MEMILIH PEMIMPIN (19)
Assalamu'alaikum wrwb.
Saudaraku, mari kita awali pagi yang cerah ini dengan mensyukuri nikmat
Allah. Atas karunia-Nya, Alhamdulillah kita sehat afiat, dan tetap beriman.
Semoga kita bisa menambah amal kebajikan (shalih) sebagai bekal akhirat yang
abadi (QS. Al-A'la: 17), bukan ramalan masa depan. Shalawat dan salam, terus
kita lantunkan pada Rasulullah saw menyertai shalawat Allah dan malaikat-Nya,
supaya hati kita baik, istiqamah, dan berlimpah keberkahan.
Hari-hari terakhir ini kita menyaksikan saudara-saudara kita yang dengan
berani mencalonkan diri sebagai kepala daerah, berdebat visi, misi, dan program
mereka, untuk menarik perhatian. Pada gilirannya Anda akan menentukan pilihan,
siapa di antara pasangan calon yang kompeten dan kredibel menjadi pemimpin,
gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, walikota-wakil walikota sesuai
preferensi Anda. Apakah Anda akan memilih karena visi, misi, dan program
mereka, atau karena rekam jejak mereka, atau karena integritas pribadi mereka.
Jawabannya, استفت قلبك artinya "mintalah fatwa
pada hati (kecil) Anda".
Memilih pemimpin (نصب الامام) adalah
kewajiban kolektif (كفاية) yang harus dilakukan, demi
ketertiban masyarakat. Begitu para ulama sepakat. Karena jika tidak ada
pemimpin, masyarakat bisa kacau. Saking pentingnya pemimpin, Ibn Taimiyah
berkata " ستون عام على امام جاءر افضل من ليلة بلا سلطان "
artinya "enam puluh tahun di bawah pemimpin yang brengsek, lebih baik dari
pada satu malam tanpa pemimpin". Tentu ungkapan tersebut harus dimaknai
secara cerdas. Karena itu hanya menunjukkan betapa penting eksistensi pemimpin
bagi maayarakat. Tidak berarti kita boleh memilih pemimpin yang brengsek.
Pemimpin sangat menentukan kebijakan dan arah sebuah negara, bangsa, dan
nasib warga atau rakyatnya. Apalagi di tengah pusaran, serbuan, perebutan
ekonomi, politik, dan "penjajahan" bangsa lain. Ini mengingatkan kita
pada pesan Rasulullah saw : "Dua kelompok manusia yang apabila baik, maka
baiklah masyarakat, dan apabila rusak, maka rusak juga masyarakatnya, yakni
Ulama dan Umara" (Riwayat ).
Karena itu, jika Anda salah menentukan pilihan, maka akibatnya, bukan
hanya lima tahun dirasakan dampaknya, tetapi bisa berkelanjutan. Karena untuk
merubah kembali tentu tidak mudah dan butuh waktu lama. Karena sudah terlanjur
meluas dampak negatifnya (ngombro-ombro). Sementara jika pilihan Anda tepat,
hasilnya juga tidak selalu bisa langsung dirasakan kebaikannya.
MUI dalam forum Ijtima' Ulama di pondok pesantren Suryalaya Tasikmalaya
beberapa waktu lalu, merekomendasikan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota
tanpa pasangan dan tidak dipilih langsung oleh rakyat tetapi oleh anggota DPRD.
Alasannya, pilihan langsung dengan model one man one vote, ternyata menyisakan
banyak persoalan. Money politic, "serangan fajar, serangan dluha",
dan "mahar" politik, menjadi "ukuran dan preferensi"
seseorang dalam menentukan pilihan. Jadinya, ongkos untuk bisa menduduki kursi
"panas" jabatan menjadi sangat mahal. Pasangan calon begitu terpilih,
banyak sekali sudah pecah kongsi, dan sering seperti "konflik
terbuka". Apalagi akhirnya berhadap-hadapan sebagai sesama calon. Ini
memberikan tontonan yang tidak elok kepada masyarakat. Berbeda misalnya, yang
dipilih hanya gubernur, bupati. atau walikota. Untuk memilih wakil
dipersilahkan kepada pejabat yang terpilih. Memang ada sisi
"kelemahan" terkait dengan ongkos politik yang mahal.
Karena ongkos yangvmahal itulah, ujung-ujungnya, si empunya "kursi
panas" akan mencari celah dan jalan untuk minimal mengembalikan modal atau
break event point (BEP). Bisa dengan "mengotak-atik" APBD atau
melalui "dana partisipasi" lelang jabatan eselon. Itu kalau aman dan
tidak terendus oleh KPK. Maka tren mutasi pejabat birokrasi, ditengarai akan
dimulai setelah "kursi panas" sudah terasa "agak dingin"
untuk melakukan roling, dan di masa-masa orang lupa, termasuk menjelang akhir
masa jabatan. Sepertinya, ini momen tepat, untuk petahana yang akan mencalonkan
lagi. Berapa banyak pejabat yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK,
dan akhirnya "disekolahkan" di lembaga pemasyarakatan
"university". Biasanya lebih lama dari mada jabatannya.
Dalam politik Islam, dikenal ahl al-hall wa al-'aqd atau lembaga yang
mencopot dan mengangkat, yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka, agar
memperjuangkan aspirasi dan nasib mereka. Sebenarnya keberadaan DPRD mirip atau
bahkan sama dengan ahl al-hall wa al-'aqdi tersebut (Al-Mawardy: 3). Maka
ketika MUI mengusulkan kembali kepada model lama, karena yang duduk sebagai
anggota DPRD relatif terpilih dan pilihan rakyat. Sayangnya, meskipun awalnya
sudah direspon oleh pemerintah dan DPR, tetapi ketika mau disahkan dalam sidang
pleno, tiba-tiba partai "penguasa" walk out dan yang lain, menolak.
Analogi memilih imam shalat, pemimpim hendaknya dipilih calon yang: 1).
A'lam (اعلم) ilmunya paling tinggi;
2).ilmu fiqhnya paling tinggi (افقه) 3).
Paling wira'i (اورع) hidupnya bersih, hati-hati,
tidak suka berbuat dosa, bahkan yang makruh saja ditinggalkan; 4). Akbaru
sinnan (اكبر سنا), paling senior. Tentu ini
agak utopis. Tetapi di tengah cengkeraman praktik politik sekarang yang
cenderung pragmatis, masyarakat perlu lebih cermat, hati-hati, karena akan
menentukan masa depan daerahnya.
Pilihlah pemimpin yang diyakini akan bisa amanah, adil, jujur, layak jadi
panutan, santun, dan memakmurkan serta membahagiakan rakyatnya. أمير القوم هو
خادمهم وأخرهم شربا artinya "pemimpin suatu
kaum adalah pelayan mereka dan paling akhir giliran minumnya". Tidak mudah
memilih pemimpin yang seperti ini. Karena godaan jabatan yang paling berat
adalah korupsi untuk dirinya, keluarga, kelompok dan golongannya. Kata Lord
Acton, the power tend to corrupt, the absolute power tend to corrupt
absolutely". Artinya "kekuasaan cenderung korupsi, dan kekuasaan yang
mutlak cenderung korupsi secara mutlak.
Semoga Anda yang memiliki hak suara, diberi kekuatan dan ketenangan untuk
memilih pemimpin yang amanah sesuai kata hati nurani, mendapatkan pemimpin yang
benar-benar memikirkan dan berkomitmen pada rakyatnya (تصرف الامام على الرعية منوط
بالمصلحة) agar kita punya harapan
menjadi umat yang terbaik, dan dapat mewujudkan impian adanya baldatun
thayyibatun wa Rabbun ghafur.
Allah a'lam bi-shawab.
Wassalamu'alaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 29/1/2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda