ceramah.
Kita tahu bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Sehingga, orientasi pembelajaran bergeser dari ”guru dan apa yang harus dilakukan” ke ”siswa dan apa yang harus mereka lakukan”, dari ”teacher oriented” ke ”student oriented”. [56]
Dengan demikian, siswa belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian mereka. Kata kuncinya adalah ”Bawalah mereka dari dunia mereka ke dunia kita, kemudian antarkan mereka dari dunia kita ke dunia mereka kembali!”. [57]
Terlepas dari semua metode yang digunakan oleh guru PAI SMP Negeri I Demak, satu metode yang hendaknya tidak ditinggalkan oleh guru PAI adalah metode keteladanan. Hal ini penting karena figur guru selayaknya menampilkan kepribadian yang sopan, ramah, tidak mudah marah, pemaaf, pandai, rapi, bersih, taat beribadah dan sebagainya.
Pada umumnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI SMP Negeri I Demak belum menerapkan konsep belajar tuntas. Ini terbukti pada saat peneliti mengadakan observasi kelas, materi pembelajaran yang belum selesai ”dinyatakan selesai” dan siswa diminta oleh guru untuk memperdalam pemahaman di rumah kemudian guru melanjutkan ke materi pembelajaran berikutnya dengan alasan untuk mengejar waktu [58] sehingga sejauh mana kompetensi yang sudah dikuasai siswa tidak bisa diukur. Hal ini bisa ’sedikit’ dimengerti mengingat pada semester II alokasi waktu/minggu efektif untuk pembelajaran lebih sedikit dibandingkan pada semester I karena terkurangi untuk pelaksanaan latihan ujian nasional (try out), pelaksanaan ujian nasional maupun ujian sekolah bagi kelas IX. Namun hal ini tidak dapat digunakan sebagai alat pembenaran mengingat standar kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa juga lebih sedikit dibandingkan dengan pada semester I.
Pembelajaran remediasi dilakukan oleh guru PAI SMP Negeri I Demak jika dalam satu kelas hampir separoh atau lebih dari separoh siswa yang belum mencapai kompetensi dasar. Dan terhadap siswa yang masih juga belum kompeten maka guru memberi tugas khusus yang tentu saja lebih mudah jika dibandingkan dengan tugas sebelumnya yang diberlakukan bagi semua siswa di kelas.
3.   Tahap Penilaian
Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses pembelajaran. Sesuai dengan standar nasional pendidikan disyaratkan bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru PAI SMP Negeri I Demak secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan  harian, ulangan  tengah  semester, ulangan umum semester dan ulangan kenaikan kelas.
Ulangan harian pada umumnya dilakukan oleh guru PAI SMP Negeri I Demak setiap selesai proses pembelajaran dalam kompetensi dasar tertentu. Ulangan harian terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab para siswa dan tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep dan kompetensi dasar yang sedang dibahas.
Jika nilai yang diperoleh dari ulangan harian tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu nilai 70 untuk kelas VII dan VIII dan 75 untuk kelas IX untuk beberapa siswa maka biasanya guru tidak mengadakan ”bimbingan khusus” kepada mereka, atau mengadakan remediasi dengan cara memberikan tugas lain yang masih berkaitan dengan materi ulangan harian. Jika ada separoh anak yang tidak mencapai KKM maka langkah guru biasanya mengulang SK tersebut secara global, kemudian mengadakan ulangan harian lagi. Dan jika ternyata masih ada beberapa siswa yang belum menguasai standar kompetensi biasanya mereka tetap melanjutkan ke materi/standar kompetensi berikutnya.
Idealnya proses penilaian berlangsung terus-menerus (on going process test). Data nilai diambil dari berbagai sumber dan berbagai cara, tidak hanya hasil tes. Yang utama guru menilai dari penampilan, kinerja dan hasil karya siswa. Yang mendapat nilai tinggi dalam pembelajaran shalat (misalnya) adalah siswa yang shalatnya benar menurut tata caranya dan bacaanya juga benar, bukan hasil ulangan tentang shalat.
Namun perlu diingat bahwa penilaian harus berkelanjutan dalam rangkaian rencana mengajar guru melalui pemberian tugas, pekerjaan rumah (PR), ulangan harian, ulangan tengah dan akhir semester serta ulangan kenaikan kelas merupakan proses yang berkesinambungan dan berkelanjutan selama satu tahun pelajaran.
Sedang pelaksanaan ulangan tengah semester di SMP Negeri I Demak dilakukan setelah pembelajaran mencapai beberapa standar kompetensi tertentu (kurang lebih 50 % dari standar kompetensi pada semester tersebut). Ulangan tengah semester terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab oleh siswa mengenai materi dan kompetensi dasar yang telah dilakukan pada setengah semester bagian awal dan dilakukan satu kali dalam satu semester. Ulangan tengah semester merupakan ulangan sub sumatif ditujukan untuk menentukan keberhasilan siswa yang diwujudkan dalam pemberian nilai, termasuk untuk bahan pertimbangan kenaikan kelas.
Tahap penilaian selanjutnya adalah ulangan umum semester yang  dilaksanakan  bersama-sama  untuk kelas-kelas paralel, umumnya juga dilakukan bersama baik tingkat rayon, kecamatan, kabupaten/kota   maupun   propinsi yang soalnya dibuat oleh MGMP PAI  Kab. Demak. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan mutu pendidikan dan untuk menjaga akurasi soal-soal yang diujikan.
Jika pada ulangan umum semester ini  terdapat  siswa  yang belum mencapai KKM maka langkah guru adalah memberi remedial berupa mengerjakan materi tes semester yang sama  yang baru selesai diujikan beberapa hari lalu. Jika nilai remediasi masih belum mencapai KKM maka guru memberi tugas lain, misalnya membaca dan menulis ayat-ayat al-Qur’an atau mengerjakan shalat yang ditentukan jenisnya oleh guru yang bersangkutan. Jika masih belum tuntas juga maka terpaksa anak tersebut diberi nilai di bawah KKM artinya belum tuntas belajar.
Hal ini tentu saja akan semakin menambah ”beban” bagi guru dan juga siswa. Tapi usaha guru dengan berbagai metode dan teknik untuk tetap mencapai kompetensi yang dimaksud tidak boleh berhenti sampai siswa benar-benar mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
Tahap penilaian paling akhir adalah ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap. Ulangan kenaikan kelas soalnya diambil dari standar kompetensi, kompetensi  dasar  dan  materi  pembelajaran semester kedua.
Ulangan kenaikan kelas (sama dengan ulangan umum semester kedua) dilakukan untuk menentukan peserta didik yang berhak pindah kelas/naik kelas ke kelas yang berada di atasnya, dari kelas VII ke kelas VIII, dari kelas VIII ke kelas IX. Sedangkan ulangan umum semester genap bagi kelas IX kemudian dilanjutkan Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk menentukan kelulusan siswa  yang materi soalnya dibuat oleh MGMP  PAI tingkat kabupaten.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang mencakup ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas harus dilakukan secara menyeluruh mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan nilai serta sikap siswa secara proporsional.
Hasil belajar merupakan proses prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan perubahan tingkah laku yang bersangkutan. Penentuan nilai rapor selama ini cenderung memperhatikan hasil ulangan tertulis yang mayoritas mengamati ’kemajuan’ ranah kognitif. Ranah afektif dan psikomotorik juga harus diamati kemajuannya, karena kedua ranah ini tidak hanya bisa diketahui dari tes tertulis akan tetapi harus dengan tes perbuatan atau dalam bentuk lain, misalnya: observasi, wawancara, jawaban terinci dan sebagainya. Untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan siswa serta melihat kompetensi siswa sebagai hasil belajar, penilaian pembelajaran seyogyanya melalui tes perbuatan atau non tes yang kesemuanya itu sudah dicantumkan di  dalam  RPP  guru  tinggal merealisasikan.
E.     Penutup
Manusia tidak bisa menghindar dari perubahan karena tuntutan jaman. Oleh karena itu manusia harus siap menghadapi perubahan jaman. Namun pada umumnya sebagian manusia cenderung menolak jika terjadi perubahan karena berbagai faktor. Setiap perubahan mengandung ketidakpastian terhadap hasil yang akan dicapai. Perubahan dapat mengganggu suatu sistem yang telah mapan. Perubahan mengandung ancaman (memberikan rasa tidak aman terhadap orang yang sulit menyesuaikan dirinya dengan perubahan), karena memang perubahan pasti mengandung resiko (untung dan rugi).
Pada era global, lembaga pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan, bagaimana mempersiapkan peserta didik, pengajar, fasilitas dan kurikulum (silabi) dengan baik sehingga cita-cita dan harapan pemerintah agar pendidikan di Indonesia menjadi maju dan tidak tertinggal dengan negara-negara lain akan terwujud. Salah satu di antaranya dengan perbaikan kurikulum untuk mengantisipasi beberapa hal. Yaitu mengadaptasi dan mengelola perubahan, menumbuhkan tradisi mengembangkan kemampuan diri dan mengembangkan kretivitas lembaga pendidikan sebagai ”learning organization and creative centre”.[59]
Secara garis besar implementasi KTSP mencakup tiga kekuatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. 1. Pengembangan program; pengembangan kurikulum mencakup pengembangan program tahunan, program semester, program modul (pokok bahasan/indikator), program mingguan dan harian (RPP), program pengayaan dan remediasi serta program bimbingan dan konseling; 2. Pelaksanaan pembelajaran; pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik; 3. Evaluasi hasil belajar; evaluasi hasil belajar dalam implementasi kurikulum dilakukan dengan penilaian kelas yang meliputi ulangan harian, ulangan tengah semester/mid semester, ulangan umum dan ujian akhir.[60]
Untuk mengimplementasikan suatu program baru tentu tidak akan terlepas dari kendala atau rintangan. Oleh karena itu untuk meminimalkan adanya kendala dalam proses implementasi perlu adanya persiapan yang harus dilakukan oleh sekolah. Salah satu kendala tersebut dapat diatasi dengan lebih banyak melibatkan guru. Guru tidak saja dilibatkan dalam penjabaran program tahunan, program semester dan program harian tetapi juga untuk menyusun kurikulum menyeluruhdi sekolahnya. Jika sejak awal guru dilibatkan dalam penyususnan kurikulum. Mereka akan memahami benar substansi kurikulum dan cara implementasinya secar baik.




[1] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.


Endnotes:

[1] Nana Saodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: teori dan praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, h. 4.
[2] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik Implementasi dan Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, h. 5.
[3] Khaeruddin, dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Penduidikan: konsep dan implementasinya di madrasah, cet. I, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 5.
[4]  Masnur Muslich,  KTSP, Dasar Pemahaman dan Pengembangan Pemahaman dan Pengembangan: Pedoman bagi pengelola pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, komite sekolah, dewan sekolah dan guru, Jakarta: Bumi Aksara, Ed. I, Cet. 2, 2007, h. 17
[5]   Sebagaimana ditulis di Kompas,  29  September  2006
[6] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: manajemen pelaksanaan dan kesiapan sekolah menyongsongnya, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 95.
[7] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, h. 52.
[8] Muhammad Joko Susilo, op. cit., h. 100-101.
[9]  Lihat PP No. 19 Th. 2005, Bab II, pasal 2, ayat 1.
[10] Arif Sadiman, dkk, Media Pendidikan; Pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, cet. ke-5, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 181.
[11] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis ..., h. 102-103.
[12] E. Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Cet. I, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h. 55.
[13] Webster’s School Dictionary, New York: American Book Company, 1980, h. 221.
[14] Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ed. III, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990, h. 75
[15] Abdurrahman Saleh Abdullah, Educational Theory a Quranic Outlook, Makkah al-Mukarramah: Umm al-Qura University, t.t., h. 123
[16] S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, cet. 4, Bandung: Citra Adrya Bakti, 1991, h. 9
[17] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, cet. 1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987, h. 483-484
[18] Lee C. Deighton, Encyclopedia of Educational Research, New York: Macmillan, 1960, h. 359-365
[19] Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, h. 107.
[20] Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE, 1988, h. 6
[21] Lihat Kompas, 10 -2- 2006
[22] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis... op cit.,  h. 38.
[23] Ibid, 38-39
[24] Sam M Chan dan T. Sam, Tuti, Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 193-194
[25] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan bagi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah, Ed. I, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 10
[26] Arifin, M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, h. 13.
[27] Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyatul Islamiyah wa Asalibuha, Alih Bahasa. Herry Noer Ali, Bandung: CV. Diponegoro, 1989, h. 41.
[28] Imam Bawani, Segi-segi Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1987, 122.
[29] Abdurrahman Saleh, Didaktik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 19.
[30] Murni Jamal, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1983, h. 83.
[31] Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, cet. 1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987, h. 178
[32] Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Ter. Bustami A. Ghani, dkk, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, h. 10.
[33] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 173.
[34] Depdiknas, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mata Pelajaran Pendidikn Agama Islam, Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004, h. 1.
[35] E. Mulyasa, Kurikulum Yang .... op. Cit., h. 190-191
[36] Depdiknas, Pedoman Khusus ... op. Cit., h. 2-4.
[37] BSNP, Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: PT. Binatama, 2007, 352. Lihat juga Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: manajemen pelaksanaan dan kesiapan sekolah menyongsongnya, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 141-142.
[38] Depag RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kegiatan Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Direktorat Mapenda Islam pada Sekolah Umum, 2004, 5-6.
[39] BSNP, Kurikulum tingkat... op cit., h. 351. Lihat juga Muhammad Joko Susilo, op. Cit.,  h. 140.
[40] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h.11.
[41] B. Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawasan Baru Beberapa Metode Pendukung dan Beberapa Layanan Khusus, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, h. 26-27.
[42] Salim dalam Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan bagi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah, Ed. I, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 23.
[43] BSNP, Kurikulum tingkat... op cit., h. 338.
[44] Abdul Majid, op. Cit., h. 40.

[45] B. Suryobroto, op. cit., h. 26-27.
[46] Masnur Muslich, op. cit.,  h. 71.
[47] Abdul Majid, op. cit., h. 104.
[48] BSNP, Kurikulum tingkat... op cit., h. 91.
[49] Masnur Muslich, op. cit.,  h. 91.
[50] Abdul Majid, op. cit., h. 188.
[51] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis... op cit.,  h. 189.
[53] Ibid.
[54] Melvin L Silberman, Active Learning: 101 Strategies to Teach any Subject, Nedham Heights Massachusetts, 1996, h. 1.
[55] Masnur Muslich, op. cit.,  h. 75-76.
[56] Nurhadi dan Agus Gerrar Senduk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2003, h. 4.
[57] Depdiknas, Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Sekolah Menengah Pertama, Jakarta: Ditbin SMP, 2008, h. 4.
[58] Kebetulan peneliti mengadakan riset di sekolah tersebut pada saat memasuki pertengahan semester II.
[59] Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2004, h. 114.
[60] Muhammad Joko Susilo, op. cit., h. 176-177.



















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh, t.t., Educational Theory a Quranic Outlook, Makkah al-Mukarramah: Umm al-Qura University
Al-Abrasyi, Athiyah, 1984, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Ter. Bustami A. Ghani, dkk, Jakarta: Bulan Bintang
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1989, Ushulut Tarbiyatul Islamiyah wa Asalibuha, Alih Bahasa. Herry Noer Ali, Bandung: CV. Diponegoro
Arifin, M, 1987, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara
Bawani, Imam, 1987, Segi-segi Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas
BSNP, 2007, Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: PT. Binatama
Chan, Sam M dan T. Sam, Tuti, 2005, Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Crow and Crow, 1990, Pengantar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Rake Sarasin, Ed. III
Depag RI, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kegiatan Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Direktorat Mapenda Islam pada Sekolah Umum
Depdiknas, 2004, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mata Pelajaran Pendidikn Agama Islam, Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
-----------, 2008, Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Sekolah Menengah Pertama, Jakarta: Ditbin SMP
Hamalik, 1999, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara
http://isrona.wordpress.com/2007/02/05/ktsp-bikin-guru-kreatif
Irawan, Prasetyo, 1997, Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar (Pekerti), Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Jamal, Murni, 1983, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam
Khaeruddin, dkk, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Penduidikan: konsep dan implementasinya di madrasah, Jakarta: Bumi Aksara, cet. I
Langgulung, Hasan, 1987, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, cet. 1
--------------, 1989, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: PT. al-Ma’arif, cet. ke-1
Lee C. Deighton, 1960: Encyclopedia of Educational Research, New York: Macmillan
Majid, Abdul, 2006, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya
Majid, Abdul, dan Dian Andayani, 2004,  Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik Implementasi dan Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
----------, 2006, Kurikulum Yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet. I
Muslich, Masnur, 2007, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan bagi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, Ed. I, Cet. 2
----------,    2007,    KTSP, Dasar Pemahaman dan Pengembangan
Pemahaman dan Pengembangan: Pedoman bagi pengelola pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, komite sekolah, dewan sekolah dan guru, Jakarta: Bumi Aksara, Ed. I, Cet. 2
Nasution, S, 1991, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Adrya Bakti, cet. 4
Nata, Abudin, 1997, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Nurgiantoro, Burhan, 1988, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrar, 2003, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang  Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006
Sadiman, Arif S, dkk, 2002, Media Pendidikan; Pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. ke-5
Saleh, Abdurrahman, 1976, Didaktik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang
Silberman, Melvin L, 1996, Active Learning: 101 Strategies to Teach any Subject, Nedham Heights Massachusetts
Sudarmono, 1996, Penataran P4, Jakarta: Set. Tim Pembinaan Penatar dan Bahan Penataran Pegawai RI
Sujana, Nana, 1995, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
----------, 1996, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru
Suryobroto, B, 1997, Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawasan Baru Beberapa Metode Pendukung dan Beberapa Layanan Khusus, Jakarta: Rineka Cipta
Susilo, Muhammad Joko, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: manajemen pelaksanaan dan kesiapan sekolah menyongsongnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Webster’s School Dictionary, 1980, New York: American Book Company





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda