Pengikut

Senin, 30 Maret 2015

Reviuw buku Studi HadisReviuw buku : studi hadis
Oleh: Mashadi


Judul buku                  : Hadis – hadis bermasalah
Karya                          : Prof. KH.Ali Musthafa Yaqub, MA.
Matakuliah                  : studi hadis
Dosen pengampu        : Prof. Dr. H. Evan soebahar MA.

A.  Pendahuluan
Buku-buku yang saya ringkas ini awal mulanya adalah jawaban pertanyaan-pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadis-hadis yang berkembang  dikalangan mereka. Pertanyaan pertanyaan itu datang kepada kami, biasanya ,jawaban pertanyaan itu kami berikan secara singkat. Maklum, khususnya pertanyaan yang lewat telpon sering memerlukan waktu yang singkat. Namun demikian ,mereka yang bertanya itu sering juga meminta keterang-keterangan yang lebih rinci dari kami.
Keterangan - keterangan yang rinci itu tentulah memerlukan kajian, bahasa,bahkan penelitian tentang hadis-hadis yang mereka tanyakan, buku ini disiapkan dalam masa Sembilan tahun dan hanya berisi tiga puluh hadis, dari tiga puluh hadis itu yang ditanyakan palsu atau semi palsu hanya dua puluh enam. Dan itu adalah yang berkembang dimasyarakat diantaara hadis tersebut adalah
1.      Mencari ilmu di negeri Cina
2.      Perbedaan pendapat itu rahmat
3.      Ulama-Umara
4.      Kemiskinan mendekati kekafiran
5.      Fadhilah dan sholat malam Nishfu sya’ban
6.      Ramadhan diawali Rahhmat
7.      Pergi haji dengan uang haram
8.      Tanpa nabi Muhammad dunia tidak tercipta
9.      Ibadah haji dan ziarah kubur Nabi saw.
10.  Bekerja untuk dunia seperti akan hidup selamanya.
11.  Perpecahan umat Islam menjadi tujuh puluh tiga Golongan
12.  Wanita tiang Negara.
13.  Siapa yang menghendaki dunia atau akhirat ia wajib berilmu
14.  Cinta tanah air sebagian dari iman.
15.  Orang yang mengenali dirinya sendiri ia mengenali tuhanya
16.  Manusia mengikuti prilaku pemimpinya.
17.  Sisa makanan mukmin itu obat.
18.  Ulama’ itu ibarat Nabi-nabi bani Israil.
19.  Kajaiban seputar kelahiran nabi Muhammad Saw.
20.  Seekor kijang menyalami Nabi Muhammad Saw.
21.  Tidak makan kecuali lapar.
22.  Memperingati Maulid Nabi saw.
23.  Nabi disambut Qhosidah Thala’al Badr.
24.  Ramadhan setahun penuh.
25.  Shalat tasbih.
26.  Menyombongi orang sombong adalah sedekah.
27.  Jumlah rakaat sholat tarawih.
28.  Tidurnya orang berpuasa adalah ibadah.
29.  Ramadhan tergantung zakat fitrah.
30.  Shalat memakai surban.
Hadis yang pertama
اطلبواالعلم ولو بالصين فانّ طلب العلم فريضة علي كل مسلم
 Carilah ilmu meskipun di Negeri Cina ,karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Para Ulama’ mengatakan hadis ini dikatagorikan sebagai hadis masyhur yang non-termonologi, yaitu hadis yang sudah populer di masyarakat meskipun terkadang hal itu belum berarti bahwa ia bnear-benar hadis yang berasal dari Nabi Muhammad Saw. Sebab yang menjadi criteria disini adalah ia disebut oleh masyarakat umum, dan ia masyhur atau popular dikalangan mereka.
Sebagai bukti bahwa hadis tersebut diatas itu termasuk masyhur non terminologis (ghair ishtilahi) adalah ia dicantumkan dalam kitab-kitab yang khusus memuat hadis –hadis masyhur, berbeda dengan hadis masyhur yang terminologis (ishtilahi) yang ini adalah hadis dimana jumlah rowi dalam setiap jenjang periwayatanya berkisar antara tiga sampai Sembilan orang.
Kualitas hadis menurut imam Ibn Hibban adalah hadis ini bathil la ashla lahu (batil, palsu,tidak ada dasarnya). Peryataan Ibn Hibban ini diulang kembali oleh al-Sakhawi dalam kitab al-maqhasid al-Hasanah.sumber kepalsuan hadis ini adalah rawi yang bernama Abu Atikan Tarif bin Sulaiman (menurut para Ulama’ ahli Hadis seperti al-Uqail, al Bukhari ,an-Nasa’I dan Abu Hatim) bahwa Abu Atikan Tarif bin Sulaiman tidak memiliki kredibilitas sebagai rawi hadis, bahkan menurut al-Sulaiman Abu Atikan Tarif bin Sulaiman dikenal sebagai pemalsu hadis. Imam Ahmad bin Hambal juga menentang keras hadis tersebut artinya beliau tidak mengakui bahwa ungkapan Carilah ilmu meskipun di negeri Cina itu sebagai hadis Nabi Saw.
Riwayat-riwayat Lain
                Hadis tersebut juga ditulis kembali oleh Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu'at (Hadis-hadis palsu). Kemudian al-Suyuti dalam kitabya al-La'ali al-Mashnu'ah f i al-Ahadits al-Maudhu'ah sebuah kitab ringkasan dari kitab Ibn al-Jauzi ditambah komentar dan tambahan mengatakan bahwa di samping sanad di atas. Hadis tersebut memiliki tiga sanad lain. Masing-masing adalah sebagai berikut.
1.      Ahmad bin Abdullah — Maslamah bin al-Qasim — Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani - "Ubaidullah bin Muhammad al- Firyabi – Sufyan bin'Uyainah - al-Zuhri -Anas bin Malik - (Nabi Saw). Hadis dengan sanad seperti ini diriwayatkan oleh Ibn Abd al-Barr dan al-Baihaqi dalam kitab Syu'ab al-Iman.
2.      Ibn Karram - Ahmad bin Abdullah al-Iuwaibari - al-Fadhl bin Musa Muhammad bin 'Amr - Abu Salamah - Abu Hurairah (Nabi Saw). Hadis dengan sanad seperti ini diriwayatkan oleh Ibn Karram, seperti disebut dalam kitab al-Mizan (Mizan al-I'tidal fi Naqd al- Ri/a/Jkarya al-Dzahabi.
3.      Dalam kitabnya al-Lisan (Lisan al-Mizan), Ibn Hajar al-'Asqalani meriwayatkan Hadis itu dengan riwayat sendir yang berasal dari Ibrahim al-Nakha'i — Anas bin Malik.Ibrahim berkata, "Saya mendengar Hadis itu dari Anas bin Malik".

               Sementara kualitas tiga sanad ini adalah sebagai berikut: Dalam sanad pertama terdapat nama Ya'qub bin Ibrahim al-'As- qalani. Menurut Imam al-Dzahabi, Ya'qub bin Ibrahim al-Asqalani adalah kadzdzab (pendusta). Dalam sanad kedua terdapat nama Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari, dia adalah seorang pemalsu Hadis. Sementara dalam sanad ketiga, Ibrahim al-Nakha'i tidak pernah men- dengar apa-apa dari Anas bin Malik. Demikin kata Ibn Hajar al-  Asqalani.' ' Oleh karenanya, ia juga tidak lebih dari seorang pembohong
Tidak Mengubah Kedudukan
               Tiga sanad yang disebutkan al-Suyuti di atas ternyata tidak  mengubah kedudukan Hadis yang kita kaji ini. Artinya Hadis tersebut tetap berstatus maudhu 'atau palsu, karena sanad yang disebutkan al-Suyuti tadi semuanya lemah. Karenanya, Ahli Hadis masa kini, Syeikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani mengatakan bahwa catatan al- Suyuti itu laisa bisyai'in (tidak ada artinya), 12 karena tidak mengubah status Hadis tersebut, bahkan justru memperkuat kepalsuannya
Rawi Kontroversial
               Sementara itu. Imam Ibn Hajar al-Asqalani menyebutkan bahwa Ya'qub bin Ishaq al-'Asqalani yang dinilai sebagai kadzdzab (pendusta) oleh Imam al-Dzahabi, ternyata disebut-sebut oleh Maslamah bin al-Qasim dalam kitabnya al-Shilah. Maslamah menuturkan bahwa ada beberapa guru Hadis menyebut-nyebut Ya 'qub bin Ishaq al-Asqalanikepadanya. Maslamah juga berkata, "Saya menulis Hadis dari Ya'qub bin Ishaq dan saya lihat para guru Hadis menulis Hadis dari padanya. Ya'qub juga diperselisihkan di antara para ahli Hadis, ada yang meni- lainya majruh (inkredibel), dan ada yang menilainya tsiqah (kredibel). Bagi saya," begitu Maslamah melanjutkan, "Ya'qub bin Ishaq adalah shalih wa ja 'iz al-Hadts (baik Hadisnya)
               Selanjutnya, setelah diketahui bahwa Hadis di atas itu palsu, maka kini tidak perlu lagi menjawab pertanyaan "kenapa Nabi saw me- nyebutkan Cina, bukan Eropa". Sebab ungkapan itu tidak ada sangkut pautnya dengan Nabi Muhammad Saw, meskipun kalangan masyarakat awam menganggapnya sebagai Hadis.
               Ungkapan itu boleh jadi mulanya adalah semacam kata-kata mutiara, karena konon Negeri Cina pada masa lalu sudah dikenal memiliki budaya yang tinggi. Kemudian lambat-laun unkapan itu disebut-sebut sebagai Hadis. Dan perlu diingat bahwa Hadis yang palsu sebagaimana dimaksud dalam jawaban ini adalah ungkapan seba- gaimana termaktub dalam awal uraian ini yang terdiri dari dua kalimat, yaitu "Carilah ilmu meskipun di negeri Cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim".. Sementara itu, kalimat yang kedua yaitu "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim", merupakan Hadis shahih yang antara lain diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab Syu'ab al-lman, Imam al-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Shagir, dan al- Mu'jamal-Ausath, al-Khatib al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Baghdad dan lain-lain.
Hadis yang kedua (Perbedaan pendapat itu rahmat )
اختلاف امتي رحمة
Artinya : “Perbedaan (pendapat) umatku adalah rahmat
Menurut al-Sakhawi (w. 902 H) yang kemudian diikuti oleh al-Ajluni (w. 1 1 62 H), Hadis dengan versi seperti ini sebenarnya merupakan penggalan dari Hadis yang cukup panjang dan telah mengalami sedikit perubahan redaksi. Sementara menurut Ahli Hadis masa kini, Syeikh al-Albani, Hadis versi pertama tadi bukan merupakan penggalan dari Hadis yang kedua, melainkan masing-masing berdiri sendiri
Rawi dan Sanad Hadis
               Hadis versi pertama diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya al-Risalah al-Asy'ariyah dan Nashr al-Maqdisi, dan semuanya tanpa sanad. Sementara versi kedua diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya al-Madkhal, al-Khatib al-Baghdadi dalam kitabnya al-Kifayah fl 'llm al-Riwayah, al-Dailami, dan Ibn Asakir. Sementara sanadnya adalah: Sulaiman bin Abu Karimah, dari Juwaibir, dari al-Dhahhak, dari lbn Abbas. Khusus dalam aI~Kifayah fi 'Ilmi al-Riwayah, sanadnya adalah: al-Qadli Abu Bakr al-Hairi, Muhammad bin Ya'qub al-Ashamm, Bakr bin Sahi al-Dimyati, Amr bin Hasyim al-Bairuti, Sulaiman bin Abu Karimah, Juwaibir, al-Dhahhak, Ibn Abbas
Kualitas Hadis
               Versi pertama Hadis ini — seperti dituturkan tadi — tidak me-
miliki sanad. Karenanya ia tidak dapat disebut Hadis. Sebab sebuah Hadis harus memiliki dua unsur, sanad dan matan. Boleh jadi ungkapan itu semula adalah sejenis kata-kata mutiara, kemudian diklaim sebagai Hadis Nabawi.
Sementara dalam versi kedua, seperti disebutkan tadi, Hadis ini memiliki sanad. Hanya saja sanad ini lemah sekali. Sebab Sulaiman bin Abu Karimah adalah dha '//(lemah Hadisnya), juwaibir (Ibn Sa'id al- Azdi) adalah matruk (dituduh sebagai pendusta), sedangkan al-Dhahhak (Ibn Muzahim al-Hilali) tidak pernah bertemu dengan Ibn Abbas. Karenanya, sanad ini juga munqa ti' (terputus)
Komentar Ulama
               Kendatipun kualitas Hadis ini demikian buruk, namun substansinya
tetap ramai diperbincangkan para ulama. Al-Suyuti misalnya, dalam kitab risalahnya Jazil al-Mawahib fi Ikhtilaf al-Madzahib menuturkan bahwa "Hadis" ini merupakan mukjizat Nabi Saw, karena beliau telah memberitahukan hal-hal yang akan terjadi, yaitu timbulnya madzhab- madzhab fiqih. Hal ini juga berarti bahwa beliau merelai keberadaan madzhab-madzhab itu di mana hal itu dianggapnya sebagai rahmat
Macam-macam Perbedaan
               Perbedaan pendapat dalam masalah-masalah fiqih yang meru- pakan konsekuensi logis dari adanya lembaga ijtihad dalam Islam, jelas merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah. Keberadaan per- bedaan seperti ini justru sudah dimulai sejak Nabi Saw masih hidup. Namun diakui bahwa ungkapan yang diklaim sebagai Hadis di atas nyaris sering diseret-seret untuk masalah itu, dianggap sebagai dalil yang memberikan justifikasi. Sehingga terdapat kecenderungan untuk lelalu berbeda pendapat dan tidak mau bersatu.
Hadis yang ketiga (Ulama-Umara)
               Seringkah kita mendengar orang meyampaikan sebuah Hadis, di mana intinya apabila para ulama dan para umara (pejabat) bersatu, maka rakyat akan menjadi sejahtera, sementara apabila kedua kelom- pok itu tidak bersatu, rakyat menjadi sengsara. Tampaknya, kualitas Hadis tersebut perlu ditelusuri, siapa rawinya, supaya diketahui apakah Hadis itu shahih atau sebaliknya
Sumber dan Riwayat Hadis 
               Hadis ulama-umara ini diriwayatkan oleh Imam Abu Nu'aim al- Ishfahani (w. 430 H) dalam kitabnya Hilyah al-Auliya, 2 dan Imam Ibn Abd al-Barr (w. 463 H) dalam kitabnya Jami' Bayan al- 'Ilm wa Fadhlih? Dari kitab-kitab ini Hadis itu kemudian dinukil oleh Imam al-Ghazali (w. 505 H) —seperti disebut di atas tadi kemudian oleh Imam al- Suyuti (w. 911 H) dalam kitabnya al-Jami' al~Sha.ghir, berikut pensyarahnya Imam al-Minawi dalam kitabnya Faidh al-Qadir? 
Dalam suatu riwayat, dalam Hadis itu disebutkan al-Umara wa al- Fuqaha, bbukan al-Umara wa al-Ulama, meskipun maknanya tidak beda. Dan menurut Syeikh al Albani, Hadis ini sebelumnya diriwayatkan oleh Tamam dalam kitabnya al-Fawaid? 
Kualitas Hadis
               Al-Hafidh Zein al-Din al-'Iraqi (w. 806 H) dalam kitabnya al-Mughni 'an Hamlal-Asfarfial-Asfarfi Takhrijma fial-Ihya min al-Ahbar, yaitu sebuah kitab yang mentakhrij (menyebutkan sumber-sumber) Hadis yang terdapat dalam kitab Ihya' Ulum al-Din karya Imam al-Ghazali. Sementara Syeikh al-Albani mengatakan bahwa Hadis ini maudhu' 
Sumber Kepalsuan Hadis 
               Sumber kepalsuan Hadis ini adalah seorang rawi dalam sanadnya yang bernama Muhammad bin Ziyad al-Yasykuri Menurut Imam Ah- mad bin Hanbal, Muhammad bin Ziyad adalah Kadzdzab (pendusta) yang juga memalsu Hadis.
Dari keterangan para ulama Hadis tadi, jelaslah sudah bahwa Hadis Ulama-Umaro itu adalah Hadis palsu, sehingga oleh karenanya Hadis Itu tidak perlu dibahas lagi. 
Hadis yang ke empat ( Kemiskinan itu Mendekati Kekafiran')
 
 ان يكون كفرا وكاد الحسد أن يسبق القدركاد الفقر
Riwayat  Hadis 
               Hadis kemiskinan itu diriwayatkan antara lain oleh Imam Abu Nu'aim al-Ishfahani dalam kitabnya Hilyah al-Auliya, Imam Abu Mus- lim al-Kasysyi dalam kitabnya a/Sunan, Imam Abu Ali bin al-Sakan dalam kitabnya al-Mushannaf, Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu'ab al~Iman dan Imam Ibn Adiy dalam kitabnya al-Ma'rifah biDhu'afa al- Rijal. 'Sementara dari segi sanadnya, Hadis ini sangat dha'if, bahkan sudah mendekati maudh u '(pa\su). Sebab di dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Yazid bin Aban al-Raqqasyi. Menurut para ulama kritikus Hadis, Yazid al-Raqqasyi adalah dha'if jiddan (lemah 
sekali)
Hadis yang ke lima (fadilah dan sholat malam nisfu sya’ban)
Sembilan Buah Hadis
               Hadis-hadis tentang fadhilah (keutamaan) malam nishfu sya'ban (tanggal 15 Sya'ban) itu cukup banyak jumlahnya. Menurut perhitungan sementara kami, jumlah Hadis-hadis itu tidak kurang dari sembilan buah, dengan versi yang tidak selamanya sama dan diriwayatkan dari delapan orang Sahabat Nabi Saw Dari sembilan Hadis itu, ada sebuah Hadis yang kualitasnya lemah sekali (dha 'ifjiddan), sementara kualitas delapan buah Hadis lainnya lemah (dfia'ffi namun tidak parah. Hadis- hadis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hadis Ali bin Abi Thalib 
Diriwayatkan dari Ali radhiya Allah 'anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda "Apabila datang Malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah kalian pada malam itu dan puasalah besuknya. Karena Allah akan turun ke langit dunia (yang 
terdekat dengan bumi) seraya berfirman, "Adakah orang yang minta ampun sehingga Aku mengampuninya, adakah orang yang minta rizki sehingga Aku memberikannya kepadanya, adakah orang sakit yang minta disembuhkan sehingga Aku akan me nyembuhkannya. Apakah ada yang meminta ini dan meminta itu." Allah melakukan hal itu sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar."
2. Hadis Mu'adz bin Jabal  
Diriwayatkan dari Mu'adz bin Jabal radhiyallah 'anhu, dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda, "Pada malam Nishfu Sya'ban, Allah akan melihat semua makh- 
lukNya, kemudian mengampuni mereka kecuali yang musyrik (menyekutukan Allah) dan orang yang memusuhi orang lain".
3. Hadis dengan redaksi nomor dua di atas diriwayatkan oleh Imam al-Bazzar dan Imam al-Baihaqi, berasal dari Abu Bakr al- Shiddiq radhiyallah 'anh. Menurut al-Mundziri, Hadis dengan redaksi nomor dua di atas itu sanadnya la ba'sa bi (artinya: baik)
4. Hadis dengan redaksi seperti nomor dua di atas, diriwayatkan oleh Imam Ibn Majah dari Imam Abu Musa al-Asy'ari radhiyallah 'anh. Sementara di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Lahi'ah dan al-Walid bin Muslim. Dua rawi ini menurut Imam al-Bushairi dalam kitab (lengkapnya : Mishbah al-Zujajah fi Zawaid ibn Majah), adalah sama-sama dha'if 
5. Hadis dengan redaksi mirip di atas, diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dari Abdullah bin Amr radhiyallah 'anh. Menurut al-Mundziri, sanad Hadis ini kualitasnya layyin (lemah).
6. Hadis dengan redaksi seperti Hadis nomor dua, diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi, dari Katsir bin Murrah. Menurut al-Baihaqi sendiri, sanad Hadis ini nilainya mursal jayyid (mursal yang baik)
7.Hadis dengan redaksi yang agak sama dengan Hadis nomor dua di atas, diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dan Imam al- Baihaqi, dari Abu Tsa'labah radhiyallah anh. Menurut al-Baihaqi, sanad Hadis ini nilainya mursal jayyid.
8. Hadis yang maknanya seperti Hadis-hadis di atas, diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dari Aisyah radhiyallah 'anha. w Sanad Hadis ini munqathi ''(terputus)." 
9. Hadis yang maknanya seperti Hadis-hadis di atas, diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi, dari Aisyah radhiyallah 'anha. Menurut al-Baihaqi, sanad Hadis ini mursal jayyid.
Hasan U Ghairih 
               Itulah sembilan buah Hadis yang berkaitan dengan fadhilah, keutamaan malam Nishfu Sya'ban. Dan seperti dituturkan di depan tadi, Hadis nomor satu kualitasnya maudhu '(palsu). Sementara Hadis nomor dua sampai sembilan kualitasnya dha 'if (lemah). Delapan Hadis tersebut di atas, yaitu nomor dua sampai sembilan, ternyata kelemahannya tidak karena rawinya pendusta dan atau karena ia pelaku maksiat {fasicfi. Oleh karena itu. Hadis-hadis tentang fadhilah malam Nishfu Sya'ban itu secara keseluruhan kualitasnya meningkat menjadi hasan li ghairih.
Shalat Khusus Malam Nishfu Sya'ban 
               Jelaslah sudah bahwa orang yang berpendapat bahwa tidak ada dalil atau Hadis yang shahih tentang fadhilah malam Nishfu Sya'ban adalah karena ia hanya melihat Hadis yang nomor satu saja dan tidak melihat Hadis-hadis nomor dua sampai sembilan. Karena delapan buah Hadis yang disebut terakhir ini kualitasnya hasan li ghairih, suatu kualitas Hadis yang cukup kuat. Sekiranya Hadis fadhilah malam Nishfu Sya'ban itu masih tetap dha'if, maka hal itu juga masih dapat dipakai sebagai dalil, karena kadha'ifannya tidak parah dan tidak berkaitan dengan akidah dan penetapan hukum halal atau-haram. 
Hadis yang keenam (Ramadhan diawali rahmat)
Teks Hadis 
 
Hadis ini nyaris paling sering dikumandangkan pada setiap acara  pada bulan Ramadhan. Teks selengkapnya adalah sebagai berikut: 
اول شهر رمضان رحمة وأوسطته مغفرة وأخره عتق من النار. 
Permulaan bulan Ramadhan itu rahmat, pertengahannya maghfirah, dan penghabisannya merupakan pembebasan dari neraka".
Kualitas Hadis 
               Menurut Imam al-Suyuti, Hadis ini nilainya dha '/f (lemah), dan menurut ahli Hadis masa kini, Syeikh Muhammad Nashir al-Din al- Albani mengatakan bahwa Hadis ini adalah munkar? Pernyataan al- Albani ini tidak berlawanan dengan pernyataan al-Suyuti, karena Hadis munkar adalah bagian dari Hadis dha'if. Hadis munkar adalah Hadis di mana dalam sanadnya terdapat rawi yang pernah melakukan kesalahan yang parah, pelupa, atau ia seorang yang jelas melakukan maksiat [fas/q)f Hadis /Tw^a/termasuk katagori Hadis yang sangat lemah dan tidak dapat dipakai sebagai dalil apa pun. Sebagai Hadis dha 'if ( lemah), ia menempati urutan ketiga sesudah matruk (semi palsu) dan maudhu' (palsu). Sumber kelemahan Hadis ini adalah dua orang rawi yang masing- masing bernama Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin al-Shalt.
Hadis ke tujuh (Pergi Haji Dengan Uang Haram)
من حج بمال حرام فقال لبيك اللهم.................................
 
Orang yang beribadah haji dengan harta haram, maka ketika ia mengatakan, "Aku penuhi panggilanMu, wahai Allah", Allah menjawab kepadanya, Tidak ada artinya ucapan-aku penuhi panggilanMu-itu. Dan ibadah hajimu ditolak. 
Rawi dan Sanad Hadis 
               Hadis dengan redaksi seperti di atas ini diriwayatkan oleh Imam Ibn Mardawaih dalam kitabnya Tsalatsah Majalis min al-Amali, Imam al-Ashbihani dalam kitabnya al-Targhib, dan Imam Ibn al-Jauzi dalam kitabnya Manhaj al~Qashidin. Sementara sanadnya adalah: al-Dujain bin Tsabit al-Yarbu'i, dari Aslam mantan sahaya Umar bin al-Khattab, dari Umar bin al-Khattab dari Nabi Saw.
Kualitas Hadis 
               Hadis pertama yang diriwayatkan oleh Imam lbn Mardawaih nilainya dhaif (lemah). Letak kelemahannya adalah rawi yang bernama al-Dujain bin Tsabit al-Yarbu'i. Menurut Imam al-Dzahabi, al-Dujain la yuhtajju bih (tidak dapat dijadikan hujjah), artinya tidak dapat diandalkan Hadisnya. Menurut Imam Yahya bin Ma'in, al-Dujain laisa haditushu bi syai' (Hadisnya tidak memiliki nilai apa-apa). Imam Abu Hatim dan Imam Abu Zur'ah menuturkan bahwa al-Dujain adalah dha 1f (lemah Hadisnya). Al-Nasa'i mengatakan, al-Dujain laisa bitsiqah (tidak dapat dipercaya). Sementara Imam al-Daruquthni dan lain-lain menilai al-Dujain tidak kuat. 4 Begitulah penilaian ulama kritikus Hadis atas al- Dujain. 
Uang Halal Uang Haram 
               Istilah "uang halal" dan "uang haram" tampaknya sudah berkem- bang dalam masyarakat. Masyarakat mengenal adanya istilah uang haram dan uang halal, bahkan ada juga istilah anak haram. Sebenarnya, dari sudut terminologi Hukum Islam, tidak dikenal adanya istilah uang haram atau uang halal. Hal itu karena halal atau haram itu adalah suatu hukum, dan hukum hanya berkaitan dengan perbuatan manusia saja (fi'l al-mukallaf). Hukum tidak berkaitan dengan benda. Karenanya, sebutan uang haram itu harus diartikan sebagai uang yang diperoleh dengan cara atau usaha yang haram. Begitu juga uang halal, ia adalah uang yang diperoleh dengan cara yang halal.
 Hadis kedelapan (Tanpa nabi Muhammad dunia tidak tercipta)
Hadis Chidsi 
Bunyi matan Hadis tersebut adalah sebagai berikut: 
لو لاك يا محمد ما خلقت الأفلاك
Seandainya bukan karena kamu hai Muhammad, niscaya Aku tidak akan menciptakan dunia ini. 
               Dalam disiplin Ilmu Hadis, Hadis seperti di atas itu disebut Hadis Qudsi. Hadis Qudsi adalah firman Allah yang tidak tercantum dalam al-Qur'an. Berbeda dari al-Qur'an yang memiliki nilai mukjizat. Hadis Qudsi tidak memiliki nilai mukjizat. Dalam hal otentisitas, Hadis Qudsi sama seperti Hadis Nabawi, ada yang shahih, hasan, dha'if, bahkan ada juga yang maudhu '(palsu), sementara al-Qur'an semuanya shahih. 
Keistimewaan Nabi Muhammad Saw 
Hadis yang disebutkan di atas tadi sebenarnya hanyalah sebuah kalimat penutup dari sebuah Hadis yang cukup panjang. 
Rawi Hadis 
Hadis dengan teks seperti di atas tadi diriwayatkan oleh Imam Ibn  Asakir, kemudian dinukil oleh Imam Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al- Maudhu'at al-Kubra} dan selanjutnya ditulis kembali oleh Imam Jalai al-Din al-Suyuti dalam kitabnya al-La'ali al-Mashnu'ah Fial-Ahadits al-Maudhu 'ah dan Ibn Araq al-Kannani dalam kitabnya Tanzih al- Syari'ah al-Marfu ah 'an al-Ahadits al-Syani'ah al-Maudhu 'ah? Dalam kitab-kitab ini Hadis itu ditulis lengkap dengan sanadnya. 
Kualitas Hadis 
               Hadis yang sudah terlanjur kondang di kalangan masyarakat awam ini kualitasnya ternyata sangat-sangat mengejutkan. Karena ia bukan sekadar maudhu '(palsu), tetapi sangat dan sangat palsu. Imam Ibn al- Jauzi begitu pula Imam Jalai al-Din al-Suyuti telah menetapkan bahwa Hadis ini maudhu', begitu pula Imam Ibnu Araq al-Kannani A Demikian pula Imam al-Shaghani dalam kitabnya al-Ahadits al-Maudhu'ah? Sementara Syeikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani juga ber- pendapat demikian. Letak kepalsuan Hadis ini adalah pada tiga orang rawi yang bernama Abu al-Sikkin Muhammad bin Isa bin Hayyan al-Madaini, Ibrahim bin al-Yasa', dan Yahya al-Bashri. Menurut Imam al-Darquthni, Abu Sikkin lemah. Sedangkan Ibrahim dan Yahya al-Bashri, dua-duanya matruk (dituduh berdusta ketika meriwayatkan Hadis karena perilakunya sehari-hari dusta). Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Saya selalu membakar Hadis-hadis Yahya al-Bashri." Sementara menurut Imam al- Fallas, Yahya al-Bashri adalah seorang pendusta [kadzdzab) yang selalu menyebarkan Hadis-hadis palsu.
Hadis yang kesembilan ( Ibadah Haji dan Ziarah Kubur Nabi Saw )
               Ziarah kubur adalah suatu ibadah yang dianjurkan (mustahabbah), karena ia dapat mengingatkan pelakunya akan akhirat. Tentu saja selama ia tidak dibarengi dengan hal-hal yang menjurus kepada kemusyrikan. Dalam kaitan ziarah kubur ini biasanya para jamaah haji yang pergi ke Makkah menyempatkan diri pergi ke Madinah untuk berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw. Demikian lazimnya kebiasaan ini sampai ada yang beranggapan bahwa orang yang pergi untuk beribadah haji di Makkah dan ia tidak berziarah ke makam Nabi Saw di Madinah dinilai berperilaku tidak sopan kepada Nabi Saw. Bahkan ada juga yang menganggap ibadah hajinya tidak sempurnasementara Hadis-hadis yang mengaitkan antara ziarah kubur Nabi Saw dengan ibadah haji sekurang-kurangnya ada dua buah seperti berikut ini.
من حج البيت ولم يزرني فقد دفاني
Orang yang beribadah haji di Baitullah, dan ia tidak menziarahi aku, maka 
sesungguhnya ia telah menyeterui (memusuhi) aku. 
Rawi dan Sanad Hadis 
Hadis pertama diriwayatkan antara lain oleh ; Imam Ibn Hibban al-Busti (w. 354 H) dalam kitabnya, Kitab al- Majruhin min al-Muhadditsin wa al-Dhu'afa wa al-Matrukin, dengan sanad: Ahmad bin "Ubaid Bahamdan— Muhammad bin Muhammad bin al-Nu'man bin Syibl— kakeknya (al-Nu'man bin Syibl)— Malik Nafi' — Abdullah bin 'Umar — Nabi Saw.
Sementara Hadis yang kedua diriwayatkan antara lain oleh al-Imam al-Thabrani (w 360 H) dalam kitabnya al-Mu'jam ai-Kabirdan al-Mu'jam al-Ausath, Imam Ibn 'Adiy dalam kitabya al-Kamil fi-Dhu'afa al-Rijal, Imam al-Daruqutni dalam kitabnya al-Sunan, dan lain-lain. 7 Semuanya dengan sanad: Hafsh bin Sulaiman al-Laits bin Abu Sulaim — Mu- |ahid — Abdullah bin 'Umar — Nabi Saw.
Kualitas Hadis 
Hadis pertama, menurut Imam al-Dzahabi, begitu pula Imam al- Shaghghani,adalah maudhu '(palsu). al-Shaghghani, Ibn al-Jauzi, dan al-Syaukani juga mencantumkannya dalam kitab-kitab mereka yang khusus ditulis untuk Hadis-hadis palsu. Sementara ahli Hadis kontemporer Syeikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani juga menilainya palsu." Sumber kelemahan atau kepalsuan Hadis ini adalah dua hal, yaitu sanad dan matan. Dari segi sanad, dalam Hadis ini terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Muhammad, dan kakeknya al-Nu'man bin Syibl. Dua orang rawi cucu berkakek ini sangat lemah periwayatan 
Hadisnya.
ziarah Tiga Masjid 
               Meskipun dua buah Hadis tentang ziarah kubur Nabi Saw di atas Itu palsu, namun tidak berarti bahwa ziarah kubur Nabi Saw itu dilarang atau haram. Seperti disinggung di depan, ziarah kubur adalah suatu Ibadah yang mustahabbah (dianjurkan), baik yang diziarahi itu kubur seorang Nabi maupun orang biasa. Dan rasanya tidak ada seorang pun ulama yang mengharamkan ziarah ke makam Nabi Saw. Yang menjadi masalah di sini adalah mengaitkan ziarah ke kubur Nabi Saw 
Itu menjadi satu paket dengan ibadah haji. Itulah yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama, karena Hadis-hadis untuk itu semuanya palsu. 
Memang, Nabi Saw sendiri membenarkan pengaitan ziarah ke Masjidil Haram di Makkah dengan Masjid Nabawi di Madinah, bahkan dengan Masjidil Aqhsha di Jerusalim Palestina. Ziarah ke tiga masjid ni memang dianjurkan, berdasarkan sebuah Hadis shahih.Jadi paket perjalanan haji atau umrah yang berisi kunjungan (ziarah) ke Makkah dan Madinah, adalah berdasarkan Hadis shahih ini, bukan berdasarkan Hadis-hadis palsu tadi. Bahkan seharusnya, kalau keadaan dan situasi memungkinkan, paket ziarah itu juga ke Masjidil Aqhsha di al-Quds (Jerusalem) Palestina. Mudah-mudahan.
Hadis yang kesepuluh (Bekerja untuk dunia seperti akan hidup selamanya)
Matan Hadis 
Hadis tersebut memang cukup populer di kalangan masyarakat.Selengkapnya Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا....................... 
 “Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup 
selamanya, dan bekerjalah kamu untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu 
akan mati besuk”
Bukan Sabda Nabi 
               Menurut Syeikh Muhammad Nashiral-Din al-Albani, Hadis dengan redaksi seperti di atas tidak memiliki sanad sama sekali (la ashla /ah) artinya tidak berasal dari Nabi Saw [Hadis marfu), meskipun diakui ia sangat populer di kalangan masyarakat, terutama pada masa-masa belakangan. Syeikh Abd al-Karim al-'Amiri al-Ghazzi, pengarang kitab al-Jidd al-Hatsis fi Bayan Ma Laisa biHadits, yaitu kitab yang memuat ungkapan-ungkapan yang diklaim sebagai Hadis padahal bukan Hadis, ternyata tidak memasukkan Hadis di atas itu di dalam kitabnya.
 
 
Hadis Mauquf 
               Dalam beberapa sumber, misalnya Kitab Gharib aI~Hadits karya Ibn Outaibah, kitab Zawaid Musnad al-HaritsYarja al-Haitsami, kitab Tsiqat Atba' al-Tabi'in karya Ibn Hibban, dan kitab Al~ZuhdV.axya Ibn al-Mubarak, Hadis tersebut ditemukan dengan sanadnya, hanya saja tidak bersumber dari Nabi Saw,melainkan dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Amr bin al-Ash.
Hadis mauquf dapat memiliki status sama dengan Hadis marfu' apabila ia berkaitan dengan turunnya al-Qur'an, misalnya seorang menerangkan bahwa ayat ini diturunkan dalam peristiwa ini, dan sebagainya, dan atau hal itu tidak berkaitan dengan masalah ijtiha- diyah. Masalah ijtihadiyah adalah hal-hal yang merupakan pemikiran para Sahabat sendiri, baik yang berkaitan dengan hukum atau yang lain." Masalah yang tidak termasuk ijtihadiyah adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan hal-hal ghaib (umurghaibiyah), misalnya tentang lurga, neraka, dan lain-lain. Hadis di atas tadi, atau tepatnya ungkapan Abdullah bin Amr, hanyalah berkaitan dengan pemikiran beliau sendiri tentang masalah keduniaan. Karenanya, ia tidak dapat memperoleh status sebagai Hadis marfu', dan pada gilirannya gugurlah ia sebagai hujjah (argumen). 
Kualitas Hadis 
               Setelah diketahui bahwa ungkapan tersebut bukan Hadis Nabi Saw, maka sebenarnya tidak perlu lagi diteliti apakah ia memiliki otentisitas Sebagai Hadis Nabi. Karenanya, ia tidak perlu dibahas terlalu jauh. Namun sebagai ungkapan Sahabat, apakah ia memiliki otentisitas? Ternyata tidak demikian. Dalam sumber-sumber yang telah disebutkan di atas tadi, sanad atau transmisi ungkapanAbdullah bin Amr itu ternyata munqati' (terputus). Karenanya ia dalam kapasitasnyasebagai ungkapan atau pendapat Sahabat  juga tidak shahih. Dari segi matan atausubstansinya, ungkapan di atas juga perlu ditinjau kembali. Sebab ungkapan tadi mengandung perintah agar kita mencari harta dunia dengan luar biasa seperti kita akan hidup di dunia ini selama-lamanya. Hal ini sangatlah berlawanan dengan ajaran Islam secara umum yang menghendaki agar manusia bersikap zuhud dan agar selalu ingat mati serta tidak melamun untuk hidup di dunia selama-lamanya. Dalam al-Qur'an maupun Hadis-hadis shahih tidak 
ada satu pun perintah agar manusia mencari harta dunia.. Dalam al-Qur'an misalnya, ada dua ayat yang disebut-bagai berkaitan dengan mencari dunia. Tetapi apabila dicermati, masalahnya tidaklah seperti itu. Surah al-Qashash ayat 77 mengatakan, Carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu lupa bagianmu di dunia. 
Hadis yang kedua puluh (Seekor Kijang Menyalami Nabi Saw )
 
Penghormatan Kijang 
               Tidak ada keterangan yang jelas, apa sebenarnya yang mengilhami gerakan-gerakan tubuh dalam seni hadrah itu. Hanya saja ada yang mengatakan, konon gerakan-gerakan itu diilhami oleh gerakan seekor kijang yang memberi hormat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw. Konon ada seekor kijang yang datang menghadap Nabi Saw, dan minta perlindungan dari beliau. Kijang ini memberikan hormat dan salam matan kepada Nabi Saw. Gerakan-gerakan kijang inilah konon yang mengilhami gerakan-gerakan seni hadrah itu kepada Nabi Saw sambil berdiri di atas dua kaki yang belakang, sementara dua kaki yang muka digunakan untuk memberi penghormatan kepada Nabi Saw. Gerakan-gerakan kijang inilah konon yang mengilhami gerakan-gerakan seni hadrah itu.
Hadis Populer 
               Kisah ini tampaknya sangat populer, khususnya dikalangan masyarakat awam. Sebagai indikasi, kisah tersebut tercantum dalam kitab-kitab yang khusus berisi tentang Hadis-hadis yang populer di masyarakat. Dalam kitab-kitab ini, kisah tersebut lazim disebut dengan Hadits Taslim al-Ghazalah (Hadis tentang penghormatan kijang). Kisah tersebut juga banyak dimuat dalam kitab-kitab madaih {pu- ji-pujian kepada Nabi Saw), termasuk kitab-kitab maulid. Dalam kitab Maulid al-Barzanji Nadham (puisi), kisah itu disebutkan dalam satu bait saja. 
واستجارات يا حبيبي # عندك الظبي النفور
  Hai kekasihku (Nabi Saw),
                                              Seekor kijang yang liar
Telah minta pertolongan,
                                              di hadapanmu.'
 
Meskipun dalam kitab Maulid al-Barzanji Nadham ini tidak disebutkan taslim al-ghazalah (salam seekor kijang), namun tampaknya salam itu sendiri sudah merupakan satu kesatuan dengan kisah di mana kijang tersebut minta pertolongan kepada Nabi Saw. 
Hadis Palsu 
               Ahli Hadis dan sekaligus Ahli Tafsir kondang, Imam Ibn Katsir (w. 774 H) mengatakan bahwa Hadis taslim al-ghazalah (penghormatan kijang) itu laisa lahu ashl (tidak ada sumbernya). Kata laisa lahu ashl itu adalah ungkapan lain untuk Hadis maudhu '(palsu). Beliau bahkan mengatakan, "Siapa yang menisbahkan Hadis itu kepada Nabi Mu hammad Saw, maka ia benar-benar bohongImam Ibn Hajar al-'Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya Fath ah Bari, juga menegaskan hal yang sama. Beliau berkata, 'Adapun Hadis tentang penghormatan kijang (kepada Nabi Saw), maka kami tidak menemukan sanadnya, baik sanad yang kuat maupun yang lemah".Sementara itu al-Sakhawi (w. 902 H) dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah, setelah menukil pendapat Imam Ibn Katsir, mengatakan,, "Tetapi secara umum ada Hadis-hadis yang menyebutkan bahwa se- 
ekor kijang pernah berbicara dengan Nabi Saw Hadis-hadis ini saling menguatkan, dan disebutkan oleh guru kami (Imam Ibn Hajar) dalam kitab Takhrij Ahadits al-Mukhtashar.
Mu'jizat Nabi Saw 
               Syaikh Abd al-Fattah Abu Ghuddah, seorang Ahli Hadis kon- temporer dari Syiria menegaskan bahwa Hadis-hadis tentang seekor kijang berbicara kepada Nabi Saw itu semuanya lemah. Hadis-hadis itu tidak dapat dijadikan pegangan untuk menetapkan sesuatu yang merupakan keluarbiasaan Nabi Saw. Dan meskipun Hadis-hadis itu memiliki sanad (jalur periwayatan, silsilah keguruan) yangbanyak, sehingga Hadis itu tidak dapat disebut Hadis palsu, tetapi substan- sinya yang merupakan mu'jizat Nabi itu tidak dapat ditetapkan dan  dibuktikan kecuali dengan Hadis yang shahih. 
Dan setelah diteliti, sanad-sanad Hadis tersebut sangat lemah, sedangkan matan-matannya juga saling berlawanan (kontradiksi), dan sulit untuk dikompromikan. Al-Allamah al-Zurqani dalam kitabnya Syarh al-Mawahib al-Laduniyah, juga menyebutkan seperti itu. Karenanya, apa yang dimaksud oleh Imam Ibn Katsir itu bahwa Hadis penghormatan kijang kepada Nabi Saw itu tidak ada sumbernya,  adalah juga mencakup pembicaraan kijang kepada Nabi Saw. Jadi, bukan sekedar penghormatan atau salam saja, seperti yang dipahami oleh al-Allamah Ali al-Qari, ketika mensyarahi kitab al-Syifa karya al- Qadhi Iyadh. Demikian Syeikh Abd al-Fattah Abu Ghuddah .
Kesimpulannya, Hadis tentang taslim al-ghazalah (penghormatan seekor kijang kepada Nabi Saw) adalah— seperti penegasan Imam Ibn Katsir— adalah palsu. Sedangkan Hadis tentang seekor kijang berbicara kepada Nabi Saw adalah sangat lemah. Dan Hadis-hadis yang lemah (dha'if) tidak dapat dipakai sebagai dalil untuk menetapkan adanya mu'jizat, karena masalah mu'jizat adalah masalah aqidah yang tidak dapat ditetapkan kecuali dengan al-Qur'an dan atau Hadis yang shahih.
Hadis yang terakhir (Shalat Memakai Surban) 
 
               Seorang petani tua yang tinggal di sebuah desa di Jawa Tengah selalu rajin shalat berjamaah setiap waktu. Setiap hendak shalat ia selalu memakai iket, yaitu sehelai kain berwarna hitam yang diikatkan di kepala. Di daerah lain, kain pengikat dan penutup kepala itu disebut udeng. Suatu saat ia ditanya kawannya, mengapa ia selalu memakai iket bila hendak shalat. la menjawab, berdasarkan keterangan salah seorang gurunya, seorang kiai di Jawa Tengah juga, shalat dengan memakai iket itu pahalanya tujuh puluh, sedangkan shalat dengan memakai kopiah pahalanya hanya satu. Katanya lagi, keterangan gurunya itu berdasarkan sebuah Hadis Nabi Saw Sementara bagi yang sudah beribadah haji, iket itu diganti dengan surban
Surban Jawa 
                Bila demikian halnya, maka bagi orang Arab sana, mereka tidak  memakai iket, melainkan memakai surban, Contoh lain yang serupa tetapi tidak sama adalah apa yang terjadi di Sulawesi Tenggara. Dalam sebuah pertemuan para pemimpin 
pesantren se-Sulawesi Tenggara di Kendari, pada bulan Januari 2003 yang lalu, seorang peserta yang mengaku dari pulau Buton berdiri dan bertanya kepada kami yang waktu itu sedang mengajarkan ilmu Hadis. Kata peserta itu, "Di daerah kami di pulau Buton, orang-orang selalu memakai surban bila shalat, khususnya shalat Jum'at. Kata mereka, memakai surban pada waktu shalat itu lebih afdhal, dan itu berdasarkan sebuah Hadis. Pertanyaan kami, shahihkah Hadis yang menerangkan memakai surban itu
Tujuh Puluh Rakaat 
Ada beberapa Hadis yang berkaitan dengan keutamaan memakai surban pada waktu shalat itu. Salah satunya ialah Hadis:   
ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة يلا عمامة 
 “Dua rakaat dengan memakai surban lebih bagus daripada tujuh puluh rakaat 
tanpa memakai surban. 
 
               Menurut Imam al-Suyuthi dalam kitabnya al-Jami' al-Shaghir, Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Dailami dalam kitab Musnad al-Firdaus} Imam al-Minawi dalam kitabnya Faidh al~Qadir, sebuah kitab syarah (penjelasan) atas kitab al~Jami al-Shaghir, mengatakan bahwa Hadis ini semula diriwayatkan oleh Imam Abu Nu'aim aUlshfahani,dan dari- padanya Imam al-Dailami meriwayatkan Hadis itu. Karenanya, begitu lanjut al-Minawi, seandainya Imam al-Suyuti menisbatkan Hadis itu kepada Imam Abu Nu'aim tentu hal itu lebih baik.
Untuk mengetahui sanadnya lebih kongkrit, Syeikh Muhammad Nashiral-Din al-Albani pernah mencari Hadis itu lewat kitab al-Bughyah fi TartibAhaditsal-Hilyah, yaitu kitab fihris (indeks) untuk Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Hilyah al-Auliya.
Hadis Palsu 
               Imam al-Suyuthi menuturkan bahwa Hadis tadi itu kualitasnya dhaif (lemah), tanpa menyebutkan alasan kedhaifannya. Sementara Imam al-Minawi menyebutkan bahwa kelemahan Hadis ini karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Thariq bin Abd al-Rahman yang oleh al-Dzahabi dimasukkan ke dalam rawi-rawi yang dhaif. Imam al- Nasai juga menilai Thariq bin Abd al-Rahman sebagai rawi yang tidak kuat. Bahkan al-Sakhawi menegaskan, Hadis ini La yatsbut (tidak shahih), Syeikh al-Albani juga menegaskan bahwa Hadis ini maudhu (palsu).
Shalat Jumat Bersurban 
               Hadis tentang keutamaan memakai surban pada waktu shalat itu, tampaknya tidak sendirian. Ada hadis lain yang senada dengan hadis di atas, tetapi itu tadi kualitasnya dipermasalahkan. Hadis-Hadis lain itu antara lain yang artinya: 
  Satu kali shalat dengan memakai surban mengimbangi dua puluh lima shalat 
tanpa memakai surban. Dan satu kali shalat Jum'at dengan memakai surban  mengimbangi tujuh puluh shalat Jum'at tanpa memakai surban. Sesungguhnya para malaikat itu mendatangi shalat Jum'at dengan memakai surban, dan mereka 
memohonkan ampunan untuk orang-orang yang memakai surban sampai matahari terbenam
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Dailami, Ibnu al-Najjar, dan Ibnu Asakir. Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Lisan al~ Mizan, Hadis ini munkar bahkan maudhu (palsu).
Nabi Saw Memakai Surban 
               Apabila Hadis-hadis tentang keutamaan memakai surban pada waktu shalat itu palsu, dan pada gilirannya Hadis-hadis itu tidak boleh dijadikan dalil sama sekali, bahkan disebut-sebut pun tidak boleh kecuali untuk dijelaskan kepalsuannya, maka apakah memakai surban itu tidak boleh? 
Tunggu dulu. Shalat dengan memakai surban berbeda dengan memakai surban secara umum, baik pada waktu shalat maupun di luar shalat. Hadis-hadis tentang keutamaan shalat dengan memakai surban, seperti yang disebutkan di atas itu semuanya palsu. Namun demikian, hal itu tidak berarti kita tidak boleh memakai surban sama sekali baik pada waktu shalat maupun di luar shalat. Sebab untuk memakai surban ini Hadisnya banyak sekali dan shahih. Antara lain
عن جابر بن عبد الله الأنصاري أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم دخل يوم فتح مكة وعليه عمامة سوداء.  
      “Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari bahwa Rasulullah Saw memasuki  Makkah pada waktu Pembebasan Makkah dengan memakai surban hitam
 
               Karenanya, keshahihan Hadis yang menerangkan bahwa Nabi Saw memakai surban secara umum, tidak dipersoalkan lagi. Menurut para ulama, Hadis-hadis itu menunjukkan bahwa memasuki Makkah tanpa memakai ihram hukumnya boleh. Begitu pula memakai surban hitam hukumnya juga boleh, baik ketika bekhutbah 
maupun di luar khutbah. Bahkan berpakaian warna hitam juga boleh. Hanya saja, pakaian berwarna putih tetap afdhal karena ada Hadis shahih yang menyebutkan demikian. Demikian seperti yang dituturkan Imam al-Nawawi dalam kitabnya Syarh Muslim
 
 
KHATIMAH
 
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta 'ala, atas taufiq-Nya jualah penulisan buku ini selesai. Ditilik dari waktunya, penyiapan buku ini cukup lama. Betapa tidak, Hadis yang pertama disiapkan pada bulan Desember 1 994, sedangkan Hadis terakhir disiapkan pada bulan Maret 2003. Maka penyiapan buku ini hampir menelan waktu sembilan tahun. Namun demikian hal itu wajar saja, karena untuk menyiapkan isi buku ini, kami menunggu apa yang berkembang di masyarakat. Bahkan sebagian pembahasan Hadis yang terdapat dalam buku ini, berasal dari kejadian yang terjadi jauh sebelum tahun 1994 itu. Misalnya Hadis tentang sambutan Nabi Saw pada waktu beliau hijrah ke Madinah dan Hadis tentang sisa makanan mukmin itu obat. Sekali lagi kami bersyukur, karena kami masih diberi umur oleh Allah untuk menyelesaikan buku ini. Buku ini menurut kami berisi informasi penting tentang Hadis-hadis yang dipermasalahkan di kalangan masyarakat. Buku ini menjadi penting karena jarang orang yang mau menekuni bidang Hadis dan ilmu Hadis, sehingga ia dapat memberikan informasi tentang status dan permasalahan dari hal-hal yang berkaitan dengan Hadis dan Ilmu Hadis. Dan kendati buku ini merupakan buku kami yang ke- 1 6 dari buku- buku kami yang sudah diterbitkan, namun ia menempati posisi yang sangat strategis, karena ia berisi Hadis-hadis yang dipermasalahkan oleh umat. Karenanya, tidak heran, ketika pihak Penerbit Pustaka Firdaus melihat naskah buku ini tergeletak di meja tamu rumah kami, ia minta supaya naskah buku ini diserahkan kepadanya. Namun kami tidak menyerahkannya, karena isinya baru memuat 25 bahasan Hadissementara kami ingin menambahinya 5 buah Hadis lagi. Bagaimanapun, melalui buku ini, kami telah memberikan suatu informasi penting kepada umat, khususnya yang berkaitan dengan Hadis Nabawi, karena hal itu berhubungan erat dengan masalah agama mereka. Akhirnya, dengan selesainya buku ini, kami berharap agar kami dimasukkan oleh Allah ke dalam kelompok orang-orang yang membela Sunnah Nabi Muhammad Saw dan menangkis kebohongan kebohongan yang dituduhkan kepada beliau. Amin. 
 
BIOGRAFI
Ali Mustafa Yaqub merupakan sosok pribadi intelektual Muslim, la dikenal sebagai pakar Ilmu Hadis. Sebab itu tidak mengherankan bila ia mengembangkan dakwah Islamiyah lewat perspektif Hadis. Dan, kalau berbicara soal Hadis berikut kisi-kisi kehidupan, perilaku, dan tindakan Rasulullah Saw, Ali Mustafa Yaqub memang memiliki otoritas.
Selain itu Ah Mustafa Yaqub juga seorang dai. Siraman ro- hani yang disampaikannya selalu menyejukkan hati pende- ngarnya. Kiranya tidak berlebihan bila saya menganggap dia seorang dai yang baik. Ah Mustafa Yaquh juga pribadi yang ikhlas. Hatinya baik. Dan bila menjelaskan Islam, dia paparkan sesuai dengan penguasaan di bidangnya, utamanya pada bidang Hadis 
 
 
Prof. KH. Ali Yafie 
Tabloid JURNAL ISLAM, No, 70 

Jakarta, 2-8 Dzulhijjah 1422 H/15-21 Februari 2002 M 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda