BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sesuatu yang menarik dan patut untuk
dikaji baik dari segi kelembagaan, perilaku santri maupun tokoh agama adalah
dunia pesantren, minimnya data tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau
peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah berdirinya pesantren
menjadikan keterangan - keterangan yang berkenaan denganya bersifat prejudice
dan sangat beragam, sehingga menjadikan pesantren sebagai bahan kajian yang tak
pernah kering dikalangan peneliti dan ahli sejarah (Haidar, 2004: 1).
Pesantren adalah lembaga yang bisa
dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Nurcholis Madjid, secara historis pesantren tidak hanya identik dengan
makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia.
Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga serupa pesantren ini
sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan
mengislamkannya. Jadi Pesantren merupakan hasil penyerapan akulturasi
kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan Islam, kemudian menjelma menjadi suatu
lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini (Majid, 1997: 3).
Mastuhu memberikan pengertian dalam
disertasinya bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari
(Mastuhu: 1994: 55)
Ada tiga elemen dasar yang membentuk pondok
pesantren sebagai sebuah subkultural, yang pertama, pola kepemimpinan pondok pesantren
yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara, yang kedua penggunaan kitab –kitab
rujukan umum yang selalu di gunakan berabad- abad lamanya dan yang ketiga,
sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat
luas. Dengan bermodal elemen yang ke tiga ini, dapat ditegaskan bahwa pondok Pesantren
memiliki hubungan yang erat dengan
kehidupan masyarakat dan juga termasuk salah satu penopang pilar utama pendidikan
di bumi Nusantara ini (Umar, 2014: 7 ). Oleh
karena itu, dalam prespektif historis, lahirnya pesantren bukan sekedar untuk
memenuhi kebutuhan akan
pentingnya pendidikan, tetapi juga untuk penyiaran agama Islam.
Meskipun lembaga pendidikan modern
semakin banyak bermunculan, ternyata pesantren tradisional hingga kini masih
eksis. Ia merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat
diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama’ masa depan, sekaligus sebagai garda
terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern, keberadaannya tidak
hanya bertahan, akan tetapi dari masa ke masa kuantitasnya berkembang pesat.
Peran dan fungsi pondok pesantren
dalam perkembangannya, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga
sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama, Mastuhu dalam disertasinya yang
berjudul “Dinamika sistem pendidikan Pesantren” mengungkapkan pesantren
mempunyai empat ciri khusus yang menonjol, mulai dari hanya memberikan
pelajaran agama versi kitab – kitab Islam klasik berbahasa arab, mempunyai
teknik pengajaran yang unik yang biasa dikenal dengan dengan metode sorogan dan
bandongan atau wetonan, mengedepankan hafalan, serta menggunakan sistem halaqah
(Haidar, 2004: 15-16) .
Sebagai lembaga pendidikan Islam tujuan pesantren
tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi
meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai
spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkahlaku yang jujur, bermoral dan menyiapkan murid untuk
hidup sederhana dan bersih hati (Ma’arif, 2008: 71)
Bila di tinjau dari segi historis
pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia, yang di
kenal di Indonesia sebelum Indonesia merdeka bahkan semenjak agama Islam masuk
di Indonesia terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia
pendidikan pada umumnya (Nizar, 2013: 85-86).
Pada masa kolonial belanda banyak
pesantren yang terkenal baik di Jawa ataupun di luar Jawa hal itu di sebabkan
karena :
1)
Para ulama’ dan
kyai mempunyai kedudukan yang kukuh di lingkungan kerajaan dan kraton yaitu
sebagai penasehat raja atau sultan.
2)
Kebutuhan umat
Islam akan sarana pendidikan yang mempunyai cirikhas keislaman juga semakin meningkat, semantara
sekolah belanda pada waktu itu hanya di peruntukan kalangan tertentu saja.
3)
Hubungan
transformasi antara Indonesia dan mekkah semakin lancar sehingga memudahkan
pemuda-pemuda Islam dan Indonesia menuntut ilmu ke makkah.
Hal
yang sangat penting terjadi di pesantren ketika itu adalah dimasukanya sistem
madrasah karena untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang
memakai sistem pendidikan Barat. Dengan sistem madrasah pesantren kelihatan
maju dan terus bertambah jumlahnya, sehingga pada tahun 1940-an terdapat
beberapa pesantren ikut menyelenggarakan sekolah agama yang dikembangkan oleh
pemerintah.
Pada
masa Orde baru, pembinaan pondok pesantren dilakukan oleh pemerintah melalui
proyek pembangunan lima tahunan yang diperoleh dari berbagai intansi baik Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah, semenjak Orde baru itulah pemerintah Indonesia
berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren melalui Departemen
Agama Islam.
Kini di tengah-tengah Sistem
Pendidikan Nasional yang selalu berubah-ubah dalam jeda waktu yang tidak lama,
apresiasi masyarakat Indonesia terhadap pesantren makin hari makin besar,
pesantren yang awal sebagai Rurel Based Inditusion kemudian
berkembang menjadi lembaga urban (Nizar, 2013: 97-100). Sehingga masyarakat
Indonesia yang mengambil alternatif untuk mendidik anaknya tentang agama lebih
dominan di pesantren dari pada di sekolah.
Munculnya
Pendidikan modern pada prinsipnya karena model pendidikan yang ada dan mapan
selama ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman yang
sudah semakin maju, sehingga apabila hal ini dibiarkan tanpa ada langkah
konkret untuk merubahnya maka dikhawatirkan kualitas anak didik yang menjadi
generasi penerus bangsa akan semakin menurun dan tidak mampu lagi bersaing
dengan bangsa lain di era globalisasi. Pendidikan di masa lalu dirasa sangat
monoton, membosankan, tidak mengembangkan daya kreatifitas anak didik, tidak
menyenangkan dan kurang efisien, serta hanya mengandalkan bakat alam, Hal ini
berdampak pada kualitas anak didik secara umum menjadi rendah yang akhirnya
akan berdampak pula pada perkembangan dan kemajuan bangsa.
Berdasarkan fenomena tersebut maka
para pemikir pendidikan berusaha untuk memperbaiki model-model pendidikan yang
lama menjadi suatu sistem pendidikan yang variatif (sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan jaman). Dengan adanya prinsip-prinsip pendidikan yang semacam ini
(modern), maka diharapkan mutu pendidikan akan naik dan akhirnya akan berdampak
bagi kemajuan bangsa dan negara.
Penyelenggaraan pendidikan nasional
diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang didalamnya memuat pengertian
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman
Dari uraian di atas dapat difahami
bahwa, Pesantren Girikusuma merupakan salah satu pesantren yang menekankan
terhadap pembelajaran afektif, afektif berhubungan dengan nilai, yang tidak
mudah untuk diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari
dalam. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam perilaku, akan
tetapi penilaianya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung
jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus. Pondok Pesantren
Girikusuma dalam melaksanaan proses pembelajaran menggunakan metode sorogan, bandongan dan klasikal, untuk pelaksanaan metode
tersebut pondok Pesantren Girikusuma menerapakannya di sekolah Islam salaf dan
pengajian kitab kuning secara klasikal dengan sesepuh pondok Pesantren yaitu kyai.
Kitab kuning sebagai sumber belajar seperti
kitab- kitab fiqh madżhab syafi’iyah, Tasawwuf, Ṣaraf, Nahwu dan Tafsir Jalālain. Ada beberapa hal
yang penting diperhatikan dalam mengikuti proses pembelajaran kitab di pesantren,
yang menyangkut interaksi guru-murid dan sumber belajar, antara lain sebagai
berikut :
1.
Kyai sebagai
guru dipatuhi secara mutlak, dihormati termasuk anggota keluarganya, dan kadang
dianggap memiliki kekuatan ghaib yang dapat memberi berkah.
2.
Diperoleh
tidaknya ilmu itu bukan semata-mata karena ketajaman
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
3.
Kitab adalah
guru yang paling sabar dan tidak pernah marah. Karena itu, ia harus dihormati
dan dihargai atas jasanya yang telah banyak mengajar santri
4.
Transmisi lisan
para kyai adalah penting. Meskipun santri mampu
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
Pelaksanaan pengajaran kitab ini secara
bertahap, dari kurikulum
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mudżakarah dan majlis ta’lim (Thoriqussu’ud, 2012: 233-234)
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mudżakarah dan majlis ta’lim (Thoriqussu’ud, 2012: 233-234)
Keseluruhan kitab-kitab klasik atau
kitab kuning yang diajarkan di Pesantren dapat digolongkan kedalam delapan
kelompok 1) Nahwu, 2) Ṣaraf, 3) Fiqh, 4) Ushul fiqh, 5) Tafsīr,
6) Tauhid, 7) Tasawwuf atau etika , 8) cabang – cabang lain seperti tarīkh
dan balaghah (Dhofier: 1985: 50). Secara
umum kitab yang di ajarkan pesantren sama jenisnya baik di Jawa maupun Pesantren
selain Jawa, kesamaan kitab yang di ajarkan dan sistem pengajaran tersebut
menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktek – praktek keagamaan
dikalangan santri. Perlu diketahui juga bahwa dalam kajian kitab –kitab klasik
tidak sekedar membaca teks hitam putih, tetapi juga memberikan pandangan –
pandangan atau penjelasan-penjelasan (interprestasi) pribadi baik mengenai isi
maupun bahasa dari teks, sehingga mampu menghantarkan santri agar bisa
menterjemahkan dan memberikan pandangan tentang isi dan makna dari teks
tersebut (Haidar, 2004: 39-40).
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kehidupan semakin kompleks dan kebutuhan semakin
meningkat. Santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu agama melalui
penguasaan kitab kuning (mampu membaca kitab kuning lebih cepat, mampu memahami
dan menterjemahkan kitab kuning dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
masyarakat), tetapi juga harus mempunyai kompetensi dan keterampilan mengajarkan
kembali isi dari kitab kuning tersebut. Bagaimana Model pembelajaran yang baik
dalam mengkaji kitab kuning itulah yang perlu dikaji dan dikembangkan di pondok
Pesantren sekarang ini.
Pondok Pesantren Girikusuma yang
berada di desa Banyumeneng Kabupaten Demak merupakan salah satu pondok Pesantren
yang sampai saat ini masih memakai model pembelajaran klasik dan salaf karena
dalam proses pembelajaran di pondok Pesantren Girikusuma masih dijumpai metode
sorogan ,bandongan dan klasikal, walaupun dalam kurikum pembelajaran memakai
kurikulum berbasis kompetensi mandiri (KBK mandiri) yang tujuanya adalah mempersiapkan
santri menghadapi tantangan zaman ketika di terjunkan kelapangan (masyarakat).
Dari paparan di atas, penulis
sangatlah tertarik untuk meneliti model-model pembelajaran kitab kuning di
pondok Pesantren tersebut dengan mengangkat judul‚ MODEL PEMBELAJARAN KITAB
KUNING DI PONDOK PESANTREN GIRIKUSUMA DAN RELEVANSI DENGAN METODE PEMBELAJARAN
KONTEMPORER ‛Studi kasus pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren
Girikusuma Banyumeneng Mranggen demak.
B. Rumusan Masalah.
Untuk memudahkan pembahasan ini, maka permasalahan akan dirumuskan
dalam beberapa hal berikut ini :
1.
Bagaimana
model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma Mranggen Demak?
2.
Bagaimana
relevansi model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model
pembelajaran kontemporer ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian penulis adalah:
1. Untuk mendiskripsikan dari pelaksanaan
pembelajaran kitab kunig di Pondok Pesantren Girikusuma.
2. Untuk mengetahui relevansi model
pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model pembelajaran
kontemporer.
D.
Signifikansi Penelitian
Secara rinci hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut:
1. Sebagai
masukan yang bermanfaat bagi pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen dalam
meningkat pembelajaran teruma yang berkaitan dengan model pembelajaran kitab
kuning di pondok Pesantren, sehingga meningkatkan kualiatas santri (membaca,
memahami, menterjemahkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Sebagai penambah
khasanah dalam penelitian yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh semua
pihak terutama bagi Program Studi Pendidikan Agama Islam pasca sarjana UIN
Walisongo Semarang.
3. Sebagai
penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis khususnya dalam bidang pendidikan
dalam pondok Pesantren dan bidang lainnya.
4. Sebagai
referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga
pendidikan di masa mendatang.
F.
Landasan Teori
1.
Model Pembelajaran.
a) Pengertian
Model
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah contoh, pola,
acuan, ragam, macam, dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Menurut Dorin, Demmin dan Gabel, 1990 , model merupakan gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung (yulaelawati, 2007: 60 ).
acuan, ragam, macam, dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Menurut Dorin, Demmin dan Gabel, 1990 , model merupakan gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung (yulaelawati, 2007: 60 ).
Menurut Ryder (2003) model seperti mitos dan metafor, dapat membantu
kita memahami sesuatu, apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau
merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan sesuatu pemahaman yang
lebih mudah (yulaelawati, 2007: 67).
Pembelajaran
adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi
siswanya dengan sumber belajar lainya) dalam rangka mencapai tujuan. Dari makna
ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang
guru dan peserta didik, dimana diantara keduanya terjadi komunikasi( transfer)
yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapakan
sebelumnya (Trianto, 2010: 17).
Menurut
Sunhaji (2007) suatu aktivitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada
subjek belajar (Asmani, 2010:19)
Dari
penegasan istilah di atas tadi sehingga dapat memberikan devinisi tentang model
pembelajaran dari berbagai pendapat, diantaranya:
Model
pembelajaran menurut Dewey ( joyce & Weil, 1986) adalah “a plan or pattern
that we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial
setting and tho shape intrultional material” (suatu rencana atau pola yang
dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka dikelas atau pembelajaran
tambahan di luar kelas dan untuk menajamkan materi pelajaran). Sehingga dari
pengertian diatas dapat dipahami bahwa model pembelajaran merupakan kerangka
dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran, sesuai
dengan karakteristik kerangka dasar (Majid, 2012: 127).
Menurut Soekamto, dkk (dalam Nurulwati,
2000: 10) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar (Trianto, 2010: 22).
Menurut (Kardi dan Nur, 2000: 9). Istilah
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode
atau prosedur, sehingga model pengajar mempunyai empat ciri-ciri yang tidak
dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur. Di antaranya ciri-ciri tersebut
ialah :
1) Rasional
teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2) Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
di capai)
3) Tingkah
laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil.
4) Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Trianto,
2010: 23).
b) Jenis
model pembelajaran
Ada sejumlah
pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran, diantara model
pembelajaran tersebut dikemukakan oleh Lapp, Bender, Ellenwood dan John (1975)
yang berpendapat bahwa aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari 4 model
utama, yaitu:
1)
The Classical Model,
Dimana guru
lebih menitikberatkan perananya dalam pemberian informasi melalui mata
pelajaran dan materi pelajaran yang di sajikanya
2)
The Technological Model
Dimana guru yang
lebih menitikberatkan peranan pendidik sebagai transmisi informasi, lebih
dititikberatkan untuk memcapai kompetensi individual siswa.
3)
The Personalised Model
Dimana proses
pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan
siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
4)
The
Interaction Model
Dengan
menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa tercipta komunikasi
dialogis di dalam proses pembelajaran ( Aunurrahman: 2012: 147)
Menurut
Stalling (1997) ada 5 macam model pembelajaran di antaranya :
1)
The Exploratory Model
Model ini pada
dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan independensi siswa
2)
The
Group Process Model
Model ini
utamanya diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan
kemampuan bekerjasama antara siswa.
3)
The
Developmental Cognitive Model
Yang
menitikberatkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan kognitif.
4)
The
Progammed Model
Yang
menitikberatkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar melalui
modifikasi tingkah laku.
5)
The
Fundamental Model
Yang menitikberatkan untuk mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan dasar melalui pengetahuan faktual (Aunurrahman: 2012:
147- 148).
c) Jenis
Pesantren
Pesantren
atau pondok, surau, dayah adalah nama salah satu lembaga Islam baik yang ada di
jawa maupun di luar jawa. Pondok
pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran
serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam (Nasir, 2010: 80).
Menurut
Ridlwan Nasir jenis jenis pondok pesantren di klasifikasikan menjadi lima,
yaitu:
1. Pondok
pesantren salaf/klasik.
2. Pondok
pesantren semi berkembang.
3. Pondok
pesantren berkembang.
4. Pondok
pesantren kholaf.
5. Pondok
pesantren ideal (Nasir, 2010: 87-88).
d) Metode
dan model Pembelajaran yang ada di Pesantren.
Metode
pembelajaran adalah cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (B.uno, 2011: 2).
Dalam
pembelajaran kitab kuning digunakan berbagai metode dan model diantaranya,
adalah:
1. Bandongan
Bandongan adalah
belajar secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Berlangsungnnya pengajian
itu merupakan inisiatif kyai itu sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu
terutama kitabnya. Kelompok santri yang duduk mengitari kyai dalam pengajian
itu disebut halaqah
2. Sorogan
Sorogan adalah
pengajian secara individual, dimana seorang santri berhadapan langsung dengan seorang
guru, terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya (mastuhu: 1994: 61)
3. Mudżakarah atau Musyawarah
Mudżakarah atau
musyawarah adalah pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan agama
pada umumnya. Metode ini digunakan dalam dua tingkatan, pertama,
diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah agar terlatih
untuk memecahkan masalah dengan menggunakan rujukan kitab-kitab yang tersedia.
Kedua,
mudżakarah yang dipimpin kyai, di mana hasil mudżakarah santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam seminar ( Thoriqussu’ud, 2012: 235-237).
mudżakarah yang dipimpin kyai, di mana hasil mudżakarah santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam seminar ( Thoriqussu’ud, 2012: 235-237).
Dari keterangan di atas dapat tarik kesimpulan bahwa metode dan model
pembelajaran yang diterapakan di pondok Pesantren Girikusuma Mranggen Demak mencakup dua aspek, yaitu:
1. Model pembelajaran yang bersifat individual, yakni model pembelajaran yang diselenggarakan secara individu seperti model menggunakan Sistem
Sorogan dan Hafalan
2. Model pembelajaran kelompok, yakni model pembelajaran yang diselenggarakan secara bandongan atau wetonan, seperti sistem Halaqah, Mudżakarah atau Madrasah.
2.
Kitab Kuning
a. Pengertian
Tidak asing lagi bahwa pelajaran di Pesantren
hampir semuanya buku-bukunya berbahasa arab yang dikenal dengan kitab kuning,
karena pada umumnya kitab-kitab itu dicetak dengan memakai kertas yang berwarna
kuning (Depag, 2003: 32), selain istilah kitab kuning, sejumlah pihak juga
menyebut kitab-kitab klasik, sebab memang banyak sekali kitab-kitab yang
ditulis ulama - ulama pada abad pertengahan (Suharto, 2011: 120), akan tetapi
tidak sedikit kitab-kitab yang ditulis oleh ulama’kontemporer karena orang
–orang sama menyebutnya kitab gundul atau tidak ada harakat.
Menurut Martin Van Bruinessen, kitab kuning adalah kitab-kitab
klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu (Bruinessen,
1995: 17) Dengan
kata lain dalam buku itu mendefinisikan kitab kuning dengan buku-buku berhuruf
arab yang dipakai di lingkungan pesantren.
Dari keterangan tersebut dapat kita tarik pengertian yang relavan bahwa kitab
kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab atau berhuruf Arab karya
ulama salaf, ulama zaman dahulu yang dicetak dengan kertas kuning yang disebut dengan
kutub al-turats yang isinya berupa hazanah kreatifitas pengembangan peradaban
Islam pada zaman dahulu.
b.
Ciri – Ciri Kitab Kuning.
Kitab merupakan istilah khusus yang
digunakan untuk menyebut
karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab. Sebutan
ini membedakan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan huruf
selain Arab, yang disebut buku, Adapun kitab yang dijadikan sumber belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya, disebut kitab kuning (Husain, 2012: 231).
karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab. Sebutan
ini membedakan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan huruf
selain Arab, yang disebut buku, Adapun kitab yang dijadikan sumber belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya, disebut kitab kuning (Husain, 2012: 231).
Adapun kitab kuning memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1)
Penyususnan dari yang lebih besar terinci
ke yang lebih kecil seperti kitābun, faslhun, far’un
2)
Tidak menggunakan tanda baca lazim , tidak memakai titik, koma, tanda seru,
tanda tanya dan lainya.
3)
Selalu di gunakan istilah (idiom)
dan rumus-rumus tertentu seperti untuk menyatakan pendapat yang kuat dengan
memakai istilah al madżhab al –ashoh (Qomar: 127)
c. Sistem
Pengajaran Kitab Kuning
Sistem
Pengajaran Kitab kuning, atau Islam klasik di pondok pesantren Girikusuma dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis
1)
Sistem Sorogan
Sistem sorogan yang ada di pesantren Girikusuma tetap
di pertahankan karena banyak faedah yang mendorong para santri untuk lebih giat
dalam mengkaji dan memahami kitab - kitab wajib.
Sistem sorogan mempunyai faedah diantaranya :
a) Santri lebih mudah berdialog secara langsung dengan kyai atau ustadż.
b) Santri lebih cepat dan matang dalam mengkaji kitab-kitab kuning.
c) Santri lebih memahami dan mengenang kitab yang dipelajari dan bersikap
aktif.
2)
Sistem Weton / Bandongan.
Dalam
pengajaran kitab kuning, sistem bandongan yang diterapakan di pesantren
Girikusuma meliputi
a)
Sistem klasikal yang ditentukan oleh kyai
b)
Sistem Madrasah
c) Sistem mudżakarah
d)
Sistem halaqah.
|
|
|
|
d.
Beberapa kelebihan dari sistem pengajaran kitab kuning di antaranya :
1)
Sistem pengajaran yang di terapkan dalam proses belajar – mengajar adalah
tidak dimasukannya materi pelajaran dalam silabus-silabus yang terprogam,
melainkan berpegang pada bab-bab yang tercantum dalam kitab.
2)
Para santri sehabis mempelajari teori – teori yang ada dalam kitab kuning,
kemudian langsung mempratekanya, kemudian membahas hasil praktek itu untuk di
uji kembali dengan teori yang meraka pelajari.
3)
Tingkat keberhasilan seorang santri dalam belajar adalah banyak ditentukan oleh
kemampuan secara individunya, karena semakin cerdas santri dalam belajarnya maka
ia semakin cepat dalam menyelesaikan pelajaranya.
4)
Motivasi keagamaan merupakan faktor yang mendorong setiap individu untuk
lebih giat, dimana seorang kyai maupun santri berkeyakinan bahwa mereka sedang melakukan ibadah kepada Allah.
e.
Beberapa kelemahan dari sistem pengajaran kitab kuning di antaranya :
1)
Pengajian kitab kuning dengan sistem weton menjadikan santri pasif, karena
santri hanya mendengarkan dan mencatat makna harfiah tanpa adanya dialog antara
santri dan kyai atau ustadż
2)
Tidak adanya absensi dalam proses belajar-mengajar, sehingga mengakibatkan
tidak di siplin dalam mengikuti pelajaran.
3)
Orientasi keilmuan di pondok pesantren lebih dititik beratkan pada kajian-kajian
ilmu terapan seperti fiqh,tasawwuf dan ilmu gramatika yang dimaksud ilmu terapan
adalah ilmu yang perlu di ketahui dan di amalkan setiap hari.
4)
Liberalisasi dalam proses belajar-mengajar yang berlangsung di pesantren,
pada kenyataanya sering menjadi faktor utama dari berlarut-larutnya masa
belajar seorang santri di pesantren.
5)
Konsep barakah yang pada awalnya dimaksudkan sebagai motivasi bagi para
santri untuk lebih giat belajar, pada kenyataan lebih dominan mematikan
orientasi ilmiah (Nasir, 2010 : 139-141)
f. Faktor
penunjang dan faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar
Faktor penunjang adalah segala hal
yang membantu dan mendukung terhadap pelaksanaan pendidikan dan dalam mencapai
tujuan. Diantara faktor penunjang adalah:
1)
komitmet Kyai.
2)
Kompetensi Ustadż.
3)
Peran Santri.
4)
Kurikulum yang
di gunakan
5)
Kitab-kitab yang
di gunakan.
6)
Metode yang di
gunakan.
7)
Sarana dan
prasana.
Sedangkan faktor penghambat adalah
segala hal yang dapat mempengaruhi, memperlambat terhadap pelaksanaan
pendidikan dan dalam meraih tujuan. Diantara faktor penghambat adalah:
a)
Honor Ustadż/Guru
b)
Kualitas input
Santri.
c)
Kuantitas dan
kualitas jenjang mutakhārijīn
(Hanun, 2013: 102-104).
3.
Pembelajaran Kontemporer
Kontemporer dalam kamus besar bahasa
indonesia adalah sewaktu, semasa, pada waktu atau masa yang sama dan masa kini,
sehingga mempunyai makna bahwa pembelajaran kontemporer adalah pembelajaran pada
masa kini dengan menggunakan pendekatan, strategi dan metode sehingga proses pembelajaran
berjalan dengan lancar.
A. Pendekatan,
strategi dan metode
1) Pendekatan
Dalam Pembelajaran
a)
Pengertian
Istilah
pendekatan, approach sebelum digunakan dalam dunia pendidikan banyak digunakan
dalam dunia penerbangan. Seorang pilot saat akan mendarat, melakukan pendekatan
ke landing area, lokasi pendaratan, apakah aman atau tidak baginya untuk
mendarat, maka ia akan melakukan kontak dengan menara pengawas, bahwa ia sudah
siap landing position, pilot melakukan pengamatan dengan seksama,
bagaimana kondisi cuaca, kecepatan arah angin. Berdasarkan analisis terhadap
kondisi tersebut maka pilot melakukan strategi pendaratan. Jadi strategi
pendaratan masih berupa gambaran konseptual (Suyono, dkk: 2015: 53-54)
Menurut Suyono, dkk dalam
bukunya yang berjudul Implementasi Belajar dan Pembelajaran, merangkum
berbagai pendapat para ahli mendefinisikan pengertian pendekatan pembelajaran sebagai
“latar pedagogis dan psikologis yang dilandasi filosofi pendidikan tertentu yang
dipilih agar tujuan pembelajaran dapat tercapai atau dapat didekati secara
optimal (Suyono, dkk: 2015: 54)
b)
Macam- Macam
Pendekatan Pembelajaran
a) Pendekatan
konsep
Menurut sagala (2009: 71) pendekatan
konsep adalah pendekatan konsep secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh,
tanpa melihat prosesnya (Suyono, dkk: 2015: 56)
b) Pendekatn
ketrampilan proses
Pendekatn
ketrampilan proses dilatarbelakangi oleh teori naturalisme-romantis dari J.J.
Roussea dan teori kognitif-gestal dari max wertheimer. Naturalisme menekankan
kepada anak terhadap aktivitasnya, sedangkan kognitif geltal menekankan
kepahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh (Suyono, dkk: 2015: 58)
c) Pendekatan
deduktif dan Pendekatan induktif
Pendekatan
deduktif adalah proses berfikir yang dimulai dari atribut yang bersifat umum
menuju atribut atau hal yang bersifat khusus.
Sedangkan
Pendekatan induktif adalah berlawanan arah dengan proses deduktif. Berlawanan
arah maksudnya proses berfikir dimulai dari hal yang bersifat khusus menuju
suatu generalisasi yang bersifat umum (Suyono, dkk: 2015: 60-61)
d) Pendekatan
CBSA
Pendekatan
CBSA adalah pembelajaran yang berpusat pada diri peserta didik dan menerapkan
prinsip-prinsip psikologi manusiawi. Secara harfiah CBSA diartikan sebagai
sistem pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental,
intlektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara ranah kognitif afektif dan psikomotorik (Suyono, dkk: 2015: 63-64)
e) Pendekatan
inquiri.
Pendekatan
inquiri adalah pendekatan yang dalam
prosesnya siswa mencari kebenaran, pencarian informasi, atau pencarian
pengetahuan atau juga berarti investigasi, atau juga didefinisikan pencari
informasi dengan mengajukan pertanyaan (Suyono, dkk: 2015: 67).
2) Strategi
pembelajaran
a)
Pengertian
Pada awalnya istilah
strategi digunakan dalam dunia militer
yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk
memenangkan suatu peperangan, dalam dunia pendidikan, strategi diartikan
sebagai a plan method, or series of
activies designed to achieves a particular educational goal (J.R. David,
1976), jadi dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya:
2006: 125-126)
Terdapat beberapa pendapat tentang strategi pembelajaran yang dikemukakan
oleh para ahli diantaranya :
1) Konza (1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan
fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya pembelajaran
tertentu.
2) Gerlach dan ely (1980) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan
cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan
pembelajaran tertentu.
3) Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas
seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar
yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
4)
Gropper (1990) mengatakan
bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan
tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Uno: 2009: 1)
5)
Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia, strategi diartikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus (2005: 1092)
6)
Menurut Jamal Ma’ruf Asmani strategi
pembelajaran adalah serangkaian dan keseluruhan tindakan strategis guru dalam
merealisasikan perwujudan kegiatan pembelajaran actual yang efektif dan efesien,
untuk pencapaian pembelajaran
(Asmani: 2010: 27)
7)
Made Wane dalam bukunya mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran
adalah cara dan seni untuk menggunakan sumber belajar dalam upaya membelajarkan
siswa (made wena: 2014: 2)
Dari pernyataan-pernyataan
diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efesien.
b)
Jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan,
Rowntree (1974) mengelompokan strategi menjadi:
1)
Strategi penyampaian penemuan atau expotision- discovery learing.
2)
Strategi pembelajaran
kelompok .
3)
Strategi pembelajaran individual atau group individual learning
(sanjaya: 2006: 128)
Dalam strategi
expotision, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa
dituntut untuk menguasai bahan tersebut, (Roy Killen menyebutnya dengan
strategi langsung, sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu
saja kepada siswa, siswa tidak dituntut untuk mengolahnya, kewajiban siswa
menguasai secara penuh dengan demikian dalam strategi ekspositori guru
berfungsi sebagai penyampai informasi, berbeda dengan strategi discovery, dalam
strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui
berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak fasilitator dan pembimbing
bagi siswanya. Didalam strategi individual juga dilakukan oleh siswa secara
mandiri, kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan
oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan contoh pembelajaran melalui
modul, atau belajar bahasa melalui radio
(sanjaya: 2006: 129)
Wina Sanjaya mengelompokkan
strategi pembelajaran dalam bukunya
menjadi 7 macam diantaranya:
a)
Strategi Pembelajaran
Ekspositori
Strategi Pembelajaran ekspositori adalah strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal
dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat
menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan strategi
ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (sanjaya: 2006: 179)
b)
Strategi Pembelajaran
inkuiri
Strategi Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang di
pertanyakan (sanjaya: 2006: 196)
c)
Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah
SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah (sanjaya: 2006: 214)
d) Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir (Sppkb)
Sppkb adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada
pengembangan kemampuan berfikir siswa , pada strategi ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berfikir siswa.
e)
Strategi Pembelajaran
kooperatif
Strategi Pembelajaran adalah rangkaian kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentuuntuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telh dirumuskan, ada empat unsur dalam spk yaitu : (1) adanya
peserta dalam kelompok (2) adanya aturan kelompok (3) adanya upaya belajar
setiap anggota kelompok (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
f)
Strategi Pembelajaran CTL
Strategi Pembelajaran CTL adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapakanya dalam kehidupan mereka.
g)
Strategi Pembelajaran Afektif
Strategi Pembelajaran afektif erat kaitanya dengan nilai yang dimiliki
seseorang , karena sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh
karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai (Sanjaya: 2006: 214)
c)
Prinsip Penggunakan Strategi Pembelajaran
1) Berorientasi pada tujuan
Dalam sistem pembelajaran
tujuan merupakan komponen yang utama, segala aktivitas guru dan siswa, mestilah
diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, ini sangat penting
sebab mengajar adalah proses yang bertujuan oleh karenanya keberhasilan suatu
strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan
pembelajaran.
2) Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal
sejumlah fakta atau informasi, belajar adalah berbuat memperoleh pengalaman
oleh karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa.
3) Individualitas
Mengajar adalah usaha
mengembangkan setiap individu siswa, walaupun kita mengajar pada sekelompok
siswa namun pada hakikatnya yang imgin kita capai adalah perubahan tingkahlaku
4) Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan
seluruh pribadi siswa, mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif
saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan psikomotor, oleh
karena itu strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek
kepribadian siswa secara terintregasi (Sanjaya: 2006: 131-133)
d)
Komponen Strategi
Pembelajaran
Dick dan carey (1978)
menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan
pembelajaran pendahuluan (2) penyampaian pembelajaran (3) partisipasi pesert
didik (4) tes dan (5) kegiatan lanjutan.
Menurut
Degeng (1989) secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendiskripsikan
strategi penyampaian, yaitu sebagai berikut:
1)
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat
dimuat pesan yang akan di sampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat,
ataupun manusia.
2)
Interaksi siswa dengan media adalah komponen strategi penyampaian
pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan apa yang dilakukan oleh siswa
danbagaimana peranan media dalam merangsang kegiatan belajar.
3)
Bentuk (struktur) belajar mengajar adalah komponen strategi
penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada apakah siswa belajar dalam
kelompok besar, kelompok kecil, perseorangan, ataukah belajar mandiri (Made
Wane: 2014: 9)
b) Metode
pembelajaran
1)
Pengertian
Dalam kamus bahasa indonesia didefinisikan metode adalah
cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah
suatu proses untuk menuju yang lebih baik.
Wina sanjaya memberikan pengertian bahwa metode adalah
cara yang digunakan untuk
mengimplentasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal (Sanjaya: 2006: 147)
Hamzah (2011:2)
medefinisikan metode pembelajaran sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam
menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (B.Uno: 2011: 2)
Dari beberapa pengertian
diatas penulis menyimpulakan bahwa metode pembelajaran adalah langkah – langkah dan cara yang
digunakan guru dan disajikan khas oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran,
dalam pembelajaran terdapat bermacam-macam
metode diantaranya:
1) Metode
Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dikatakan
sebagai metode tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat komukasi lisan antara guru dan siswa dalam interaksi edukatif. Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan:
a. kelebihan metode ceramah:
1) guru mudah menguasai kelas
2) mudah dilaksanakan
3) dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar
4) guru mudah menerangkan bahan pelajaran dalam
jumlah banyak.
b. Kekurangan metode ceramah
1) Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme
(pengertian kata-kata)
2) Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual
akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih
cepat menerimanya.
3) Bila terlalu lama akan membosankan.
4) Sukar mengontrol sejauhmana perolehan belajar
anak didik
5) Menyebabkan anak didik pasif.
2) Metode proyek
Metode proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai
bahan pelajaranya, sehingga anak didik tertarik untuk belajar.
a. kelebihan metode proyek
1)
Dapat merombak pola fikir anak didik, dari yang sempit menjadi lebih
luas dan menyeluruh, saat memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan.
2)
Anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan dengan terpadu yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
kekurangan metode proyek.
1)
Kurikulum negara kita saat ini belum menunjang pelaksanaan metode ini.
2)
Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini
sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum
disiapkan untuk itu.
3) Metode eksperimen
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak
didik, baik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau
percobaan, dengan metode ini anak didik diharapkan dapat sepenuhnya terlibat
dalam perencanaan eksperimen, melakukan, menemukan, fakta, mengumpulkan data,
mengendalikan variable dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata
a. kelebihan metode eksperimen:
1)
Dapat membuat anak lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaan sendiri dari pada hanya menerima dari guru
2)
Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi
(menjelajah) tentang ilmu dan teknologi.
3)
Akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru
melalui penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat.
b. kekurangan metode eksperimen
1)
Tidak cukupnya alat – alat mengakibatkan tidak setiap anak didik
berkesempatan mengadakan eksperimen.
2)
Jika eksperimen memerlukan waktu lama anak didik harus menanti untuk
melanjutkan pelajaran.
3)
Metode ini lebih sesuai dengan bidang ilmu dan teknologi
4)
Metode diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada suatu permasalahan, tujuan utama metode ini adalah
untuk memecahkan sesuatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan
memahami pengetahuan iswa serta membuat suatu keputusan (killen, 1998)
a.
kelebihan metode diskusi
1) Menyadarkan
anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan hanya
satu jalan
2) Menyadarkan
anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka dapat saling mengemukakan pendapat
secara konstruktif, sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik
3) Membiasakan
anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya
b.
kekurangan metode diskusi
1) Tidak
dapat digunakan pada kelompok yang besar
2) Peserta
diskusi mendapat informasi terbatas
3) Dapat
dikuasai oleh orang yang suka berbicara
4) Biasanya
orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.
5)
Metode latihan
Metode latihan (driil)
disebut juga metode training adalah suatu cara mengajar untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu.
a. kelebihan metode latihan
1) Dapat
digunakan untuk memperoleh kecakapan motorik, seperti menulis, melafalkan
huruf, dan menggunakan alat-alat
2) Dapat
digunakan untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian,
penjumlahan
3) Untuk
membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan pelaksanaan.
b.
kekurangan metode latihan
1) Menghambat
bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih mudah di sesuaikan dan
di arahkan pada pengertian.
2) Menimbulkan
penyesuaian secara statis pada lingkungan
3) Latihan
dilakukan berulang-ulang menjadikan siswa bosan karena monoton
4) Dapat
menimbulkan verbalisme.
6)
Metode Pemberian
Tugas dan Resitasi
Artinya guru menyuruh
anak didik misalnya membaca, tetapi dengan menambahkan tugas-tugas seperti mencari
dan membaca buku-buku lain sebagai perbandingan
a. kelebihan metode pemberian tugas dan
resitasi
1)
Pengetahuan anak
didik yang diperoleh dari hasil belajar dapat di ingat lebih lama.
2)
Anak didik
berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif,
bertanggung jawab
b. kekurangan metode pemberian tugas dan
resitasi
1)
Terkadang anak
didik melakukan penipuan misalnya anak didik hanya meniru hasil orang lain
2)
Terkadang tugas
itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan
3)
Sukar memberikan
tugas yang memenuhi penilaian individual
7)
Metode Picture
And Picture
Langkah-langkah dari metode ini:
a.
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b.
Menyajikan materi
sebagai pengantar
c.
Guru menunjuk
/memperlihatkan gambar berkaitan dengan materi
d.
Guru memanggil
siswa secara bergantian untuk memasang gambar menjadi berurutan
e.
Guru menyalakan
alasan/ dasar pemikiran dari urutan gambar tersebut
f.
Dari urutan/gambar tersebut, guru mulai
menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingn dicapai
g.
Siswa diajak
untuk menyimpulkan materi yang diterimanyan baru aja
8)
Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat
membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah, karena guru
dapat memperoleh gambaran sejauh murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan
apa yang telah diceramahkan.
9)
Metode Numbered Head Together/ Kepala Bernomor
Langkah-langkah
dari metode ini:
a.
Siswa dibagi
dalam kelompok dan setiap siswa, dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b.
Guru memberikan
tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya
c.
Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakan jawabanya
d.
Guru memanggil
salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama
mereka
e.
Teman yang lain
memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
f.
Siswa diajak
untuk membuat kesimpulan dari materi yang baru saja di pelajari.
10)
Metode Jigsaw
Langkah- langkah dari metode ini :
a. Siswa
dikelompokkan ke dalam 4 tim
b. Tiap
orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
c. Anggota
dari tim yang berbeda, yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama, bertemu
dalam kelompok baru untuk mendiskusikan subbab mereka
d. Setelah
selesai berdiskusi, sebagaian tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka
kuasai, sementara anggota lainya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
e. Tiap
tim ahli mempresentasikan hasil diskusi mereka
f. Guru
memberi evaluasi kepada seluruh siswa, yang mencakup seluruh materi yang
didiskusikan siswa
g. Guru
menutup pelajaran.
G.
PENELITIAN RELEVAN.
Seperti yang dijelaskan di atas,
bahwa kitab kuning dan pondok Pesantren merupakan dua sisi yang tidak bisa
dipisahkan, dan tidak bisa saling meniadakan. Kitab kuning senantiasa menjadi
materi kajian pokok dalam pendidikan di pondok Pesantren. Oleh karena itu,
penelitian tentang pemebelajaran kitab kuning telah banyak dilakukan oleh
pemerhati pendidikan.
Supandi, mahasiswa Pascasarjana IAIN
Sunan Ampel telah mengadakan penelitian tentang pembelajaran kitab kuning
dengan mengangkat judul ‚Implementasi Program Akselerasi Pembelajaran Kitab
Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan
Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah
Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa
dengan program akselerasi pembelajaran kitab kuning di kedua lembaga tersebut
dilihat dari out-put, perkembangannya yang semakin maju serta minat dan
kepercayaan masyarakat tergolong berhasil.
Kekurangan dalam penelitian tersebut
menurut penulis, di samping tidak mengungkapkan beberapa program dan model
pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, juga
tidak menjelaskan tentang metode yang dominan dan paling efektif dalam
pembelajaran kitab kuning.
Tesis Ahmad Gazali yang berjudul
“Dinamika Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun
2004. Dalam tesis ini penulisnya mengemukakan secara komprehensif tentang
dinamika pembelajaran pada Pondok Pesantren Al-Istiqomah Banjarmasin.
Adapun perbedaan penelitian ini dari
penelitian sebelumnya, sebagaimana disebut di atas adalah model pembelajaran kitab
kuning.
H. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Berdasarkan kajian pustaka di atas maka sebuah model konseptual atau kerangka
pemikiran teoritis dapat dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
|
I.
METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Secara
umum metode penelitian diartikan sebagai suatu usaha pencarian kebenaran
terhadap fenomena, fakta, atau gejala dengan cara ilmiah untuk memecahkan masalah
atau mengembangkan ilmu pengetahuan (Darwis, 2014: 1)
a. Jenis penelitian
Dalam
penelitian ini penulis menggunakn jenis penelitan kualitatif, yaitu penelitian
yang menghasilkan data desktritif, dari
jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif,
terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu
yang dalam hal ini adalah Peneliti terjun
langsung ke lokasi penelitian yaitu Pesantren Girikusuma Kec. Mranggen.
b.
Pendekatan
Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, pendekatan yang menekankan aspek subyektifitas guru dalam mengajar kitab
kuning di Pesantren. Studi kasus memberikan gambaran (Deskriptif) yang detail
tentang model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma dan relevansi
dengan metode pembelanjaran kontemporer.
c. Waktu
dan Tempat Penelitian
Peneliti
mulai melaksakan penelitian ini tanggal
20 Februar - 30 Mei 2016. Sedangkan lokasi yang ditempati untuk meneliti
adalah Pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten
Demak.
d.
Informan
Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti observasi kelapangan, melakukan wawancara dan
mengamati kepada orang-orang yang di pandang tahu dan paham tentang kondisi
pesantren dalam obyek penelitian.
Oleh
karena itu sesuai dengan focus dari penelitian ini, subjek yang akan dijadikan
informan utama antara lain: lurah pondok atau yang mewakilinya, pengajar kitab,
kepala madrasah dan juga para santri yang menetap di pesantren.
- Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian yang berjudul
“Model Pembelajaran Kitab Kuning di Pesantren Girikusuma dan relevansi
metode pembelajaran kontemporer” berupaya mengumpulkan data, dengan metode pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi.
Menurut Amri
Darwis Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data (2014: 56). Observasi bisa dilakukan secara
terlibat (partisipan) dan tidak terlibat (non-partisipan). Dalam pengamatan
terlibat, peneliti ikut terlibat dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan
sumber data penelitian, sedang pengamatan yang tidak terlibat peneliti tidak
ikut langsung dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data peneliti.
Adapun obyek
observasi ini adalah wakil lurah pondok, para ustadż dan kepala bidang
pendidikan di pesantren girikusuma yang di amanati untuk mengatur (KBM,
kegiatan belajar mengajar) di pesantren.
Hal ini
dilakukan untuk mendapat data atau informasi tentang model pembelajaran kitab
kuning yang di terapkan di pesantren girikusuma Mranggen dan sekaligus untuk
mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi dalam proses pelaksanaan
pembelajaran baik faktor pendukung, dan faktor penghambat.
b. Wawancara.
Wawancara dalam
penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga katagori yaitu 1)
wawancara dengan cara melakukan pembicaraan dengan informal (informal
convercational interview) 2) wawancara umum terarah (general interview guide
approach). 3) wawancara terbuka yang standar ( standardized open-ended
interview) (Sarwono, 2006: 245). Dengan menggunakan metode wawancara keberhasilan
mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti bergantung kepada
kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Adapun yang di
wawancarai adalah 4 orang ustadż sebagai sumber data primer yang sekaligus
sebagai pemilik dan pemegang kunci informasi, hal–hal yang diajukan dalam
wawancara tersebut adalah yang berkaitan dengan masalah model pembelajaran
kitab kuning, di samping itu juga wawancara dilakukan kepada sumber data
sekunder, dalam hal ini adalah 1 orang kepala bidang pendidikan yang diamanati
oleh kyai di pesantren, serta para santri sebagai sampel.
Pelaksanaan
wawancara dilakukan pada saat jam istirahat di pesantren, baik ketika santri
istirahat jam sekolah, ataupun jam santai begitu juga wawancara kepada ustadż saat
jam tidak mengajar ketika di pesantren maupun di rumah, sesuai dengan
kesepakatan. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data dan informasi lebih
mendalam atau menggali data yang belum jelas saat observasi di pesantren, dan
sekaligus untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi atau memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran di pesantren tersebut
(baik faktor pendukung maupun faktor penghambatnya).
c. Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan sarana pembantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi
dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, pernyataan tertulis, dan
bahan-bahan tulisan lainya (Sarwono, 2006: 246). Pengumpulan data melalui
dokumen bisa menggunakan alat kamera, video shooting atau dengan cara fotokopi (Darwis,
2014: 57). Dalam hal ini
penulis mengumpulkan data tentang kondisi secara umum tentang
pesantren Girikusuma, serta
keadaan santri
dan para
Ustadż yang mengampu khususnya kitab kuning di pesantren.
- Sumber Data Penelitian.
Data
adalah segala sesuatu yang sudah dicatat, segala sesuatu itu bisa berupa
dokumen, batu-batuan, air, pohon dan manusia, data terbagi menjadi dua, yaitu
data primer dan data skunder (Darwis, 2014: 121).
Yang
dimaksud dengan data primer adalah data yang diambil langsung tanpa perantara dari
sumbernya (Darwis, 2014: 122). Sumber data primer disini berasal dari pondok pesantren, santri dan para
asatid yang mengajar di pesantren.
Yang
dimaksud dengan data skunder adalah data yang diambil secara tidak langsung
dari sumbernya (Darwis, 2014: 122).Yang menjadi sumber data sekunder adalah karya ilmiah,
jurnal-jurnal, buku-buku dan tulisan-tulisan yang relevan dengan penelitian ini serta dokumen-dokumen lain yang
mendukungnya.
- Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode
deskriptif analisis karena
berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-gejala yang berkaitan dengan model
pembelajaran
kitab kuning di pesantren Girikusuma. Menurut Miles dan Hubermen
(1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif, dan berlangsung secara terus – menerus sampai tuntas,
sehingga datanya jenuh. Langkah-langkah dalam analisis data diantaranya: (Darwis,
2014: 142).
a. Reduksi data.
Memilih data dari berbagai sumber yang relevan
dengan data yang di inginkan, kemudian direduksi sejumlah data dalam suatu
laporan lapangan yang sistematis dan difokuskan pada hal-hal yang berekenaan model
pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
b. Display data
(penyajian
data)
Display data yakni peneliti merangkum
dalam bentuk uraian yang singkat, hal-hal pokok dan kemudian disusun ke dalam
bentuk deskriptif yang naratif dan sitematis sehingga dapat memudahkan mencari
tema sentral sesuai dengan fokus atau tema rumusan.
c. Verifikasi data
Verifikasi data yakni peneliti mencari makna dari
data yang dikumpulkan secara teliti. Hasil dari verifikasi ini berupa
kesimpulan yang menjawab dari rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu mengenai
model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
J.
SISTEMATIKA PENULISAN.
Untuk memudahkan dalam pembahasan
proposal ini dibatasi melalui
penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :
penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN.
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB
II :
LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas tentang landasan
teori, pengertian model pembelajaran pesantren, serta variabel kitab kuning kerangka
pikiran peneliti.
BAB III :
GAMBARAN UMUM PESANTREN
GIRIKUSUMA
Berisi gambaran umum Pesantren
Girikusuma kemudian tentang,
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis yang digunakan untuk menguji kebenaran
penelitian.
BAB
IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang Deskripsi obyek
penelitian, analisis data
,model pembelajaran kitab kuning di
Pesantren Girikusuma. Prolematika
yang meliputi
faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran.
BAB
V : PENUTUP
Bab terakhir dari penelitian ini akan diuraikan
kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan
dan
saran-saran berdasarkan hasil penelitian.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali
Lukman, kamus besar bahasa indonesia. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta,
hlm. 924
Anwar Ali, Pembearuan Pendidikan di Pesantren
Lirboyo Kediri, (Yokjakarta, Pustaka Pelajar, 2011) , hlm. 23
Asmani Jamal Ma’mur, 7tips Aplikasi Pakem(Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, Sampangan Gg perk utut, 2014,
hlm. 19
B. Uno Hamzah, Model Pembelajaran,Menciptakan
Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif, Jakarta, Bumi aksara,
2011, hlm. 2
Bruinessen Martin Van, Kitab Kuning Pesantren Dan
Tarekat, Bandung, Mizan, 1995, hlm. 17
Darwis H. Amri, Metode Penelitian Pendidikan Islam,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2014,
hlm.1, 57 ,121,122,142.
Dhofier Zamakhsyari, Tradisi pesantren Studi tentang
pandangan hidup kyai, Jakarta, LP3ES, hlm. 28
Haedar HM. Amin, Masa depan pesantren dalam
tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global,( jakarta, IRD
PRESS, 2004), hlm. 1
Hanun Farida, Jurnal
“Al-Qalam” Volume 19 Nomor 1 Juni 2013.
Ismail, Nurul Huda, Abdul Khaliq, Dinamika
Pesantren Dan Madrasah, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 3-4
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren,
Jakarta, inis, 1994, hlm. 55, 61
Madjid Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah
Potret Perjalanan, cet. 1 (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 3.
Majid Abdul, belajar dan pembelajaran pendidikan
agama islam,Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm. 127
Nasir,Ridlwan Mencari Tipologi Format Pendidikan
Ideal Pondok Pesantren ditengah Arus Perubahan, Yogjakarta, Pustaka
Pelajar, 2010, hlm. 80, 87,88.
Qomar Mujamil, Pesantren Dari Transformasi
Metodologi Menuju Demokrasi Intitusi, Jakarta Erlangga, hlm.127
Sarwono Jonathan, Metodologi Penelitian
Kuantitaif dan Kualitatif, Yogjakarta, Graha Ilmu, 2006, hlm. 245-246
Suharta Babun, dari pesantren untuk umat,
reinventing eksistensi pesantren di era globalisasi, Surabaya, imtizas,
2011, hlm. 120.
Thoriqussu’ud Muhammad, Jurnal Ilmu Tarbiyah
"At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012, hlm. 231-237.
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-
Progresif, Konsep Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, Jakarata, Kencana Prenada Media Grup, 2010, hlm. 22.23.
Umar Nassaruddin, Rethinking pesantren,
(Jakarta, Pt Alex Media Komputindo, 2014), hlm. 7
Tesis Supandi IAIN Sunan Ampel Berjudul Pembelajaran
Kitab Kuning Dengan Mengangkat Judul‚ Implementasi Program Akselerasi
Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi Komparatif
Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab
Nubdzatul Bayan al-Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan.
Tesis Ahmad Gazali yang berjudul “Dinamika
Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun 2004.
Yulaelawati Ella, kurikulum dan pembelajaran
filosofi,teori dan aplikasi, Jakarta, Pakar raja ,2007, hlm. 60,67
Suyono, implementasi belajar dan pembelajaran,
Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda