Assalamualaikum wrwb.
Saudaraku, jangan pernah lupa mensyukuri nikmat Allah. Nikmat dan kasih
sayangnya begitu besar. Pagi ini Anda sehat afiat, adalah buktinya. Shalawat
dan salam kita senandungkan pada baginda Rasulullah saw, Keluarga, Sahabat, dan
para pengikutnya. Semoga syafaat beliau di akhirat menjemput kita.
Manusia dilahirkan di bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna secara
jasmani. Namun secara ruhani, tergantung pada pilihan manusia itu sendiri.
Dengan karunia akal dan hati, manusia dinilai sempurna jika ia mampu dapat
mengembangkan potensi tauhid dalam fungsi iman dan amal shalihnya. Kemuliaan
manusia di sisi Allah, ditentukan dari mana yang paling bertaqwa (QS.
Al-Hujurat:13). Ini bentuk sistem evaluasi prestasi manusia.
Allah menciptakan mati dan hidup bertujuan untuk menguji manusia, agar
berkompetisi secara sportif meraih prestasi, mana yang paling baik amal shalihnya
(QS. Al-Mulk:2). Kata Rasulullah saw : "Barangsiapa (amal shalih) hari
ini-nya lebih baik dari hari kemarin maka dia orang yang beruntung, barangsiapa
yang (amal shalih) hari ini-nya sama dengan hari kemarin, dia termasuk orang
yang merugi, dan barang siapa (amal shalih) hari ini-nya lebih buruk dari hari
kemarin, maka dia termasuk orang terlaknat" (Riwayat al-Hakim dan
al-Thabrany).
Manusia diberi naluri "komersial" atau bahasa anak muda
"meterai" karena apapun yang dikerjakan, selalu mengkalkulasi apa
imbalan yang didapatkan. Wajar juga jika Allah menempatkan harta (مال /أموال)
menjadi sesuatu yang diminati oleh manusia. Karena harta merupakan salah satu
kebutuhan dlarury manusia. Jika tidak dipenuhi, kehidupan manusia akan tidak
normal. Rasulullah saw pun wanti-wanti bahwa "kefakiran nyaris menjadikan
seseorang dalam kekufuran" (كاد الفقر ان يكون كفرا).
Ini dimaksudkan agar manusia mau mencari ilmu, bekerja keras, dan bertawakkal
kepada Allah, agar bisa dengan mudah mendapatkan rizqi sebagai bekal untuk
menjemput rizqi yang banyak dan halal, agar meraih derajat yang tinggi di sisi
Allah (QS. Al-Mujadilah: 11).
Allah SWT juga menggunakan istilah bisnis (تجارة)
dalam soal beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya dengan harta
dan jiwanya (QS. Al-Shaff: 10-11). Kewajiban menjalankan shalat yang merupakan
barometer ibadah misalnya, Allah menjanjikan pahala 27 kali derajat jika
dilaksanakan secara berjamaah dibanding shalat sendirian (munfarid). Jika
shalat dilaksanakan di Masjidil Haram Mekah, pahalanya dilipatgandakan 100.000
kali lipat, di Masjid Nabawi Madinah 1.000 kali lipat. Ini tentu dimaksudkan,
agar manusia semangat karena janji pahala yang menarik dan menggiurkan.
Dalam soal pemanfaatan harta dan rizqi yang kita dapatkan, apabila kita
dapat dengan ikhlas menyisihkan kepada orang yang membutuhkan, Allah
menjanjikan pahala 700 kali lipat (QS. Al-Baqarah: 261). Bahkan jika sadaqah
yang dikeluarkan berifat jariyah, kata Raaulullah saw, seperti membangun
masjid, sekolah, dan jalan, maka pahalanya akan terus mengalir kepada yang
bersadaqah meskipun sudah meninggal dunia (Riwayat Muslim).
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa nilai dari prestasi kita sebagai
manusia adalah manakala kita memiliki amal ibadah ritual-vetikal (عبادة محضة)
dan ibadah sosial-horizontal (عبادة غير محضة). Prestasi
tersebut perku dirawat dan terus dikembangkan hingga dapat berlangsung secara
berkesinambungan (استقامة). Jika dapat berjalan secara
istiqamah, Allah menjanjikan surga dan kehidupan yang menyenangkan, karena
malaikat pembawa rahmat akan terus mendampinginya (QS. Fushshilat:30,
Al-Ahqaf:13).
Saudaraku, sebagai makhluk sosial, kita sebagai manusia sering tidak
mampu menjaga lisan dan kekuasaan kita. Kita sering lupa, kita mencaci maki,
mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, ghibah, tajassus, memfitnah, dan
mengumpat. Inilah yang diingatkan oleh Rasulullah saw, akan menjadi orang yang
pailit atau bangkrut (المفلس). Orang yang pailit atau
bangkrut, bukanlah orang yang tidak memiliki apa-apa, tetapi orang yang sesunggihnya
amal shalihnya banyak, rajin shalat, zakat lancar, haji dan umrah
berulang-ulang, tetapi ia tidak bisa menjaga hati dan lisannya, karena perilaku
dan lisannya yang suka melukai, mencaci, memfitnah, ghibah, dan tajassus
(Riwayat Muslim).
Saudaraku, belakangan ini di era gadget dan smartphone, ujaran kebencian
(hate speech) menjadi demikian marak, viral di media sosial. Seakan keluhuran
budi pekerti dan akhlak mulia bangsa Indonesia, yang dikenal santun, religius,
dan lemah lembut, seakan runtuh dan hancur berkeping-keping. Ulama dicaci dan
dimaki, tokoh diolok-olok, pejabat dihujat, bahkan kriminalisasi menjadi
"semacam modus" dari penegakan hukum. Pisau hukum tampaknya hanya
tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Orang yang terduga salah tampak mendapat
perlindungan.
Saudaraku, semoga Anda, saya, dan bangsa ini tidak termasuk kelompok
orang atau bangsa yang pailit karena terjebak dalam kubangan ujaran kebencian,
sering menebar fitnah, tetapi tetap menjadi orang atau bangsa yang sukses,
istiqamah, bahagia di dunia, dan sejahtera di akhirat. Semoga.
Allah a'lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Tembalang, Wisuda Teknik Sipil,
Semarang, 2/2/2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda