Pengikut

Sabtu, 24 Februari 2018

MODEL BELAJAR MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN


TUGAS AKHIR
MODEL BELAJAR
MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Pendidikan
yang diampu Oleh  : Dr. Abdul rohman, M.Ag

               

Disusun Oleh:
Nama               : Mashadi
 NIM               : 1400018029


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  WALISONGO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH   
              Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam membentuk sebuah peradaban bangsa. Pendidikan akan melahirkan perubahan dan penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan  Pusatnya pendidikan adalah proses belajar siswa di dalam kelas, Pendapat tersebut menempatkan guru pada posisi terdepan, karena guru adalah sutradara atau pengatur laku bagi para siswa di kelas. Oleh sebab itu untuk membenahi mutu pendidikan, maka hal pertama yang harus dibenahi adalah proses pembelajaran di dalam kelas termasuk di dalamnya penerapan model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru. ( www.jurnal.upi.edu, model-pembelajaranl Vol.1.No.2)
              Kesan yang selama ini terjadi bahwa siswa sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap pelajaran. Sehingga berbagai predikatpun selalu diberikan kepada siswa misalnya pemalas, tidak memperhatikan pejelasan guru, nakal, bodoh, dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi yang disampaikan
              Sebuah pernyataan yang patut menjadi renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan pasif menerima materi pelajaran.(hhtp//www.hendryrisjawan.com)
            Beranjak dari hal tersebut, sudah saatnya guru untuk merubah paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centred menjadi stundent-centred yang menyenangkan. Apa lagi hal tersebut memang sudah diamanatkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar pendidikan nasional. Undang-undang No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah No.19 pasal 19 ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologi siswa” Sebenarnya sudah banyak literatur yang membahas tentang pembelajaran menyenangkan yang diistilahkan dengan kata PAKEM atau PAIKEM yang dapat digunakan oleh para guru. Demikian pula beberapa pendekatan untuk mendukung PAKEM seperti quantum teaching, kontekstual teaching, dan active learning. Namun masih sedikit para guru yang tertarik untuk menggunakannya. Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan waktu bagi guru untuk membaca literatur tersebut karena umumnya tebal dan lebih bersifat teoritis. makalah ini mudah-mudahan dapat menjadi solusi yang dapat digunakan para guru untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

B.     RUMUSAN MASALAH
              Dari latar belakang masalah di atas maka penulis menarik garis besar pokok permasalahan ,diantaranya : 
1)     Bagaimana menciptakan suasana belajara yang menyenangkan dikelas bagi siswa




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembelajaran Yang Menyenangkan
            Istilah pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh guru dan aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Munib Chatib bahwa pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Sementara Achjar Chalil mendefiniskan pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Arief.S Sadiman pembelajaran adalah proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu (Arief S. Sadiman, dkk., 1990, hlm. 11).
                        Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran memuat tiga unsur penting yaitu :
1)     Proses yang direncanakan guru,
2)     Sumber belajar,
3)     dan siswa yang belajar.
            Dalam konteks pembelajaran menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk memiliki motivasi tinggi dalam belajar dengan menciptakan situasi yang menyenangkan dan mengembirakan. Menurut Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran. (Rusman, 2011, hlm.326) Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi.
                        Rose and Nocholl dalam Jamal Ma’mur Asmani (2011: 84–85) mengatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran yang menyenangkan adalah:
a)    Menciptakan lingkungan tanpa stress (rileks).
b)   Materi yang diberikan relevan tingkat perkembangan anak
c)    Belajar secara emosional, seperti adanya humor dan dukungan semangat.
d)   Melibatkan semua indera dan otak kiri (analitis) maupun kanan (sosial).
e)    Menantang peserta didik dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari.
            Indrawati, dkk. (2009: 16) menyatakan ciri-ciri suasana belajar yang menyenangkan adalah:
1)     Rileks
2)     Bebas dari tekanan
3)     Aman
4)     Menarik
5)     Bangkitnya minat belajar
6)     Adanya keterlibatan penuh
7)     Perhatian peserta didik tercurah
8)     Lingkungan belajar yang menarik (misalnya, keadaan kelas terang, pengaturan tempat duduk leluasa untuk peserta didik bergerak)
9)     Bersemangat
10) Perasaan gembira
11) Konsentrasi tinggi
            Selanjutnya ciri suasana belajar yang tidak menyenangkan adalah:
            a. Tertekan
            b. Perasaan terancam
            c. Perasaan menakutkan
            d. Merasa tidak berdaya
            e.Tidak bersemangat
            f. Malas/tidak berminat
            g. Jenuh/bosan
            h. Suasana pembelajaran monoton
            i. Tidak menarik
                        Berdasarkan berbagai teori di atas, maka indikator pembelajaran menyenangkan adalah:
1)     Perhatian penuh/tercurah/terfokus, konsentrasi tinggi, antusias, serius, semangat, menarik minat, lupa waktu.
2)     Berani mencoba/melakukan sesuatu, mempertanyakan sesuatu, tidak merasa takut melakukan sesuatu, bebas mencari obyek.
3)     Ekspresi wajah membahagiakan, bernyanyi, bertepuk tangan, senang, ceria/gembira, terlibat dengan asyik.
B. Urgensi Pembelajaran yang Menyenangkan
           Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang menimbulkan konsentrasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian, konsentrasi yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian mengenai otak dan pembelajaran menungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari seorang tercurah) maka struktur system syaraf kimiawi seseorang berubah. Di dalam diri seseorang tercipta hal-hal baru seperti jaringan syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru.( Indrawati, dan  Wawan Setiawan, 2009, hlm. 22) Tentu saja konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman. Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ( Asri budiningsih, 2005, hlm. 7).
                       Demikian pula sebaliknya, prakarsa anak untuk belajar akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang sering kali dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Lebih jauh lagi, anak akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan control diri. Apa yang terjadi bila anak selalu dikuasai oleh rasa takut. Anak akan mengembangkan pertahanan diri (defence mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan pembelajaran, melainkan cara-cara untuk mempertahankan diri mengatasi rasa takut. Anak-anak demikian tidak akan mengalami growth in learning, dan akan selalu menyembunyikan ketidakmampuannya.( Asri Budiningsih, 2005, hlm. 7).
                       Selama ini sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi yang mengukung kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh suatu sekolah ketika guru masuk kelas, dimana ketua kelas memberikan aba-aba dengan kata-kata Duduk Yang Rapih, Tangan Di Meja, Mulut Dikunci. Memang sepintas kebiasaan tersebut terlihat baik karena suasana kelas menjadi hening dan tidak gaduh, tetapi suasana tersebut mempengaruhi keleluasaan siswa dalam berekspresi dan mengemukakan pendapat. Siswa menjadi takut dan lebih banyak menerima dari guru ketimbang aktif mencari. Para guru merasa sukses mengajar jika para siswanya memperhatikan dengan seksama penjelasan sang guru, serius, dan tidak ngobrol.
C.    Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan
                        Dalam rangka menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain :
1.      Menyapa siswa dengan ramah dan bersemangat
Menciptakan awal yang berkesan adalah penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya. Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih hidup dan menggairahkan.
Oleh karena itu selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada siswa, misalnya “anak-anak senang bertemu kalian hari ini, kalian adalah anak-anak bapak atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi semangat para siswa. Kita dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai pembelajaran dengan raut muka ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas menjadi menegangkan dan menakutkan.
2.      Menciptakan suasana rileks
Ciptakanlah lingkungan yang releks, yaitu dengan menciptakan lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi tempat duduk secara berkala sesuai keinginan siswa. Bisa memakai format U, lingkaran, Cevron, dan lain-lain. Selain itu, ciptakanlah suasana kelas dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan. Untuk menanamkan keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan, katakan kepada siswa jika jawabannya salah katakan “Kan Lagi Belajar”. Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang lumrah dan tidak berdosa.
3.      Memotivasi siswa
Motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan, dan umpan balik/penguatan. Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri peserta didik yang akan belajar. Respon yang baik tersebut, akan berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan antusias.
Apabila dalam diri peserta didik telah tumbuh respon, hingga termotivasi untuk belajar, maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai.
Banyak cara dalam memberikan motivasi kepada siswa antara lain dengan membuat yel-yel berupa kata-kata afirmasi seperti dialog dibawah ini :
Guru : Apa Kabar ?
Siswa : Kabar baik !
Guru : Apakah kalian suka belajar ?
Siswa : ya kami suka !
Guru : seberapa suka ?
Siswa : sangat suka !
Guru : untuk apa kalian belajar ?
Siswa : agar pintar !
Guru : seberapa pintar ?
 Siswa : sangat pintar !
Guru dapat membuat kata-kata afirmasi sendiri yang disesuaikan dengan harapan yang dinginkan dari kata-kata tersebut. Misalnya guru ingin agar siswa memperlakukan guru dengan hormat dapat membiasakan kalimat ini bagi siswa :
Guru : apakah kalian murid yang baik ?
Siswa : ya kami murid yang baik !
Guru : bagaimana kalian memperlakukan guru ?
Siswa : dengan hormat Guru : seberapa hormat ?
Siswa : sangat hormat !
Kata-kata afirmasi tersebut dapat digunakan pada awal pemebelajaran, pertengahan, dan penutupan. Dan digunakan secara berulang-ulang sehingga kata-kata tersebut menghujam ke hatinya sehingga melahirkan sikap yang positif sesuai dengan kata-kata afirmasi itu sendiri.
4.      Menggunakan ice breaking
Dalam pelajaran terkadang kita melihat timbulnya suasana yang kurang mendukung hingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari pembelajaran. Suasana yang dimaksud adalah kaku, dingin, atau beku sehingga pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman. Icebreaking berguna untuk menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training). Hal ini perlu dilakukan oleh guru karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi pada satu focus tertentu hanyalah sekitar 15 menit. Setelah itu konsentrasi seseorang sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian (focus). Seorang guru harus peka ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa siswa sudah tidak dapat konsentrasi lagi dengan melakukan ice breaking agar siswa menjadi segar dan konsentrasi kembali. Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk tangan, menyanyi, gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
5.      Menggunakan metode yang variatif
Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan, kecerdasan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Paling tidak ada 4 gaya belajar siswa seperti yang diungkapkan Howard Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan Kinesthetic. Guru perlu menyadari bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua siswa belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru dapat menggunakan metode yang bervariasi.
Untuk mendukung hal tersebut beberapa metode praktis (Ismail SM, 2008, hlm. 74-88) yang dapat diterapkan antara lain :
a.    Every one is a teacher here
Dalam metode ini setiap siswa sebagai guru. Setiap siswa menuliskan sebuah pertanyaan pada selembar kertas tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Pertanyaan tersebut dikumpulkan dan diacak kemudian dibagikan kembali kepada siswa. Diupayakan kertas yang dikembalikan tersebut tidak kembali kepada yang membuat pertanyaan semula, kemudian siswa diminta untuk membacakan pertanyaan yang ada padanya dan menjawabnya sesuai dengan kemampuannya selanjutnya diberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk menambahkan jawabannya.
b.   The Power of two and four
Guru menetapkan satu masalah atau pertanyaan terkait dengan materi yang telah atau sedang dipelejari. Setiap siswa diminta memikirkan jawabannya masing-masing kemudian mencari pasangan untuk mendiskusikannya. Setelah berdiskusi dengan pasangannya masing-masing, siswa diminta untuk membuat kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap kelompok kembali mendiskusikan persoalan yang sama.
c.    Card sort
Dalam metode ini, guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Isi kartu terdiri dari kartu induk (topic utama) dan kartu rincian. Seluruh kartu diacak kemudian dibagikan kepada setiap siswa. Perintahkan kepada siswa untuk bergerak mencari kartu induknya. Setelah ketemu kartu induknya, siswa secara otomatis akan membuat kelompok sesuai dengan topic atau kartu induknya dan menyusun rincian sesuai dengan urutannya masing-masing. Guru kemudian mengecek apakah ada siswa yang salah masuk kelompok atau salah dalam mengurutkan rinciannya.
d. Reading aloud
Guru memilih sebuah teks yang menarik sesuai dengan topik pembelajaran yang dibagi dalam potongan-potongan kertas untuk dibaca dengan keras oleh siswa secara bergantian. Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para siswa menunjukan minat dalam bagian tertentu.
D. Pembelajaran Diluar Kelas
                        Salah satu jenis proses pembelajaran yang mendukung pengembangan kompetensi siswa dalam menjelajahi dan memahami alam sekitar adalah proses pembelajaran dengan model Studi lapangan. Studi lapangan adalah suatu model pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran yang berupa kunjungan ke suatu tempat di luar kelas yang dilaksanakan sebagai bagian dari seluruh kegiatan akademis, terutama dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Studi lapangan merupakan suatu bentuk model pembelajaran di luar ruangan dengan memanfaatkan media asli yang ada di alam / lingkungan sekitar.
            Menurut Abdulraihan (Hari Yuliarto, 2010) lingkungan bisa lingkungan sekolah dan luar sekolah, yang terpenting bahwa aktivitas pembelajaran di luar kelas yang dilakukan siswa, guru harus pandai-pandai memilih model atau jenis pembelajaran yang tepat sesuai situasi lingkungan. (Martinis Yamin 2007: 176) Belajar tidak mesti di dalam kelas, belajar dapat juga dilaksanakan di alam bebas, tatkala siswa-siswa sudah jenuh di dalam kelas
                        Menurut W. Gulo ( 1990: 208) manfaat pembelajaran dengan menggunakan outdoor activities yaitu:
1)   Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, karena kegiatan  belajar lebih menarik dan tidak membosankan.
2)   Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta lingkungan.
3)   Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.
4)    Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat.
5)    Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-lain.
6)   Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam dan lingkungan buatan.
7)   Mencegah siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja
8)   Melatih siswa untuk mengkonstruk konsep dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
9)   Memberikan informasi teknis, kepada peserta secara langsung
10)    Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.






BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
            Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Guru dapat menerapkan belajar dan bermain menyenangkan sebagai pondasi awal dalam meningkatkan kualitas tumbuhkembang peserta didik. Anak dapat mengekspresikan diri dalam menjalani seluruh aktivitas, tanpa adanya paksaan, pengendalian dari para pendidik yang berada di sekitarnya, namun tetap mewujudkan prinsip belajar dan bermain menyenangkan hingga potensi yang ada pada dirinya berkembang optimal. Guru dapat menciptakan suasana pembelajaran sedemikian rupa yang mengaktifkan dan menyenangkan anak yang dapat membuat peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, kreatif, mencurahkan perhatian/konsentrasi penuh dalam suasana pembelajaran yang menimbulkan kenyamanan bagi anak sehingga proses pembelajaran dapat dicapai secara optimal seiring dengan perkembangan potensi dalam diri peserta didik tersebut.Beberapa cara yang dapat dipakai guru untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan antara lain dengan menambahkan ice bereaking dalam proses pembelajaran, metode yang bervariasi, menciptakan suasana yang rileks, memotivasi siswa, dan menyapa peserta dengan hangat dan antusias. Dalam konteks pembelajaran menyenangkan guru dituntut tidak hanya memerankan diri sebagai pengajar atau pendidik, tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, dkk., 1990, Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, CV. Rajawali, Jakarta
Asri Budiningsih, C., 2005, Belajar dan Pembelajaran, Bumik Aksara, Jakarta.
hhtp//www.hendryrisjawan.com
Indrawati, dan Wawan Setiawan, 2009, Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Diterbitkan oleh PPPPTKIPA.
Ismail , 2008, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang : Rasail Media Group. Rusman,, 2011, Model-Model Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.
Ismail. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang: Rasail
Jamal Ma’mur Asmani. 2011b. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta: Diva Press
Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Pendidikan Nasional
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif Berbasis Teknologi Informasi & Komunikasi. Jakarta: GP Press
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
www.jurnal.upi.edu, model-pembelajaranl Vol.1.No.2)
Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan
Universitas Garut ISSN: 1907-932X

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda