CORAK TAFSIR FIQHI
MAKALAH
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Qur’an
Dosen
Pengampu: Dr. Syaifuddin, M.Ag
Disusun Oleh:
Nama : Mashadi
NIM : 1400018029
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM ISLAM NEGRI
WALISONGO SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-qur’an merupakan
asas peradaban dan sumber pengetahuan umat Islam sekaligus sebagai sumber hukum
yang paling utama dalam setiap bentuk dan jenis kehidupan manusia secara umum dan
umat Islam secara khusus, ia merupakan factor utama bangkitnya sebuah peradaban
yang membebaskan kepada mahkluk ( ‘ibadul ‘ibad) dan membawanya kepada penghambaan
kepada sang maha kekal lagi maha mengetahui Dia-lahallah ( ‘ibad al-kaliq),
disamping itu juga dapat merangsang bangkitnya sebuah peradaban yang memiliki karakteristik
hokum dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kesamaan derajat dihadapan Allah dan
nilai-nilai toleransi (at-tasamuh) yang dapat menghasilkan munculnya sikap persaudaraan
antar sesama muslim, serta menegakkan hukum secara berimbang dan adil.
Al-qur’an diturunkan
kepada manusia yang diciptakan dengan kesempurnaan akal yang dapat membedakan antara
yang hak dan bathil. Al-qur’an diturunkan kepada Rosulullah Saw melalui perantara
jibril kedalam hati beliau Saw yang bertujuan agar Rosulullah Saw dapat menghafalkan
teks-teks (baca ayat) Allah, memahami makna, maksud dan tujuan dari teks-teks tersebut
serta mampu mengaplikasikan dan mengejawentahkan dalam kehidupan pribadi dan
social. Berdasarkan konteks ini, maka kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya teks-teks
Allah yang dibawa oleh Jibril kepada Rosululllah Saw merupakan teks yang secara
mutlak hanya Allah yang mengetahui makna dan tujuanya. Kemudian disampaikan kepada
Rosulullah Saw melalui Jibril berdasarkan teks serta menjelaskan kepada beliau makna,
maksud dan tujuanya. Hal ini menunjukan bahwa yang paling mengetahui tafsiran suatu
lafadz teks Al-qur’an adalah Allah secara mutlak kemudian Jibril karena beliau harus
menjelaskanya kepada Rosulullah Saw, lalu kemudian Rosulullah Saw. Semasa Rosulullah
Saw menjalankan segala bentuk perintah Allah dan mensosialisasikan seluruh risalah
Allah yang diwahyukan kepada seluruh manusia
yang hidup pada masa itu, muncullah dua kelompok manusia yang mulia lagi diridhai
setelah Rosulullah Saw, mereka adalah kaum Muhajirin dan Ansor dimana mereka adalah
sosok manusia yang menerima pemahaman pertama kali dari Rosulullah Saw tentang sebagian
besar dari makna, maksud dan tujuan ayat-ayat Allah yang terdapat dalam
Al-qur’an. Diantara para Sahabat yang
dikenal sebagai ahli dibidang penafsiran
Al-qur’an adalah Abdullah bin Abbas, Ali bin AbiThalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai
bin Ka’ab[1].
Pasca meninggalnya
Rosulullah Saw dan tergantinya beliau sebagai pemimpin kaum muslimin oleh Abu
Bakar Ash-Shiddiq, mulailah para sahabat bertebaran di mukabumi diantaranya mereka
ada yang hijrahke Baghdad, Mesir, Yaman, dan mayoritas diantara mereka memilih untuk
tetap domisili di Makkah dan Madinah.
Masa-masa ini disebut
dengan masa sahabat dan masa munculnya generasi Islam ketiga yaitu paraTabi’in adapun
para ahli Tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Sa’id bin Jubair, Mujahid ,
Ikrimah, thawus dan Atha bin Abi Rabah semua merupakan hasil didikan Abdullah
bin Abbas di Makkah. Kemudian di Madinah terdapat madrasah Ubai bin Ka’ab yang
kemudian menghasilakan Zaid bin Aslam, Abu Al-Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab
al-Qurazhy. Lalu di Iraq terdapat Madrasah ibnuMas’ud dan menghasilakan para Mufasir
handal seperti: Al-qomah, Masruq, al-Aswad bin Zaid, Murrah al-Hamdany, Amir
asy-Sya’by, al-Hasan ,dan Qotadah. Demikianlah silsilah para mufassir dari tiga generasi utama sejarah
Islam. Setelah mereka bermunculan para penulis-penulis tafsir dengan menggunakan
manhaj dan corak yang berbeda-beda tepatnya pada akhir masa Dinasti Bani Umayah
dan awal tahun masa Dinasti Abbasiyyah[2].
Dalam memahami
al-Qur’an dibutuhkan pengetahuan terhadap metodologi dan keragaman tipologi penafsiran
al-qur’an sebab ia merupakan sebuah keniscayaan dalam membumikan maksud-maksud wahyu
illahi kepada manusia. Diantara corak dan tipologi penafsiran adalah penafsiran
ayat-ayat yang bernuansa hukum atau disebut
dengan istilah Tafsirayat al-ahkam yang
diatasnya dibangun pemahaman terhadap kandungan hukum al-qur’an , corak penafsiran
al-qur’an dalam bentuk ini lebih banyak diperankan oleh para Fuqoha’
(ahlifiqhi) seperti Imam Abu HAnifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin
HAmbal dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
2.
Bagaimana
Sejarah munculnya Tafsir Fiqhi?
3.
Apasaja kelebihan dan kekurangan dalam
penafsiran al-qur’an dengan menggunakan pendekatan fighi?
4.
Apasaja
jenis Tafsir yang ditulis melalui pendekatan fighi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
At-Tafsir al-Fighi (bercorak fighi)
1. Pengertian Tafsir al-Fighi
Al- tafsir al-fighi kadang disebut tafsir
ayat-ayat alqauniyyah[3] dan tafsir ahkam al-Qur’an[4]. Tafsir al fighi terdiri dari dua kata yaitu
tafsir dan al fighi, secara harfiyah tafsir berarti penjelas (al-idhah)
keterangan (al-bayan), menyimak (al-kasyf) dan penampakan (al-izhhar) adapun
yang dimaksud dengan tafsir dalam terminologi ulama tafsir seperti
diformulasikan al-Zarkasi ialah:
التفسير علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على
نبيه محمد صلى الله عليه وسلم ، وبيان معانيه ، واستحراج أحكامه وحكمه .
Artinya : “Ilmu yang denganya
diketahui pemahaman tentang kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-nya- Muhammad
Saw (al-Qur’an) dengan menerankan makna-makna yang terkandung di dalamnya serta
mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmah[5].
Berdasarkan batasan diatas[6] , dapat dirumuskan sehingga
dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud tafsir al-fighi adalah tafsir yang memusatkan perhatian
kepada fiqih atau penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dalam kaitanya dengan persoalan –persoalan hukum Islam[7].
Prof. Dr.Muhamad Amin Suma memberikan pengertian
bahwa tafsir al fighi atau ayat ahkam lebih dipopulerkan dengan sebutan dengan
sebutan tafsir ayat al-ahkam atau tafsir ahkam[8]. Sehingga dalam karya bukunya yang
berjudul “pengantar tafsir ahkam” mendevinisikan tafsir ai-ahkam adalah tafsir
al-qur’an yang penafsiranya lebih berorientasi atau bahkan mengkhususkan
pembahasan pada ayat-ayat hukum[9].
Sehingga pemakalah memberikan kesimpulan bahwa
pengertian tafsir al-fiqhi atau tafsir al-ahkam adalah corak tafsir yang lebih menitikberatkan kepada pembahasan
masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas
perdebatan/perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat imam madzhab karena mempunyai kesamaan dari sudut menghukumi
sebuah ayat alqur’an yang didalamnya tidaklah lepas
dari hukum halal-haram, makruh-sunnah, mubah-nya hal-hal yang berhubungan
dengan ibadah mahdhah[10] maupun muamalah. Itulah sebabnya para penafsir
memilih ayat-ayat hukum sebagai objek material penafsirannya sehingga tafsir
fikih ini seakan-akan memperlakukan Al-Qur’an sebagai kitab hukum atau
ketentuan “perundang-undangan.
2. Bagaimana
Sejarah munculnya Tafsir Fiqhi ?
Penafsiran al-qur’an dengan
menggunakan pendekatan al-fighi atau hukum sebenarnya telah dimulai sejak masa
turunya wahyu Allah kepada Rosulullah Saw , sebab secara umum ayat-ayat dalam
al-qur’an mengandung hukum- hukum yang berkenaan dengan kemaslahatan umat baik
di dunia maupun di akihirat, oleh karena itu para shahabat dimasa kehidupan Rosulullah
Saw dapat memahmi ayat-ayat yang bernuansa hukum tersebut berdasarkan pemahaman
mereka terhadap bahasa Arab, adapun ayat-ayat yang menyulitkan mereka dalam
memahami maksud dan tujuan, maka dengan segera mereka menanyakan kepada
Rosulullah Saw. Diantara contoh kasus tentang ayat-ayat hukum adalah sebab
turunya (sebab nuzul) ayat tentang pengharaman khamar dimana Imam asy-Syaukany-
rahimahullah- menyebutkan dalam tafsirnya Fath al-Qadir :
Diriwatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Abd bin Humaid, Abu Daud,
at-Tirmidzy, an-Nas’I, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, Ibn Abi Hatim, dan
al-Hakim, dari hadis Umar bin Khaththab beliau berkata: demi Allah !
jelaskanlah kepada kami perihal hukum khomer , karena benda tersebut dapat
menyia-nyiakan harta dan menghilangkan akal ?, maka turunlah firman Allah dalam
Q.S al-Baqarah: 219.
*
y7tRqè=t«ó¡o
ÇÆtã
ÌôJyø9$#
ÎÅ£÷yJø9$#ur
( ö@è%
!$yJÎgÏù
ÖNøOÎ)
×Î72
ßìÏÿ»oYtBur
Ĩ$¨Z=Ï9
!$yJßgßJøOÎ)ur
çt9ò2r&
`ÏB
$yJÎgÏèøÿ¯R
3 tRqè=t«ó¡our
#s$tB
tbqà)ÏÿZã
È@è%
uqøÿyèø9$#
3 Ï9ºxx.
ßûÎiüt7ã
ª!$#
ãNä3s9
ÏM»tFy$#
öNà6¯=yès9
tbrã©3xÿtFs?
ÇËÊÒÈ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar [136] dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah " Yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Dalam riwat lain dari hadits Anas
beliau berkata: “Dahulu kami meminum khamar, kemudian turunlah ayat pada saat
itu QS.Al-Baqarah: 219, lalu kami berkata: kami hanya meminum kamar yang memberikan manfaat kepada kami” maka turunlah
QS. Al-Maidah: 90,
$pkr'¯»t[11]
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
$yJ¯RÎ)
ãôJsø:$#
çÅ£øyJø9$#ur
Ü>$|ÁRF{$#ur
ãN»s9øF{$#ur
Ó§ô_Í
ô`ÏiB
È@yJtã
Ç`»sÜø¤±9$#
çnqç7Ï^tGô_$$sù
öNä3ª=yès9
tbqßsÎ=øÿè?
ÇÒÉÈ
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.( al-Maidah :90 )
Lalu
kami berkata: “Ya Allah sesungguhnya kami telah berhenti dari meminum khamar
tersebut[12]. Dari contoh kasus
diatas dapat dipahami bahwa Rosulullah Saw dan para shahabat memahami maksud
dan tujuan teks-teks Qur’aniyyah -utamanya yang mengandung pemahaman hukum
kausalitas[13] dan kemanusiaan-
melalui wahyu baik wahyu tersebut adalah wahyu yang bersifat lafzhan wa ma’nan
min Allah ( Al-Qur’an) atau wahyu yang
bersifat ma’anan min
Allah wa lafzdhan min ar-Rosul
(as-Sunah)[14].
Meskipun demikian perbedaan para
shahabat dalam memahami dan menyimpulkan sebuah bentuk hukum yang dimaksudkan
oleh teks-teks al-Qur’an dalam suatu permasalahan tidak dapat terelakkan , hal
ini lebih disebabkan karena muatan hukum dan konteks social dimana hukum
tersebut akan ditegaskan, sebagai sebuah contoh kasus adalah ketika Rosulullah
Saw memerintahkan sekelompok shahabat untuk berangkat kebani Qoirudhah, sebelum
berangkat Rosulullah Saw berpesan agar tidak sholat kecuali setelah sampai di
tempat tujuan, namun dalam perjalanan telah masuk waktu sholat ashar, maka
terjadilah perbedaan diantara mereka, ada berpendapat bahwa mereka harus
melakukan sholat di Bani Quraidhoh berdasarkan pesan Rosulullah Saw, sebagian lainya
berpendapat bahwa kita harus shalat tepat waktu berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa’:
103
#sÎ*sù
ÞOçFøÒs%
no4qn=¢Á9$#
(#rãà2ø$$sù
©!$#
$VJ»uÏ%
#Yqãèè%ur
4n?tãur
öNà6Î/qãZã_
4 #sÎ*sù
öNçGYtRù'yJôÛ$#
(#qßJÏ%r'sù
no4qn=¢Á9$#
4 ¨bÎ)
no4qn=¢Á9$#
ôMtR%x.
n?tã
úüÏZÏB÷sßJø9$#
$Y7»tFÏ.
$Y?qè%öq¨B
ÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
dan
karena dalam keadaan safar, maka shalat harus dilakukan dalam bentuk qashar berdasarkan firman Allah
QS. An-Nisa’: 101,
#sÎ)ur
÷Läêö/uÑ
Îû
ÇÚöF{$#
}§øn=sù
ö/ä3øn=tæ
îy$uZã_
br&
(#rçÝÇø)s?
z`ÏB
Ío4qn=¢Á9$#
÷bÎ)
÷LäêøÿÅz
br&
ãNä3uZÏFøÿt
tûïÏ%©!$#
(#ÿrãxÿx.
4 ¨bÎ)
tûïÍÏÿ»s3ø9$#
(#qçR%x.
ö/ä3s9
#xrßtã
$YZÎ7B
ÇÊÉÊÈ
Artinya : Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar[343]
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
setelah berita ini sampai ketelinga
Rosulullah Saw, beliaupun tersenyum tanda persetujuan (taqrir).
Contoh
kasus yang lainya tentang: berapakah harta waris yang didapatkan oleh suami,
ayah, dan ibu yang ditinggalkan? Ibnu abbas menfatwakan bahwa suami mendapat ½,
ibu mendapatkan 1/3, dan ayah mendapatkan Ashabah ( sisa harta yang telah
dibagi sebelumnya) berdasarkan QS. An-Nisa’:11.
ÞOä3Ϲqã
ª!$#
þÎû
öNà2Ï»s9÷rr&
( Ìx.©%#Ï9
ã@÷VÏB
Åeáym
Èû÷üusVRW{$#
4 bÎ*sù
£`ä.
[ä!$|¡ÎS
s-öqsù
Èû÷ütGt^øO$#
£`ßgn=sù
$sVè=èO
$tB
x8ts?
( bÎ)ur
ôMtR%x.
ZoyÏmºur
$ygn=sù
ß#óÁÏiZ9$#
4 Ïm÷uqt/L{ur
Èe@ä3Ï9
7Ïnºur
$yJåk÷]ÏiB
â¨ß¡9$#
$£JÏB
x8ts?
bÎ)
tb%x.
¼çms9
Ó$s!ur
4 bÎ*sù
óO©9
`ä3t
¼ã&©!
Ó$s!ur
ÿ¼çmrOÍurur
çn#uqt/r&
ÏmÏiBT|sù
ß]è=W9$#
4 bÎ*sù
tb%x.
ÿ¼ã&s!
×ouq÷zÎ)
ÏmÏiBT|sù
â¨ß¡9$#
4 .`ÏB
Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
ÓÅ»qã
!$pkÍ5
÷rr&
Aûøïy
3 öNä.ät!$t/#uä
öNä.ät!$oYö/r&ur
w
tbrâôs?
öNßgr&
Ü>tø%r&
ö/ä3s9
$YèøÿtR
4 ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$#
3 ¨bÎ)
©!$#
tb%x.
$¸JÎ=tã
$VJÅ3ym
ÇÊÊÈ
Artinya :” Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu yaitu : bahagian seorang
anak lelaki sama dengan bagihan dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak
itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Disisi lain Zait bin Tsabit dan sahabat lainya
memandang bahwa Istri yang ditinggslksn mendapat 1/3 dari sisa harta milik
suaminya, hal ini dipandang karena ayah dan ibu keduanya adalah lelaki dan
wanita dan keduanya mendapatkan harta waris dalam satu bentuk yaitu 1:2 (1
untuk wanita dan 2 untuk laki=laki)[15]. Namun dengan demikian
masing-masing berusaha untuk tetap pada kebenaran tanpa harus memaksakan sebuah
ayat untuk dijadikan dalil dalam pendapatnya , dan jika salah satu diantara dua
orang shahabat menemukan bahwa hasil kesimpulan hukumyang difahami oleh
shahabat lainya lebih baik dan lebih mendekati kebenaran, maka mereka tidak
segan-segan dan tanpa gengsi untuk menerima pendapat sahabat yang berbeda
denganya.
Terjadinya perbedaan pendapat dalam
menetapakan hukum suatu permasalahan terus berlangsung hingga masa generasi
fuqoha’ al-mazahib ( ahli fighi mazhab), namun perbedaan yang terjadi
dikalangan fuqoha’ tersebut disebabkan karena munculnya berbagai macam
persoalan hidup baik individu maupun sosial dikalangan kaum muslimin , dimana
persoalan-persoalan tersebut belum terjadi sebelumnya dan bahkan belum
ditemukan garis hukum yang berkenaan dengan beberapa masalah, oleh karena itu
para fuqoha’ seperti Abu Hanifah, Malik, asy – Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan
selain mereka[16]. Berusaha semaksimal mungkin untuk menggali seluruh kandungan hukum terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunnah dan
landasan –landasan syari’at lainya kemudian menterjemahkan dan mentafsirkanya
sesuai dengan konteks social yang mereka hadapi pada masa itu, sehingga
terkadang kita menemukan kesepakatan tentang hukum sesuatu permasalahan dan
terkadang pula kita temukan terjadinya perbedaan. Namun perbedaan ini terjadi
lebih disebabkan karena perbedaan pandangan masing-masing Imam dalam memahami
suatu dalil meskipun demikian tidak tampak dari mereka terjadinya sikap
ta’ashub al-madzhaby akan tetapi mereka berusah untuk mencari kebenaran hukum
dari suatu permasalahan dengan berlandaskan pada kebenaran dalil, dan bahkan
jika salah seorang diantara mereka mendapatkan bahwa pendapat saudaranya lebih
tepat dan lebih sesuai dengan al-Qur’an dari pendapatnya, maka dia tidak
sungkan untuk menerima dan mengamalkan pendapat saudaranya dan meninggalkan
pendapatnya hal ini tergambarkan dalam perkataan mereka masing-masing seperti
perkataan Imam Malik : Seluruh perkataan manusia dapat diterima dan ditolak
kecuali perkataan Rosulullah Saw, Imam Asy-Syafi’I pernah berkata: “Jika sebuah
hadits itu shahih ,maka itulah mazhabku”, dalam perkataan beliau yang lain :
“Jika kalian menemukan dalam pendapatku terdapat pendapat yang menyalahi
al-Qur’an dan as-Sunnah ,maka buanglah pendapatku dan ambillah al-Qur’an dan
as-Sunah “, beliau juga pernah berkata kepada muridnya Ahmad bin Hambal semasa
di Baghdad: “ jika sebuah hadis shahih dalam pandanganmu, maka ajarkanlah aku”,
demikilanlah sikap para fuqoha’terhadap perbedaan pemahaman dan persepsi dalam
mengambil dan mengistimbatkan satu hukum dari al-Qur’an.
Setelah terputusnya masa para aimah
al-madzahib, dan munculnya masa taqlid dimana hukum yang dipegangi pada masa
ini merupakan produk hukum hasil olah fikir para fuqoha’terdahulu, maka
nampaklah perbedaan tata cara ibadah dan muamalah pada masing-masing muqalid
bahkan tidak sedikit diantara mereka menjadi kelompok yang fanatic terhadap
satu madzhab tertentu sehingga mereka menafsirkan al-Qur’an berdasarkan
pemahaman madzhab yang mereka yakini kebenaranya dan bahkan cenderung berusaha
untuk membenarkan bentuk penafsiran imam madzhab yang menjadi panutan dan
panutan mereka dalam menjalankan hukum syari’at serta menjatuhkan dan menafikan
pemahaman madzhab yang tidak sejalan dengan madzhab mereka.
Sikap
seperti ini pun terjadi dalam melakukan penafsiran terhadap al-Qur’an utamanya
yang berhubungan dengan ayat-ayat hukum. Dapat kita temukan bahwa penafsiran
dari kalangan al-muqallid al-madzhaby berusaha untuk menafsirkan al-Qur’an dan
memahaminya dengan berusaha untuk tidak menyalahi pendapat imam madzhab
panutanya, atau jika harus bersebrangan , maka ia berusaha untuk tidak membela
madzhab yang tidak sejalan dengan panutanya, atau berusaha untuk masuk dalam
wilayah at-Tansikh dan at-Takhshish.
Dari sinilah muncul kebinekaan dan
keragaman tafsir fiqhi sehingga kita dapat menemukan tafsir-tafsir al-Qur’an
yang sesuai dengan madzhab Hanafy, Maliky, Syafi’I, dan sebagainya.
B. Kelebihan dan
Kekurangan Tafsir Fiqhi
1. Kelebihan
Tafsir Fiqhi
Penafsiran al-Qur’an yang dilakukan melalui pendekatan fighi ini memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya:
b. Upaya
untuk memberikan kesepakatan praktis yang bertujuan untuk mempermudah manusia
dalam mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-hukum Allah yang termaktub didalam
al-Qur’an setelah terjebak kedalam perbedaan mazhab dogmatis serius yang
bersifat teoritis.
c. Tafsir
al-Qur’an dengan pendekatan fiqhi meskipun memberikan peluang terjadinya
perbedaan pemahaman terhadap teks-teks Quraniyyah tetapi memberikan sumbangsih
pemikiran bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan dan hukum dalam kehidupan
baik individu maupun social tetap harus
tunduk kepada al-Musyari’ al-Awwal ( Allah) melalui kalam-Nya yang mulia
kemudian kepada pembawa wahyu dan risalah yang kemudian dikenal sebagai
al-Musyari’ ats-Tsany ba’da Allah (Rosulullah Saw) melalui sunah beliau demi
kemaslahatan manusia baik didunia maupun diakhirat.
d. Tafsir
fiqhi berusaha untuk membumikan al quran lewat pemahaman lewat ayat-ayat
qauliyah kepada ayat-ayat qauniyah guna memberikan penyadaran, pemberdayaan dan
advokasi terhadap permasalahan manusia
e. Tafsir
fiqhi kendatipun beragam tetap memberikan kekayaan bagi khasanah intelektual
muslimah, sebab tanpa adanya penafsiran alquran dalam bentuk ini, maka umat Islam
secara khusus dan manusia secara umum akan kehilangan akar hukum dan
perundang-undangan yang sesungguhnya.
2. Kelamahan
tafsir fiqhi
Hasil oleh pikir manusia biasa tidak akan pernah lepas dari berbagai macam
bentuk kekurangan dan kelemahan, sebab sudah menjadi bagian dari suratan takdir
bahwa manusia adalah mahluk yang lemah bisa benar dan bisa salah.
Demikian juga dengan adanya penafsiran alqur’an yang meskipun landasan
penafsirannya adalah untuk menemukan saripati dari perkataan yang Maha Benar secara
mutlak namun dilakukan oleh manusia maka pasti akan terdapat kelemahan. Dan diantara kelemahan penafsiran al-Quran melalui
pendekatan fiqhi adalah:
a.
Tafsir
fiqhi cenderung terjabak pada fanatik mazhaby sehingga memunculnya sikap
ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap madzhab tertentu dan menafikan
keabsahan mazhab-mazhab lainnya sikap ini terwariskan kepada berpuluh-puluh
generasi hingga saat ini.
b.
Tafsir
fiqhi masih melakukan reduksi pada aspek tertentu dari al-quran (penafsiran
parsial) padahal al-quran meliputi akidah dan syariah, konsep dan sistem teori
dan praktek yang membutuhkan pemahaman dan penafsiran secara universal.
c.
Tafsir
fiqhi lebih mengedepankan penafsiran al-quran dengan menghubungkannya pada
konteks social tertentu dan cenderung mengabaikan nilai-nilai universal hukum,-hukum yang terdapat pada al-quran
(rahmatan lil alamin). Sebab tidak semua bentuk permasalahan yang telah
terjawab pada masa lampau masih berlaku pada masa sekarang, sehingga dibutuhkan
penafsiran terhadap ayat-ayat hukum al-quran yang sesuai dengan kebutuhan zaman
saat ini tanpa menafikan kerja-kerja yang bersifat analogi terhadap masa lampau
dan berusaha untuk tidak terjebak pada perbedaan teoritis mazhabi[18].
C. Jenis-jenis tafsir al-quran lewat pendekatan fiqhi
Tafsir fiqhi merupakan
salah satu corak penafsiran yang sangat dikenal dikalangan umat Islam baik
salaf maupun khalaf, perkembangan penafsiran
dengan menggunakan pendekatan fiqhi telah ada sejah Rasululloh Saw hingga
perkembangan madzahib al fiqhiyah bahkan hingga saat ini sebagaimana yang
sebelumnya kami sampaikan pada point a dalam bab ini.
Kendatipun keberadaan
corak penafsiran al-quran dalam bentuk ini telah ada sejak masa wahyu
diturunkan akan
tetapi pada perkembangannya telah melalui beberapa tahap dalam beragam bentuk
metode penyajiannya. Adapun
metode penyajian yang kita kenal saat ini ada empat metode tahlilli, metode
ijmali, metode muqoron dan metode maudhlui.
Penafsiran al-quran
lewat pendekatan fiqhi juga menggunakan salah satu metode dari empat metode
penyajian di atas, diantaranya adalah:
1.
Tafsir
fiqhi tahlilli[19]: penafsiran al-quran lewat pendekatran fiqhi dengan menggunakan metode penyajian
tahlilli diwakili oleh kitab jamik al-bayan fii takwil al-quran karya Muhammad
bin Jarir Atthobari yang selanjutnya dikenal dengan tafsir Atthobari. Kitab ini
merupakan presentasi fiqhi assyafiiyah meskipun dalam pembahasannya imam
attobari lebh banyak menggunakan madzhab sendiri ketimbang terkontaminasi
dengan madzhab yang sudah ada pada masa itu kemudian kitab al-Jamik li ahkam al-quran karya Abubakar al
qurtubui, kemudian kitab ahkam al-qur’an karya
abu bakar ibnu al-a’rabi yang keduanya merupakan presentasi dari kitab tafsir
fiqhy madzhab al-malikiyyah, kemudian kitab ahkam al-qur’an karya imam abu
bakar ahmad ar-Razy ,al-jashshos yang kemudian dikenal dengan nama ahkam
al-qur’an li ai-jashosh yang merupakan presentasi kitab fighi dari madzhab
al-hanafyyah, kemudian kitab fath al- qodir karya muhammad bin Ali-Asyaukany
dan kemudian kitab tafsir ayat ahkam karya Ali Ashobuny.
2.
Tafsir
Fiqhi Ijmali:
Penafsiran al-Qur’an lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian
ijmaly diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur’an li Asy Syafi’I yang dikumpulkan oleh
imam al-Baihaqy.
3.
Tafsir
fiqhi Muqaran[20]: Penafsiran al-Qur’an
lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian Muqaran diwakili
oleh kitab Tafsir ath-Thabary, Al-Qurthuby, dan Tafsir Ibnu Katsir. Kitab-kitab
tafsir tersebut melakukan pendekatan muqaran dalam menguraikan ayat-ayat yang
menimbulkan beberapa perselisihan utamanya ayat-ayat yang berhubungan dengan
hukum.
4.
Tafsir
Fiqhi maudhu’i[21]: penafsiran al-Qur’an
lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian maudhu’i diwakili
oleh kitab Ahkam al-Qur’an li al-Jashshash, kemudian kitab Tafsir ayat al-Ahkam
karya Ali Ash-Shabuny.
5.
Tafsir
Fiqhi Tahlili
Maudhu’i: penafsiran al-Qur’an lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode
penyajian Tahlily maudhu’i diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur’an karya
al-Jashshash dan kitab Tafsir al-Munir karya Dr. Wahbah al-Zuhaily. Kitab
tersebut menguraikan ayat-ayat secara tahlily dengan memberikan tema pada
setiap kelimpok ayat yang akan ditafsirkan.
6.
Tafsir fighy Tahlily Muqoron :
Penafsiran al-qur’an lewat pendekatan fighy dengan menggunakan metode penyajian
Tahlily Muqaran diwakili oleh kitab ath thabary ,Al-Qurtuby, dan Tafsir Ibnu
Katsir . kitab-kitab tersebut menguraikan ayat secara Tahlily dengan
menguraikan perbandingan –perbandingan antara pendapat para fuqhoha’ lalu
berusaha mentarjihkan dan atau menkompromikan antara satu pendapat dengan
pendapat lainya dengan mengacu pada dalil –dalil yang shohih.
7.
Tafsir fighy Tahlily Ijmaly : Penafsiran
al-qur’an lewat pendekatan fighy dengan menggunakan metode penyajian Tahlily
Ijmaly diwakili oleh kitab ahkam al-qur’an karya Abu Bakar Ibnu al-A’rabi.
Seluruh kitab tafsir
yang kami sebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari kitab-kitab tafsir
fiqhi yang menurut kami dapat mewakili seluruh bentuk ragam metode penyajian
mulai dari metode tahlili, ijmali, muqaran, dan maudhu’i atau penggabungan dua
metode penyajian dalam satu bagian kerangka metodologi penulisan tafsir yang
dimaksudkan untuk dapat memudahkan para mujtahid dan umat Islam secara
keseluruhan dalam memahami al-Qur’an secara utuh.
Selain dari jenis dan corak tafsir fiqhi di
atas terdapat pula corak tafsir fiqhi yang lain yang disebut dengan istilah
Tafsir al-Fiqhi al-Hadisiyyah ; yaitu penafsiran ayat-ayat ahkam lewat riwayat
hadits-hadits Rosulullah Saw atau atsaar dari shahabat beliau, corak ini
diwakili oleh kitab-kitab hadits seperti Shahih al-Bukhary, Shahih Muslim,
Jami’ at-tirmidzi, Sunan Abi Daud, sunan an_Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, al-Mstadrak yang
didalamnya terdapat satu kitab khusus yaitu kitab at-Tafsir, serta kitab
ad-Durru al-Manstur fi-Tafsir bi al-Matsur karya Imam As-Suyuthy. Tentunya
diantara ayat-ayat hukum yang ditafsirkan lewat periwayatan ini jumlahnya lebih
sedikit bahkan mayoritasnya lebih kepada penguraian secara khusus tentang sebab
turunya (asbab an-Nuzul)
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum.
SKEMA ILMU TAFSIR
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraiakan beberapa hal yang berhubungan
dengan tafsir lewat pendekatan fiqhi atau disebut dengan istilah ‘tafsir fiqhi’
atau tafsir fuqoha’, maka tibalah pada beberapa kesimpulan diantaranya:
1.
Tafsir
al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan fiqhiyyah atau hukumtelah ada semenjak
masa Rosulullah Saw dan berlanjut kemasa sahabat yang kemudian terjadi
perbedaan pemahaman diantara mereka, lalu perbedaan ini terus berlanjut hingga
masa tabi’in dan bahkan lebih serius lagi pada masa munculnya madzhab-madzhab
fiqhi dan berjubelnya para muqalid wa al-muntashibin ‘ala al-madzahib
al-fiqhiyyah al-mu’awiyyanah (para pengikut setia madzhab-madhzb fiqhi
tertentu)
2.
Bahwa
tafsir fiqhi memiliki kelebihan dan kekurangan, diantara kelebihanya
a.
Memberikan
kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan hukum syari’at yang terdapat dalam
al-Qur’an.
b.
Mempermudah
manusia dalam mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-hukum Allah yang termatub di
dalam al-Qur’an.
c.
Memberikan
sumbangsih pemikiran bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan dan hukum dalam
kehidupan baik individu maupun social tetap harus tunduk kepada al-Qur’an dan As-Sunnah
d.
Berusaha
untuk membumikan al-Qur’an lewat pemahaman ,lewat ayat-ayat qauliyah kepada
ayat-ayat qauniyah
e.
Memberikan
kekayaan khazanah intelektual Muslim dunia.
Adapun kelemahan adalah:
a.
Tafsir
fiqhi cenderung terjebak pada fanatic madzhabnya sehingga memunculkan sikap
ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap madzhab tertentu dan menafikan
keabshahan madzhab-madzhab lainya,
b.
Tafsir
fiqhi hanya melakukan reduksi pada satu aspek tertentu dari al-Qur’an yaitu
aspek hukum
c.
Tafsir
fiqhi lebih mengedepankan penafsiran al-Qur’an dengan menghubungkan dengan
konteks social tertentu dan cenderung mengabaikan sifat universal hukum-hukum
yang terdapat di dalamnya.
3.
Tafsir
fiqhi memiliki berbagai macam metode penyajian diantaranya
menggunakan metode tahlili, ijmali, muqaran, maudhu’i, tahlily Maudhu’i, tahlily Ijmaly , tahlily Muqaran.
B. Kritik dan Saran
Demikian
makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami
menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dari makalah yang kami buat. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ghufron, Rahmawati, Ulumul Qur’an Praktis dan Mudah ( Yogyakarta: Sukses
Offset, 2013,)
Abdul Mustaqin, Dinamika Sejarah tafsir al-Qur’an,
(Yogyakarta, Adab Press, 2012)
Muhammad bin Ali asy-syukny, Fath al-Qadir (Cet, I: Beirut:
Muassah ar-Risalah,! 412 h), jld.I
Dokter hasan hanafi, manahijts atafsir
wamasholih al ummah, diterjemahkan oleh Zudian wahyudi dengan judul metode
tafsir dan kemaslahatan umat (cetakan 1: Yogyakarta: Nawesea 2007)
Muhammad
Husain Adz-Dzahaby, at-Tafsir wal al-Muwassirun, (Cet:1 : Bairut:
Maktabah Mus’ab bin Umair al-islamiyah,
2004), Jld, I
Manna’bin Khalil al-Qoththsn, Mabahits fi Ulumil qur’an
(Cet, I: Mesir Mansyurat al-ashru al-Hadits),
Muhammad Amin
Suma ,Ulumul Qur’an ,( C:1 :Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada , 2001)
Muhammad Amin Suma, pengantar tafsir ahkam ,( C:1 :Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2013)
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya,
2008
, Semarang Aneka Ilmu.
[1] .Muhammad
Husain Adz-Dzahaby, at-Tafsirwal al-Muwassirun,(Cet,1:Bairut:
MaktabahMus’ab bin Umair al-islamiyah, 2004), Jld, I hlm.,62-93
[2] .Manna’ bin
Khalil al-Qoththsn, Mabahits fi Ulumilqur’an (Cet,I: MesirMansyurat
al-ashru al-Hadits), hlm.,338-340
[3]. Maksud
pemakalah dari Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling
yang diciptakan oleh Allah Ayat-ayat ini
adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam
alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan
segala sistem dan peraturanNya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan
keagunganPenciptanyacontohQS.Nuh(41):53
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
[4] .Maksud dari
pengertian tafsir ahkam atau juga disebut tafsir ayat ahkam adalah tafsir
al-Qur’an yang penafsiranya lebih berorientasi atau bahkan mengkhususkan
pembahasan kepada ayat-ayat hokum.
[5] .Badr al-Din al-Zarkasi.al-burhan fi Ulum al-Qur’an.,jilid.1 ,Beirut
Lubnan:Dar Ihya al-kutub al arabiyah,13376 H,hlm.,13.
[6]
.Maksud pemakalah adalah dari batasan diatas bahwa
dalam pengertian secara terminology dapat diambil kesimpulan atau sebuah
pengertian .
[9]
. Muhammad Amin Suma, pengantar tafsir ahkam ,(
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada C:1) , hlm., 118
[10] .maksud pemakalah dari ibadah mahdoh adalah yang berhubungan dengan
ibadah wajib seperti sholat lima waktu atau rukun islam ,sedang ibadah ghoiru
mahdah atau yang bersifat tidak wajib seperti membantu orang lain ,bersedekah
atau yang lainya.
[11] .
al-qur’an dan terjemahnya al-Maidah: 90 (
edisi terbaru Departemen Agama RI Dilengkapi dengan translate Arab –Latin. 2008
,hlm .228.
[12]. Muhammad bin
Ali asy-syukny, Fath al-Qadir (Cet,I:Beirut:Muassah ar-Risalah, !412 h) ,jld.I, hlm.335
[13]
.hukum
kausalitas maksudnya adalah hokum yang menerangkan sebab akibat artinya kalau
kita hendak melakukan sesuatu ,harus kita perhatikan hokum.
[14]
. Ma’anan min Allah wa lafzdhan min
ar-Rosul maksudnya adalah hadis rosulullah atau asunah baik itu hadis qudsi
maupun hadis nabi .
[15]. Adz-Dzahaby, Op.cit,,hlm.,151
[16]. selain
keempat Imam tersebut terdapat fuqoha’ seperti: Abu Daud Adh-Dhahiry,
al-Auza’I, ats-tsury, Ath-thabary, al-Zaidiyyah, dan al-ja’fary
[17]. Maksud pemakalah memberikan
kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan hukum syari’at yang terdapat dalam
al-Qur’an, hal ini menjadi titik tolak pemahaman umat bahwa sesungguhnya
al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang aspek yang bersifat transenden dan
metafisik (aqidah), akan tetapi ia juga menjelaskan tentang aspek-aspek
syri’ah, disisi lain juga memberitahukan bahwa syri’ah atau hukum bukan
semata-mata merupakan produk fuqoha’ akan tetapi telah menjadi bagian dari
nash-nash al-Qur’an bahkan lebih dominan yang mampu mengatur tatanan hidup
manusia baik individu maupun social.
[18]. Dokter hasan hanafi, manahijts atafsir wamasholih al ummah,
diterjemahkan oleh Zudian wahyudi dengan judul metode tafsir dan kemaslahatan umat (cetakan 1: Yogyakarta: Nawesea
2007), hlm 27-28
[19] . Maksud dar
CORAK TAFSIR FIQHI
MAKALAH
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Qur’an
Dosen
Pengampu: Dr. Syaifuddin, M.Ag
Disusun Oleh:
Nama : Mashadi
NIM : 1400018029
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM ISLAM NEGRI
WALISONGO SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-qur’an merupakan
asas peradaban dan sumber pengetahuan umat Islam sekaligus sebagai sumber hukum
yang paling utama dalam setiap bentuk dan jenis kehidupan manusia secara umum dan
umat Islam secara khusus, ia merupakan factor utama bangkitnya sebuah peradaban
yang membebaskan kepada mahkluk ( ‘ibadul ‘ibad) dan membawanya kepada penghambaan
kepada sang maha kekal lagi maha mengetahui Dia-lahallah ( ‘ibad al-kaliq),
disamping itu juga dapat merangsang bangkitnya sebuah peradaban yang memiliki karakteristik
hokum dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kesamaan derajat dihadapan Allah dan
nilai-nilai toleransi (at-tasamuh) yang dapat menghasilkan munculnya sikap persaudaraan
antar sesama muslim, serta menegakkan hukum secara berimbang dan adil.
Al-qur’an diturunkan
kepada manusia yang diciptakan dengan kesempurnaan akal yang dapat membedakan antara
yang hak dan bathil. Al-qur’an diturunkan kepada Rosulullah Saw melalui perantara
jibril kedalam hati beliau Saw yang bertujuan agar Rosulullah Saw dapat menghafalkan
teks-teks (baca ayat) Allah, memahami makna, maksud dan tujuan dari teks-teks tersebut
serta mampu mengaplikasikan dan mengejawentahkan dalam kehidupan pribadi dan
social. Berdasarkan konteks ini, maka kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya teks-teks
Allah yang dibawa oleh Jibril kepada Rosululllah Saw merupakan teks yang secara
mutlak hanya Allah yang mengetahui makna dan tujuanya. Kemudian disampaikan kepada
Rosulullah Saw melalui Jibril berdasarkan teks serta menjelaskan kepada beliau makna,
maksud dan tujuanya. Hal ini menunjukan bahwa yang paling mengetahui tafsiran suatu
lafadz teks Al-qur’an adalah Allah secara mutlak kemudian Jibril karena beliau harus
menjelaskanya kepada Rosulullah Saw, lalu kemudian Rosulullah Saw. Semasa Rosulullah
Saw menjalankan segala bentuk perintah Allah dan mensosialisasikan seluruh risalah
Allah yang diwahyukan kepada seluruh manusia
yang hidup pada masa itu, muncullah dua kelompok manusia yang mulia lagi diridhai
setelah Rosulullah Saw, mereka adalah kaum Muhajirin dan Ansor dimana mereka adalah
sosok manusia yang menerima pemahaman pertama kali dari Rosulullah Saw tentang sebagian
besar dari makna, maksud dan tujuan ayat-ayat Allah yang terdapat dalam
Al-qur’an. Diantara para Sahabat yang
dikenal sebagai ahli dibidang penafsiran
Al-qur’an adalah Abdullah bin Abbas, Ali bin AbiThalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai
bin Ka’ab[1].
Pasca meninggalnya
Rosulullah Saw dan tergantinya beliau sebagai pemimpin kaum muslimin oleh Abu
Bakar Ash-Shiddiq, mulailah para sahabat bertebaran di mukabumi diantaranya mereka
ada yang hijrahke Baghdad, Mesir, Yaman, dan mayoritas diantara mereka memilih untuk
tetap domisili di Makkah dan Madinah.
Masa-masa ini disebut
dengan masa sahabat dan masa munculnya generasi Islam ketiga yaitu paraTabi’in adapun
para ahli Tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Sa’id bin Jubair, Mujahid ,
Ikrimah, thawus dan Atha bin Abi Rabah semua merupakan hasil didikan Abdullah
bin Abbas di Makkah. Kemudian di Madinah terdapat madrasah Ubai bin Ka’ab yang
kemudian menghasilakan Zaid bin Aslam, Abu Al-Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab
al-Qurazhy. Lalu di Iraq terdapat Madrasah ibnuMas’ud dan menghasilakan para Mufasir
handal seperti: Al-qomah, Masruq, al-Aswad bin Zaid, Murrah al-Hamdany, Amir
asy-Sya’by, al-Hasan ,dan Qotadah. Demikianlah silsilah para mufassir dari tiga generasi utama sejarah
Islam. Setelah mereka bermunculan para penulis-penulis tafsir dengan menggunakan
manhaj dan corak yang berbeda-beda tepatnya pada akhir masa Dinasti Bani Umayah
dan awal tahun masa Dinasti Abbasiyyah[2].
Dalam memahami
al-Qur’an dibutuhkan pengetahuan terhadap metodologi dan keragaman tipologi penafsiran
al-qur’an sebab ia merupakan sebuah keniscayaan dalam membumikan maksud-maksud wahyu
illahi kepada manusia. Diantara corak dan tipologi penafsiran adalah penafsiran
ayat-ayat yang bernuansa hukum atau disebut
dengan istilah Tafsirayat al-ahkam yang
diatasnya dibangun pemahaman terhadap kandungan hukum al-qur’an , corak penafsiran
al-qur’an dalam bentuk ini lebih banyak diperankan oleh para Fuqoha’
(ahlifiqhi) seperti Imam Abu HAnifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin
HAmbal dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
2.
Bagaimana
Sejarah munculnya Tafsir Fiqhi?
3.
Apasaja kelebihan dan kekurangan dalam
penafsiran al-qur’an dengan menggunakan pendekatan fighi?
4.
Apasaja
jenis Tafsir yang ditulis melalui pendekatan fighi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
At-Tafsir al-Fighi (bercorak fighi)
1. Pengertian Tafsir al-Fighi
Al- tafsir al-fighi kadang disebut tafsir
ayat-ayat alqauniyyah[3] dan tafsir ahkam al-Qur’an[4]. Tafsir al fighi terdiri dari dua kata yaitu
tafsir dan al fighi, secara harfiyah tafsir berarti penjelas (al-idhah)
keterangan (al-bayan), menyimak (al-kasyf) dan penampakan (al-izhhar) adapun
yang dimaksud dengan tafsir dalam terminologi ulama tafsir seperti
diformulasikan al-Zarkasi ialah:
التفسير علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على
نبيه محمد صلى الله عليه وسلم ، وبيان معانيه ، واستحراج أحكامه وحكمه .
Artinya : “Ilmu yang denganya
diketahui pemahaman tentang kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-nya- Muhammad
Saw (al-Qur’an) dengan menerankan makna-makna yang terkandung di dalamnya serta
mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmah[5].
Berdasarkan batasan diatas[6] , dapat dirumuskan sehingga
dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud tafsir al-fighi adalah tafsir yang memusatkan perhatian
kepada fiqih atau penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dalam kaitanya dengan persoalan –persoalan hukum Islam[7].
Prof. Dr.Muhamad Amin Suma memberikan pengertian
bahwa tafsir al fighi atau ayat ahkam lebih dipopulerkan dengan sebutan dengan
sebutan tafsir ayat al-ahkam atau tafsir ahkam[8]. Sehingga dalam karya bukunya yang
berjudul “pengantar tafsir ahkam” mendevinisikan tafsir ai-ahkam adalah tafsir
al-qur’an yang penafsiranya lebih berorientasi atau bahkan mengkhususkan
pembahasan pada ayat-ayat hukum[9].
Sehingga pemakalah memberikan kesimpulan bahwa
pengertian tafsir al-fiqhi atau tafsir al-ahkam adalah corak tafsir yang lebih menitikberatkan kepada pembahasan
masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas
perdebatan/perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat imam madzhab karena mempunyai kesamaan dari sudut menghukumi
sebuah ayat alqur’an yang didalamnya tidaklah lepas
dari hukum halal-haram, makruh-sunnah, mubah-nya hal-hal yang berhubungan
dengan ibadah mahdhah[10] maupun muamalah. Itulah sebabnya para penafsir
memilih ayat-ayat hukum sebagai objek material penafsirannya sehingga tafsir
fikih ini seakan-akan memperlakukan Al-Qur’an sebagai kitab hukum atau
ketentuan “perundang-undangan.
2. Bagaimana
Sejarah munculnya Tafsir Fiqhi ?
Penafsiran al-qur’an dengan
menggunakan pendekatan al-fighi atau hukum sebenarnya telah dimulai sejak masa
turunya wahyu Allah kepada Rosulullah Saw , sebab secara umum ayat-ayat dalam
al-qur’an mengandung hukum- hukum yang berkenaan dengan kemaslahatan umat baik
di dunia maupun di akihirat, oleh karena itu para shahabat dimasa kehidupan Rosulullah
Saw dapat memahmi ayat-ayat yang bernuansa hukum tersebut berdasarkan pemahaman
mereka terhadap bahasa Arab, adapun ayat-ayat yang menyulitkan mereka dalam
memahami maksud dan tujuan, maka dengan segera mereka menanyakan kepada
Rosulullah Saw. Diantara contoh kasus tentang ayat-ayat hukum adalah sebab
turunya (sebab nuzul) ayat tentang pengharaman khamar dimana Imam asy-Syaukany-
rahimahullah- menyebutkan dalam tafsirnya Fath al-Qadir :
Diriwatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Abd bin Humaid, Abu Daud,
at-Tirmidzy, an-Nas’I, Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, Ibn Abi Hatim, dan
al-Hakim, dari hadis Umar bin Khaththab beliau berkata: demi Allah !
jelaskanlah kepada kami perihal hukum khomer , karena benda tersebut dapat
menyia-nyiakan harta dan menghilangkan akal ?, maka turunlah firman Allah dalam
Q.S al-Baqarah: 219.
*
y7tRqè=t«ó¡o
ÇÆtã
ÌôJyø9$#
ÎÅ£÷yJø9$#ur
( ö@è%
!$yJÎgÏù
ÖNøOÎ)
×Î72
ßìÏÿ»oYtBur
Ĩ$¨Z=Ï9
!$yJßgßJøOÎ)ur
çt9ò2r&
`ÏB
$yJÎgÏèøÿ¯R
3 tRqè=t«ó¡our
#s$tB
tbqà)ÏÿZã
È@è%
uqøÿyèø9$#
3 Ï9ºxx.
ßûÎiüt7ã
ª!$#
ãNä3s9
ÏM»tFy$#
öNà6¯=yès9
tbrã©3xÿtFs?
ÇËÊÒÈ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar [136] dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah " Yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Dalam riwat lain dari hadits Anas
beliau berkata: “Dahulu kami meminum khamar, kemudian turunlah ayat pada saat
itu QS.Al-Baqarah: 219, lalu kami berkata: kami hanya meminum kamar yang memberikan manfaat kepada kami” maka turunlah
QS. Al-Maidah: 90,
$pkr'¯»t[11]
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
$yJ¯RÎ)
ãôJsø:$#
çÅ£øyJø9$#ur
Ü>$|ÁRF{$#ur
ãN»s9øF{$#ur
Ó§ô_Í
ô`ÏiB
È@yJtã
Ç`»sÜø¤±9$#
çnqç7Ï^tGô_$$sù
öNä3ª=yès9
tbqßsÎ=øÿè?
ÇÒÉÈ
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.( al-Maidah :90 )
Lalu
kami berkata: “Ya Allah sesungguhnya kami telah berhenti dari meminum khamar
tersebut[12]. Dari contoh kasus
diatas dapat dipahami bahwa Rosulullah Saw dan para shahabat memahami maksud
dan tujuan teks-teks Qur’aniyyah -utamanya yang mengandung pemahaman hukum
kausalitas[13] dan kemanusiaan-
melalui wahyu baik wahyu tersebut adalah wahyu yang bersifat lafzhan wa ma’nan
min Allah ( Al-Qur’an) atau wahyu yang
bersifat ma’anan min
Allah wa lafzdhan min ar-Rosul
(as-Sunah)[14].
Meskipun demikian perbedaan para
shahabat dalam memahami dan menyimpulkan sebuah bentuk hukum yang dimaksudkan
oleh teks-teks al-Qur’an dalam suatu permasalahan tidak dapat terelakkan , hal
ini lebih disebabkan karena muatan hukum dan konteks social dimana hukum
tersebut akan ditegaskan, sebagai sebuah contoh kasus adalah ketika Rosulullah
Saw memerintahkan sekelompok shahabat untuk berangkat kebani Qoirudhah, sebelum
berangkat Rosulullah Saw berpesan agar tidak sholat kecuali setelah sampai di
tempat tujuan, namun dalam perjalanan telah masuk waktu sholat ashar, maka
terjadilah perbedaan diantara mereka, ada berpendapat bahwa mereka harus
melakukan sholat di Bani Quraidhoh berdasarkan pesan Rosulullah Saw, sebagian lainya
berpendapat bahwa kita harus shalat tepat waktu berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa’:
103
#sÎ*sù
ÞOçFøÒs%
no4qn=¢Á9$#
(#rãà2ø$$sù
©!$#
$VJ»uÏ%
#Yqãèè%ur
4n?tãur
öNà6Î/qãZã_
4 #sÎ*sù
öNçGYtRù'yJôÛ$#
(#qßJÏ%r'sù
no4qn=¢Á9$#
4 ¨bÎ)
no4qn=¢Á9$#
ôMtR%x.
n?tã
úüÏZÏB÷sßJø9$#
$Y7»tFÏ.
$Y?qè%öq¨B
ÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
dan
karena dalam keadaan safar, maka shalat harus dilakukan dalam bentuk qashar berdasarkan firman Allah
QS. An-Nisa’: 101,
#sÎ)ur
÷Läêö/uÑ
Îû
ÇÚöF{$#
}§øn=sù
ö/ä3øn=tæ
îy$uZã_
br&
(#rçÝÇø)s?
z`ÏB
Ío4qn=¢Á9$#
÷bÎ)
÷LäêøÿÅz
br&
ãNä3uZÏFøÿt
tûïÏ%©!$#
(#ÿrãxÿx.
4 ¨bÎ)
tûïÍÏÿ»s3ø9$#
(#qçR%x.
ö/ä3s9
#xrßtã
$YZÎ7B
ÇÊÉÊÈ
Artinya : Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar[343]
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
setelah berita ini sampai ketelinga
Rosulullah Saw, beliaupun tersenyum tanda persetujuan (taqrir).
Contoh
kasus yang lainya tentang: berapakah harta waris yang didapatkan oleh suami,
ayah, dan ibu yang ditinggalkan? Ibnu abbas menfatwakan bahwa suami mendapat ½,
ibu mendapatkan 1/3, dan ayah mendapatkan Ashabah ( sisa harta yang telah
dibagi sebelumnya) berdasarkan QS. An-Nisa’:11.
ÞOä3Ϲqã
ª!$#
þÎû
öNà2Ï»s9÷rr&
( Ìx.©%#Ï9
ã@÷VÏB
Åeáym
Èû÷üusVRW{$#
4 bÎ*sù
£`ä.
[ä!$|¡ÎS
s-öqsù
Èû÷ütGt^øO$#
£`ßgn=sù
$sVè=èO
$tB
x8ts?
( bÎ)ur
ôMtR%x.
ZoyÏmºur
$ygn=sù
ß#óÁÏiZ9$#
4 Ïm÷uqt/L{ur
Èe@ä3Ï9
7Ïnºur
$yJåk÷]ÏiB
â¨ß¡9$#
$£JÏB
x8ts?
bÎ)
tb%x.
¼çms9
Ó$s!ur
4 bÎ*sù
óO©9
`ä3t
¼ã&©!
Ó$s!ur
ÿ¼çmrOÍurur
çn#uqt/r&
ÏmÏiBT|sù
ß]è=W9$#
4 bÎ*sù
tb%x.
ÿ¼ã&s!
×ouq÷zÎ)
ÏmÏiBT|sù
â¨ß¡9$#
4 .`ÏB
Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
ÓÅ»qã
!$pkÍ5
÷rr&
Aûøïy
3 öNä.ät!$t/#uä
öNä.ät!$oYö/r&ur
w
tbrâôs?
öNßgr&
Ü>tø%r&
ö/ä3s9
$YèøÿtR
4 ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$#
3 ¨bÎ)
©!$#
tb%x.
$¸JÎ=tã
$VJÅ3ym
ÇÊÊÈ
Artinya :” Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu yaitu : bahagian seorang
anak lelaki sama dengan bagihan dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak
itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Disisi lain Zait bin Tsabit dan sahabat lainya
memandang bahwa Istri yang ditinggslksn mendapat 1/3 dari sisa harta milik
suaminya, hal ini dipandang karena ayah dan ibu keduanya adalah lelaki dan
wanita dan keduanya mendapatkan harta waris dalam satu bentuk yaitu 1:2 (1
untuk wanita dan 2 untuk laki=laki)[15]. Namun dengan demikian
masing-masing berusaha untuk tetap pada kebenaran tanpa harus memaksakan sebuah
ayat untuk dijadikan dalil dalam pendapatnya , dan jika salah satu diantara dua
orang shahabat menemukan bahwa hasil kesimpulan hukumyang difahami oleh
shahabat lainya lebih baik dan lebih mendekati kebenaran, maka mereka tidak
segan-segan dan tanpa gengsi untuk menerima pendapat sahabat yang berbeda
denganya.
Terjadinya perbedaan pendapat dalam
menetapakan hukum suatu permasalahan terus berlangsung hingga masa generasi
fuqoha’ al-mazahib ( ahli fighi mazhab), namun perbedaan yang terjadi
dikalangan fuqoha’ tersebut disebabkan karena munculnya berbagai macam
persoalan hidup baik individu maupun sosial dikalangan kaum muslimin , dimana
persoalan-persoalan tersebut belum terjadi sebelumnya dan bahkan belum
ditemukan garis hukum yang berkenaan dengan beberapa masalah, oleh karena itu
para fuqoha’ seperti Abu Hanifah, Malik, asy – Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan
selain mereka[16]. Berusaha semaksimal mungkin untuk menggali seluruh kandungan hukum terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunnah dan
landasan –landasan syari’at lainya kemudian menterjemahkan dan mentafsirkanya
sesuai dengan konteks social yang mereka hadapi pada masa itu, sehingga
terkadang kita menemukan kesepakatan tentang hukum sesuatu permasalahan dan
terkadang pula kita temukan terjadinya perbedaan. Namun perbedaan ini terjadi
lebih disebabkan karena perbedaan pandangan masing-masing Imam dalam memahami
suatu dalil meskipun demikian tidak tampak dari mereka terjadinya sikap
ta’ashub al-madzhaby akan tetapi mereka berusah untuk mencari kebenaran hukum
dari suatu permasalahan dengan berlandaskan pada kebenaran dalil, dan bahkan
jika salah seorang diantara mereka mendapatkan bahwa pendapat saudaranya lebih
tepat dan lebih sesuai dengan al-Qur’an dari pendapatnya, maka dia tidak
sungkan untuk menerima dan mengamalkan pendapat saudaranya dan meninggalkan
pendapatnya hal ini tergambarkan dalam perkataan mereka masing-masing seperti
perkataan Imam Malik : Seluruh perkataan manusia dapat diterima dan ditolak
kecuali perkataan Rosulullah Saw, Imam Asy-Syafi’I pernah berkata: “Jika sebuah
hadits itu shahih ,maka itulah mazhabku”, dalam perkataan beliau yang lain :
“Jika kalian menemukan dalam pendapatku terdapat pendapat yang menyalahi
al-Qur’an dan as-Sunnah ,maka buanglah pendapatku dan ambillah al-Qur’an dan
as-Sunah “, beliau juga pernah berkata kepada muridnya Ahmad bin Hambal semasa
di Baghdad: “ jika sebuah hadis shahih dalam pandanganmu, maka ajarkanlah aku”,
demikilanlah sikap para fuqoha’terhadap perbedaan pemahaman dan persepsi dalam
mengambil dan mengistimbatkan satu hukum dari al-Qur’an.
Setelah terputusnya masa para aimah
al-madzahib, dan munculnya masa taqlid dimana hukum yang dipegangi pada masa
ini merupakan produk hukum hasil olah fikir para fuqoha’terdahulu, maka
nampaklah perbedaan tata cara ibadah dan muamalah pada masing-masing muqalid
bahkan tidak sedikit diantara mereka menjadi kelompok yang fanatic terhadap
satu madzhab tertentu sehingga mereka menafsirkan al-Qur’an berdasarkan
pemahaman madzhab yang mereka yakini kebenaranya dan bahkan cenderung berusaha
untuk membenarkan bentuk penafsiran imam madzhab yang menjadi panutan dan
panutan mereka dalam menjalankan hukum syari’at serta menjatuhkan dan menafikan
pemahaman madzhab yang tidak sejalan dengan madzhab mereka.
Sikap
seperti ini pun terjadi dalam melakukan penafsiran terhadap al-Qur’an utamanya
yang berhubungan dengan ayat-ayat hukum. Dapat kita temukan bahwa penafsiran
dari kalangan al-muqallid al-madzhaby berusaha untuk menafsirkan al-Qur’an dan
memahaminya dengan berusaha untuk tidak menyalahi pendapat imam madzhab
panutanya, atau jika harus bersebrangan , maka ia berusaha untuk tidak membela
madzhab yang tidak sejalan dengan panutanya, atau berusaha untuk masuk dalam
wilayah at-Tansikh dan at-Takhshish.
Dari sinilah muncul kebinekaan dan
keragaman tafsir fiqhi sehingga kita dapat menemukan tafsir-tafsir al-Qur’an
yang sesuai dengan madzhab Hanafy, Maliky, Syafi’I, dan sebagainya.
B. Kelebihan dan
Kekurangan Tafsir Fiqhi
1. Kelebihan
Tafsir Fiqhi
Penafsiran al-Qur’an yang dilakukan melalui pendekatan fighi ini memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya:
b. Upaya
untuk memberikan kesepakatan praktis yang bertujuan untuk mempermudah manusia
dalam mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-hukum Allah yang termaktub didalam
al-Qur’an setelah terjebak kedalam perbedaan mazhab dogmatis serius yang
bersifat teoritis.
c. Tafsir
al-Qur’an dengan pendekatan fiqhi meskipun memberikan peluang terjadinya
perbedaan pemahaman terhadap teks-teks Quraniyyah tetapi memberikan sumbangsih
pemikiran bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan dan hukum dalam kehidupan
baik individu maupun social tetap harus
tunduk kepada al-Musyari’ al-Awwal ( Allah) melalui kalam-Nya yang mulia
kemudian kepada pembawa wahyu dan risalah yang kemudian dikenal sebagai
al-Musyari’ ats-Tsany ba’da Allah (Rosulullah Saw) melalui sunah beliau demi
kemaslahatan manusia baik didunia maupun diakhirat.
d. Tafsir
fiqhi berusaha untuk membumikan al quran lewat pemahaman lewat ayat-ayat
qauliyah kepada ayat-ayat qauniyah guna memberikan penyadaran, pemberdayaan dan
advokasi terhadap permasalahan manusia
e. Tafsir
fiqhi kendatipun beragam tetap memberikan kekayaan bagi khasanah intelektual
muslimah, sebab tanpa adanya penafsiran alquran dalam bentuk ini, maka umat Islam
secara khusus dan manusia secara umum akan kehilangan akar hukum dan
perundang-undangan yang sesungguhnya.
2. Kelamahan
tafsir fiqhi
Hasil oleh pikir manusia biasa tidak akan pernah lepas dari berbagai macam
bentuk kekurangan dan kelemahan, sebab sudah menjadi bagian dari suratan takdir
bahwa manusia adalah mahluk yang lemah bisa benar dan bisa salah.
Demikian juga dengan adanya penafsiran alqur’an yang meskipun landasan
penafsirannya adalah untuk menemukan saripati dari perkataan yang Maha Benar secara
mutlak namun dilakukan oleh manusia maka pasti akan terdapat kelemahan. Dan diantara kelemahan penafsiran al-Quran melalui
pendekatan fiqhi adalah:
a.
Tafsir
fiqhi cenderung terjabak pada fanatik mazhaby sehingga memunculnya sikap
ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap madzhab tertentu dan menafikan
keabsahan mazhab-mazhab lainnya sikap ini terwariskan kepada berpuluh-puluh
generasi hingga saat ini.
b.
Tafsir
fiqhi masih melakukan reduksi pada aspek tertentu dari al-quran (penafsiran
parsial) padahal al-quran meliputi akidah dan syariah, konsep dan sistem teori
dan praktek yang membutuhkan pemahaman dan penafsiran secara universal.
c.
Tafsir
fiqhi lebih mengedepankan penafsiran al-quran dengan menghubungkannya pada
konteks social tertentu dan cenderung mengabaikan nilai-nilai universal hukum,-hukum yang terdapat pada al-quran
(rahmatan lil alamin). Sebab tidak semua bentuk permasalahan yang telah
terjawab pada masa lampau masih berlaku pada masa sekarang, sehingga dibutuhkan
penafsiran terhadap ayat-ayat hukum al-quran yang sesuai dengan kebutuhan zaman
saat ini tanpa menafikan kerja-kerja yang bersifat analogi terhadap masa lampau
dan berusaha untuk tidak terjebak pada perbedaan teoritis mazhabi[18].
C. Jenis-jenis tafsir al-quran lewat pendekatan fiqhi
Tafsir fiqhi merupakan
salah satu corak penafsiran yang sangat dikenal dikalangan umat Islam baik
salaf maupun khalaf, perkembangan penafsiran
dengan menggunakan pendekatan fiqhi telah ada sejah Rasululloh Saw hingga
perkembangan madzahib al fiqhiyah bahkan hingga saat ini sebagaimana yang
sebelumnya kami sampaikan pada point a dalam bab ini.
Kendatipun keberadaan
corak penafsiran al-quran dalam bentuk ini telah ada sejak masa wahyu
diturunkan akan
tetapi pada perkembangannya telah melalui beberapa tahap dalam beragam bentuk
metode penyajiannya. Adapun
metode penyajian yang kita kenal saat ini ada empat metode tahlilli, metode
ijmali, metode muqoron dan metode maudhlui.
Penafsiran al-quran
lewat pendekatan fiqhi juga menggunakan salah satu metode dari empat metode
penyajian di atas, diantaranya adalah:
1.
Tafsir
fiqhi tahlilli[19]: penafsiran al-quran lewat pendekatran fiqhi dengan menggunakan metode penyajian
tahlilli diwakili oleh kitab jamik al-bayan fii takwil al-quran karya Muhammad
bin Jarir Atthobari yang selanjutnya dikenal dengan tafsir Atthobari. Kitab ini
merupakan presentasi fiqhi assyafiiyah meskipun dalam pembahasannya imam
attobari lebh banyak menggunakan madzhab sendiri ketimbang terkontaminasi
dengan madzhab yang sudah ada pada masa itu kemudian kitab al-Jamik li ahkam al-quran karya Abubakar al
qurtubui, kemudian kitab ahkam al-qur’an karya
abu bakar ibnu al-a’rabi yang keduanya merupakan presentasi dari kitab tafsir
fiqhy madzhab al-malikiyyah, kemudian kitab ahkam al-qur’an karya imam abu
bakar ahmad ar-Razy ,al-jashshos yang kemudian dikenal dengan nama ahkam
al-qur’an li ai-jashosh yang merupakan presentasi kitab fighi dari madzhab
al-hanafyyah, kemudian kitab fath al- qodir karya muhammad bin Ali-Asyaukany
dan kemudian kitab tafsir ayat ahkam karya Ali Ashobuny.
2.
Tafsir
Fiqhi Ijmali:
Penafsiran al-Qur’an lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian
ijmaly diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur’an li Asy Syafi’I yang dikumpulkan oleh
imam al-Baihaqy.
3.
Tafsir
fiqhi Muqaran[20]: Penafsiran al-Qur’an
lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian Muqaran diwakili
oleh kitab Tafsir ath-Thabary, Al-Qurthuby, dan Tafsir Ibnu Katsir. Kitab-kitab
tafsir tersebut melakukan pendekatan muqaran dalam menguraikan ayat-ayat yang
menimbulkan beberapa perselisihan utamanya ayat-ayat yang berhubungan dengan
hukum.
4.
Tafsir
Fiqhi maudhu’i[21]: penafsiran al-Qur’an
lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode penyajian maudhu’i diwakili
oleh kitab Ahkam al-Qur’an li al-Jashshash, kemudian kitab Tafsir ayat al-Ahkam
karya Ali Ash-Shabuny.
5.
Tafsir
Fiqhi Tahlili
Maudhu’i: penafsiran al-Qur’an lewat pendekatan fiqhi dengan menggunakan metode
penyajian Tahlily maudhu’i diwakili oleh kitab Ahkam al-Qur’an karya
al-Jashshash dan kitab Tafsir al-Munir karya Dr. Wahbah al-Zuhaily. Kitab
tersebut menguraikan ayat-ayat secara tahlily dengan memberikan tema pada
setiap kelimpok ayat yang akan ditafsirkan.
6.
Tafsir fighy Tahlily Muqoron :
Penafsiran al-qur’an lewat pendekatan fighy dengan menggunakan metode penyajian
Tahlily Muqaran diwakili oleh kitab ath thabary ,Al-Qurtuby, dan Tafsir Ibnu
Katsir . kitab-kitab tersebut menguraikan ayat secara Tahlily dengan
menguraikan perbandingan –perbandingan antara pendapat para fuqhoha’ lalu
berusaha mentarjihkan dan atau menkompromikan antara satu pendapat dengan
pendapat lainya dengan mengacu pada dalil –dalil yang shohih.
7.
Tafsir fighy Tahlily Ijmaly : Penafsiran
al-qur’an lewat pendekatan fighy dengan menggunakan metode penyajian Tahlily
Ijmaly diwakili oleh kitab ahkam al-qur’an karya Abu Bakar Ibnu al-A’rabi.
Seluruh kitab tafsir
yang kami sebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari kitab-kitab tafsir
fiqhi yang menurut kami dapat mewakili seluruh bentuk ragam metode penyajian
mulai dari metode tahlili, ijmali, muqaran, dan maudhu’i atau penggabungan dua
metode penyajian dalam satu bagian kerangka metodologi penulisan tafsir yang
dimaksudkan untuk dapat memudahkan para mujtahid dan umat Islam secara
keseluruhan dalam memahami al-Qur’an secara utuh.
Selain dari jenis dan corak tafsir fiqhi di
atas terdapat pula corak tafsir fiqhi yang lain yang disebut dengan istilah
Tafsir al-Fiqhi al-Hadisiyyah ; yaitu penafsiran ayat-ayat ahkam lewat riwayat
hadits-hadits Rosulullah Saw atau atsaar dari shahabat beliau, corak ini
diwakili oleh kitab-kitab hadits seperti Shahih al-Bukhary, Shahih Muslim,
Jami’ at-tirmidzi, Sunan Abi Daud, sunan an_Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, al-Mstadrak yang
didalamnya terdapat satu kitab khusus yaitu kitab at-Tafsir, serta kitab
ad-Durru al-Manstur fi-Tafsir bi al-Matsur karya Imam As-Suyuthy. Tentunya
diantara ayat-ayat hukum yang ditafsirkan lewat periwayatan ini jumlahnya lebih
sedikit bahkan mayoritasnya lebih kepada penguraian secara khusus tentang sebab
turunya (asbab an-Nuzul)
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum.
SKEMA ILMU TAFSIR
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraiakan beberapa hal yang berhubungan
dengan tafsir lewat pendekatan fiqhi atau disebut dengan istilah ‘tafsir fiqhi’
atau tafsir fuqoha’, maka tibalah pada beberapa kesimpulan diantaranya:
1.
Tafsir
al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan fiqhiyyah atau hukumtelah ada semenjak
masa Rosulullah Saw dan berlanjut kemasa sahabat yang kemudian terjadi
perbedaan pemahaman diantara mereka, lalu perbedaan ini terus berlanjut hingga
masa tabi’in dan bahkan lebih serius lagi pada masa munculnya madzhab-madzhab
fiqhi dan berjubelnya para muqalid wa al-muntashibin ‘ala al-madzahib
al-fiqhiyyah al-mu’awiyyanah (para pengikut setia madzhab-madhzb fiqhi
tertentu)
2.
Bahwa
tafsir fiqhi memiliki kelebihan dan kekurangan, diantara kelebihanya
a.
Memberikan
kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan hukum syari’at yang terdapat dalam
al-Qur’an.
b.
Mempermudah
manusia dalam mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-hukum Allah yang termatub di
dalam al-Qur’an.
c.
Memberikan
sumbangsih pemikiran bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan dan hukum dalam
kehidupan baik individu maupun social tetap harus tunduk kepada al-Qur’an dan As-Sunnah
d.
Berusaha
untuk membumikan al-Qur’an lewat pemahaman ,lewat ayat-ayat qauliyah kepada
ayat-ayat qauniyah
e.
Memberikan
kekayaan khazanah intelektual Muslim dunia.
Adapun kelemahan adalah:
a.
Tafsir
fiqhi cenderung terjebak pada fanatic madzhabnya sehingga memunculkan sikap
ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap madzhab tertentu dan menafikan
keabshahan madzhab-madzhab lainya,
b.
Tafsir
fiqhi hanya melakukan reduksi pada satu aspek tertentu dari al-Qur’an yaitu
aspek hukum
c.
Tafsir
fiqhi lebih mengedepankan penafsiran al-Qur’an dengan menghubungkan dengan
konteks social tertentu dan cenderung mengabaikan sifat universal hukum-hukum
yang terdapat di dalamnya.
3.
Tafsir
fiqhi memiliki berbagai macam metode penyajian diantaranya
menggunakan metode tahlili, ijmali, muqaran, maudhu’i, tahlily Maudhu’i, tahlily Ijmaly , tahlily Muqaran.
B. Kritik dan Saran
Demikian
makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami
menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dari makalah yang kami buat. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ghufron, Rahmawati, Ulumul Qur’an Praktis dan Mudah ( Yogyakarta: Sukses
Offset, 2013,)
Abdul Mustaqin, Dinamika Sejarah tafsir al-Qur’an,
(Yogyakarta, Adab Press, 2012)
Muhammad bin Ali asy-syukny, Fath al-Qadir (Cet, I: Beirut:
Muassah ar-Risalah,! 412 h), jld.I
Dokter hasan hanafi, manahijts atafsir
wamasholih al ummah, diterjemahkan oleh Zudian wahyudi dengan judul metode
tafsir dan kemaslahatan umat (cetakan 1: Yogyakarta: Nawesea 2007)
Muhammad
Husain Adz-Dzahaby, at-Tafsir wal al-Muwassirun, (Cet:1 : Bairut:
Maktabah Mus’ab bin Umair al-islamiyah,
2004), Jld, I
Manna’bin Khalil al-Qoththsn, Mabahits fi Ulumil qur’an
(Cet, I: Mesir Mansyurat al-ashru al-Hadits),
Muhammad Amin
Suma ,Ulumul Qur’an ,( C:1 :Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada , 2001)
Muhammad Amin Suma, pengantar tafsir ahkam ,( C:1 :Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2013)
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya,
2008
, Semarang Aneka Ilmu.
[1] .Muhammad
Husain Adz-Dzahaby, at-Tafsirwal al-Muwassirun,(Cet,1:Bairut:
MaktabahMus’ab bin Umair al-islamiyah, 2004), Jld, I hlm.,62-93
[2] .Manna’ bin
Khalil al-Qoththsn, Mabahits fi Ulumilqur’an (Cet,I: MesirMansyurat
al-ashru al-Hadits), hlm.,338-340
[3]. Maksud
pemakalah dari Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling
yang diciptakan oleh Allah Ayat-ayat ini
adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam
alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan
segala sistem dan peraturanNya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan
keagunganPenciptanyacontohQS.Nuh(41):53
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
[4] .Maksud dari
pengertian tafsir ahkam atau juga disebut tafsir ayat ahkam adalah tafsir
al-Qur’an yang penafsiranya lebih berorientasi atau bahkan mengkhususkan
pembahasan kepada ayat-ayat hokum.
[5] .Badr al-Din al-Zarkasi.al-burhan fi Ulum al-Qur’an.,jilid.1 ,Beirut
Lubnan:Dar Ihya al-kutub al arabiyah,13376 H,hlm.,13.
[6]
.Maksud pemakalah adalah dari batasan diatas bahwa
dalam pengertian secara terminology dapat diambil kesimpulan atau sebuah
pengertian .
[9]
. Muhammad Amin Suma, pengantar tafsir ahkam ,(
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada C:1) , hlm., 118
[10] .maksud pemakalah dari ibadah mahdoh adalah yang berhubungan dengan
ibadah wajib seperti sholat lima waktu atau rukun islam ,sedang ibadah ghoiru
mahdah atau yang bersifat tidak wajib seperti membantu orang lain ,bersedekah
atau yang lainya.
[11] .
al-qur’an dan terjemahnya al-Maidah: 90 (
edisi terbaru Departemen Agama RI Dilengkapi dengan translate Arab –Latin. 2008
,hlm .228.
[12]. Muhammad bin
Ali asy-syukny, Fath al-Qadir (Cet,I:Beirut:Muassah ar-Risalah, !412 h) ,jld.I, hlm.335
[13]
.hukum
kausalitas maksudnya adalah hokum yang menerangkan sebab akibat artinya kalau
kita hendak melakukan sesuatu ,harus kita perhatikan hokum.
[14]
. Ma’anan min Allah wa lafzdhan min
ar-Rosul maksudnya adalah hadis rosulullah atau asunah baik itu hadis qudsi
maupun hadis nabi .
[15]. Adz-Dzahaby, Op.cit,,hlm.,151
[16]. selain
keempat Imam tersebut terdapat fuqoha’ seperti: Abu Daud Adh-Dhahiry,
al-Auza’I, ats-tsury, Ath-thabary, al-Zaidiyyah, dan al-ja’fary
[17]. Maksud pemakalah memberikan
kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan hukum syari’at yang terdapat dalam
al-Qur’an, hal ini menjadi titik tolak pemahaman umat bahwa sesungguhnya
al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang aspek yang bersifat transenden dan
metafisik (aqidah), akan tetapi ia juga menjelaskan tentang aspek-aspek
syri’ah, disisi lain juga memberitahukan bahwa syri’ah atau hukum bukan
semata-mata merupakan produk fuqoha’ akan tetapi telah menjadi bagian dari
nash-nash al-Qur’an bahkan lebih dominan yang mampu mengatur tatanan hidup
manusia baik individu maupun social.
[18]. Dokter hasan hanafi, manahijts atafsir wamasholih al ummah,
diterjemahkan oleh Zudian wahyudi dengan judul metode tafsir dan kemaslahatan umat (cetakan 1: Yogyakarta: Nawesea
2007), hlm 27-28
[19] . Maksud dari tafsir
Tahlili adalah suatu metode penafsiran al-Qur’an yang berusaha menjelaskan
al-Qur’an dengan menguraikan dengan berbagai seginya dengan memperhatikan
runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum didalam mushaf al-Qur’an.
[20]. Maksud dari tafsir muqaran adalah suatu metode penafsiran al-Qur’an
dengan cara membandingkan ayat-ayat
al-Qur’an yang memiliki persamaan dan kemiripan redaksi dalam dua kasusatau
lebih , atau penafsiran dengan mebandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits
yang lahirnya tampak bertentangan atau membandingkan berbagai pendapat
ulama’tafsir baik ulama’salaf maupun ulama’kholaf dalam penafsiran al-Qur’an
[21]. Maksud tafsir maudhu’I adalah metode
penafsiran al-Quran dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara
tentang satu tema atau masalah.i tafsir
Tahlili adalah suatu metode penafsiran al-Qur’an yang berusaha menjelaskan
al-Qur’an dengan menguraikan dengan berbagai seginya dengan memperhatikan
runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum didalam mushaf al-Qur’an.
[20]. Maksud dari tafsir muqaran adalah suatu metode penafsiran al-Qur’an
dengan cara membandingkan ayat-ayat
al-Qur’an yang memiliki persamaan dan kemiripan redaksi dalam dua kasusatau
lebih , atau penafsiran dengan mebandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits
yang lahirnya tampak bertentangan atau membandingkan berbagai pendapat
ulama’tafsir baik ulama’salaf maupun ulama’kholaf dalam penafsiran al-Qur’an
[21]. Maksud tafsir maudhu’I adalah metode
penafsiran al-Quran dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara
tentang satu tema atau masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda