PENDIDIKAN DAN KEKERASAN (19)
Assalamu'alaikum wrwb.
Puji dan syukur hanya untuk Allah, Tuhan Yang Maha Lembut pada hamba-Nya.
Yang taat dan yang maksiyat diberi rizqi, bahkan yang bergelimang dosa, tampak
harta dan kekayaannya berlimpah. Syukurilah rizqi yang ada, agar bahagia.
Biasanya yang bahagia lupa bersyukur kepada Allah.
Shalawat dan salam buat manusia teladan Muhammad saw utusan Allah, untuk
menyelamatkan kita, dengan bahagia dunia dan sejahtera di akhirat.
Saudaraku, belum hilang dari ingatan kita, kekerasan yang menewaskan
seorang mahasiswa di STIP Jakarta, muncul lagi korban mahasiswa UII Yogyakarta.
Apakah ini fenomena gunung es? Itu yang terungkap di media, karena terendus
awak media? Dan yang sesungguhnya terjadi lebih dari itu? Bahkan suatu saat
saya diundang oleh pondok pesantren di daerah yang banyak pesantren, yang
memiliki madrasah/sekolah, juga membahas soal kekerasan di madrasah/sekolah.
Allah a'lam.
Sudah parahkah dunia pendidikan di negeri ini? Ataukah karena pergeseran
nilai dan standard moralitas masyarakat, akibat pemahaman tentang hak azasi
manusia (HAM) yang sekuler, dan terlepas dari panduan agama?
Saudaraku, pendidikan (تربية) adalah
proses pembiasaan kebaikan secara tulus dan ikhlas. Guru pembimbing yang lahir
batin, sering disebut pengasuh jiwa atau murabbi ruh (مربي روح)
karena benar-benar berperan sebagai guru (yang digugu dan ditiru) bukan
plesetan wagu dan saru. Keikhlasan itulah yang membawa keberkahan bagi murid
dan santrinya.
Dari model guru model pengasuhan ini, di banyak sekolah dan pesantren,
wewenang pengasuhan, mulai diserahkan kepada murid, siswa, atau mahasiswa
senior. Boleh jadi, karena senior pernah menerima perlakuan kasar dari kakak
kelas/angkatannya, maka "dendam kesumat" akibat kekerasan yang
diterima, dilampiaskan kepada adik kelas/angkatannya.
Pendidikan (tarbiyah) beda dengan pengajaran (tadris). Tarbiyah menonjol
kependidikannya, tadris dominan kepengajarannya. Tentu ini tidak harus
dipertentangkan. Yang jelas pergeseran nilai, penghormatan kepada guru,
pemahaman dan aplikasi hak azasi manusia (HAM) yang beraroma sekuler, dicelup
kembali dengan spirit tarbiyah dan ta'dib (pendidikan budi pekerti dan akhlak).
Karena modal kehormatan manusia akan dihormati adalah karena akhlak dan budi
pekertinya. Sekarang sudah mulai tergerus oleh budaya materialiame, hedonisme,
di mana marwah seseorang dilihat dari tampilan luar (casing)-nya.
Dalam pendidikan anak, supaya mau rajin shalat, yang akan menjadi
barometer ibadah. Riwayat dari 'Amr bin al-'Ash Rasulullah saw bersabda:
مروا اولادكم بالصلاة
وهم ابناء سبع سنين واضربوا عليها وهم ابناء عشر وفرقو هم في المضاجع رواه احمد وابو
داوود وهو صحيح
"Perintahlah anak-anakmu menjalankan shalat ketika mereka umar tujuh
tahun, dan "pukullah" mereka karena (belum menjalankan)-nya ketika
mereka umur sepuluh tahun, dan pisahkan mereka pada tempat tidur" (Riwayat
Ahmad dan Abu Dawud, dan hadits sahih).
Dalam teks hadits tersebut, terdapat kata "pukullah" mereka (واضربوا عليها)
ketika berumur sepuluh tahun, tetapi masih belum mau melaksanakan shalat. Ada
yang penting dipahami, para Ulama memahami kata memukul, lebih dominan unsur
pendidikannya, dan itu pun dilakukan oleh orang tua sendiri, dan pukulan pun,
tidak dibenarkan jika sampai melukai. Artinya, pukulan pembelajaran yang tetap
dengan semangat kasih sayang. Lebih dari itu, orang tua harus memberikan contoh
telah mengerjakan shalat dengan baik.
Berbeda dengan tragedi pemukulan yang dilakukan oleh kakak kelas, tidak
menggunakan ukuran tetapi cenderung balas dendam, sehingga menimbulkan dampak
yang mematikan. Mestinya, tidak ada lagi kekerasan di sekolah. Karena era dan
model pendidikan sudah modern, maka para guru, kepala sekolah, harus memahami
pesan hadits tersebut dengan lebih kontekstual.
Rasulullah saw pernah dimintai gendong cucu beliau ketika sedang sujud,
sampai sujudnya lama. Tahunya, setelah selesai shalat, beliau menjelaskan
kepada para sahabat, jika cepat-cepat bangun, maka cucu yang sedang menjalani
proses pendidikan shalat, akan menangis. Beliau juga khawatir setelah itu tidak
mau ikut shalat berjamaah lagi. Jadi, ada pertimbangan yang lebih besar.
Saudaraku, kalau boleh menduga-duga, Rasulullah saw memerintahkan kita
mendidil anak supaya menjalankan shalat di usia tujuh tahun, agar tertanam
sangat kuat untuk shalat, karena shalat merupakan perbuatan yang paling berat,
dan menjadi barometer ibadah lainnya. Jadi, sesungguhnya maksud pemukulan itu
untuk mendidik, supaya sejak kecil sudah rajin shalat, untuk menjamin amal
ibadah yang lainnya.
Untuk itu, mari kita berusaha mendidik anak-anak kita sejak dari
kandungan, dibacakan Al-Qur'an, kala lahir diadzankan telinga kanan dan iqamah
telinga kiri, supaya tertanam kuat akidahnya, untuk mengesakan Allah Tuhan alam
raya ini. Dengan demikian, jika akhlaknya baik, tidak mempan terhasut melakukan
kekerasan kepada siapapun, termasuk adik kelasnya.
Di negeri ini sudah banyak kekerasan, jangan ditambah lagi. Angka
kriminal makin bertambah. Dan itu menjadi problem pendidikan kita, yang harus
dicarikan penyelesaian secara komprehensif. Penegakan hukum harus adil, dan
memperlihatkan persamaan perlakuan di depan hukum.
Sebagai orang tua, guru, pendidik, jangan lupa mendoakan anak dan murid
supaya mereka diberi pemahaman seperti para Nabi dan mampu menghafal seperti
para Rasul, dan diberi ilham seperti para Malaikat yang dekat kepada Allah.
Jadikan lisan kami selalu berdzikir mengingat-Mu, dan hati kami tunduk, takut
karena berharap kepada-Mu, dan hati yang paling dalam kami selalu taat
kepada-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
اللهم ارزقني فهم
النبين وحفظ المرسلين والهام ملائكتك المقربين اللهم اجعل ألسنتنا عامرة بذكرك وقلوبنا
بخشيتك وأسرارنا بطاعتك إنك على كل شي قدير
Allah a'lam bi al-shawab.
Wassalamu'alaikum wrwb.
Ngaliyan, 28/1/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda