Pengikut

Senin, 30 Maret 2015

gagasan menuju persatuan umat
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
       Manusia sebagai mahluk social tidak bisa dilepaskan dari hubungan interaksi social atau antar manusia dengan sesamanya, hubungan antar manusia dalam masyarakat ditata dalam suatu tatanan normatife yang disepakati bersama oleh masyarakat tersebut yang disebut nilai atau norma yang menjamin terwujudnya harmoni dalam bentuk kedamaian dan ketentraman.
Interaksi social antar anggota maupun kelompok dalam masyarakat seringkali diwarnai dengan konflik yang dapat mengganggu terwujudnya harmoni tersebut disebabkan karena adanya persepsi, kepentingan, maupun tujuan yang berbeda diantara individu maupun kelompok dalam masyarakat. Perbedaan antar anggota maupun kelompok yang berpotensi konflik dan bersifat destruktif antara lain karena adanya perbedaan agama. Konflik antar penganut agama biasanya dipicu oleh prasangka antara penganut satu agama dengan yang lain yang berkembang menjadi isu – isu yang membakar emosi ,munculnya sikap –sikap tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan dikarenakan sebab ,seperti ketiadaan saling pengertian antar pemeluk agama ( mutual understanding), adanya kesalahan dan kekeliruan dalam memahami tek-tek keagamaan dan masuknya unsure-unsur kepentingan diluar kepentingan agama yang luhur.
       Agama sebagai pedoman prilaku yang suci mengarahkan penganutnya untuk saling menghargai dan menghormati, tetapi seringkali kenyataanya menunjukkan sebaliknya, para penganut agama lebih tertarik kepada aspek –aspek yang bersifat emosional. Dalam hal ini pemakalah mengungkapkan agama dengan makna subtansialnya dalam menjawab soal-soal kemanusiaan, yakni ketika agama tidak lagi berfungsi sebagai pedoman hidup yang mampu melahirkan kenyamanan spiritual dan obyektif dalam segala aspek kehidupan umat manusia. Atau dalam istilah ketika agama menjadi candu masyarakat. Macam itulah yang sedang dialami masyarakat atau bangsa Indonesia menghadapi tantangan bergesernya fungsi agama. Konflik antar agama, radikalisme dan terorisme menjadi masalah besar bangsa dan harus dicarikan penyelesaian secara tepat. Agama tampaknya bukan lagi alat kedamaian umat , tetapi sudah menjadi ancaman menakutkan. Hal ini dapat dilihat dari hubungan positif antara praktik beragama dengan aksi kekerasan yang sering terjadi. Sebab kekerasan adalah adanya factor pemahaman agama, terutama praktik dan pemahaman beragama yang mengarah sikap fanatisme dan militansi.
Adanya konflik dan ketidakharmonisan antar  pemeluk agama akan sangat merugikan bangsa dan Negara termasuk bagi pemeluk agama itu sendiri, ketidakharmonisan, apalagi konflik akan berdampak pada semua aspek kehidupan, stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan social dan budaya akan terganggu. Sedangkan masyarakat pada suasana ketidakpastian , ketakutan, dan akan muncul perasaan saling tidak mempercayai.
      Agama yang dipandang dan diamalkan semata-mata sebagai perangkat upacara dan hukum, tidaklah cukup. Agama, khususnya Islam mendorong umatnya untuk melaksanakan ajaran-ajaran secara utuh dan menjalin uhkwatul Islamiyah , toleransi antar sesama manusia ,alam lingkungan dan dengan sang pencipta (sang kholik)[1].  Rosulullah menggambarkan ukhwatul Islamiah dengan contoh- contoh misalnya :
“ Muslim yang satu dengan yang lainya seperti suatu bangunan yang saling menguatkat”, atau semacam satu tubuh.”[2].
       Untuk  membangun  kultur  hidup  rukun  dan  toleransi,  maka  dengan
Mengembangkan system kerja sama umat ,  pendidikan  semenjak dini, persamaan dalam beraqidah khususnya aqidah Islam.
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mengembangkan system kerja sama umat ?
2.      kendala apa saja yang dihadapi untuk mencapai persatuan umat ?
3.      Bagaimana solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut ?
4.      Bagaimana upaya untuk menjaga kerukunan  diantara mereka ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Mengembangkan system kerja sama umat

Untuk mencapai persatuan dikalangan umat Islam, pertama, kita harus mencari common denominator: suatu persamaan kriteria pengikat dalam satu pokok, senasib. Kita tahu bahwa kaum mukmin itu bersaudara, innamâl mu’­
minûna ikhwah. jadi siapa saja yang seiman, bersaudara. Inilah ikatan utama, sama-sama percaya kepada  allah, mengakui bahwa Muhammad itu rasulullah, al-Quran itu kitabullah, melaksanakan puasa, shalat, haji, dan sebagainya. Semua adalah Muslim, semua adalah mukmin,  secara luas, ada empat tingkatan ukhuwah:
1.      Ukhuwah Insâniah[3]
yaitu persaudaraan di antara sesama manusia, secara menyeluruh.
2.      Ukhuwah Rabbâniah
 yaitu ikatan di antara mereka yang percaya kepada tuhan Yang Maha esa.
3.      Yang lebih khusus, Ukhuwah Islâmiah:
berarti ikatan persaudaraan sesama umat Islam[4] . Penggunaan istilah ukhuwah Islamiah selama ini masih banyak berbau slogan meski, sebenarnya, persaudaraan kaum Muslim ini merupakan inti ajaran sosial Islam. Pegangan kaum Muslim yang paling utama dalam hal ini adalah Al-Quran dan Hadis. Al-Quran menegaskan bahwa kaum mukmin itu bersaudara, maka carilah jalan ishlah (kerukunan) diantara sesama saudara. Pada akhir khutbah Haji Perpisahan, Rasulullah juga menekankan bahwa kaum Muslim itu bersaudara, dan hendaknya kesadaran ini dipegang teguh. Bahkan dengan amat lapang dada, Rasulullah menyebutkan[5].
“Umatku tidak akan bersepakat untuk sesuatu kejahatan. Maka jika terdapat perbedaan pendapat diantara kamu, ambillah suara terbanyak.”
4.      Ukhuwah Wathoniyah
Yaitu persaudaraan yang diikat oleh jiwa nasionalisme tanpa membedakan agama, suku, warna kulit, adat istiadat dan budaya dan aspek-aspek yang lainnya[6].
       Ukhuwah Insaniyah merupakan persaudaraan kemanusiaan yang bersifat universal. Dalam al-Quran disebutkan bahwa allah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar mereka saling ta‘âruf, saling kenal.[7]
$pkšr'¯»tƒ[8] â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  

Artinya : Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki­laki dan seorang perempuan, dan men jadikan kamu berbangsa­bangsa dan bersuku­suku supaya  kamu  saling  mengenal.  Sesungguhnya  orang  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang  yang  paling  bertakwa  di  antara  kamu.  Sesung guh nya Allah Maha Mengetahui lagi Mah Mengenal.
.[9](Qs al-Hujurât [49]: 13)
       Perlu pula saya sampaikan, bahwa ukhuwah Islamiah  tidak hanya meliputi ukhuwah dikalangan umat Islam  sendiri,  ukhuwah umat Islam adalah persaudaraan dan  kerja sama yang bersifat universal, yang juga bisa diterapkan atas seluruh umat manusia secara luas, sesuai dengan  ayat al-Quran:  (Qs al-anbiyâ’ [21]:
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ     
Artinya : “Dan tidak Kuutus engkau (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam. (Qs al-anbiyâ’ [21]: 107
Oleh karenanya, kita diharapkan memiliki rasa saling menghargai, saling mencintai sesama manusia, meski pendirian, agama dan ras kita berbeda. kita harus punya rasa persaudaraan, sepanjang mereka tidak mengganggu kita akan halnya persaudaraan rabbâni, al-Quran juga memerintahkan bahwa sesungguhnya ada golongan-golongan yang lebih dekat kepada kita, daripada golongan ateis  atau Yahudi yang tidak menyembah allah. allah berfirman: 
“ Engkau (Muhammad) akan menemukan golongan yang
paling dekat persahabatannya dengan orang­orang ber­
iman, ialah golongan yang berkata, “Kami adalah orang­
orang Nasrani.” (Qs al-Mâ’idah [5]: 82)
“ Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka (itu ber­
asal) dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutus­
mu  menjadi  Rasul  kepada  segenap  manusia.  Dan  cu­
kuplah Allah menjadi saksi. (QsÂl-nisâ’ [4]: 79)
kita semua, di Indonesia ini, percaya kepada tuhan  Yang Maha esa kristen, katolik, ataupun kebatinan, termasuk golongan rabbâni, golongan penyembah tuhan. kita harus membedakan mereka dari golongan ateis yang
terang-terangan tidak percaya kepada tuhan. golongan penyembah tuhan ini lebih dekat pada kita[10].

B.  Kendala apa saja yang dihadapi untuk mencapai persatuan ?
1.      Sumber-sumber perpecahan
a.      Perbedaan  faham (Aqidah)
lalu mengapa perselisihan dikalangan orang seagama  lebih sering terjadi daripada diantara yang berbeda agama? sebab yang paling utama adalah kekhawatiran bahwa orang yang sama-sama beragama (tapi mempunyai faham yang lain) bisa merusak ajaran agama itu sendiri faham mereka yang berbeda itu, dikhawatirkan bisa merusak kesatuan ajaran. Itulah barangkali penyebab timbulnya intoleransi yang lebih hebat terhadap sesama pemeluk agama yang berbeda faham dibandingkan dengan terhadap golongan yang tidak mengaku beragama Islam[11]. 
Kita juga harus waspada terhadap sebab-sebab kesejarahan. Akar pertentangan atau perbedaan faham, antara Muhammadiyah , NU, Wahabi dan Jaringan Islam liberal yang kerap kali malah sangat tajam, terletak pada faktor-faktor sejarah ini bukan ajaran Islam, dan bukan pula perbedaan pandangan dalam ajaran Islam itu sendiri. Pertentangan ini lahir ketika para ulama yang mempunyai pesantren, pada tahun 1926, mendirikan Nahdhatul Ulama, yang merupakan reaksi terhadap masuknya golongan Wahabi ke Indonesia yang dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi para ulama yang kemudian membentuk NUtersebut. Tapi sekarang situasinya sudah lain. Muhammadiyah sudah tidak lagi memusuhi mazhab. Kini yang harus kita lakukan adalah melakukan koreksi demi persatuan yang lebih mendasar. Sebagaimana firman allah
dalam Qs Al Hujurat (49) ayat 10 bahwasanya kesatuan dan persatuan umat Islam diikat oleh kesamaan aqidah (keimanan), akhlaq dan sikap beragamnya berdasarkan atas Al Qur'an dan Al Hadist
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  
Orangorang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

2.       Fanatisme kelompok

Fanatisme kelompok ini sering dikaburkan oleh pikiran dan tingkah laku kita sendiri. Karena, sadar  atau tidak, kita tidak lagi berbicara untuk kepentingan Islam, melainkan sering sekali untuk kepentingan golongan atau organisasi[12].
Dikalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima disisi Allah , Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan[13].
                   Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.

3.      Rendahnya sikap toleransi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti kata Toleransi berarti sifat toleran. Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau bersikap tenggang rasa (menghargai, membolehkan) pendirian (pendapat, atau keyakinan) yang berbeda atau bertentangan dengan diri sendiri
Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan ( murodif ) kata toleransi adalah samanah atau tasamuh, maka kata ini berkembang dan mempunyai arti sikap lapangdada atau terbuka dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan demikian, makna kata tasamuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap pada kemulian diri dan keikhlasan.
Salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.

4.       Faktor  kepentingan  Politik
                                  Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
     



C.    Bagaimana solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut

1.   Melalui pendidikan formal
a)        Esensi Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia , karena dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan diri dan menjalankan fungsinya sebagai kholifah dibumi.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan , pengendaliandiri kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia , serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat ,bangsa dan Negara ( UUSPN No. 20 tahun 2003) [14] . pendidikan bagi sebagian besar orang bererti kegiatan yang secara sadar dan disengaja ,serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang  dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus[15].
Pendidikan dalam arti Islam sebagaimana dikemukakan oleh Daulay (2004:31) pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk  pribadi muslim yang seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani[16].
Pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi- fungsi yang beragam diantaranya Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi, Pendidikan sebagai proses penyiapan warganegara, Fungsi kontrol sosial, Fungsi pelestarian budaya masyarakat serta fungsi-fungsi yang lainnya. Dilihat dari segi makna pendidikan, pendidikan mempunyai tiga fungsi yaitu 1) menumbuhkembangkan kreatifitas subjek didik. 2) memperkaya khasanah moralitas budaya manusia dengan jalan mengembangkan nilai- nilai insani dan nilai- nilai Ilahi. 3) menyiapkan tenaga kerja yang memiliki produktifitas. Melihat fungsi-fungsi diatas pendidikan dianggap paling handal kaitannya dalam penanaman nilai- nilai kerukunan beragama.
b)       Pendidikan Sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai  proses  pembentukan  pribadi  menuju  terbentuknya  insan sejati, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan terarah kepada  terbentuknya  kepribadian  peserta  didik.  Betapa  penting  dan  kuatnya peranan  pendidikan  sebagai  proses  pembinaan  mental  kepribadian/  moralitas,  pengembangan  kepribadian  seseorang  disini  haruslah  sesuai  dengan  bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki sehingga diharapkan dengan bakat yang ia  miliki  serta  didukung  dengan  kepribadian  yang  baik  dan  terarah  (matang) dapat  menyumbangkan  secara  optimal  kemampuannya  untuk  diri  sendiri, masyarakat serta Negara. (Team Dosen FKIP Malang:1998. 83). Pendapat  yang  lebih  spesifik  diutarakan  oleh  salah  seorang  pakar pendidikan H.A.R Tilaar (2008.27) Bahwa pengembangan kepribadian bukan hanya  berarti  pengembangan  kepribadian  dalam  arti  personal  tetapi perkembangan kepribadian yang menyangkut aspek-aspek personal dan sosial. Maksudnya untuk selanjutnya dari kedua perkembangan tersebut harus mampu menciptakan  simbiosis  yang  saling  mengisi  antara  kepribadian  yang berkembang  dan  manfaat  yang  diperoleh  masyarakat  dari  perkembangan kepribadian  tersebut,  disinilah  pentingnya  pendidikan  nilai-nilai  moral  atau akhlaq,  kerukunan  bagi  peserta  didik  serta  peranan  pendidik  khususnya  guru sebagai pelopornya.

c)        Pendidikan Sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai  proses  penyiapan warga  negara diartikan  sebagai suatu  kegiatan  yang  terencana  untuk  membekali  peserta  didik  agar  menjadi warga  negara  yang  baik.  Menurut  Tilaar  &  Riant  Nugroho  (2008.31)  Setiap negara dan warga negara mempunyai hak dan  tanggung jawab masing-masing, negara  bertanggung  jawab  melindungi  serta  memfasilitasi  perkembangan individu sepenuhnya, sebaliknya setiap warga negara bertanggung jawab untuk memelihara  ketertiban  dalam  masyarakat.  jika  hal  tersebut  dapat  terlaksana negara  dapat  menjalankan  fungsi  dan  tanggung  jawabnya  dalam  melindungi serta  memfasilitasi  perkembangan  individu  warga  negaranya termasuk penyelenggaraan pendidikan yang dibutuhkan. Tujuan ini sejalan dengan cita-cita  penciptaan  suasana  damai  dalam  sebuah  hubungan  kemasyarakatan  yang  plural seperti di Indonesia.

d)       Konteks pendidikan.
Kelima komponen tersebut bergabung membentuk sebuah sistem yang berdiri  sendiri  namun  antara  satu  dengan  yang  lain  mempunyai  kaitan  yang sangat  erat  dalam  proses  pendidikan.  Dengan adanya kelima komponen tersebut diharapkan proses pendidikan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Dengan  pengelolaan  pendidikan  yang  baik,  sebuah  Negara  dapat  mencapai puncak  kejayaan  atau  kemajuannya,  namun  sebaliknya  apabila  pendidikan tidak dikelola dengan baik alhasil yang akan terjadi adalah kehancuran bangsa tersebut, pendidikan adalah pondasi utama dalam terbentuknya sebuah Negara yang besar.
Pendidikan  yang  paling  pokok  dari  semua  ilmu  serta  menjadi  dasar dari  segala  ilmu  adalah  pendidikan  Islam/agama.  Dalam  pendidikan  agama diajarkan  berbagai  tata  cara  berkehidupan,  (Ilmu  Khal)  bertingkah  laku  atau bermu’amalah  yang  baik  antar  sesama  manusia,  namun  dalam  kenyataannya dilapangan  pendidikan  agama  sering  kali  dinomer  duakan.  Melihat  apa  yang terjadi  akhir-akhir  ini  atas  ketegangan–  ketegangan  yang  terjadi  di  negara khususnya  Indonesia  sudah  seharusnya  para  pemikir  dan  penatalaksana pendidikan  mulai  merubah  mainsett  dengan  menempatkan  pendidikan  agama sebagai  subordinate  dari segala ilmu di lembaga-lembaga pendidikan sehingga tujuan  inti  dari  esensi  pendidikan  dapat  tercapai  serta  pembentukan  karakter building generasi penerus bangsa dapat terwujud secara maksimal . Pendidikan  yang  bersumber  pada  agama  (Islam,  Kristen,  Katolik Hindu,  Buda,  Konghucu  dll)  menurut  Ki  Hajar  Dewantoro  dalam  Sumartana (2005:  278)  hendaknya  digunakan  untuk  mengisi  adab  kesusilaan  (etika, moral), dengan harapan nantinya anak-anak dapat terbangun rasa penghargaan, cinta dan keisyafan terhadap semua agama terutama agama sendiri.Dalam sejarahnya, setiap agama membawa ajaran yang universal yang selalu  mengajarkan  akan  adanya  nilai-nilai  kebaikan,  cinta  damai,  saling menghargai  dan  bersikap  adil  kepada  sesama  baik  itu  dalam  satu  agama ataupun berbeda agama. Namun dalam kenyataanya konflik berlatar belakang perbedaan  agama/Sara’  marak  terjadi  akhir-akhir  ini  yang  justru  banyak 6 mendatangkan  kerugian  di  semua  pihak  baik  kerugian  moril,materil  maupu imateril. Untuk  itulah  pendidikan  mempunyai  tugas  penting  di  samping  tugas untuk  mempersatukan  dan  melestanikan  budaya-budaya  etnik  yang  beraneka ragam demi kepentingan nasional, juga harus mampu menanamkan nilai-nilai kebaikan  (nilai  karakter)  serta  mewariskannya  kepada  generasi  yang  akan datang  dengan  tujuan  tetap  terpeliharanya  nilai-nilai  yang  terkandung  dalam bangsa  yang  masih  layak  dipertahankan  demi  tercapainya  tetapnya  keutuhan NKRI. Oleh karena itu lembaga pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta harus mampu menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah, nilai budi  luhur  yang  dapat  menjadikan  anak  mampu  berfikir  positif,  tidak berpandangan  sempit  serta  mencintai  bangsa  dan  tanah  airnya  sehingga kesemuanya tersebut terkumpul menjadi satu kesatuan dalam diri seorang anak membentuk  sebuah  kepribadian  yang  utuh.  Hal tersebut hanya dapat dicapai salah satunya dengan jalan pendidikan. 
2.      Dialog antar pemeluk agama
       Salah satu bagian dari kerukunan antar umat beragama adalah perlu dilakukannya dialog antar agama. Agar komunikatif dan terhindar dari perdebatan teologis antar pemeluk (tokoh) agama, maka pesan-pesan agama yang sudah diinterpretasi selaras dengan universalitas kemanusiaan menjadi modal terciptanya dialog yang harmonis. Dialog antar agama adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk berbagai agama yang bertujuan mmencapai kebenaran dan kerjasama dalam masalah-masalah yang dihadapi bersama.
           Perhatian terhadap tema itu, tidak harus hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, tertutama pada lingkungan tokoh agama. Menurut Ignas Kleden, dialog antar agama tampaknya hanya bisa dimulai dengan adanya keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya. Sementara itu, melihat kondisi kehidupan  beragama sekarang ini, konflik antar umat beragama, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik berwajah agama perlu dilihat dalam kaitan-kaitan politis, ekonomi, atau sosial budayanya. Apabila benar bahwa konflik itu murni konflik agama, maka masalah kerukunan sejati tetap hanya dapat dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia, yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Makin mendalam  rasa keagamaan, makin mendalam pula rasa keadilan dan kemanusiaan.
                    Jika dilakukan dialog rutin antar agama maka akan terjadi pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antar agama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional. Hal ini jelas akan memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
3.      Bersikap optimis
                        Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog. Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita seringkali prihatin melihat orang-orang awam yang pemahaman keagamaannya bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Inilah kesalahan kita bersama. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
D.    Upaya menjaga kerukuna antar umat beragama
1.  Menjunjung tinggi toleransi antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan pemeluk Agama yang sama, maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam interaksi sehari – harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia sudah tinggi, maka konflik – konflik yang mengatasnamakan Agama di Indonesia dengan sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.

2.  Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas dan enggan untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama. Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia.
3. Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
4.  Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin
Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak.
          Kerukunan umat beragama di Indonesia adalah harapan semua orang, semua menginginkan hidup aman dan tenteram, untuk itu, diperlukan kesadaran didalam dirinya masing-masing untuk hidup rukun dan damai. Tidak ada lagi pertikaian antara agama karena berbeda agama atau pertikaian antara aliran agama karena perbedaan aliran. Semua orang itu memiliki hak yang sama untuk memeluk agama dan menganut aliran manapun, hal yang penting adalah kembali lagi pada sikap diri masing-masing, apakah dirinya sendiri sudah mencerminkan orang yang beragama. Karena semua agama mengajarkan tentang hidup rukun dan damai tidak ada agama yang mengajarkan tentang kejelekan.
Apabila orang yang beragama tersebut dapat mempelajari agamanya dengan sungguh-sungguh, maka orang tersebut dapat menjadi orang yang membawa ketenangan, bukan kekacauan. Kedamaian di negara ini akan tercipta dengan orang-orang seperti itu. Apabila negara ini tenang dan damai, maka semua orang akan tenang dalam menjalani ibadahnya juga. Tidak ada yang mengganggu atau memusuhi.





















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Keragaman bangsa Indonesia dianggap sebagai kebanggaan dan anugerah dari Yang Maha Kuasa dan bukanlah bahan dari pemecah persatuan dan kesatuan bangsa. Anggapan tersebut bukan hanya sebuah konsep namun harus diterapkan dan ditanamkan kepada setiap lapisan masyarakat. Disamping itu kesadaran - kesadaran akan pentingnya menghormati dan menghargai orang lain perlu ditanamkan sejak dini, Penanaman nilai-nilai kerukunan dalam hal ini yang dipandang strategis melalui peranan lembaga pendidikan, mengembangkat system kerjasama umat , pluralitas merupakan sebuah fakta social historis yang melekat pada Indonesia, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural dan multicultural,menjadi manusia Indonesia berarti menjadi manusia yang sanggup hidup dalam perbedaan dan bersikap toleran ,bersikap toleran berarti bisa menerima perbedaan dengan lapangdada dan menghormati hak pribadi dan social hak yang berbeda

B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah sederhana tentang “gagasan atau ide menuju persatuan umat” yang dapat penulis susun, penulis menyadari penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik, Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.





DAFTAR PUSTAKA

Haidar Baqir ,Menuju persatuan umat Pandangan intelektual muslim Indonesia, ( Bandung , Mizan media utama ,2012
 Jurnal Pendidikan Agama Islam –Ta’lim Vol-9.No.2 – 2011
Departemen  Agama RI , al-Qur’an dan terjemahan dilengkapi dengan arab dan latin ,Semarang : Aneka ilmu ,2002
Tim  Dosen  FIP-IKIP  Malang.  1980.  Pengantar  Dasar-Dasar Kependidikan.
Surabaya:  Usaha Nasional.
Undang-Undang  Sikdiknas (System pendidikan Nasional) N0. 20, tahun 2003, beserta penjelasanya, (bandung :Citra Umbara ,2006)
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati , Ilmu Pendidikan  ,(Jakarta : Renika Cipta ,2001)
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidiqy, Tafsir al-Bayan, (semarang: PT Pustaka Riski Putra, 2002)     



[1] . Jurnal Pendidikan Agama Islam –Ta’lim Vol-9.No.2 – 2011 hlm, 127.
[2] . Haidar Baqir ,menuju persatuan umat, ( Bandung , Mizan media utama ,2012, hlm ,141
[3] . maksud pemakalah persaudaraan yang berlaku pada semua manusia secara universal tanpa membedakan ras, agama, suku dan aspek-aspek kekhususan lainnya. Persaudaraan yang diikat oleh jiwa kemanusiaan, maksudnya kita sebagai manusia harus dapat memposisikan atau memandang orang lain dengan penuh rasa kasih sayang, selalu melihat kebaikannya bukan kejelekannya.Ukhuwah Insaniyah ini harus dilandasi oleh ajaran bahwa semua orang umat manusia adalah makhluk Allah, sekalipun Allah memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan atas pertimbangan rasionya. Jika ukhuwah insyaniyah tidak dilandasi dengan ajaran agama keimanan dan ketaqwaan, maka yang akan muncul adalah jiwa kebinatangan yang penuh keserakahan dan tak kenal halal dan haram bahkan dapat bersikap kanibal terhadap sesama.
[4] . M Dawam Rahardo ,membangun system kerja sama antar umat islam, bandung : Mizan 2012 hlm,161 ( hasil wawancara oleh Syafiq Basri dan Budi prayitno dan disunting oleh Syafiq Basri.
[5] . Ali Audah ,Menuju Persatuan Umat, ( Bandung , Mizan media utama ,2012, hlm 177 , ( hasil wawancara oleh
[6]. Maksud Pemkalah Semua itu perlu untuk dijalin karena kita sama-sama satu bangsa yaitu Indonesia. Mengingat pentingnya menjalin hubungan kebangsaan ini Rosulullah bersabda “Hubbui wathon minal iman”, artinya: Cinta sesama saudara setanah air termasuk sebagian dari iman.Sebagai seorang muslim, harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengaktualisasikan ketiga macam ukhuwah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ketiganya terjadi secara bersama, maka ukhuwah yang harus kita prioritaskan adalah ukhwah Islamiyah, karena ukhuwah ini menyangkut kehidupan dunia dan akherat.
[7] . ibid.,hlm.,162
[8] .Departemen agama RI , al-Qur’an dan terjemahan dilengkapi dengan arab dan latin ,Semarang : Aneka ilmu ,2002 ,hlm, 172
[9] .dalam tafsir al-bayan allah menjadikan manusia bertanasub (berhubungan darah) yang sebagian mempunyai tanasub yang jauh, sedang yang sebagian mempunyai tanasub yang dekat, agar orang yang bersaudaradapat mengetahui mana saudara yang dekat dan mana yang jauh, bukan karena ada suatu keutamaan dan bukan pula karena suatu qurban yang mendekatkan kita kepada allah, banyak hadis Nabi yang semakna dengan ayat ini, baca ibnu katsir.
[10] .ibid., hlm 163
[11] .ibid.,hlm.,164
[12] . maksud pemakalah Sering sekali kita menilai masalah-masalah kita, dalam segala seginya, dengan ukuran agama, kita berbeda dalam pandangan politik misalnya, agama jugalah yang dijadikan alasan. Padahal, biarlah setiap kelompok umat Islam mempunyai organisasi-organisasinya sendiri dibidang sosial, pendidikan, dan sebagainya. Juga, biarlah mereka berbeda pandangan dan strategi dalam memajukan organisasi-organisasinya itu. Dalam skala bangsa dan negara, demikian pula halnya. Jelas akan terdapat juga perbedaan-perbedaan antara negara yang satu dan negara yang lain, hampir dalam segala halnya, meskipun pemimpin, masyarakat dan rakyat negara-negara itu sama-sama muslim tapi mengapa
[13] .dalam pandangan Muhamad Abduh menyatakan bahwa : yang menggembirakan saya adalah adanya satu riwayat yang menyatakan bahwa yang sesat/ binasa hanya satu golongan dari ketujuh puluh tiga golongan tersebut , Quraish Sihab.,(hasil wawancara muhammad Syafiq Basri ,menuju persatuan umat menurut pandangan intlektual muslim Indonesia)
[14] .Undang-Undang Sikdiknas ( system pendidikan Nasional) N0. 20, tahun 2003, beserta  penjelasanya ,(bandung :Citra Umbara ,2006).,hlm, 72
[15]. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati ,Ilmu Pendidikan  ,(Jakarta : Renika Cipta ,2001)hlm.,70
[16] . Maksud dari ungkapan diatas menerangkan bahwa pribadi muslim yang seutuhnya adalah manusia yang mencakup akal pikiran dan roh yang dengan pendidikan diharapkan dapat membentuk manusia sejati/ insan khamil, dalam hal ini pendidikan dimaksudkan sebagai usaha memperoleh serta menyampaikan pengetahuan sehingga memungkinkan terjadinya transmisi kebudayaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Transformasi budaya yang dimaksud adalah nilai-nilai kebaikan yang terdapat dari adanya pluralitas yang hal tersebut sangat erat kaitannya dengan nilai- nilai yang terkandung dalam sebuah agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda