TUGAS AKHIR
MODEL BELAJAR
MENCIPTAKAN
SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi
Pendidikan
yang diampu Oleh
: Dr. Abdul rohman, M.Ag
Disusun Oleh:
Nama :
Mashadi
NIM :
1400018029
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam membentuk sebuah peradaban bangsa. Pendidikan
akan melahirkan perubahan dan penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Pusatnya pendidikan adalah proses belajar
siswa di dalam kelas, Pendapat tersebut menempatkan guru pada posisi terdepan,
karena guru adalah sutradara atau pengatur laku bagi para siswa di kelas. Oleh
sebab itu untuk membenahi mutu pendidikan, maka hal pertama yang harus dibenahi
adalah proses pembelajaran di dalam kelas termasuk di dalamnya penerapan model
pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru. ( www.jurnal.upi.edu, model-pembelajaranl
Vol.1.No.2)
Kesan yang selama ini terjadi
bahwa siswa sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap
pelajaran. Sehingga berbagai predikatpun selalu diberikan kepada siswa misalnya
pemalas, tidak memperhatikan pejelasan guru, nakal, bodoh, dan lain-lain.
Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang
diberikan bermula dari proses pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan.
Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi yang
disampaikan
Sebuah pernyataan yang patut
menjadi renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira
Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak
ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan,
suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar
berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga
tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu
arah, siswa terkesan pasif menerima materi
pelajaran.(hhtp//www.hendryrisjawan.com)
Beranjak dari hal tersebut, sudah
saatnya guru untuk merubah paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centred
menjadi stundent-centred yang menyenangkan. Apa lagi hal tersebut
memang sudah diamanatkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dan
Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar pendidikan nasional. Undang-undang
No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah No.19 pasal 19 ayat 1 berbunyi
“proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologi
siswa” Sebenarnya sudah banyak literatur yang membahas tentang pembelajaran
menyenangkan yang diistilahkan dengan kata PAKEM atau PAIKEM yang dapat
digunakan oleh para guru. Demikian pula beberapa pendekatan untuk mendukung
PAKEM seperti quantum teaching, kontekstual teaching, dan active learning.
Namun masih sedikit para guru yang tertarik untuk menggunakannya. Hal ini
mungkin disebabkan keterbatasan waktu bagi guru untuk membaca literatur
tersebut karena umumnya tebal dan lebih bersifat teoritis. makalah ini mudah-mudahan
dapat menjadi solusi yang dapat digunakan para guru untuk menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar
belakang masalah di atas maka penulis menarik garis besar pokok permasalahan
,diantaranya :
1)
Bagaimana
menciptakan suasana belajara yang menyenangkan dikelas bagi siswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran
Yang Menyenangkan
Istilah pembelajaran mengacu pada
dua aktivitas yaitu mengajar dan belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan
apa yang dilakukan oleh guru dan aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Hal
ini seperti yang diungkap oleh Munib Chatib bahwa pembelajaran adalah proses
transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai
penerima informasi. Sementara Achjar Chalil mendefiniskan pembelajaran sebagai
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Sedangkan menurut Arief.S Sadiman pembelajaran adalah
proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran
atau media tertentu (Arief S. Sadiman, dkk., 1990, hlm. 11).
Dari ketiga definisi
tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran memuat tiga unsur penting
yaitu :
1)
Proses
yang direncanakan guru,
2)
Sumber
belajar,
3)
dan
siswa yang belajar.
Dalam konteks pembelajaran
menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk memiliki motivasi tinggi dalam
belajar dengan menciptakan situasi yang menyenangkan dan mengembirakan. Menurut
Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu
proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru
dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan
adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam
hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal
ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru
maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran. (Rusman, 2011, hlm.326)
Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat suasana yang
rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya
keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang
menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi.
Rose and Nocholl dalam
Jamal Ma’mur Asmani (2011: 84–85) mengatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran yang
menyenangkan adalah:
a)
Menciptakan
lingkungan tanpa stress (rileks).
b)
Materi
yang diberikan relevan tingkat perkembangan anak
c)
Belajar
secara emosional, seperti adanya humor dan dukungan semangat.
d)
Melibatkan
semua indera dan otak kiri (analitis) maupun kanan (sosial).
e)
Menantang
peserta didik dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari.
Indrawati, dkk. (2009: 16)
menyatakan ciri-ciri suasana belajar yang menyenangkan adalah:
1)
Rileks
2)
Bebas
dari tekanan
3)
Aman
4)
Menarik
5)
Bangkitnya
minat belajar
6)
Adanya
keterlibatan penuh
7)
Perhatian
peserta didik tercurah
8)
Lingkungan
belajar yang menarik (misalnya, keadaan kelas terang, pengaturan tempat duduk
leluasa untuk peserta didik bergerak)
9)
Bersemangat
10)
Perasaan
gembira
11)
Konsentrasi
tinggi
Selanjutnya ciri suasana belajar
yang tidak menyenangkan adalah:
a.
Tertekan
b. Perasaan terancam
c. Perasaan menakutkan
d. Merasa tidak berdaya
e.Tidak bersemangat
f. Malas/tidak berminat
g. Jenuh/bosan
h. Suasana pembelajaran monoton
i. Tidak menarik
Berdasarkan
berbagai teori di atas, maka indikator pembelajaran menyenangkan adalah:
1)
Perhatian
penuh/tercurah/terfokus, konsentrasi tinggi, antusias, serius, semangat,
menarik minat, lupa waktu.
2)
Berani
mencoba/melakukan sesuatu, mempertanyakan sesuatu, tidak merasa takut melakukan
sesuatu, bebas mencari obyek.
3)
Ekspresi
wajah membahagiakan, bernyanyi, bertepuk tangan, senang, ceria/gembira,
terlibat dengan asyik.
B. Urgensi Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang
paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang
menimbulkan konsentrasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian, konsentrasi
yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian mengenai otak dan
pembelajaran menungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu
dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari seorang tercurah)
maka struktur system syaraf kimiawi seseorang berubah. Di dalam diri seseorang
tercipta hal-hal baru seperti jaringan syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi
baru, dan koneksi baru.( Indrawati, dan Wawan Setiawan, 2009, hlm. 22) Tentu saja
konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman.
Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu
melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar
yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan
tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional
dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan
yang kreatif-produktif. ( Asri budiningsih, 2005, hlm. 7).
Demikian
pula sebaliknya, prakarsa anak untuk belajar akan mati bila kepadanya
dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar.
Banyaknya aturan yang sering kali dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh
anak akan menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Lebih jauh lagi, anak
akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan control diri. Apa yang terjadi
bila anak selalu dikuasai oleh rasa takut. Anak akan mengembangkan pertahanan
diri (defence mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan
pembelajaran, melainkan cara-cara untuk mempertahankan diri mengatasi rasa
takut. Anak-anak demikian tidak akan mengalami growth in learning, dan akan
selalu menyembunyikan ketidakmampuannya.( Asri Budiningsih, 2005, hlm. 7).
Selama
ini sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi yang mengukung
kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh suatu sekolah
ketika guru masuk kelas, dimana ketua kelas memberikan aba-aba dengan kata-kata
Duduk Yang Rapih, Tangan Di Meja, Mulut Dikunci. Memang sepintas
kebiasaan tersebut terlihat baik karena suasana kelas menjadi hening dan tidak
gaduh, tetapi suasana tersebut mempengaruhi keleluasaan siswa dalam berekspresi
dan mengemukakan pendapat. Siswa menjadi takut dan lebih banyak menerima dari
guru ketimbang aktif mencari. Para guru merasa sukses mengajar jika para
siswanya memperhatikan dengan seksama penjelasan sang guru, serius, dan tidak ngobrol.
C.
Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam rangka menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru
antara lain :
1.
Menyapa
siswa dengan ramah dan bersemangat
Menciptakan
awal yang berkesan adalah penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya.
Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih
hidup dan menggairahkan.
Oleh karena itu
selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada
siswa, misalnya “anak-anak senang bertemu kalian hari ini, kalian adalah
anak-anak bapak atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah
memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi semangat para siswa. Kita
dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai pembelajaran dengan raut muka
ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas menjadi
menegangkan dan menakutkan.
2.
Menciptakan
suasana rileks
Ciptakanlah
lingkungan yang releks, yaitu dengan menciptakan lingkungan yang nyaman. Oleh
karena itu aturlah posisi tempat duduk secara berkala sesuai keinginan siswa.
Bisa memakai format U, lingkaran, Cevron, dan lain-lain. Selain itu,
ciptakanlah suasana kelas dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan. Untuk
menanamkan keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau menjawab
pertanyaan, katakan kepada siswa jika jawabannya salah katakan “Kan Lagi
Belajar”. Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang lumrah
dan tidak berdosa.
3.
Memotivasi
siswa
Motivasi adalah
sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi ini sangatlah
dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan, dan umpan balik/penguatan.
Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari
dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya
berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik
dari diri peserta didik yang akan belajar. Respon yang baik tersebut, akan
berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa
terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan
antusias.
Apabila dalam
diri peserta didik telah tumbuh respon, hingga termotivasi untuk belajar, maka
tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam
proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding
mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan
pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman
peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang
memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang
didapat siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai.
Banyak cara
dalam memberikan motivasi kepada siswa antara lain dengan membuat yel-yel
berupa kata-kata afirmasi seperti dialog dibawah ini :
Guru : Apa
Kabar ?
Siswa : Kabar
baik !
Guru : Apakah
kalian suka belajar ?
Siswa : ya kami
suka !
Guru : seberapa
suka ?
Siswa : sangat
suka !
Guru : untuk
apa kalian belajar ?
Siswa : agar
pintar !
Guru : seberapa
pintar ?
Siswa : sangat pintar !
Guru dapat
membuat kata-kata afirmasi sendiri yang disesuaikan dengan harapan yang
dinginkan dari kata-kata tersebut. Misalnya guru ingin agar siswa memperlakukan
guru dengan hormat dapat membiasakan kalimat ini bagi siswa :
Guru : apakah
kalian murid yang baik ?
Siswa : ya kami
murid yang baik !
Guru :
bagaimana kalian memperlakukan guru ?
Siswa : dengan
hormat Guru : seberapa hormat ?
Siswa : sangat
hormat !
Kata-kata
afirmasi tersebut dapat digunakan pada awal pemebelajaran, pertengahan, dan
penutupan. Dan digunakan secara berulang-ulang sehingga kata-kata tersebut
menghujam ke hatinya sehingga melahirkan sikap yang positif sesuai dengan
kata-kata afirmasi itu sendiri.
4.
Menggunakan
ice breaking
Dalam pelajaran
terkadang kita melihat timbulnya suasana yang kurang mendukung hingga
menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari pembelajaran. Suasana yang dimaksud
adalah kaku, dingin, atau beku sehingga pembelajaran saat itu menjadi kurang
nyaman. Icebreaking berguna untuk menaikkan kembali derajat perhatian peserta
pelatihan (training). Hal ini perlu dilakukan oleh guru karena berdasarkan
hasil penelitian, rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi pada satu
focus tertentu hanyalah sekitar 15 menit. Setelah itu konsentrasi seseorang
sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian (focus). Seorang guru harus peka
ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa siswa sudah tidak dapat
konsentrasi lagi dengan melakukan ice breaking agar siswa menjadi segar dan
konsentrasi kembali. Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk tangan, menyanyi,
gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
5.
Menggunakan
metode yang variatif
Individu adalah
makhluk yang unik memiliki kecenderungan, kecerdasan, dan gaya belajar yang
berbeda-beda. Paling tidak ada 4 gaya belajar siswa seperti yang diungkapkan
Howard Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan Kinesthetic. Guru perlu
menyadari bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua siswa belajar dengan latar belakang yang
berbeda tersebut guru dapat menggunakan metode yang bervariasi.
Untuk mendukung
hal tersebut beberapa metode praktis (Ismail SM, 2008, hlm. 74-88) yang dapat
diterapkan antara lain :
a.
Every
one is a teacher here
Dalam metode
ini setiap siswa sebagai guru. Setiap siswa menuliskan sebuah pertanyaan pada
selembar kertas tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari.
Pertanyaan tersebut dikumpulkan dan diacak kemudian dibagikan kembali kepada
siswa. Diupayakan kertas yang dikembalikan tersebut tidak kembali kepada yang
membuat pertanyaan semula, kemudian siswa diminta untuk membacakan pertanyaan
yang ada padanya dan menjawabnya sesuai dengan kemampuannya selanjutnya
diberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk menambahkan jawabannya.
b.
The
Power of two and four
Guru menetapkan
satu masalah atau pertanyaan terkait dengan materi yang telah atau sedang
dipelejari. Setiap siswa diminta memikirkan jawabannya masing-masing kemudian
mencari pasangan untuk mendiskusikannya. Setelah berdiskusi dengan pasangannya
masing-masing, siswa diminta untuk membuat kelompok dimana masing-masing
kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap kelompok kembali mendiskusikan persoalan
yang sama.
c.
Card
sort
Dalam
metode ini, guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok yang telah atau
sedang dipelajari. Isi kartu terdiri dari kartu induk (topic utama) dan kartu
rincian. Seluruh kartu diacak kemudian dibagikan kepada setiap siswa.
Perintahkan kepada siswa untuk bergerak mencari kartu induknya. Setelah ketemu
kartu induknya, siswa secara otomatis akan membuat kelompok sesuai dengan topic
atau kartu induknya dan menyusun rincian sesuai dengan urutannya masing-masing.
Guru kemudian mengecek apakah ada siswa yang salah masuk kelompok atau salah
dalam mengurutkan rinciannya.
d. Reading
aloud
Guru memilih sebuah teks yang
menarik sesuai dengan topik pembelajaran yang dibagi dalam potongan-potongan
kertas untuk dibaca dengan keras oleh siswa secara bergantian. Ketika
bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk
menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan,
atau memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika
para siswa menunjukan minat dalam bagian tertentu.
D. Pembelajaran
Diluar Kelas
Salah satu jenis proses
pembelajaran yang mendukung pengembangan kompetensi siswa dalam menjelajahi dan
memahami alam sekitar adalah proses pembelajaran dengan model Studi lapangan.
Studi lapangan adalah suatu model pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran
yang berupa kunjungan ke suatu tempat di luar kelas yang dilaksanakan sebagai
bagian dari seluruh kegiatan akademis, terutama dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Studi lapangan merupakan suatu bentuk model pembelajaran di luar
ruangan dengan memanfaatkan media asli yang ada di alam / lingkungan sekitar.
Menurut Abdulraihan (Hari Yuliarto,
2010) lingkungan bisa lingkungan sekolah dan luar sekolah, yang terpenting
bahwa aktivitas pembelajaran di luar kelas yang dilakukan siswa, guru harus
pandai-pandai memilih model atau jenis pembelajaran yang tepat sesuai situasi
lingkungan. (Martinis Yamin 2007: 176) Belajar tidak mesti di dalam kelas,
belajar dapat juga dilaksanakan di alam bebas, tatkala siswa-siswa sudah jenuh di
dalam kelas
Menurut W. Gulo ( 1990:
208) manfaat pembelajaran dengan menggunakan outdoor activities yaitu:
1)
Meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar, karena kegiatan
belajar lebih menarik dan tidak membosankan.
2)
Siswa
dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya,
sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di
sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta lingkungan.
3)
Hakikat
belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan
yang sebenarnya atau bersifat alami.
4)
Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya
serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat.
5)
Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan
lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya
atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan
lain-lain.
6)
Sumber
belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka
ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam dan lingkungan buatan.
7)
Mencegah
siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja
8)
Melatih
siswa untuk mengkonstruk konsep dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
9)
Memberikan
informasi teknis, kepada peserta secara langsung
10)
Pengajaran
dapat lebih merangsang kreativitas anak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Belajar adalah suatu proses
perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman.
Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu
sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya,
yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan
itu menjadi target dari belajar. Guru dapat menerapkan belajar dan bermain
menyenangkan sebagai pondasi awal dalam meningkatkan kualitas tumbuhkembang
peserta didik. Anak dapat mengekspresikan diri dalam menjalani seluruh
aktivitas, tanpa adanya paksaan, pengendalian dari para pendidik yang berada di
sekitarnya, namun tetap mewujudkan prinsip belajar dan bermain menyenangkan
hingga potensi yang ada pada dirinya berkembang optimal. Guru dapat menciptakan
suasana pembelajaran sedemikian rupa yang mengaktifkan dan menyenangkan anak
yang dapat membuat peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, kreatif,
mencurahkan perhatian/konsentrasi penuh dalam suasana pembelajaran yang menimbulkan
kenyamanan bagi anak sehingga proses pembelajaran dapat dicapai secara optimal
seiring dengan perkembangan potensi dalam diri peserta didik tersebut.Beberapa
cara yang dapat dipakai guru untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
antara lain dengan menambahkan ice bereaking dalam proses pembelajaran, metode
yang bervariasi, menciptakan suasana yang rileks, memotivasi siswa, dan menyapa
peserta dengan hangat dan antusias. Dalam konteks pembelajaran menyenangkan
guru dituntut tidak hanya memerankan diri sebagai pengajar atau pendidik,
tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Arief S.
Sadiman, dkk., 1990, Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya,
CV. Rajawali, Jakarta
Asri
Budiningsih, C., 2005, Belajar dan Pembelajaran, Bumik Aksara, Jakarta.
hhtp//www.hendryrisjawan.com
Indrawati, dan
Wawan Setiawan, 2009, Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Diterbitkan oleh PPPPTKIPA.
Ismail , 2008, Strategi
Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang : Rasail Media Group.
Rusman,, 2011, Model-Model Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.
Ismail.
2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang:
Rasail
Jamal
Ma’mur Asmani. 2011b. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta: Diva
Press
Peraturan
Pemerintah No.19 tentang Standar Pendidikan Nasional
Rusman. 2010. Model-model
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Informasi & Komunikasi. Jakarta: GP Press
Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Informasi & Komunikasi. Jakarta: GP Press
Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
www.jurnal.upi.edu, model-pembelajaranl
Vol.1.No.2)
Jurnal
Pendidikan Universitas Garut Fakultas
Pendidikan Islam dan Keguruan
Universitas Garut ISSN: 1907-932X
Universitas Garut ISSN: 1907-932X
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda