Pengikut

Sabtu, 24 Februari 2018

proposal model pembelajaran kitab kuning dipesantren Girikusuma


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
          Sesuatu yang menarik dan patut untuk dikaji baik dari segi kelembagaan, perilaku santri maupun tokoh agama adalah dunia pesantren, minimnya data tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah berdirinya pesantren menjadikan keterangan - keterangan yang berkenaan denganya bersifat prejudice dan sangat beragam, sehingga menjadikan pesantren sebagai bahan kajian yang tak pernah kering dikalangan peneliti dan ahli sejarah (Haidar, 2004: 1).
          Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Nurcholis Madjid, secara historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia. Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga serupa pesantren ini sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya. Jadi Pesantren merupakan hasil penyerapan akulturasi kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan Islam, kemudian menjelma menjadi suatu lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini (Majid, 1997: 3).
          Mastuhu memberikan pengertian dalam disertasinya bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari (Mastuhu: 1994: 55)
          Ada tiga elemen dasar yang membentuk pondok pesantren sebagai sebuah subkultural, yang pertama, pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara, yang kedua penggunaan kitab –kitab rujukan umum yang selalu di gunakan berabad- abad lamanya dan yang ketiga, sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Dengan bermodal elemen yang ke tiga ini, dapat ditegaskan bahwa pondok Pesantren memiliki hubungan yang erat dengan  kehidupan masyarakat dan juga termasuk salah satu penopang pilar utama pendidikan di bumi Nusantara ini (Umar, 2014: 7 ). Oleh karena itu, dalam prespektif historis, lahirnya pesantren bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan pentingnya pendidikan, tetapi juga untuk penyiaran agama Islam.
          Meskipun lembaga pendidikan modern semakin banyak bermunculan, ternyata pesantren tradisional hingga kini masih eksis. Ia merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama’ masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern, keberadaannya tidak hanya bertahan, akan tetapi dari masa ke masa kuantitasnya berkembang pesat.
          Peran dan fungsi pondok pesantren dalam perkembangannya, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama, Mastuhu dalam disertasinya yang berjudul “Dinamika sistem pendidikan Pesantren” mengungkapkan pesantren mempunyai empat ciri khusus yang menonjol, mulai dari hanya memberikan pelajaran agama versi kitab – kitab Islam klasik berbahasa arab, mempunyai teknik pengajaran yang unik yang biasa dikenal dengan dengan metode sorogan dan bandongan atau wetonan, mengedepankan hafalan, serta menggunakan sistem halaqah (Haidar, 2004: 15-16) .
           Sebagai lembaga pendidikan Islam tujuan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkahlaku yang  jujur, bermoral dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati (Ma’arif, 2008: 71)
          Bila di tinjau dari segi historis pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia, yang di kenal di Indonesia sebelum Indonesia merdeka bahkan semenjak agama Islam masuk di Indonesia terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya (Nizar, 2013: 85-86).
          Pada masa kolonial belanda banyak pesantren yang terkenal baik di Jawa ataupun di luar Jawa hal itu di sebabkan karena :
1)      Para ulama’ dan kyai mempunyai kedudukan yang kukuh di lingkungan kerajaan dan kraton yaitu sebagai penasehat raja atau sultan.
2)      Kebutuhan umat Islam akan sarana pendidikan yang mempunyai cirikhas  keislaman juga semakin meningkat, semantara sekolah belanda pada waktu itu hanya di peruntukan kalangan tertentu saja.
3)      Hubungan transformasi antara Indonesia dan mekkah semakin lancar sehingga memudahkan pemuda-pemuda Islam dan Indonesia menuntut ilmu ke makkah.
Hal yang sangat penting terjadi di pesantren ketika itu adalah dimasukanya sistem madrasah karena untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang memakai sistem pendidikan Barat. Dengan sistem madrasah pesantren kelihatan maju dan terus bertambah jumlahnya, sehingga pada tahun 1940-an terdapat beberapa pesantren ikut menyelenggarakan sekolah agama yang dikembangkan oleh pemerintah.
          Pada masa Orde baru, pembinaan pondok pesantren dilakukan oleh pemerintah melalui proyek pembangunan lima tahunan yang diperoleh dari berbagai intansi baik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, semenjak Orde baru itulah pemerintah Indonesia berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren melalui Departemen Agama Islam.
          Kini di tengah-tengah Sistem Pendidikan Nasional yang selalu berubah-ubah dalam jeda waktu yang tidak lama, apresiasi masyarakat Indonesia terhadap pesantren makin hari makin besar, pesantren yang awal sebagai Rurel Based Inditusion kemudian berkembang menjadi lembaga urban (Nizar, 2013: 97-100). Sehingga masyarakat Indonesia yang mengambil alternatif untuk mendidik anaknya tentang agama lebih dominan di pesantren dari pada di sekolah.
          Munculnya Pendidikan modern pada prinsipnya karena model pendidikan yang ada dan mapan selama ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman yang sudah semakin maju, sehingga apabila hal ini dibiarkan tanpa ada langkah konkret untuk merubahnya maka dikhawatirkan kualitas anak didik yang menjadi generasi penerus bangsa akan semakin menurun dan tidak mampu lagi bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi. Pendidikan di masa lalu dirasa sangat monoton, membosankan, tidak mengembangkan daya kreatifitas anak didik, tidak menyenangkan dan kurang efisien, serta hanya mengandalkan bakat alam, Hal ini berdampak pada kualitas anak didik secara umum menjadi rendah yang akhirnya akan berdampak pula pada perkembangan dan kemajuan bangsa.
          Berdasarkan fenomena tersebut maka para pemikir pendidikan berusaha untuk memperbaiki model-model pendidikan yang lama menjadi suatu sistem pendidikan yang variatif (sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jaman). Dengan adanya prinsip-prinsip pendidikan yang semacam ini (modern), maka diharapkan mutu pendidikan akan naik dan akhirnya akan berdampak bagi kemajuan bangsa dan negara.
          Penyelenggaraan pendidikan nasional diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan  Nasional yang didalamnya memuat pengertian Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
          Dari uraian di atas dapat difahami bahwa, Pesantren Girikusuma merupakan salah satu pesantren yang menekankan terhadap pembelajaran afektif, afektif berhubungan dengan nilai, yang tidak mudah untuk diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam perilaku, akan tetapi penilaianya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus. Pondok Pesantren Girikusuma dalam melaksanaan proses pembelajaran  menggunakan metode sorogan, bandongan  dan klasikal, untuk pelaksanaan metode tersebut pondok Pesantren Girikusuma menerapakannya di sekolah Islam salaf dan pengajian kitab kuning secara klasikal dengan sesepuh pondok Pesantren yaitu kyai.
           Kitab kuning sebagai sumber belajar seperti kitab- kitab fiqh madżhab syafi’iyah, Tasawwuf, Ṣaraf, Nahwu dan Tafsir Jalālain. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam mengikuti proses pembelajaran kitab di pesantren, yang menyangkut interaksi guru-murid dan sumber belajar, antara lain sebagai berikut :
1.         Kyai sebagai guru dipatuhi secara mutlak, dihormati termasuk anggota keluarganya, dan kadang dianggap memiliki kekuatan ghaib yang dapat memberi berkah.
2.         Diperoleh tidaknya ilmu itu bukan semata-mata karena ketajaman
akal, ketetapan metode mencarinya dan kesungguhan berusaha;
melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu dan berkah
kyai serta upaya ritual keagamaan seperti puasa, doa dan riadhah.
Bahkan cara yang terakhir ini memenuhi tradisi Pesantren
3.         Kitab adalah guru yang paling sabar dan tidak pernah marah. Karena itu, ia harus dihormati dan dihargai atas jasanya yang telah banyak mengajar santri
4.         Transmisi lisan para kyai adalah penting. Meskipun santri mampu
menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji
          Pelaksanaan pengajaran kitab ini secara bertahap, dari kurikulum
tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian tingkat lanjutan, dan takhassus. Dalam pengajaran ini dipergunakan berbagai metode disertai dengan model dalam pengembangan kajian kitab kuning, antara lain : hafalan, sorogan, weton atau bandongan, mud
żakarah dan majlis ta’lim (Thoriqussu’ud, 2012: 233-234)
          Keseluruhan kitab-kitab klasik atau kitab kuning yang diajarkan di Pesantren dapat digolongkan kedalam delapan kelompok 1) Nahwu, 2) Ṣaraf, 3) Fiqh, 4) Ushul fiqh, 5) Tafsīr, 6) Tauhid, 7) Tasawwuf atau etika , 8) cabang – cabang lain seperti tarīkh dan balaghah (Dhofier: 1985: 50).  Secara umum kitab yang di ajarkan pesantren sama jenisnya baik di Jawa maupun Pesantren selain Jawa, kesamaan kitab yang di ajarkan dan sistem pengajaran tersebut menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktek – praktek keagamaan dikalangan santri. Perlu diketahui juga bahwa dalam kajian kitab –kitab klasik tidak sekedar membaca teks hitam putih, tetapi juga memberikan pandangan – pandangan atau penjelasan-penjelasan (interprestasi) pribadi baik mengenai isi maupun bahasa dari teks, sehingga mampu menghantarkan santri agar bisa menterjemahkan dan memberikan pandangan tentang isi dan makna dari teks tersebut (Haidar, 2004: 39-40).
          Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan semakin kompleks dan kebutuhan semakin meningkat. Santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu agama melalui penguasaan kitab kuning (mampu membaca kitab kuning lebih cepat, mampu memahami dan menterjemahkan kitab kuning dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat), tetapi juga harus mempunyai kompetensi dan keterampilan mengajarkan kembali isi dari kitab kuning tersebut. Bagaimana Model pembelajaran yang baik dalam mengkaji kitab kuning itulah yang perlu dikaji dan dikembangkan di pondok Pesantren sekarang ini.
          Pondok Pesantren Girikusuma yang berada di desa Banyumeneng Kabupaten Demak merupakan salah satu pondok Pesantren yang sampai saat ini masih memakai model pembelajaran klasik dan salaf karena dalam proses pembelajaran di pondok Pesantren Girikusuma masih dijumpai metode sorogan ,bandongan dan klasikal, walaupun dalam kurikum pembelajaran memakai kurikulum berbasis kompetensi mandiri (KBK mandiri) yang tujuanya adalah mempersiapkan santri menghadapi tantangan zaman ketika di terjunkan kelapangan (masyarakat).
          Dari paparan di atas, penulis sangatlah tertarik untuk meneliti model-model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren tersebut dengan mengangkat judul‚ MODEL PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN GIRIKUSUMA DAN RELEVANSI DENGAN METODE PEMBELAJARAN KONTEMPORER ‛Studi kasus pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen demak.
B. Rumusan Masalah.
          Untuk memudahkan pembahasan ini, maka permasalahan akan dirumuskan dalam beberapa hal berikut ini :
1.    Bagaimana model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren Girikusuma  Mranggen Demak?
2.      Bagaimana relevansi model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model pembelajaran kontemporer ?
C. Tujuan Penelitian
              Sebagaimana rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian penulis adalah:
1.    Untuk mendiskripsikan dari pelaksanaan pembelajaran kitab kunig di Pondok Pesantren Girikusuma.
2.    Untuk mengetahui relevansi model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma dengan model pembelajaran kontemporer.
D. Signifikansi Penelitian
Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.    Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Mranggen dalam meningkat pembelajaran teruma yang berkaitan dengan model pembelajaran kitab kuning di pondok Pesantren, sehingga meningkatkan kualiatas santri (membaca, memahami, menterjemahkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Sebagai penambah khasanah dalam penelitian yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh semua pihak terutama bagi Program Studi Pendidikan Agama Islam pasca sarjana UIN Walisongo Semarang.
3.    Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis khususnya dalam bidang pendidikan dalam pondok Pesantren dan bidang lainnya.
4.    Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga pendidikan di masa mendatang.
F. Landasan Teori
1. Model Pembelajaran. 
a)    Pengertian    
          Model dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah contoh, pola,
acuan, ragam, macam, dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Menurut Dorin, Demmin dan Gabel, 1990 , model merupakan gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung (yulaelawati, 2007: 60 ).
   Menurut Ryder (2003) model seperti mitos dan metafor, dapat membantu kita memahami sesuatu, apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan sesuatu pemahaman yang lebih mudah (yulaelawati, 2007: 67).
Pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswanya dengan sumber belajar lainya) dalam rangka mencapai tujuan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana diantara keduanya terjadi komunikasi( transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapakan sebelumnya (Trianto, 2010: 17).
Menurut Sunhaji (2007) suatu aktivitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subjek belajar (Asmani, 2010:19)
Dari penegasan istilah di atas tadi sehingga dapat memberikan devinisi tentang model pembelajaran dari berbagai pendapat, diantaranya:
            Model pembelajaran menurut Dewey ( joyce & Weil, 1986) adalah “a plan or pattern that we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and tho shape intrultional material” (suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka dikelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk menajamkan materi pelajaran). Sehingga dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasar (Majid, 2012: 127).
         Menurut Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000: 10) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Trianto, 2010: 22).
          Menurut (Kardi dan Nur, 2000: 9). Istilah Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur, sehingga model pengajar mempunyai empat ciri-ciri yang tidak dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur. Di antaranya ciri-ciri tersebut ialah :
1)   Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2)   Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan di capai)
3)   Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
4)   Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Trianto, 2010: 23).
b)   Jenis model pembelajaran
Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran, diantara model pembelajaran tersebut dikemukakan oleh Lapp, Bender, Ellenwood dan John (1975) yang berpendapat bahwa aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari 4 model utama, yaitu:
1)       The Classical Model,
Dimana guru lebih menitikberatkan perananya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang di sajikanya
2)       The Technological Model
Dimana guru yang lebih menitikberatkan peranan pendidik sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk memcapai kompetensi individual siswa.
3)       The Personalised Model
Dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
4)      The Interaction Model
Dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran ( Aunurrahman: 2012: 147)
Menurut Stalling (1997) ada 5 macam model pembelajaran di antaranya :
1)       The Exploratory Model
Model ini pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan independensi siswa
2)      The Group Process Model
Model ini utamanya diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerjasama antara siswa.
3)      The Developmental Cognitive Model
Yang menitikberatkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan kognitif.
4)      The Progammed Model
Yang menitikberatkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku.
5)      The Fundamental Model
 Yang menitikberatkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar melalui pengetahuan faktual (Aunurrahman: 2012: 147- 148).
c)    Jenis Pesantren
Pesantren atau pondok, surau, dayah adalah nama salah satu lembaga Islam baik yang ada di jawa maupun di luar  jawa. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam (Nasir, 2010: 80).
Menurut Ridlwan Nasir jenis jenis pondok pesantren di klasifikasikan menjadi lima, yaitu:
1.    Pondok pesantren salaf/klasik.
2.    Pondok pesantren semi berkembang.
3.    Pondok pesantren berkembang.
4.    Pondok pesantren kholaf.
5.    Pondok pesantren ideal (Nasir,  2010: 87-88).
d)   Metode dan model Pembelajaran yang ada di Pesantren.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (B.uno, 2011: 2).
Dalam pembelajaran kitab kuning digunakan berbagai metode dan model diantaranya, adalah:
1.    Bandongan
Bandongan adalah belajar secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Berlangsungnnya pengajian itu merupakan inisiatif kyai itu sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu terutama kitabnya. Kelompok santri yang duduk mengitari kyai dalam pengajian itu disebut halaqah
2.    Sorogan
Sorogan adalah pengajian secara individual, dimana seorang santri berhadapan langsung dengan seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya (mastuhu: 1994: 61)
3.    Mudżakarah atau Musyawarah  
Mudżakarah atau musyawarah adalah pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan agama pada umumnya. Metode ini digunakan dalam dua tingkatan, pertama, diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah agar terlatih untuk memecahkan masalah dengan menggunakan rujukan kitab-kitab yang tersedia. Kedua,
mud
żakarah yang dipimpin kyai, di mana hasil mudżakarah santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam seminar ( Thoriqussu’ud, 2012: 235-237).
    Dari keterangan di atas dapat tarik kesimpulan bahwa metode dan model pembelajaran yang diterapakan di pondok Pesantren Girikusuma Mranggen Demak mencakup dua aspek, yaitu:
1.    Model pembelajaran yang bersifat individual, yakni model  pembelajaran yang diselenggarakan secara individu seperti model menggunakan Sistem Sorogan dan Hafalan
2.     Model pembelajaran kelompok, yakni model pembelajaran yang diselenggarakan secara bandongan atau wetonan, seperti sistem Halaqah, Mudżakarah atau Madrasah.
2. Kitab Kuning
a.    Pengertian
       Tidak asing lagi bahwa pelajaran di Pesantren hampir semuanya buku-bukunya berbahasa arab yang dikenal dengan kitab kuning, karena pada umumnya kitab-kitab itu dicetak dengan memakai kertas yang berwarna kuning (Depag, 2003: 32), selain istilah kitab kuning, sejumlah pihak juga menyebut kitab-kitab klasik, sebab memang banyak sekali kitab-kitab yang ditulis ulama - ulama pada abad pertengahan (Suharto, 2011: 120), akan tetapi tidak sedikit kitab-kitab yang ditulis oleh ulama’kontemporer karena orang –orang sama menyebutnya kitab gundul atau tidak ada harakat.
          Menurut Martin Van Bruinessen, kitab kuning adalah kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu (Bruinessen, 1995: 17)  Dengan kata lain dalam buku itu mendefinisikan kitab kuning dengan buku-buku berhuruf arab yang dipakai di lingkungan pesantren.
                      Dari keterangan tersebut dapat kita tarik pengertian yang relavan bahwa kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab atau berhuruf Arab karya ulama salaf, ulama zaman dahulu yang dicetak dengan kertas kuning yang disebut dengan kutub al-turats yang isinya berupa hazanah kreatifitas pengembangan peradaban Islam pada zaman dahulu.
b.    Ciri – Ciri Kitab Kuning.                             
          Kitab merupakan istilah khusus yang digunakan untuk menyebut
karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab. Sebutan
ini membedakan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan huruf
selain Arab, yang disebut buku, Adapun kitab yang dijadikan sumber belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya, disebut kitab kuning (Husain, 2012: 231).
Adapun kitab kuning memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)  Penyususnan dari yang lebih besar terinci ke yang lebih kecil seperti kitābun, faslhun, far’un
2) Tidak menggunakan tanda baca lazim , tidak memakai titik, koma, tanda seru, tanda tanya dan lainya.
3)  Selalu di gunakan istilah (idiom) dan rumus-rumus tertentu seperti untuk menyatakan pendapat yang kuat dengan memakai istilah al madżhab al –ashoh (Qomar: 127)
c.     Sistem Pengajaran Kitab Kuning
        Sistem Pengajaran Kitab kuning, atau Islam klasik di pondok pesantren Girikusuma dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis  
1)   Sistem Sorogan
Sistem sorogan yang ada di pesantren Girikusuma tetap di pertahankan karena banyak faedah yang mendorong para santri untuk lebih giat dalam mengkaji dan memahami kitab - kitab wajib.
Sistem sorogan mempunyai faedah diantaranya :
a) Santri lebih mudah berdialog secara langsung dengan kyai atau  ustadż.
b) Santri lebih cepat dan matang dalam mengkaji kitab-kitab kuning.
c) Santri lebih memahami dan mengenang kitab yang dipelajari dan bersikap aktif.
2)   Sistem Weton / Bandongan.
               Dalam pengajaran kitab kuning, sistem bandongan yang diterapakan di pesantren Girikusuma meliputi
a)    Sistem klasikal yang ditentukan oleh kyai
b)   Sistem Madrasah
c)    Sistem mudżakarah
d)   Sistem halaqah.
Sistem Pengajaran
 
Skema sistem pengajaran di pesantren Girikusuma                    
 








Diskusi kelompok, Kyai atau Ustadż memberikan topik atau masalah sementara santri berdiskusi di kalangan sendiri kemudian baru berdiskusi dengan kyai

 
Pengajian umum
5-500 santri. Kyai atau Ustadż yang membacakan, menjelaskan dan santri mendengarkan dan mencatat (zamakhsyari dhofir : 28: 1980)

 
Santri membahas materi yang di ajarkan oleh ustadż dari kitab kemudian di bahas kembali dengan teman-temanya

 
                                                                                                     



                                                                          


d.   Beberapa kelebihan dari sistem pengajaran kitab kuning di antaranya :
1)   Sistem pengajaran yang di terapkan dalam proses belajar – mengajar adalah tidak dimasukannya materi pelajaran dalam silabus-silabus yang terprogam, melainkan berpegang pada bab-bab yang tercantum dalam kitab.
2)   Para santri sehabis mempelajari teori – teori yang ada dalam kitab kuning, kemudian langsung mempratekanya, kemudian membahas hasil praktek itu untuk di uji kembali dengan teori yang meraka pelajari.
3)   Tingkat keberhasilan seorang santri dalam belajar adalah banyak ditentukan oleh kemampuan secara individunya, karena semakin cerdas santri dalam belajarnya maka ia semakin cepat dalam menyelesaikan pelajaranya.
4)   Motivasi keagamaan merupakan faktor yang mendorong setiap individu untuk lebih giat, dimana seorang kyai maupun santri berkeyakinan bahwa mereka sedang melakukan ibadah kepada Allah.  
e.    Beberapa kelemahan dari sistem pengajaran kitab kuning di antaranya :
1)   Pengajian kitab kuning dengan sistem weton menjadikan santri pasif, karena santri hanya mendengarkan dan mencatat makna harfiah tanpa adanya dialog antara santri dan kyai atau ustadż
2)   Tidak adanya absensi dalam proses belajar-mengajar, sehingga mengakibatkan tidak di siplin dalam mengikuti pelajaran.
3)   Orientasi keilmuan di pondok pesantren lebih dititik beratkan pada kajian-kajian ilmu terapan seperti fiqh,tasawwuf dan ilmu gramatika yang dimaksud ilmu terapan adalah ilmu yang perlu di ketahui dan di amalkan setiap hari.
4)   Liberalisasi dalam proses belajar-mengajar yang berlangsung di pesantren, pada kenyataanya sering menjadi faktor utama dari berlarut-larutnya masa belajar seorang santri di pesantren.
5)   Konsep barakah yang pada awalnya dimaksudkan sebagai motivasi bagi para santri untuk lebih giat belajar, pada kenyataan lebih dominan mematikan orientasi ilmiah (Nasir, 2010 : 139-141)
f.     Faktor penunjang dan faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar
          Faktor penunjang adalah segala hal yang membantu dan mendukung terhadap pelaksanaan pendidikan dan dalam mencapai tujuan. Diantara faktor penunjang adalah:
1)      komitmet Kyai.
2)      Kompetensi Ustadż.
3)      Peran Santri.
4)      Kurikulum yang di gunakan
5)      Kitab-kitab yang di gunakan.
6)      Metode yang di gunakan.
7)      Sarana dan prasana.
          Sedangkan faktor penghambat adalah segala hal yang dapat mempengaruhi, memperlambat terhadap pelaksanaan pendidikan dan dalam meraih tujuan. Diantara faktor penghambat adalah:
a)      Honor Ustadż/Guru
b)      Kualitas input Santri.
c)      Kuantitas dan kualitas jenjang mutakhārijīn (Hanun, 2013: 102-104).
3. Pembelajaran Kontemporer
          Kontemporer dalam kamus besar bahasa indonesia adalah sewaktu, semasa, pada waktu atau masa yang sama dan masa kini, sehingga mempunyai makna bahwa pembelajaran kontemporer adalah pembelajaran pada masa kini dengan menggunakan pendekatan, strategi dan metode sehingga proses pembelajaran berjalan dengan lancar.
A.  Pendekatan, strategi dan metode
1)   Pendekatan Dalam Pembelajaran
a)                  Pengertian
                 Istilah pendekatan, approach sebelum digunakan dalam dunia pendidikan banyak digunakan dalam dunia penerbangan. Seorang pilot saat akan mendarat, melakukan pendekatan ke landing area, lokasi pendaratan, apakah aman atau tidak baginya untuk mendarat, maka ia akan melakukan kontak dengan menara pengawas, bahwa ia sudah siap landing position, pilot melakukan pengamatan dengan seksama, bagaimana kondisi cuaca, kecepatan arah angin. Berdasarkan analisis terhadap kondisi tersebut maka pilot melakukan strategi pendaratan. Jadi strategi pendaratan masih berupa gambaran konseptual (Suyono, dkk: 2015: 53-54)
                 Menurut Suyono, dkk dalam bukunya yang berjudul Implementasi Belajar dan Pembelajaran, merangkum berbagai pendapat para ahli mendefinisikan pengertian pendekatan pembelajaran sebagai “latar pedagogis dan psikologis yang dilandasi filosofi pendidikan tertentu yang dipilih agar tujuan pembelajaran dapat tercapai atau dapat didekati secara optimal (Suyono, dkk: 2015: 54)
b)                  Macam- Macam Pendekatan Pembelajaran
a)   Pendekatan konsep
        Menurut sagala (2009: 71) pendekatan konsep adalah pendekatan konsep secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh, tanpa melihat prosesnya (Suyono, dkk: 2015: 56)
b)   Pendekatn ketrampilan proses
Pendekatn ketrampilan proses dilatarbelakangi oleh teori naturalisme-romantis dari J.J. Roussea dan teori kognitif-gestal dari max wertheimer. Naturalisme menekankan kepada anak terhadap aktivitasnya, sedangkan kognitif geltal menekankan kepahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh (Suyono, dkk: 2015: 58)
c)   Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif
Pendekatan deduktif adalah proses berfikir yang dimulai dari atribut yang bersifat umum menuju atribut atau hal yang bersifat khusus.
Sedangkan Pendekatan induktif adalah berlawanan arah dengan proses deduktif. Berlawanan arah maksudnya proses berfikir dimulai dari hal yang bersifat khusus menuju suatu generalisasi yang bersifat umum (Suyono, dkk: 2015: 60-61)
d)  Pendekatan CBSA
Pendekatan CBSA adalah pembelajaran yang berpusat pada diri peserta didik dan menerapkan prinsip-prinsip psikologi manusiawi. Secara harfiah CBSA diartikan sebagai sistem pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intlektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara ranah kognitif afektif dan psikomotorik (Suyono, dkk: 2015: 63-64)
e)   Pendekatan inquiri.
Pendekatan inquiri adalah pendekatan  yang dalam prosesnya siswa mencari kebenaran, pencarian informasi, atau pencarian pengetahuan atau juga berarti investigasi, atau juga didefinisikan pencari informasi dengan mengajukan pertanyaan (Suyono, dkk: 2015: 67).
2)   Strategi pembelajaran
a)                  Pengertian
                        Pada awalnya istilah strategi  digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan, dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai  a plan method, or series of activies designed to achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976), jadi dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya: 2006: 125-126)
         Terdapat beberapa pendapat tentang strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya :
1)   Konza (1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya pembelajaran tertentu.
2)   Gerlach dan ely (1980) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
3)   Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
4)   Gropper (1990) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Uno: 2009: 1)
5)   Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi diartikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (2005: 1092)
6)   Menurut Jamal Maruf Asmani strategi pembelajaran adalah serangkaian dan keseluruhan tindakan strategis guru dalam merealisasikan perwujudan kegiatan pembelajaran actual yang efektif dan efesien, untuk pencapaian pembelajaran (Asmani: 2010: 27)
7)   Made Wane dalam bukunya mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran adalah cara dan seni untuk menggunakan sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa (made wena: 2014: 2)
                        Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien.
b)                  Jenis Strategi Pembelajaran
              Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan, Rowntree (1974) mengelompokan strategi menjadi:
1)   Strategi penyampaian penemuan atau expotision- discovery learing.
2)    Strategi pembelajaran kelompok .
3)   Strategi pembelajaran individual atau group individual learning (sanjaya: 2006: 128)
        Dalam strategi expotision, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut, (Roy Killen menyebutnya dengan strategi langsung, sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa, siswa tidak dituntut untuk mengolahnya, kewajiban siswa menguasai secara penuh dengan demikian dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi, berbeda dengan strategi discovery, dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Didalam strategi individual juga dilakukan oleh siswa secara mandiri, kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan contoh pembelajaran melalui modul, atau belajar bahasa  melalui radio (sanjaya: 2006: 129)
        Wina Sanjaya mengelompokkan strategi  pembelajaran dalam bukunya menjadi 7 macam diantaranya:
a)        Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi Pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (sanjaya: 2006: 179)
b)        Strategi Pembelajaran inkuiri
Strategi Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang di pertanyakan (sanjaya: 2006: 196)
c)        Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (sanjaya: 2006: 214)
d)       Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir (Sppkb)
Sppkb adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berfikir siswa , pada strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa.
e)        Strategi Pembelajaran kooperatif
Strategi Pembelajaran adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentuuntuk mencapai tujuan pembelajaran yang telh dirumuskan, ada empat unsur dalam spk yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok (2) adanya aturan kelompok (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
f)         Strategi Pembelajaran CTL
Strategi Pembelajaran CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk  dapat menerapakanya dalam kehidupan mereka.
g)         Strategi Pembelajaran Afektif
Strategi Pembelajaran afektif  erat kaitanya dengan nilai yang dimiliki seseorang , karena sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan  nilai (Sanjaya: 2006: 214)
c)    Prinsip Penggunakan Strategi Pembelajaran
1)   Berorientasi pada tujuan
Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama, segala aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, ini sangat penting sebab mengajar adalah proses yang bertujuan oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
2)   Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi, belajar adalah berbuat memperoleh pengalaman oleh karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa.
3)   Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa, walaupun kita mengajar pada sekelompok siswa namun pada hakikatnya yang imgin kita capai adalah perubahan tingkahlaku
4)   Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa, mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan psikomotor, oleh karena itu strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintregasi (Sanjaya: 2006: 131-133)
d)   Komponen Strategi Pembelajaran
                        Dick dan carey (1978) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan (2) penyampaian pembelajaran (3) partisipasi pesert didik (4) tes dan (5) kegiatan lanjutan.
                        Menurut Degeng (1989) secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendiskripsikan strategi penyampaian, yaitu sebagai berikut:
1)   Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat pesan yang akan di sampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat, ataupun manusia.
2)   Interaksi siswa dengan media adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan apa yang dilakukan oleh siswa danbagaimana peranan media dalam merangsang kegiatan belajar.
3)   Bentuk (struktur) belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada apakah siswa belajar dalam kelompok besar, kelompok kecil, perseorangan, ataukah belajar mandiri (Made Wane: 2014: 9)


b)   Metode pembelajaran
1)                  Pengertian
                 Dalam kamus bahasa indonesia didefinisikan metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses untuk menuju yang lebih baik.
            Wina sanjaya  memberikan pengertian bahwa metode adalah cara yang digunakan  untuk mengimplentasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Sanjaya: 2006: 147)
            Hamzah (2011:2) medefinisikan metode pembelajaran sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (B.Uno: 2011: 2)
            Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulakan bahwa metode pembelajaran adalah langkah langkah dan cara yang digunakan guru dan disajikan khas oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam pembelajaran terdapat  bermacam-macam metode diantaranya:
1)    Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dikatakan sebagai metode tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komukasi lisan antara guru dan siswa dalam interaksi edukatif. Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan:
a.    kelebihan metode ceramah:
1)    guru mudah menguasai kelas
2)    mudah dilaksanakan
3)    dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar
4)   guru mudah menerangkan bahan pelajaran dalam jumlah banyak.
b.    Kekurangan metode ceramah
1)   Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)
2)   Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih cepat menerimanya.
3)    Bila terlalu lama akan membosankan.
4)    Sukar mengontrol sejauhmana perolehan belajar anak didik
5)    Menyebabkan anak didik pasif.
2)   Metode proyek
Metode proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai bahan pelajaranya, sehingga anak didik tertarik untuk belajar.
            a. kelebihan metode proyek
1)   Dapat merombak pola fikir anak didik, dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyeluruh, saat memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
2)   Anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dengan terpadu yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
            b. kekurangan metode proyek.
1) Kurikulum negara kita saat ini belum menunjang pelaksanaan metode ini.
2) Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk itu.
3)   Metode eksperimen
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik, baik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan, dengan metode ini anak didik diharapkan dapat sepenuhnya terlibat dalam perencanaan eksperimen, melakukan, menemukan, fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variable dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata
a. kelebihan metode eksperimen:
1)   Dapat membuat anak lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri dari pada hanya menerima dari guru
2)   Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajah) tentang ilmu dan teknologi.
3)   Akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru melalui penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat.
b. kekurangan metode eksperimen
1)   Tidak cukupnya alat alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan eksperimen.
2)   Jika eksperimen memerlukan waktu lama anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.
3)   Metode ini lebih sesuai dengan bidang ilmu dan teknologi
4)        Metode diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan, tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan sesuatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan iswa serta membuat suatu keputusan (killen, 1998)
a. kelebihan metode diskusi
1)     Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan hanya satu jalan
2)     Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka dapat saling mengemukakan pendapat secara konstruktif, sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik
3)     Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya
b. kekurangan metode diskusi
1)   Tidak dapat digunakan pada kelompok yang besar
2)   Peserta diskusi mendapat informasi terbatas
3)   Dapat dikuasai oleh orang yang suka berbicara
4)   Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.
5)        Metode latihan
       Metode latihan (driil) disebut juga metode training adalah suatu cara mengajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
a. kelebihan metode latihan
1)     Dapat digunakan untuk memperoleh kecakapan motorik, seperti menulis, melafalkan huruf, dan menggunakan alat-alat
2)     Dapat digunakan untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan
3)     Untuk membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan pelaksanaan.
b. kekurangan metode latihan
1)   Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih mudah di sesuaikan dan di arahkan pada pengertian.
2)   Menimbulkan penyesuaian secara statis pada lingkungan
3)   Latihan dilakukan berulang-ulang menjadikan siswa bosan karena monoton
4)   Dapat menimbulkan verbalisme.
6)        Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
Artinya guru menyuruh anak didik misalnya membaca, tetapi dengan menambahkan tugas-tugas seperti mencari dan membaca buku-buku lain sebagai perbandingan
a. kelebihan metode pemberian tugas dan resitasi
1)   Pengetahuan anak didik yang diperoleh dari hasil belajar dapat di ingat lebih lama.
2)   Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab
b. kekurangan metode pemberian tugas dan resitasi
1)   Terkadang anak didik melakukan penipuan misalnya anak didik hanya meniru hasil orang lain
2)   Terkadang tugas itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan
3)   Sukar memberikan tugas yang memenuhi penilaian individual
7)        Metode Picture And Picture
Langkah-langkah dari metode ini:
a.                   Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b.                  Menyajikan materi sebagai pengantar
c.                   Guru menunjuk /memperlihatkan gambar berkaitan dengan materi
d.   Guru memanggil siswa secara bergantian untuk memasang gambar menjadi berurutan
e.    Guru menyalakan alasan/ dasar pemikiran dari urutan gambar tersebut
f.     Dari urutan/gambar tersebut, guru mulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingn dicapai
g.    Siswa diajak untuk menyimpulkan materi yang diterimanyan baru aja
8)        Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah, karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan.
9)        Metode Numbered Head Together/ Kepala Bernomor
Langkah-langkah dari metode ini:
a.    Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa, dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b.    Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya
c.    Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakan jawabanya
d.   Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka
e.    Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
f.     Siswa diajak untuk membuat kesimpulan dari materi yang baru saja di pelajari.
10)    Metode Jigsaw
Langkah- langkah dari metode ini :
a.    Siswa dikelompokkan ke dalam 4 tim
b.    Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
c.    Anggota dari tim yang berbeda, yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama, bertemu dalam kelompok baru untuk mendiskusikan subbab mereka
d.   Setelah selesai berdiskusi, sebagaian tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai, sementara anggota lainya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
e.    Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi mereka
f.     Guru memberi evaluasi kepada seluruh siswa, yang mencakup seluruh materi yang didiskusikan siswa
g.    Guru menutup pelajaran.
G. PENELITIAN RELEVAN.
              Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa kitab kuning dan pondok Pesantren merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan, dan tidak bisa saling meniadakan. Kitab kuning senantiasa menjadi materi kajian pokok dalam pendidikan di pondok Pesantren. Oleh karena itu, penelitian tentang pemebelajaran kitab kuning telah banyak dilakukan oleh pemerhati pendidikan.
          Supandi, mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel telah mengadakan penelitian tentang pembelajaran kitab kuning dengan mengangkat judul ‚Implementasi Program Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa dengan program akselerasi pembelajaran kitab kuning di kedua lembaga tersebut dilihat dari out-put, perkembangannya yang semakin maju serta minat dan kepercayaan masyarakat tergolong berhasil.
          Kekurangan dalam penelitian tersebut menurut penulis, di samping tidak mengungkapkan beberapa program dan model pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, juga tidak menjelaskan tentang metode yang dominan dan paling efektif dalam pembelajaran kitab kuning.
          Tesis Ahmad Gazali yang berjudul “Dinamika Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun 2004. Dalam tesis ini penulisnya mengemukakan secara komprehensif tentang dinamika pembelajaran pada Pondok Pesantren Al-Istiqomah Banjarmasin.
          Adapun perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya, sebagaimana disebut di atas adalah model pembelajaran kitab kuning.
H. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
          Berdasarkan kajian pustaka di atas maka sebuah model konseptual atau kerangka pemikiran teoritis dapat dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Latar belakang pesantren Girikusuma
 
Model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma

 












I. METODE PENELITIAN
1.      Metode Penelitian
Secara umum metode penelitian diartikan sebagai suatu usaha pencarian kebenaran terhadap fenomena, fakta, atau gejala dengan cara ilmiah untuk memecahkan masalah atau mengembangkan ilmu pengetahuan (Darwis, 2014: 1)
a.       Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakn jenis penelitan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data desktritif, dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu yang dalam hal ini adalah Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu Pesantren Girikusuma Kec. Mranggen.
b.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, pendekatan yang menekankan aspek subyektifitas guru dalam mengajar kitab kuning di Pesantren. Studi kasus memberikan gambaran (Deskriptif) yang detail tentang model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma dan relevansi dengan metode pembelanjaran kontemporer.
c.       Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti mulai melaksakan penelitian ini tanggal  20 Februar - 30 Mei 2016. Sedangkan lokasi yang ditempati untuk meneliti adalah Pondok Pesantren Girikusuma Banyumeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
d.      Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti observasi kelapangan, melakukan wawancara dan mengamati kepada orang-orang yang di pandang tahu dan paham tentang kondisi pesantren dalam obyek penelitian.
Oleh karena itu sesuai dengan focus dari penelitian ini, subjek yang akan dijadikan informan utama antara lain: lurah pondok atau yang mewakilinya, pengajar kitab, kepala madrasah dan juga para santri yang menetap di pesantren.
  1. Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian yang berjudulModel Pembelajaran Kitab Kuning di Pesantren Girikusuma dan relevansi metode pembelajaran kontemporerberupaya mengumpulkan data, dengan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a.       Observasi.
Menurut Amri Darwis Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data (2014: 56). Observasi bisa dilakukan secara terlibat (partisipan) dan tidak terlibat (non-partisipan). Dalam pengamatan terlibat, peneliti ikut terlibat dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data penelitian, sedang pengamatan yang tidak terlibat peneliti tidak ikut langsung dalam aktivitas orang-orang yang dijadikan sumber data peneliti.
Adapun obyek observasi ini adalah wakil lurah pondok, para ustadż dan kepala bidang pendidikan di pesantren girikusuma yang di amanati untuk mengatur (KBM, kegiatan belajar mengajar) di pesantren.
Hal ini dilakukan untuk mendapat data atau informasi tentang model pembelajaran kitab kuning yang di terapkan di pesantren girikusuma Mranggen dan sekaligus untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi dalam proses pelaksanaan pembelajaran baik faktor pendukung, dan faktor penghambat.
b.       Wawancara.
Wawancara dalam penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga katagori yaitu 1) wawancara dengan cara melakukan pembicaraan dengan informal (informal convercational interview) 2) wawancara umum terarah (general interview guide approach). 3) wawancara terbuka yang standar ( standardized open-ended interview) (Sarwono, 2006: 245). Dengan menggunakan metode wawancara keberhasilan mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti bergantung kepada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Adapun yang di wawancarai adalah 4 orang ustadż sebagai sumber data primer yang sekaligus sebagai pemilik dan pemegang kunci informasi, hal–hal yang diajukan dalam wawancara tersebut adalah yang berkaitan dengan masalah model pembelajaran kitab kuning, di samping itu juga wawancara dilakukan kepada sumber data sekunder, dalam hal ini adalah 1 orang kepala bidang pendidikan yang diamanati oleh kyai di pesantren, serta para santri sebagai sampel.
Pelaksanaan wawancara dilakukan pada saat jam istirahat di pesantren, baik ketika santri istirahat jam sekolah, ataupun jam santai begitu juga wawancara kepada ustadż saat jam tidak mengajar ketika di pesantren maupun di rumah, sesuai dengan kesepakatan. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data dan informasi lebih mendalam atau menggali data yang belum jelas saat observasi di pesantren, dan sekaligus untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi atau memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran di pesantren tersebut (baik faktor pendukung maupun faktor penghambatnya).
c.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sarana pembantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, pernyataan tertulis, dan bahan-bahan tulisan lainya (Sarwono, 2006: 246). Pengumpulan data melalui dokumen bisa menggunakan alat kamera, video shooting atau dengan cara fotokopi (Darwis, 2014: 57). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data tentang kondisi secara umum tentang pesantren Girikusuma, serta keadaan santri dan para Ustadż yang mengampu khususnya kitab kuning di pesantren.
  1. Sumber Data Penelitian.
Data adalah segala sesuatu yang sudah dicatat, segala sesuatu itu bisa berupa dokumen, batu-batuan, air, pohon dan manusia, data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data skunder (Darwis, 2014: 121).
Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diambil langsung tanpa perantara dari sumbernya (Darwis, 2014: 122). Sumber data primer disini  berasal dari pondok pesantren, santri dan para asatid yang mengajar di pesantren.
Yang dimaksud dengan data skunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya (Darwis, 2014: 122).Yang menjadi sumber data sekunder adalah karya ilmiah, jurnal-jurnal, buku-buku dan tulisan-tulisan yang relevan dengan penelitian ini serta dokumen-dokumen lain yang mendukungnya.  
  1. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis karena berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-gejala yang berkaitan dengan model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma. Menurut Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif, dan berlangsung secara terus – menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Langkah-langkah dalam analisis data diantaranya: (Darwis, 2014: 142).
a.       Reduksi data.
Memilih data dari berbagai sumber yang relevan dengan data yang di inginkan, kemudian direduksi sejumlah data dalam suatu laporan lapangan yang sistematis dan difokuskan pada hal-hal yang berekenaan model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
b.     Display data (penyajian data)
Display data yakni peneliti merangkum dalam bentuk uraian yang singkat, hal-hal pokok dan kemudian disusun ke dalam bentuk deskriptif yang naratif dan sitematis sehingga dapat memudahkan mencari tema sentral sesuai dengan fokus atau tema rumusan.
c.       Verifikasi data
Verifikasi data yakni peneliti mencari makna dari data yang dikumpulkan secara teliti. Hasil dari verifikasi ini berupa kesimpulan yang menjawab dari rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu mengenai model pembelajaran kitab kuning di pesantren Girikusuma.
J. SISTEMATIKA PENULISAN.
          Untuk memudahkan dalam pembahasan proposal ini dibatasi melalui
penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I        :  PENDAHULUAN.
       Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II       : LANDASAN TEORI
  Pada bab ini  membahas tentang landasan teori, pengertian model pembelajaran pesantren, serta variabel kitab kuning kerangka pikiran peneliti.
BAB III                 : GAMBARAN UMUM PESANTREN GIRIKUSUMA
Berisi gambaran umum Pesantren Girikusuma kemudian tentang, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis yang digunakan untuk menguji kebenaran penelitian.
BAB IV                 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang Deskripsi obyek penelitian, analisis data ,model pembelajaran kitab kuning di Pesantren Girikusuma. Prolematika yang meliputi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran.
    BAB V         : PENUTUP
Bab terakhir dari penelitian ini akan diuraikan kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian.








DAFTAR PUSTAKA

Ali Lukman, kamus besar bahasa indonesia. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, hlm. 924
Anwar Ali, Pembearuan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri, (Yokjakarta, Pustaka Pelajar, 2011) , hlm. 23
Asmani Jamal Ma’mur, 7tips Aplikasi Pakem(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, Sampangan Gg perk utut, 2014, hlm. 19
B. Uno Hamzah, Model Pembelajaran,Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif, Jakarta, Bumi aksara, 2011, hlm. 2
Bruinessen Martin Van, Kitab Kuning Pesantren Dan Tarekat, Bandung, Mizan, 1995, hlm. 17 
Darwis H. Amri, Metode Penelitian Pendidikan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2014,  hlm.1, 57 ,121,122,142.
Dhofier Zamakhsyari, Tradisi pesantren Studi tentang pandangan hidup kyai, Jakarta, LP3ES, hlm. 28
Haedar HM. Amin, Masa depan pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global,( jakarta, IRD PRESS, 2004), hlm. 1
Hanun Farida, Jurnal “Al-Qalam” Volume 19 Nomor 1 Juni 2013.
Ismail, Nurul Huda, Abdul Khaliq, Dinamika Pesantren Dan Madrasah, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 3-4
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, inis, 1994, hlm. 55, 61
Madjid Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, cet. 1 (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 3.
Majid Abdul, belajar dan pembelajaran pendidikan agama islam,Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm. 127
Nasir,Ridlwan Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren ditengah Arus Perubahan, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 80, 87,88.
Qomar Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Intitusi, Jakarta Erlangga, hlm.127
Sarwono Jonathan, Metodologi Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif, Yogjakarta, Graha Ilmu, 2006, hlm. 245-246
Suharta Babun, dari pesantren untuk umat, reinventing eksistensi pesantren di era globalisasi, Surabaya, imtizas, 2011, hlm. 120.
Thoriqussu’ud Muhammad, Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012, hlm. 231-237.
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif, Konsep Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarata, Kencana Prenada Media Grup, 2010, hlm. 22.23.
Umar Nassaruddin, Rethinking pesantren, (Jakarta, Pt Alex Media Komputindo, 2014), hlm. 7
Tesis Supandi IAIN Sunan Ampel Berjudul Pembelajaran Kitab Kuning Dengan Mengangkat Judul‚ Implementasi Program Akselerasi Pembelajaran Kitab Kuning Bagi Anak Usia 7-21 Tahun‚ Studi Komparatif Maktab Nubdzatul Bayan Bata-Bata Panaan Palengaan Pamekasan dan Maktab Nubdzatul Bayan al-Majidiyah Palduding Plakpak Pegantenan Pamekasan.
Tesis Ahmad Gazali yang berjudul “Dinamika Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin” tahun 2004.
Yulaelawati Ella, kurikulum dan pembelajaran filosofi,teori dan aplikasi, Jakarta, Pakar raja ,2007, hlm. 60,67
Suyono, implementasi belajar dan pembelajaran, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2015.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda