gagasan menuju persatuan umat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai mahluk social tidak
bisa dilepaskan dari hubungan interaksi social atau antar manusia dengan
sesamanya, hubungan antar manusia dalam masyarakat ditata dalam suatu tatanan
normatife yang disepakati bersama oleh masyarakat tersebut yang disebut nilai
atau norma yang menjamin terwujudnya harmoni dalam bentuk kedamaian dan
ketentraman.
Interaksi social antar anggota maupun kelompok dalam masyarakat seringkali
diwarnai dengan konflik yang dapat mengganggu terwujudnya harmoni tersebut
disebabkan karena adanya persepsi, kepentingan, maupun tujuan yang berbeda diantara
individu maupun kelompok dalam masyarakat. Perbedaan antar anggota maupun
kelompok yang berpotensi konflik dan bersifat destruktif antara lain karena
adanya perbedaan agama. Konflik antar penganut agama biasanya dipicu oleh
prasangka antara penganut satu agama dengan yang lain yang berkembang menjadi
isu – isu yang membakar emosi ,munculnya sikap –sikap tersebut tidak datang
dengan sendirinya, melainkan dikarenakan sebab ,seperti ketiadaan saling
pengertian antar pemeluk agama ( mutual understanding), adanya kesalahan dan
kekeliruan dalam memahami tek-tek keagamaan dan masuknya unsure-unsur
kepentingan diluar kepentingan agama yang luhur.
Agama
sebagai pedoman prilaku yang suci mengarahkan penganutnya untuk saling
menghargai dan menghormati, tetapi seringkali kenyataanya menunjukkan
sebaliknya, para penganut agama lebih tertarik kepada aspek –aspek yang
bersifat emosional. Dalam hal ini pemakalah mengungkapkan agama dengan makna
subtansialnya dalam menjawab soal-soal kemanusiaan, yakni ketika agama tidak
lagi berfungsi sebagai pedoman hidup yang mampu melahirkan kenyamanan spiritual
dan obyektif dalam segala aspek kehidupan umat manusia. Atau dalam istilah ketika
agama menjadi candu masyarakat. Macam itulah yang sedang dialami masyarakat
atau bangsa Indonesia menghadapi tantangan bergesernya fungsi agama. Konflik
antar agama, radikalisme dan terorisme menjadi masalah besar bangsa dan harus
dicarikan penyelesaian secara tepat. Agama tampaknya bukan lagi alat kedamaian
umat , tetapi sudah menjadi ancaman menakutkan. Hal ini dapat dilihat dari
hubungan positif antara praktik beragama dengan aksi kekerasan yang sering
terjadi. Sebab kekerasan adalah adanya factor pemahaman agama, terutama praktik
dan pemahaman beragama yang mengarah sikap fanatisme dan militansi.
Adanya konflik dan ketidakharmonisan antar pemeluk agama akan sangat merugikan bangsa dan
Negara termasuk bagi pemeluk agama itu sendiri, ketidakharmonisan, apalagi
konflik akan berdampak pada semua aspek kehidupan, stabilitas politik,
pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan social dan budaya akan terganggu.
Sedangkan masyarakat pada suasana ketidakpastian , ketakutan, dan akan muncul
perasaan saling tidak mempercayai.
Agama
yang dipandang dan diamalkan semata-mata sebagai perangkat upacara dan hukum,
tidaklah cukup. Agama, khususnya Islam mendorong umatnya untuk melaksanakan
ajaran-ajaran secara utuh dan menjalin uhkwatul Islamiyah , toleransi antar
sesama manusia ,alam lingkungan dan dengan sang pencipta (sang kholik)[1].
Rosulullah menggambarkan ukhwatul
Islamiah dengan contoh- contoh misalnya :
“ Muslim
yang satu dengan yang lainya seperti suatu bangunan yang saling menguatkat”,
atau semacam satu tubuh.”[2].
Untuk membangun
kultur hidup rukun
dan toleransi, maka dengan
Mengembangkan system kerja sama umat ,
pendidikan semenjak dini,
persamaan dalam beraqidah khususnya aqidah Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana mengembangkan
system kerja sama umat ?
2.
kendala apa saja yang dihadapi untuk mencapai
persatuan
umat ?
3.
Bagaimana solusi untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut ?
4.
Bagaimana upaya untuk menjaga
kerukunan diantara mereka ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mengembangkan system kerja sama umat
Untuk mencapai persatuan dikalangan umat
Islam, pertama, kita harus mencari common denominator: suatu persamaan kriteria
pengikat dalam satu pokok, senasib. Kita tahu bahwa kaum mukmin itu bersaudara,
innamâl mu’
minûna ikhwah. jadi siapa saja yang seiman, bersaudara. Inilah ikatan
utama, sama-sama percaya kepada allah,
mengakui bahwa Muhammad itu rasulullah, al-Quran itu kitabullah, melaksanakan
puasa, shalat, haji, dan sebagainya. Semua adalah Muslim, semua adalah mukmin, secara luas, ada empat tingkatan ukhuwah:
1.
Ukhuwah
Insâniah[3]
yaitu persaudaraan di antara
sesama manusia, secara menyeluruh.
2.
Ukhuwah
Rabbâniah
yaitu ikatan di antara mereka yang percaya
kepada tuhan Yang Maha esa.
3.
Yang lebih
khusus, Ukhuwah Islâmiah:
berarti ikatan persaudaraan
sesama umat Islam[4]
. Penggunaan istilah ukhuwah Islamiah
selama ini masih banyak berbau slogan meski, sebenarnya, persaudaraan kaum
Muslim ini merupakan inti ajaran sosial Islam. Pegangan kaum Muslim yang paling
utama dalam hal ini adalah Al-Quran dan Hadis. Al-Quran menegaskan bahwa kaum
mukmin itu bersaudara, maka carilah jalan ishlah (kerukunan) diantara sesama saudara. Pada akhir khutbah Haji
Perpisahan, Rasulullah juga menekankan bahwa kaum Muslim itu bersaudara, dan
hendaknya kesadaran ini dipegang teguh. Bahkan dengan amat lapang dada,
Rasulullah menyebutkan[5].
“Umatku tidak akan bersepakat untuk sesuatu kejahatan. Maka jika
terdapat perbedaan pendapat diantara kamu, ambillah suara terbanyak.”
4.
Ukhuwah
Wathoniyah
Yaitu persaudaraan yang
diikat oleh jiwa nasionalisme tanpa membedakan agama, suku, warna kulit, adat
istiadat dan budaya dan aspek-aspek yang lainnya[6].
Ukhuwah Insaniyah
merupakan persaudaraan kemanusiaan yang bersifat universal. Dalam al-Quran
disebutkan bahwa allah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar
mereka saling ta‘âruf, saling kenal.[7]
$pkr'¯»t[8] â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki
dan seorang perempuan, dan men jadikan kamu berbangsabangsa dan bersukusuku
supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di
antara kamu. Sesung guh nya Allah Maha Mengetahui lagi Mah
Mengenal.
Perlu
pula saya sampaikan, bahwa ukhuwah Islamiah tidak hanya meliputi ukhuwah dikalangan umat
Islam sendiri, ukhuwah umat Islam adalah persaudaraan dan kerja sama yang bersifat universal, yang juga
bisa diterapkan atas seluruh umat manusia secara luas, sesuai dengan ayat al-Quran:
(Qs al-anbiyâ’ [21]:
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Artinya : “Dan tidak Kuutus engkau (wahai Muhammad) kecuali sebagai
rahmat bagi sekalian alam. (Qs al-anbiyâ’ [21]: 107
Oleh karenanya, kita diharapkan memiliki rasa
saling menghargai, saling mencintai sesama manusia, meski pendirian, agama dan
ras kita berbeda. kita harus punya rasa persaudaraan, sepanjang mereka tidak
mengganggu kita akan halnya persaudaraan rabbâni, al-Quran juga memerintahkan
bahwa sesungguhnya ada golongan-golongan yang lebih dekat kepada kita, daripada
golongan ateis atau Yahudi yang tidak
menyembah allah. allah berfirman:
“ Engkau (Muhammad) akan menemukan golongan
yang
paling dekat persahabatannya dengan
orangorang ber
iman, ialah golongan yang berkata, “Kami
adalah orang
orang Nasrani.” (Qs al-Mâ’idah [5]: 82)
“ Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah
dari Allah,
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka (itu
ber
asal) dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami
mengutus
mu
menjadi Rasul kepada
segenap manusia. Dan
cu
kuplah
Allah menjadi saksi. (QsÂl-nisâ’ [4]: 79)
kita
semua, di Indonesia ini, percaya kepada tuhan Yang Maha esa kristen, katolik, ataupun
kebatinan, termasuk golongan rabbâni, golongan penyembah tuhan. kita harus
membedakan mereka dari golongan ateis yang
terang-terangan tidak percaya kepada tuhan. golongan penyembah tuhan ini
lebih dekat pada kita[10].
B. Kendala
apa saja yang dihadapi untuk mencapai
persatuan ?
1.
Sumber-sumber
perpecahan
a.
Perbedaan faham (Aqidah)
lalu mengapa
perselisihan dikalangan orang seagama
lebih sering terjadi daripada diantara yang berbeda agama? sebab yang
paling utama adalah kekhawatiran bahwa orang yang sama-sama beragama (tapi
mempunyai faham yang lain) bisa merusak ajaran agama itu sendiri faham mereka
yang berbeda itu,
dikhawatirkan bisa merusak kesatuan ajaran. Itulah barangkali penyebab timbulnya intoleransi
yang lebih hebat terhadap sesama pemeluk agama yang berbeda faham dibandingkan
dengan terhadap golongan yang tidak mengaku beragama Islam[11].
Kita juga harus waspada terhadap sebab-sebab kesejarahan. Akar
pertentangan atau perbedaan faham, antara Muhammadiyah , NU, Wahabi dan
Jaringan Islam liberal yang kerap kali malah sangat tajam, terletak pada
faktor-faktor sejarah ini bukan ajaran Islam, dan bukan pula perbedaan
pandangan dalam ajaran Islam itu sendiri. Pertentangan ini lahir ketika para
ulama yang mempunyai pesantren, pada tahun 1926, mendirikan Nahdhatul Ulama,
yang merupakan reaksi terhadap masuknya golongan Wahabi ke Indonesia yang
dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi para ulama yang kemudian membentuk
NUtersebut. Tapi sekarang situasinya sudah lain. Muhammadiyah sudah tidak lagi
memusuhi mazhab. Kini yang harus kita lakukan adalah melakukan koreksi demi
persatuan yang lebih mendasar. Sebagaimana firman allah
dalam Qs Al Hujurat (49) ayat 10 bahwasanya kesatuan dan persatuan
umat Islam diikat oleh kesamaan aqidah (keimanan), akhlaq dan sikap beragamnya
berdasarkan atas Al Qur'an dan Al Hadist
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
“Orangorang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
2. Fanatisme kelompok
Fanatisme kelompok ini sering dikaburkan oleh pikiran dan tingkah
laku kita sendiri. Karena, sadar atau
tidak, kita tidak lagi berbicara untuk kepentingan Islam, melainkan sering
sekali untuk kepentingan golongan atau organisasi[12].
Dikalangan
Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan
akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni
pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana
sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama
yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia
harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut
perspektif aliran ini, tidak dapat diterima disisi Allah , Pandangan-pandangan semacam ini
tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama
tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada
banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama
lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan[13].
Tentu saja, dalam agama Kristen juga
ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat
bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk
meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung.
Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan
pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap
fanatisme yang berlebihan.
3.
Rendahnya sikap toleransi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
disebutkan bahwa arti kata Toleransi berarti sifat toleran. Kata toleran
sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau bersikap tenggang rasa (menghargai,
membolehkan) pendirian (pendapat, atau keyakinan) yang berbeda atau
bertentangan dengan diri sendiri
Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan
sebagai padanan ( murodif ) kata toleransi adalah samanah atau tasamuh, maka
kata ini berkembang dan mempunyai arti sikap lapangdada atau terbuka dalam
menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan
demikian, makna kata tasamuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap pada
kemulian diri dan keikhlasan.
Salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang
ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan
(lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai
akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama,
khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat
beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.
4. Faktor kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi
faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat
beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara
faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun
dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja
muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan
memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan
“bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di
negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di
negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi
darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya.
Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak
mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita
seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
C. Bagaimana
solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut
1. Melalui pendidikan formal
a)
Esensi Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek
penting bagi kehidupan manusia , karena dengan pendidikan manusia dapat
mengembangkan diri dan menjalankan fungsinya sebagai kholifah dibumi.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan , pengendaliandiri kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia , serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat ,bangsa dan Negara ( UUSPN No.
20 tahun 2003) [14] .
pendidikan bagi sebagian besar orang bererti kegiatan yang secara sadar dan
disengaja ,serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi
dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan
berlangsung terus menerus[15].
Pendidikan dalam arti Islam sebagaimana dikemukakan
oleh Daulay (2004:31) pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk
membentuk pribadi muslim yang seutuhnya,
mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani[16].
Pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai
fungsi- fungsi yang beragam diantaranya Pendidikan sebagai Proses Pembentukan
Pribadi, Pendidikan sebagai proses penyiapan warganegara, Fungsi kontrol
sosial, Fungsi pelestarian budaya masyarakat serta fungsi-fungsi yang lainnya.
Dilihat dari segi makna pendidikan, pendidikan mempunyai tiga fungsi yaitu 1) menumbuhkembangkan
kreatifitas subjek didik. 2) memperkaya khasanah moralitas budaya manusia
dengan jalan mengembangkan nilai- nilai insani dan nilai- nilai Ilahi. 3)
menyiapkan tenaga kerja yang memiliki produktifitas. Melihat fungsi-fungsi
diatas pendidikan dianggap paling handal kaitannya dalam penanaman nilai- nilai
kerukunan beragama.
b) Pendidikan Sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi
menuju terbentuknya insan sejati, pendidikan diartikan sebagai
suatu kegiatan yang sistematis dan terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik.
Betapa penting dan
kuatnya peranan pendidikan sebagai
proses pembinaan mental
kepribadian/ moralitas, pengembangan
kepribadian seseorang disini
haruslah sesuai dengan
bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki sehingga diharapkan dengan
bakat yang ia miliki serta
didukung dengan kepribadian yang
baik dan terarah
(matang) dapat menyumbangkan secara
optimal kemampuannya untuk
diri sendiri, masyarakat serta Negara.
(Team Dosen FKIP Malang:1998. 83). Pendapat
yang lebih spesifik
diutarakan oleh salah
seorang pakar pendidikan H.A.R
Tilaar (2008.27) Bahwa pengembangan kepribadian bukan hanya berarti
pengembangan kepribadian dalam
arti personal tetapi perkembangan kepribadian yang
menyangkut aspek-aspek personal dan sosial. Maksudnya untuk selanjutnya dari
kedua perkembangan tersebut harus mampu menciptakan simbiosis
yang saling mengisi
antara kepribadian yang berkembang dan
manfaat yang diperoleh
masyarakat dari perkembangan kepribadian tersebut,
disinilah pentingnya pendidikan
nilai-nilai moral atau akhlaq,
kerukunan bagi peserta
didik serta peranan
pendidik khususnya guru sebagai pelopornya.
c)
Pendidikan Sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu
kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta
didik agar menjadi warga
negara yang baik.
Menurut Tilaar &
Riant Nugroho (2008.31)
Setiap negara dan warga negara mempunyai hak dan tanggung jawab masing-masing, negara bertanggung
jawab melindungi serta
memfasilitasi perkembangan individu
sepenuhnya, sebaliknya setiap warga negara bertanggung jawab untuk
memelihara ketertiban dalam
masyarakat. jika hal
tersebut dapat terlaksana negara dapat
menjalankan fungsi dan
tanggung jawabnya dalam
melindungi serta
memfasilitasi perkembangan individu
warga negaranya termasuk
penyelenggaraan pendidikan yang dibutuhkan. Tujuan ini sejalan dengan cita-cita penciptaan
suasana damai dalam
sebuah hubungan kemasyarakatan yang
plural seperti di Indonesia.
d) Konteks pendidikan.
Kelima komponen tersebut bergabung membentuk sebuah sistem yang berdiri sendiri
namun antara satu
dengan yang lain
mempunyai kaitan yang sangat
erat dalam proses
pendidikan. Dengan adanya kelima komponen
tersebut diharapkan proses pendidikan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.
Dengan pengelolaan pendidikan
yang baik, sebuah
Negara dapat mencapai puncak kejayaan
atau kemajuannya, namun
sebaliknya apabila pendidikan tidak dikelola dengan baik alhasil
yang akan terjadi adalah kehancuran bangsa tersebut, pendidikan adalah pondasi
utama dalam terbentuknya sebuah Negara yang besar.
Pendidikan yang paling
pokok dari semua
ilmu serta menjadi
dasar dari segala ilmu
adalah pendidikan Islam/agama.
Dalam pendidikan agama diajarkan berbagai
tata cara berkehidupan,
(Ilmu Khal) bertingkah
laku atau bermu’amalah yang
baik antar sesama
manusia, namun dalam
kenyataannya dilapangan
pendidikan agama sering
kali dinomer duakan.
Melihat apa yang terjadi
akhir-akhir ini atas
ketegangan– ketegangan yang
terjadi di negara khususnya Indonesia
sudah seharusnya para
pemikir dan penatalaksana pendidikan mulai
merubah mainsett dengan
menempatkan pendidikan agama sebagai
subordinate dari segala ilmu di
lembaga-lembaga pendidikan sehingga tujuan
inti dari esensi
pendidikan dapat tercapai
serta pembentukan karakter building generasi penerus bangsa
dapat terwujud secara maksimal . Pendidikan
yang bersumber pada
agama (Islam, Kristen,
Katolik Hindu, Buda, Konghucu
dll) menurut Ki
Hajar Dewantoro dalam
Sumartana (2005: 278) hendaknya
digunakan untuk mengisi
adab kesusilaan (etika, moral), dengan harapan nantinya
anak-anak dapat terbangun rasa penghargaan, cinta dan keisyafan terhadap semua
agama terutama agama sendiri.Dalam sejarahnya, setiap agama membawa ajaran yang
universal yang selalu mengajarkan akan
adanya nilai-nilai kebaikan,
cinta damai, saling menghargai dan
bersikap adil kepada
sesama baik itu
dalam satu agama ataupun berbeda agama. Namun dalam
kenyataanya konflik berlatar belakang perbedaan
agama/Sara’ marak terjadi
akhir-akhir ini yang
justru banyak 6 mendatangkan kerugian
di semua pihak
baik kerugian moril,materil
maupu imateril. Untuk itulah pendidikan
mempunyai tugas penting
di samping tugas untuk
mempersatukan dan melestanikan
budaya-budaya etnik yang
beraneka ragam demi kepentingan nasional, juga harus mampu menanamkan
nilai-nilai kebaikan (nilai karakter)
serta mewariskannya kepada
generasi yang akan datang
dengan tujuan tetap
terpeliharanya nilai-nilai yang
terkandung dalam bangsa yang
masih layak dipertahankan
demi tercapainya tetapnya
keutuhan NKRI. Oleh karena itu lembaga pendidikan baik yang dikelola
oleh pemerintah maupun swasta harus mampu menanamkan nilai-nilai akhlakul
karimah, nilai budi luhur yang
dapat menjadikan anak
mampu berfikir positif,
tidak berpandangan sempit serta
mencintai bangsa dan
tanah airnya sehingga kesemuanya tersebut terkumpul
menjadi satu kesatuan dalam diri seorang anak membentuk sebuah
kepribadian yang utuh.
Hal tersebut hanya dapat dicapai salah satunya dengan jalan
pendidikan.
2. Dialog antar pemeluk agama
Salah satu bagian dari kerukunan
antar umat beragama adalah perlu dilakukannya dialog antar agama. Agar
komunikatif dan terhindar dari perdebatan teologis antar pemeluk (tokoh) agama,
maka pesan-pesan agama yang sudah diinterpretasi selaras dengan universalitas
kemanusiaan menjadi modal terciptanya dialog yang harmonis. Dialog antar agama
adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk berbagai agama yang bertujuan
mmencapai kebenaran dan kerjasama dalam masalah-masalah yang dihadapi bersama.
Perhatian terhadap tema itu, tidak
harus hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab
semua komponen bangsa, tertutama pada lingkungan tokoh agama. Menurut Ignas
Kleden, dialog antar agama tampaknya hanya bisa dimulai dengan adanya
keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya. Sementara itu, melihat kondisi
kehidupan beragama sekarang ini, konflik
antar umat beragama, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik berwajah agama perlu dilihat dalam
kaitan-kaitan politis, ekonomi, atau sosial budayanya. Apabila benar bahwa
konflik itu murni konflik agama, maka masalah kerukunan sejati tetap hanya
dapat dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan hak asasi
manusia, yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Makin mendalam rasa keagamaan, makin mendalam pula rasa
keadilan dan kemanusiaan.
Jika dilakukan dialog rutin antar
agama maka akan terjadi pertukaran yang semakin intensif menyangkut
gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antar agama dan kemanusiaan baik pada
tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional. Hal ini jelas
akan memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran
semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan
berdampingan secara damai.
3. Bersikap optimis
Walaupun
berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling
pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu
bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme
dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog. Paling tidak ada tiga hal
yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama,
pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di
dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN
dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga
telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur
jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan
paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga
bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di
Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme
agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin
sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka
seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk
menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang
tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak
hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama
sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin
agama dan umat atau jemaatnya. Kita seringkali prihatin melihat orang-orang
awam yang pemahaman keagamaannya bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya
sendiri. Inilah kesalahan kita bersama. Kita lebih mementingkan
bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi
kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka
dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa
dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah
disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok
demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan
gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa
membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian
bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita
bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk
mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama
sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba
antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan
kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para
pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan
pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada
sebagai lawan.
D.
Upaya menjaga kerukuna antar umat
beragama
1. Menjunjung tinggi toleransi
antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan pemeluk Agama yang sama,
maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi bisa berbentuk dalam
macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah,
tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam interaksi sehari –
harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah
waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk
menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan
umat beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat beragama di
Indonesia sudah tinggi, maka konflik – konflik yang mengatasnamakan Agama di
Indonesia dengan sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
2. Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat
status orang tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu
agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah
di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama
Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas dan enggan
untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan
agama. Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali
persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan
memperkokoh persatuan Indonesia.
3. Hormatilah selalu orang
lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara
halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan
santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain
tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan
umat beragama di Indonesia.
4. Menyelesaikan
masalah dengan kepala dingin
Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap
selesaikan dengan kepala dingin tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka
agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam
pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak manapun, atau mungkin
malah menguntungkan semua pihak.
Kerukunan umat beragama di Indonesia adalah
harapan semua orang, semua menginginkan hidup aman dan tenteram, untuk itu,
diperlukan kesadaran didalam dirinya masing-masing untuk hidup rukun dan damai.
Tidak ada lagi pertikaian antara agama karena berbeda agama atau pertikaian
antara aliran agama karena perbedaan aliran. Semua orang itu memiliki hak yang
sama untuk memeluk agama dan menganut aliran manapun, hal yang penting adalah
kembali lagi pada sikap diri masing-masing, apakah dirinya sendiri sudah
mencerminkan orang yang beragama. Karena semua agama mengajarkan tentang hidup
rukun dan damai tidak ada agama yang mengajarkan tentang kejelekan.
Apabila orang yang beragama tersebut
dapat mempelajari agamanya dengan sungguh-sungguh, maka orang tersebut dapat
menjadi orang yang membawa ketenangan, bukan kekacauan. Kedamaian di negara ini
akan tercipta dengan orang-orang seperti itu. Apabila negara ini tenang dan
damai, maka semua orang akan tenang dalam menjalani ibadahnya juga. Tidak ada
yang mengganggu atau memusuhi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keragaman
bangsa Indonesia dianggap sebagai kebanggaan dan anugerah dari Yang Maha Kuasa
dan bukanlah bahan dari pemecah persatuan dan kesatuan bangsa. Anggapan
tersebut bukan hanya sebuah konsep namun harus diterapkan dan ditanamkan kepada
setiap lapisan masyarakat. Disamping itu kesadaran - kesadaran
akan pentingnya menghormati dan menghargai orang lain perlu ditanamkan sejak
dini, Penanaman
nilai-nilai kerukunan dalam hal ini yang
dipandang strategis melalui peranan lembaga pendidikan, mengembangkat system kerjasama umat , pluralitas merupakan sebuah fakta social historis yang
melekat pada Indonesia, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural dan
multicultural,menjadi manusia Indonesia berarti menjadi manusia yang sanggup
hidup dalam perbedaan dan bersikap toleran ,bersikap toleran berarti bisa
menerima perbedaan dengan lapangdada dan menghormati hak pribadi dan social hak
yang berbeda
B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah
makalah sederhana tentang “gagasan atau ide menuju persatuan umat” yang dapat
penulis susun, penulis menyadari penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penyusunan
makalah yang lebih baik, Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Haidar Baqir ,Menuju persatuan umat
Pandangan intelektual muslim Indonesia, ( Bandung , Mizan media utama ,2012
Jurnal Pendidikan Agama Islam –Ta’lim
Vol-9.No.2 – 2011
Departemen
Agama RI , al-Qur’an dan terjemahan dilengkapi dengan arab dan latin
,Semarang : Aneka ilmu ,2002
Tim
Dosen FIP-IKIP Malang.
1980. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan.
Surabaya:
Usaha Nasional.
Undang-Undang Sikdiknas (System pendidikan Nasional) N0. 20,
tahun 2003, beserta penjelasanya, (bandung :Citra Umbara ,2006)
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati , Ilmu
Pendidikan ,(Jakarta : Renika Cipta ,2001)
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidiqy, Tafsir al-Bayan,
(semarang: PT Pustaka Riski Putra, 2002)
[3] . maksud pemakalah persaudaraan
yang berlaku pada semua manusia secara universal tanpa membedakan ras, agama,
suku dan aspek-aspek kekhususan lainnya. Persaudaraan yang diikat oleh jiwa
kemanusiaan, maksudnya kita sebagai manusia harus dapat memposisikan atau
memandang orang lain dengan penuh rasa kasih sayang, selalu melihat kebaikannya
bukan kejelekannya.Ukhuwah
Insaniyah ini harus dilandasi oleh ajaran bahwa semua orang umat manusia adalah
makhluk Allah, sekalipun Allah memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk
memilih jalan hidup berdasarkan atas pertimbangan rasionya. Jika ukhuwah
insyaniyah tidak dilandasi dengan ajaran agama keimanan dan ketaqwaan, maka
yang akan muncul adalah jiwa kebinatangan yang penuh keserakahan dan tak kenal
halal dan haram bahkan dapat bersikap kanibal terhadap sesama.
[4] . M Dawam Rahardo ,membangun system kerja
sama antar umat islam, bandung : Mizan 2012 hlm,161 ( hasil wawancara oleh
Syafiq Basri dan Budi prayitno dan disunting oleh Syafiq Basri.
[5] . Ali Audah ,Menuju Persatuan Umat, ( Bandung , Mizan media utama
,2012, hlm 177 , ( hasil wawancara oleh
[6]. Maksud Pemkalah Semua itu perlu
untuk dijalin karena kita sama-sama satu bangsa yaitu Indonesia. Mengingat
pentingnya menjalin hubungan kebangsaan ini Rosulullah bersabda “Hubbui
wathon minal iman”, artinya: Cinta sesama saudara setanah air termasuk
sebagian dari iman.Sebagai seorang muslim, harus berupaya semaksimal mungkin
untuk mengaktualisasikan ketiga macam ukhuwah tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila ketiganya terjadi secara bersama, maka ukhuwah yang harus
kita prioritaskan adalah ukhwah Islamiyah, karena ukhuwah ini menyangkut
kehidupan dunia dan akherat.
[8] .Departemen agama RI , al-Qur’an dan terjemahan
dilengkapi dengan arab dan latin ,Semarang : Aneka ilmu ,2002 ,hlm, 172
[9] .dalam tafsir al-bayan allah menjadikan manusia bertanasub (berhubungan
darah) yang sebagian mempunyai tanasub yang jauh, sedang yang sebagian
mempunyai tanasub yang dekat, agar orang yang bersaudaradapat mengetahui mana
saudara yang dekat dan mana yang jauh, bukan karena ada suatu keutamaan dan
bukan pula karena suatu qurban yang mendekatkan kita kepada allah, banyak hadis
Nabi yang semakna dengan ayat ini, baca ibnu katsir.
[12] . maksud
pemakalah Sering sekali kita menilai masalah-masalah kita, dalam segala
seginya, dengan ukuran agama, kita berbeda dalam pandangan politik misalnya,
agama jugalah yang dijadikan alasan. Padahal, biarlah setiap kelompok umat
Islam mempunyai organisasi-organisasinya sendiri dibidang sosial, pendidikan,
dan sebagainya. Juga, biarlah mereka berbeda pandangan dan strategi dalam
memajukan organisasi-organisasinya itu. Dalam skala bangsa dan negara, demikian
pula halnya. Jelas akan terdapat juga perbedaan-perbedaan antara negara yang
satu dan negara yang lain, hampir dalam segala
halnya, meskipun pemimpin, masyarakat dan rakyat negara-negara itu sama-sama
muslim tapi mengapa
[13] .dalam pandangan Muhamad Abduh menyatakan bahwa : yang
menggembirakan saya adalah adanya satu riwayat yang menyatakan bahwa yang
sesat/ binasa hanya satu golongan dari ketujuh puluh tiga golongan tersebut , Quraish
Sihab.,(hasil wawancara muhammad Syafiq Basri ,menuju persatuan umat menurut
pandangan intlektual muslim Indonesia)
[14] .Undang-Undang Sikdiknas ( system pendidikan Nasional) N0. 20, tahun
2003, beserta penjelasanya ,(bandung
:Citra Umbara ,2006).,hlm, 72
[16] . Maksud dari ungkapan diatas menerangkan bahwa pribadi
muslim yang seutuhnya adalah manusia yang mencakup akal pikiran dan roh yang
dengan pendidikan diharapkan dapat membentuk manusia sejati/ insan khamil, dalam hal ini pendidikan dimaksudkan sebagai usaha memperoleh serta
menyampaikan pengetahuan sehingga memungkinkan terjadinya transmisi kebudayaan
dari satu generasi ke generasi yang lain. Transformasi budaya yang dimaksud
adalah nilai-nilai kebaikan yang terdapat dari adanya pluralitas yang hal
tersebut sangat erat kaitannya dengan nilai- nilai yang terkandung dalam sebuah
agama.