Pengikut

Senin, 30 Maret 2015

PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM KAJIAN ISLAM
(sekilas sejarah, pijakan paradigmatik-teoretis, langkah-langkah
praktis-metodis, tokoh penting dan contoh karya)



Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan Ilmu-ilmu Keislaman
Dosen Pengampu : Dr. Abu Rokhmad,  M.Ag. Dr. M. Mukhsin Jamil, M.Ag








Disusun Oleh:
Nama                   : Mashadi
        NIM                 : 1400018029


PROGAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam telah menjadi kajian yang menarik minat banyak kalangan sehingga Studi keislamanpun semakin berkembang Islam tidak lagi dipahami hanya dalam pengertian historis dan doktriner tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seorang individu harus memaknai kehidupannya Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagiansah dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati Islam tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek  karenanya dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner.
Kajian agama  termasuk Islam, seperti disebutkan di atas dilakukan oleh sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humanities, sehingga muncul sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan masyarakat Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun juga masyarakat di Negara-negara berkembang, yang kemudian memunculkan orientalisme.
Sarjana Barat sebenarnya telah lebih dahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap fenomena Islam dari berbagai aspek sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat dan kajian intelektual, dan seterusnya.
Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang Islam khususnya, sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.

B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam
B. Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam
C. Beberapa Pendekatan Interdisipliner
d.Tokoh –tokoh penting dan contoh karya dalam pendekatan interdisipliner






















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendekatan adalah Pertama, proses perbuatan, cara mendekati. Kedua, usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode – metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.Dalam bahasa inggris pendekatan diistilahkan dengan “approach”, dalam bahasa Arab disebut dengan “madkhal”[1].
Pendekatan[2] adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hal ini adalah agama Islam. Islam dapat dilihat dalam beberapa aspek yang sesuai dengan paradigmanya[3].
B. Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam

Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam studi misalnya menggunakan pendektan filsafat, sosiologis, historis dan normatif secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah  Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Dari kupasan diatas melahirkan beberapa catatan. Pertama, perkembangan pembidangan studi Islam dan pendekatannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan terhadap bidang dan pendekatan tetentu dimaksudkan agar mampu memahami ajaran islam lebih lengkap (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan tuntutan yang semakin lengkap dan komplek. Ketiga perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak mendapat perhatian[4].
Contoh dalam penggunaan pendekatan interdispiner adalah dalam menjawab status hukum aborsi. Untuk melihat status hukum aborsi perlu dilacak nash Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Tentang larangan pembunuhan anak dan proses atau tahap penciptaan manusia dihubungkan dengan teori embriologi.
Dari pembahasan ringkas tentang pendekatan yang dapat digunakan dalam studi Islam ada beberapa catatan. Pertama sejumlah teori memang sudah digunakan sejak lama oleh para ilmuan klasik, meskipun teori-teori tersebut mengalami perkembangan. Kedua ada beberapa teori yang mendapat penekanan pada beberapa dekade[5].

C. Beberapa Pendekatan Interdisipliner
1. Pendekatan Filsafat

      Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran , ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebat dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia[6]. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, poerwardaminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada dialam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu[7].
Menurut Sidi Gazalba filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada[8]
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik obyek fenomena[9].
 Menurut istilah (terminologi) filsafat islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam[10].
Contoh pendekatan filsafat agama Islam, ajaran agama Islam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuan antara lain agar seseorang merasakan hidup berdampingan dengan orang lain, dengan mengajarkan puasa misalkan agar seorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dengan menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan dapat memberikan makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula mendapat hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan demikian ketika seoarang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan dan kebosanan, semakin mampu mengenali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritual yang dimiliki seseorang[11].
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi berikut:
a.  Segi semantik; filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta pengetahuan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b.  Segi praktis; filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Contoh yang kedua tentang kontroversi penafsiran iblis dalam al-Quran berawal dari rencana Tuhan untuk menciptakan dan mempersiapkan seorang khalifat di bumi. Dalam al-Qur’an suran Al-Baqoroh ayat 30-34, peristiwa ini dijelaskan:
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  

Kisah iblis pada surat di atas, pada awalnya menggambarkan narasi penciptaan Adam yang oleh tuhan dianggap sebagai “the only one caliph on the earth”. Amanah kekhalifahan ini rupanya kurang mendapat simpatik di kalangan malaikat karena itu mereka “memprotes” dan “menolak” kebijakan tersebut.
Menurut Syeikh Musthafa al-Maraghi, perbedaan persepsi di kalangan ulama mengenai ayat ini berkisar pada dua hal: pertama, iblis adalah sejenis jin yang berada di tengah ribuan malaikat, berbaur dengan sifat dari sebagian sifat mereka. Kedua, iblis itu dari malaikat karena perintah sujud di sini tertuju pada malaikat karena zahir ayat yang serupa bahwa ia tergolong mereka.
Dalam wacana tafsir klasik dan modern, persoalan pertama yang muncul ketika memperbincangkan eksistensi iblis itu adalah makna sujud, yasjudu.Terhadap kata ini semua mufasir baik klasik dan modern sependapat bahwa makna kata sujud yang dimaksud adalah sujud tahiyyat,penghormatan, bukan sujud dalam pengertian ibadah atau menghambakan diri pada Adam.
At-tabari dan ar-Razi menafsirkan kata iblis pada ayat yasjuduberasal dari jenis malaikat.mereka berpendapat demikian dengan alasan bahwa kata “istisna”, semua malaikat sujud pada Adam kecuali iblis menunjukkan makna bahwa iblis itu berasal dari jenis mereka (malaikat)[12].

2. Pendekatan Sosiologi
Salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dan hadist, sebagai contoh mengenai wanita. Wanita Islam dalam kontekstual adalah munculnya rasa takut dan berdosa bagi kaum wanita bila ingin “menggugat” dan menolak penafsiran atas diri mereka yang tidak hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga dilecehkan hak dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka terpaksa menerima kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih dari perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita adalah makhluk lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang bengkok; kedua, wanita separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh diperistri hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi pemimpin negara[13].
Dalam kejadian wanita, kata nafs pada surat An-nisa: 1, tidak ditafsirkan Adam, seperti anggapan mufasir tradisional, sebab konteks awal turunnya ayat ini tidak hanya bermaksud menolak atau mengklaim tradisi-tradisi jahiliyyah yang masih menganggap wanita sebagai makhluk yang rendah dan hina, tapi juga sekaligus mengangkat harkat dan martabat mereka, sebagaimana terlihat pada ayat sesudahnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan konteks ayat ini, maka kata nafs harus ditafsirkan dengan jenis sebagaimana dipahami para mufasir modern, bahwa baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dengan jenis yang sama.
Dalam hal lain, ketika surat an-Nisa:3 berbicara tentang poligami dengan persyaratan agar lelaki berlaku adil, peran inti yang dikemukakan sebenarnya adalah keadilan bukan semata-mata pembatasan jumlah wanita yang boleh dikawini laki-laki. Oleh karena itu tuntutan keadilan kualitatif beristri pada saat ini adalah satu saja dan saling melengkapi bukan sebaliknya melecehkan haknya. Hal yang sama berlaku ketika al-Qur’an surat an-Nisa’:7 berbicara tentang ketentuan waris untuk anak laki-laki dan wanita. Konteks masa itu tidak memungkinkan adanya kesamaan hak antara laki-laki dan wanita, karena wanita pada saat itu tidak mendapatkan warisan tapi diwariskan dan al-Qur’an mengubahnya dengan memberikan separuh jumlah yang diterima laki-laki.Sekarang konteksnya telah berbeda dimana wanita telah banyak diberikan hak dan kebebasan oleh al-Qur’an.
Demikian pula terhadap persoalan tidak bolehnya wanita menjadi kepala negara. Larangan ini bersumber dari hadist yang diriwayatkan Bukhori ahmad nasa’I dan At-turmudzi tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pemimpin mereka seorang wanita “Berdasarkan konteks hadis tersebut maka selama dalam suatu negara dimana sistem pemerintahan berdasarkan musyawarah, seorang kepala negara tidak lagi harus bekerja keras sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan bidangnya masing-masing yang pada akhirnya dapat lebih mudah memajukan negaranya dan menyelamatkan dari mala petaka, maka tidak ada halangan bagi seorang wanita menjadi menteri/kepala negara.
3. Pendekatan Sejarah
a) Pengertian pendekatan sejarah
            Dalam bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah terjadi pada masa lampau / masa yang masih ada. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the past experience of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa lampau[14].
       Jadi sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah sosial,politik ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan, agama dan sebagainya.
Pendekatan sejarah dalam mempelajari Islam merupakan profil campuran, yakni sebagian dari praktik tersebut ada yang dipengaruhi oleh sejarah dan ada pula yang dipengaruhi oleh adat istiadat dan kebudayaan setempat. Praktik pendidikan dalam sejarah tidak selamanya mencerminkan apa yang dikehendaki ajaran Al-Qur'an dan al-sunnah.
Informasi yang terdapat dalam sejarah bukanlah dogma atau ajaran yang harus diikuti, melainkan sebuah informasi yang harus dijadikan bahan kajian dan renungan, memilah dan memilih bagian yang sesuai dan relevan untuk digunakan[15].
d. tokoh –tokoh penting dan karyanya
1.       Ibnu Khaldun (27 Mei 1332- 19 Maret 1406/808H)
Nama Lengkapnya ialah Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Ia adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).
       Ibn Khaldun, nama ini begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat. Ia adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab dianggap sebagai bibit dari kelahiran Ilmu Sosiologi. Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan Filsafat Sejarah seperti yang ada sekarang Kehidupannya yang malang melintang di Tunisia, Maroko,Spanyol,Aljazair,Jazirah Arab, dan Mesir, serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya tentang Politik serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu Pengetahuan













BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
 Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hal ini adalah agama Islam. Islam dapat dilihat dalam beberapa aspek yang sesuai dengan paradigmanya. Pendekatan interdisipliner adalah sebuah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang secara bersamaan sehingga akan mendapat hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan satu pendekatan saja.
                    Pendekatan sosiologi merupakan sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi.
Pendekatan sejarah dalam mempelajari Islam merupakan profil campuran, yakni sebagian dari praktek tersebut ada yang dipengaruhi oleh sejarah dan ada juga yang dipengaruhi oeh adat istiadat dan kebudayaan seteempat. Praktik pendidikan dalam sejarah tidak selamanya mencerminkan apa yang dikehendaki ajaran Al-Qur’an dan As-sunnah.
 Informasi yang terdapat dalam sejarah bukanlah dogma atau ajaran yang harus diikuti, melainkan ebuah informasi yang harus dijaidikan bahan kajian dan renungan, memilah dan memilihbagian yang sesuai dan relevan unuk digunakan.

B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah sederhana tentang pendekatan interdisipliner dalam kajian Islam yang dapat penulis susun, penulis menyadari penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat Press. 2002),
M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006,
Khoiruddin Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: 2009,
Omar muhammad Al-Thoumy al-Syaibani, falsafah pendidikan Islam,  (terj.) Hasan langgulung dari judul asli falsafah ai-Tarbiyah al-Islamiyah, (jakarta: Bulan Bintang,1979) , cet I,
J.s Poewadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet. XII,
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,Jilid I, (jakarta: Bulan Bintang 1967),  Cet.II,
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,  (jakarta : Pt RajaGrafindo Persada, Cet.19 2012) ,
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam. Cet.9, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. X , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 46. 




[1] .Dr. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta : Ciputat Press. 2002), hlm. 99.
[2] .pemakalah memberikan arti bahwa yang dimaksud dengan pendekatan adalah suatu cara kerja untuk memudahkan pendidik /warga belajar agar pesertadidik atau warga belajar ingin belajar mencapai tujuan yang telah ditentukan.
[3] . M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006, hlm.58
[4] . Khoiruddin Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: 2009,hlm. 230-232
[5] . Ibid.,hlm. 232-234
[6] . Omar muhammad Al-Thoumy al-Syaibani, falsafah pendidikan Islam,  (terj.) Hasan langgulung  dari judul asli falsafah ai-Tarbiyah al-Islamiyah, (jakarta: Bulan Bintang,1979) , cet I, hlm. 25.
[7] . J.s Poewadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet. XII, hlm. 280.
[8] . Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,Jilid I, (jakarta: Bulan Bintang 1967),  Cet.II, hlm.15
[9] . Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,  (jakarta : Pt RajaGrafindo Persada, Cet.19 2012) ,hlm ,42.
[10] . M.Yatimin Abdullah, Op.Cit., hlm. 290
[11] . Abuddin Nata, Op, Cit, hlm 43-44
[12]. Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam. Cet.9, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h.25
[13]M. Yatimin Abdullah, Op cit,  h. 35
[14] . Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. X , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 46. 
[15] . Ibid, hlm. 88-93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda