PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM KAJIAN ISLAM
(sekilas
sejarah, pijakan paradigmatik-teoretis, langkah-langkah
praktis-metodis, tokoh penting dan contoh karya)
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan Ilmu-ilmu Keislaman
Dosen Pengampu
: Dr. Abu Rokhmad, M.Ag. Dr. M. Mukhsin Jamil,
M.Ag
Disusun Oleh:
Nama : Mashadi
NIM : 1400018029
PROGAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam telah menjadi kajian yang menarik minat
banyak kalangan sehingga Studi keislamanpun semakin berkembang Islam tidak lagi
dipahami hanya dalam pengertian historis dan doktriner tetapi telah menjadi
fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk
formal tentang bagaimana seorang individu harus memaknai kehidupannya Islam
telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan
bagiansah dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati
Islam tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek karenanya dibutuhkan metode dan pendekatan
interdisipliner.
Kajian agama termasuk Islam, seperti
disebutkan di atas dilakukan oleh sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu
sosial dan humanities, sehingga muncul sejarah agama, psikologi agama,
sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan
pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan masyarakat Barat sebagai
lapangan penelitiannya, namun juga masyarakat di Negara-negara berkembang, yang kemudian memunculkan
orientalisme.
Sarjana Barat sebenarnya
telah lebih dahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap fenomena Islam dari
berbagai aspek sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin, ekonomi,
perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan,
perkembangan minat dan kajian intelektual, dan seterusnya.
Sementara itu, agama atau
keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang Islam khususnya, sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas
sosial, politik, ekonomi dan budaya.
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam
B. Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam
C. Beberapa Pendekatan Interdisipliner
d.Tokoh –tokoh
penting dan contoh karya dalam pendekatan interdisipliner
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan dalam Studi
Islam
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendekatan
adalah Pertama, proses perbuatan, cara mendekati. Kedua, usaha dalam rangka
aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,
metode – metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.Dalam
bahasa inggris pendekatan diistilahkan dengan “approach”, dalam bahasa
Arab disebut dengan “madkhal”[1].
Pendekatan[2]
adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hal ini adalah agama Islam. Islam dapat dilihat dalam beberapa aspek
yang sesuai dengan paradigmanya[3].
B. Pendekatan Interdisipliner dalam
studi Islam
Pendekatan
interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan menggunakan sejumlah
pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam studi misalnya menggunakan pendektan filsafat, sosiologis,
historis dan normatif secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari
keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan
tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan
tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis
sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Dari
kupasan diatas melahirkan beberapa catatan. Pertama, perkembangan pembidangan studi Islam dan pendekatannya sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan
terhadap bidang dan pendekatan tetentu dimaksudkan agar mampu memahami ajaran
islam lebih lengkap (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan tuntutan yang semakin
lengkap dan komplek. Ketiga perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar
dan seharusnya memang terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak
mendapat perhatian[4].
Contoh
dalam penggunaan pendekatan interdispiner adalah dalam menjawab status hukum
aborsi. Untuk melihat status hukum aborsi perlu dilacak nash Al-Qur’an dan
sunnah Nabi. Tentang larangan pembunuhan anak dan proses atau tahap penciptaan
manusia dihubungkan dengan teori embriologi.
Dari
pembahasan ringkas tentang pendekatan yang dapat digunakan dalam studi Islam ada beberapa catatan. Pertama sejumlah teori memang sudah
digunakan sejak lama oleh para ilmuan klasik, meskipun teori-teori tersebut
mengalami perkembangan. Kedua
ada beberapa teori yang mendapat penekanan pada beberapa dekade[5].
C. Beberapa Pendekatan Interdisipliner
1. Pendekatan
Filsafat
Secara harfiah, kata filsafat berasal
dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran , ilmu dan hikmah. Selain itu
filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebat
dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia[6]. Dalam
kamus umum bahasa Indonesia, poerwardaminta mengartikan filsafat sebagai
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas,
hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada dialam semesta ataupun mengenai
kebenaran dan arti “adanya” sesuatu[7].
Menurut Sidi Gazalba filsafat adalah berfikir secara
mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran,
inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada[8]
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat
pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada dibalik obyek fenomena[9].
Menurut istilah (terminologi) filsafat islam adalah cinta
terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah dan menciptakan sikap positif
terhadap falsafah islam[10].
Contoh
pendekatan filsafat agama Islam, ajaran
agama Islam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuan antara lain agar
seseorang merasakan hidup berdampingan dengan orang lain, dengan
mengajarkan puasa misalkan agar seorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya
menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dengan
menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan dapat memberikan makna
terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula mendapat hikmah dan ajaran
yang terkandung didalamnya. Dengan demikian ketika seoarang mengerjakan suatu
amal ibadah tidak akan merasa kekeringan dan kebosanan, semakin
mampu mengenali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat
pula sikap, penghayatan, dan daya spiritual yang dimiliki seseorang[11].
Istilah
filsafat dapat ditinjau dari dua segi berikut:
a. Segi semantik; filsafat berasal dari
bahasa arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu
pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta pengetahuan,
kebijaksanaan, dan kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan
sebagai tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b. Segi praktis; filsafat yaitu alam
pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat
disebut filosof. Yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh di dalam tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang
mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu.
Contoh
yang kedua tentang kontroversi penafsiran iblis dalam al-Quran berawal dari
rencana Tuhan untuk menciptakan dan mempersiapkan seorang khalifat di bumi.
Dalam al-Qur’an suran Al-Baqoroh ayat 30-34, peristiwa ini dijelaskan:
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz (
(#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 (
tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Kisah iblis pada surat di atas, pada awalnya menggambarkan
narasi penciptaan Adam yang oleh tuhan dianggap sebagai “the only one caliph on
the earth”. Amanah kekhalifahan ini rupanya kurang mendapat simpatik di
kalangan malaikat karena itu mereka “memprotes” dan “menolak” kebijakan
tersebut.
Menurut Syeikh
Musthafa al-Maraghi, perbedaan persepsi di kalangan ulama mengenai ayat ini
berkisar pada dua hal: pertama, iblis adalah sejenis jin yang berada
di tengah ribuan malaikat, berbaur dengan sifat dari sebagian sifat mereka. Kedua,
iblis itu dari malaikat karena perintah sujud di sini tertuju pada
malaikat karena zahir ayat yang serupa bahwa ia tergolong mereka.
Dalam wacana
tafsir klasik dan modern, persoalan pertama yang muncul ketika memperbincangkan
eksistensi iblis itu adalah makna sujud, yasjudu.Terhadap kata
ini semua mufasir baik klasik dan modern sependapat bahwa makna kata sujud yang
dimaksud adalah sujud tahiyyat,penghormatan, bukan sujud dalam
pengertian ibadah atau menghambakan diri pada Adam.
At-tabari dan
ar-Razi menafsirkan kata iblis pada ayat yasjuduberasal dari jenis
malaikat.mereka berpendapat demikian dengan alasan bahwa kata “istisna”, semua
malaikat sujud pada Adam kecuali iblis menunjukkan makna bahwa iblis itu
berasal dari jenis mereka (malaikat)[12].
2. Pendekatan Sosiologi
Salah satu implikasi teologis terhadap
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dan hadist, sebagai contoh mengenai wanita.
Wanita Islam dalam kontekstual adalah munculnya rasa takut dan berdosa bagi
kaum wanita bila ingin “menggugat” dan menolak penafsiran atas diri mereka yang
tidak hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga dilecehkan hak
dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka terpaksa menerima
kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih dari perempuan,
terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita adalah makhluk lemah karena
tercipta dari tulang rusuk pria yang bengkok; kedua, wanita separuh harga
laki-laki; ketiga, wanita boleh diperistri hingga empat; keempat: wanita tidak
bisa menjadi pemimpin negara[13].
Dalam kejadian wanita,
kata nafs pada surat An-nisa: 1, tidak ditafsirkan Adam, seperti
anggapan mufasir tradisional, sebab konteks awal turunnya ayat ini tidak hanya
bermaksud menolak atau mengklaim tradisi-tradisi jahiliyyah yang masih
menganggap wanita sebagai makhluk yang rendah dan hina, tapi juga sekaligus
mengangkat harkat dan martabat mereka, sebagaimana terlihat pada ayat
sesudahnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan
konteks ayat ini, maka kata nafs harus ditafsirkan dengan jenis
sebagaimana dipahami para mufasir modern, bahwa baik laki-laki maupun perempuan
diciptakan dengan jenis yang sama.
Dalam hal lain, ketika surat an-Nisa:3
berbicara tentang poligami dengan persyaratan agar lelaki berlaku adil, peran
inti yang dikemukakan sebenarnya adalah keadilan bukan semata-mata pembatasan
jumlah wanita yang boleh dikawini laki-laki. Oleh karena itu tuntutan keadilan
kualitatif beristri pada saat ini adalah satu saja dan saling melengkapi bukan
sebaliknya melecehkan haknya. Hal yang sama berlaku ketika al-Qur’an surat
an-Nisa’:7 berbicara tentang ketentuan waris untuk anak laki-laki dan wanita.
Konteks masa itu tidak memungkinkan adanya kesamaan hak antara laki-laki dan
wanita, karena wanita pada saat itu tidak mendapatkan warisan tapi diwariskan
dan al-Qur’an mengubahnya dengan memberikan separuh jumlah yang diterima
laki-laki.Sekarang konteksnya telah berbeda dimana wanita telah banyak
diberikan hak dan kebebasan oleh al-Qur’an.
Demikian pula terhadap persoalan tidak bolehnya
wanita menjadi kepala negara. Larangan ini bersumber dari hadist yang
diriwayatkan Bukhori ahmad nasa’I dan At-turmudzi tidak akan bahagia suatu kaum
yang mengangkat sebagai pemimpin mereka seorang wanita “Berdasarkan konteks
hadis tersebut maka selama dalam suatu negara dimana sistem pemerintahan
berdasarkan musyawarah, seorang kepala negara tidak lagi harus bekerja keras
sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan bidangnya
masing-masing yang pada akhirnya dapat lebih mudah memajukan negaranya dan
menyelamatkan dari mala petaka, maka tidak ada halangan bagi seorang wanita
menjadi menteri/kepala negara.
3. Pendekatan Sejarah
a) Pengertian pendekatan sejarah
Dalam
bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara harfiah berarti ketentuan
waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah terjadi pada masa
lampau / masa yang masih ada. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan
terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the past experience
of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa lampau[14].
Jadi
sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang terjadi di masa lampau,
baik yang berkaitan dengan masalah sosial,politik ekonomi, budaya, ilmu
pengetahuan, kebudayaan, agama dan sebagainya.
Pendekatan
sejarah dalam mempelajari Islam merupakan profil campuran, yakni sebagian dari
praktik tersebut ada yang dipengaruhi oleh sejarah dan ada pula yang
dipengaruhi oleh adat istiadat dan kebudayaan setempat. Praktik pendidikan
dalam sejarah tidak selamanya mencerminkan apa yang dikehendaki ajaran
Al-Qur'an dan al-sunnah.
Informasi yang terdapat dalam sejarah bukanlah dogma atau
ajaran yang harus diikuti, melainkan sebuah informasi yang harus dijadikan
bahan kajian dan renungan, memilah dan memilih bagian yang sesuai dan relevan
untuk digunakan[15].
d. tokoh –tokoh penting dan karyanya
Nama Lengkapnya ialah Abu
Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Ia adalah seorang
sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak
pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi.
Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).
Ibn
Khaldun, nama ini begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat. Ia adalah
pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru pada
zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab dianggap sebagai bibit
dari kelahiran Ilmu Sosiologi. Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan
metode yang berbeda dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai
bibit dari kemunculan Filsafat Sejarah seperti yang ada sekarang Kehidupannya yang
malang melintang di Tunisia, Maroko,Spanyol,Aljazair,Jazirah Arab, dan Mesir,
serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya tentang Politik
serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu
Pengetahuan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam
hal ini adalah agama Islam. Islam dapat dilihat dalam beberapa aspek yang
sesuai dengan paradigmanya.
Pendekatan interdisipliner adalah
sebuah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang secara
bersamaan sehingga akan mendapat hasil yang lebih baik dibandingkan hanya
menggunakan satu pendekatan saja.
Pendekatan sosiologi merupakan
sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari segala
sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat untuk menjelaskan konsep pendidikan
dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi.
Pendekatan
sejarah dalam mempelajari Islam merupakan profil campuran, yakni sebagian dari
praktek tersebut ada yang dipengaruhi oleh sejarah dan ada juga yang
dipengaruhi oeh adat istiadat dan kebudayaan seteempat. Praktik pendidikan
dalam sejarah tidak selamanya mencerminkan apa yang dikehendaki ajaran
Al-Qur’an dan As-sunnah.
Informasi yang terdapat dalam sejarah bukanlah dogma atau
ajaran yang harus diikuti, melainkan ebuah informasi yang harus dijaidikan
bahan kajian dan renungan, memilah dan memilihbagian yang sesuai dan relevan
unuk digunakan.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah sederhana tentang
pendekatan interdisipliner dalam kajian Islam yang dapat
penulis susun, penulis menyadari penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan.Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Armai
Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta:
Ciputat Press. 2002),
M. Yatimin
Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006,
Khoiruddin
Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: 2009,
Omar muhammad Al-Thoumy al-Syaibani, falsafah
pendidikan Islam, (terj.) Hasan
langgulung dari judul asli falsafah ai-Tarbiyah al-Islamiyah, (jakarta: Bulan
Bintang,1979) , cet I,
J.s Poewadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia,
(jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet. XII,
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,Jilid I, (jakarta:
Bulan Bintang 1967), Cet.II,
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (jakarta : Pt RajaGrafindo Persada, Cet.19
2012) ,
Harun Nasution, Falsafah dan
Mistisme dalam Islam. Cet.9, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
Abuddin Nata,
Metodologi Studi Islam, cet. X , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.
46.
[1] .Dr. Armai
Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta :
Ciputat Press. 2002), hlm. 99.
[2] .pemakalah
memberikan arti bahwa yang dimaksud dengan pendekatan adalah suatu cara kerja
untuk memudahkan pendidik /warga belajar agar pesertadidik atau warga belajar
ingin belajar mencapai tujuan yang telah ditentukan.
[3] . M. Yatimin
Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006, hlm.58
[6] . Omar muhammad Al-Thoumy al-Syaibani, falsafah pendidikan Islam, (terj.) Hasan langgulung dari judul asli falsafah ai-Tarbiyah
al-Islamiyah, (jakarta: Bulan Bintang,1979) , cet I, hlm. 25.
[7] . J.s Poewadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka,
1991), Cet. XII, hlm. 280.
[9] . Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (jakarta : Pt RajaGrafindo Persada, Cet.19
2012) ,hlm ,42.
[12]. Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam. Cet.9, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1995), h.25
[14] . Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. X ,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda