HATI DAN LISAN (22)
Assalamualaikum wrwb.
Mari kita awali pagi hari yang cerah ini dengan mensyukuri nikmat Allah.
Semoga di pagi ini kita dalam kebaikan, siang nanti dalam kebahagiaan, dan sore
hingga malam dalam keberuntungan.
Shalawat dan salam, kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw,
Keluarga, Sahabat, dan para pengikutnya. Semoga cinta yang sudah tumbuh subur
dalam hati kita makin membara dan membakar semangat meneladani beliau. Hati
yang baik (قلب سليم) yang siap brtjumpa dengan
Allah.
Saudaraku manusia dikarunia hati atau قلب artinya
"berubah-ubah" atau سمي القلب لتقلبه artinya
disebut hati karena berubah-ubahnya. Rasulullah saw menegaskan, "ingat di
dalam jasadmu, ada segumpal darah, jika baik, maka anggota tubuh yang lain,
akan ikut baik, tetapi jika segumpal darah itu rusak, maka yang lain akan ikut
rusak" (Riwayat Al-Bukhary dan Muslim).
Hati menjadi sentra pengendali jati diri kemanusiaan kita. Bahkan Al-Qur'an
menggunakan hati dalam konteks makna berfikir, memahami, atau berakal.
Kegagalan manusia menjalankan fungsi qalbu (hati) nilai manusia, penglihatan
tidak mampu melihat yang baik, pendengaran pun gagal mendengar yang baik,
menjadikan manusia meluncur ke derajat yang lebih buruk dan lebih sesat dari
pada binatang (QS. Al-A'raf: 179).
Supaya hati kita itu tidak terombang-ambing, dan berfungsi dengan baik,
maka perlu dilatih, dibiasakan, sejak dari ketika manusia masih janin di alam
rahim ibu. Orang pendidikan bilang pendidikan di kandungan. Orang tuanya rajin
membaca Al-Qur'an dan memperdengarkan kepada jabang bayi, ketika lahir
diadzankan di telinga kanan dan diiqamatkan di telinga kirinya.
Hati yang baik, ketika telinga mendengar atau disebut asma Allah, akan
bergetar, ketika ayat-ayat-Nya, iman dan keyakinannya bertambah kuat, dan makin
tawakkal kepada Allah (QS. Al-Anfal:2). Itu pun harus dibuktikan dengan
menjalankan shalat, menginfakkan sebagian rizqinya, dan itulah gambaran orang
yang beriman yang benar yang dijanjikan derajat yang tinggi di sisi Allah,
rizqi dan ampunan (QS. Al-Anfal: 3-4).
Sebaliknya, hati yang sakit, kafir, telah dikunci mati oleh Allah,
pendengaran dan penglihatan mereka, telah ditutup (QS. Al-Baqarah:7). Sakit
yang bertambah, bahkan membatu yang sekeras-kerasnya (QS. Al-Baqarah: 10).
Memelihara hati supaya tetap terjaga, haruslah terus diperbanyak dzikir,
baik melalui ibadah ritual seperti shalat (QS. Thaha: 14).Juga dengan dzikir
seperti yang biasa kita lakukan, baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan
berbaring (QS. Ali Imran: 191), agar hati bisa tenang, nyaman, bahagia,
thuma'ninah dan istiqamah (QS. Al-Ra'd: 28).
Apa hubungan hati dan lisan? Abu al-Hasan al-Asy'ary mendefinisikan iman
adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan pengamalan dengan
anggota tubuh. Idealnya, yang normal orang yang hatinya baik, ucapan lisannya
akan baik, indah, dan menyenangkan. Tutur kata yang baik, santun, kalimat yang
keluar juga tertata baik, menggambarkan bahwa dirinya adalah orang yang cerdas
dan baik. Seperti Nabi Ishaq dan Ya'qub yang dikaruniai sebagai buah tutur yang
baik (QS. Maryam: 50).
Ada memang, orang yang antara hati dan lisannya tidak sama. Lisannya
mengatakan beriman, tetapi dia menipu Allah. Mereka itu adalah orang yang
berhati batu (QS. Al-Baqarah: 8-10). Apakah ada orang yang hatinya baik, tapi
lisannya tidak baik, suka nyakiti orang lain, suka memfitnah dan menebar
kebencian dan permusuhan? Ini tidak masuk akal. Berarti orang yang tutur kata
atau tulisannya tidak baik, nyakiti orang lain, maka ia tidak layak disebut
beriman. Rasulullah saw menegaskan:
من كان يؤمن بالله
واليوم الأخر فليقل خيرا او ليصمت رواه البخارى ومسلم
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkata atau
bertutur katalah yang baik atau diam" (Al-Bukhari dan Muslim).
Maka ada ungkapan "tutur katamu adalah jendela hatimu". Bahkan
orang yang kualitas keberagamaannya (Islamnya) baik, dia pasti pasti mampu
menjaga tutur katanya dan kekuasaannya dengan baik, dan tidak membuat sakit
hati orang lain".
المسلم من سلم
المسلمون من لسانه ويده رواه البخاري ومسلم
Saudaraku yang disayang Allah, karena itu mari kita jaga lisan kita.
Lisan kita adalah jendela hati, pribadi, dan akhlak kita. Orang yang
penampilannya tampak agamis, tetapi lisannya sangat tajam melukai banyak orang,
maka sesungguhnya dia telah menipu Allah dan tentu dirinya sendiri. Anak-anak
muda sering mengatakan "mulutmu harimau-mu". Harimau adalah simbol
hukum rimba, yang selalu "menang" atas hewan lainnya. Karena itu
disebut sebagai binatang buas, dan mematikan (kecuali yang sudah dijinakkan).
Atau lebih tidak enak lagi, "mulut busuk" pasti akan menebar
"kebusukan" yang lebih hebat dari barang yang busuk. Tajassus
(mencari-cari keburukan orang lain), ghibah (menggunjing) satu dengan yang
lain, lahir karena hati yang busuk dan melahirkan mulut yang busuk. Maka Allah
mengibaratkan orang yang suka tajassus dan ghibah laksana memakan saudaranya
yang sudah menjadi mayat (QS. Al-Hujurat:12). Karena itu wajjb dihindari
sejauh-jauhnya.
Imam al-Ghazaly mengatakan, bahwa yang paling tajam di dunia ini bukan
pedang, tapi lisan. Jika sudah melukai, maka selamanya akan tidak terobati.
Mumpung kita masih sehat afiat, diberi umur panjang, mari kita betaubat
sebelum terlambat. Kita ingat-ingat kepada siapa saja kita pernah melukai
dengan kebusukan lisan kita. Mungkin kita sedang lupa, merasa menasihati,
mengkritik, atau mendidik dan membimbing, apalagi merasa sudah berilmu tinggi,
ditokohkan masyarakat,mungkin karena dititipi harta lebih dibanding yang lain,
atau karena sedang menduduki jabatan, tetapi menggunakan tutur kata atau
tulisan yang melukai banyak orang, kita tidak akan terhina meminta maaf kepada
orang yang kita lukai. Karena keangkuhan, kesombongan, dan merasa diri kita
hebat, adalah bawaan manusia, tetapi sedang didominasi oleh unsur syaithaniyah.
Na'udzu bi Allah.
Salah kepada Allah lebih mudah diampuni jika kita bertaubat nashuha, akan
tetapi kesalahan kepada sesama musti ada ikrar pemaafan dari orang yang kita
sakiti. Kalau perlu kita cari sampai ketemu. Setidaknya di era alat komunikasi
yang canggih, bisa dilakukan dengan cara pemaafan jarak jauh.
Semoga Allah membuka hati kita, menghapus debu dan karat yang masih
menempel di hati kita, dan makin mampu menjaga lisan dan tutur kata kita.
Allah a'lam bi al-shawab.
Wassalamu'alaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 1/2/2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda