Pengikut

Selasa, 20 Maret 2018

HATI DAN LISAN



Makalah ke-22



Assalamualaikum wrwb.

Mari kita awali pagi hari yang cerah ini dengan mensyukuri nikmat Allah. Semoga di pagi ini kita dalam kebaikan, siang nanti dalam kebahagiaan, dan sore hingga malam dalam keberuntungan.
Shalawat dan salam, kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, Keluarga, Sahabat, dan para pengikutnya. Semoga cinta yang sudah tumbuh subur dalam hati kita makin membara dan membakar semangat meneladani beliau. Hati yang baik (قلب سليم) yang siap brtjumpa dengan Allah.
Saudaraku manusia dikarunia hati atau قلب artinya "berubah-ubah" atau سمي القلب لتقلبه artinya disebut hati karena berubah-ubahnya. Rasulullah saw menegaskan, "ingat di dalam jasadmu, ada segumpal darah, jika baik, maka anggota tubuh yang lain, akan ikut baik, tetapi jika segumpal darah itu rusak, maka yang lain akan ikut rusak" (Riwayat Al-Bukhary dan Muslim).
Hati menjadi sentra pengendali jati diri kemanusiaan kita. Bahkan Al-Qur'an menggunakan hati dalam konteks makna berfikir, memahami, atau berakal. Kegagalan manusia menjalankan fungsi qalbu (hati) nilai manusia, penglihatan tidak mampu melihat yang baik, pendengaran pun gagal mendengar yang baik, menjadikan manusia meluncur ke derajat yang lebih buruk dan lebih sesat dari pada binatang (QS. Al-A'raf: 179).
Supaya hati kita itu tidak terombang-ambing, dan berfungsi dengan baik, maka perlu dilatih, dibiasakan, sejak dari ketika manusia masih janin di alam rahim ibu. Orang pendidikan bilang pendidikan di kandungan. Orang tuanya rajin membaca Al-Qur'an dan memperdengarkan kepada jabang bayi, ketika lahir diadzankan di telinga kanan dan diiqamatkan di telinga kirinya.
Hati yang baik, ketika telinga mendengar atau disebut asma Allah, akan bergetar, ketika ayat-ayat-Nya, iman dan keyakinannya bertambah kuat, dan makin tawakkal kepada Allah (QS. Al-Anfal:2). Itu pun harus dibuktikan dengan menjalankan shalat, menginfakkan sebagian rizqinya, dan itulah gambaran orang yang beriman yang benar yang dijanjikan derajat yang tinggi di sisi Allah, rizqi dan ampunan (QS. Al-Anfal: 3-4).
Sebaliknya, hati yang sakit, kafir, telah dikunci mati oleh Allah, pendengaran dan penglihatan mereka, telah ditutup (QS. Al-Baqarah:7). Sakit yang bertambah, bahkan membatu yang sekeras-kerasnya (QS. Al-Baqarah: 10).
Memelihara hati supaya tetap terjaga, haruslah terus diperbanyak dzikir, baik melalui ibadah ritual seperti shalat (QS. Thaha: 14).Juga dengan dzikir seperti yang biasa kita lakukan, baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring (QS. Ali Imran: 191), agar hati bisa tenang, nyaman, bahagia, thuma'ninah dan istiqamah (QS. Al-Ra'd: 28).
Apa hubungan hati dan lisan? Abu al-Hasan al-Asy'ary mendefinisikan iman adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota tubuh. Idealnya, yang normal orang yang hatinya baik, ucapan lisannya akan baik, indah, dan menyenangkan. Tutur kata yang baik, santun, kalimat yang keluar juga tertata baik, menggambarkan bahwa dirinya adalah orang yang cerdas dan baik. Seperti Nabi Ishaq dan Ya'qub yang dikaruniai sebagai buah tutur yang baik (QS. Maryam: 50).
Ada memang, orang yang antara hati dan lisannya tidak sama. Lisannya mengatakan beriman, tetapi dia menipu Allah. Mereka itu adalah orang yang berhati batu (QS. Al-Baqarah: 8-10). Apakah ada orang yang hatinya baik, tapi lisannya tidak baik, suka nyakiti orang lain, suka memfitnah dan menebar kebencian dan permusuhan? Ini tidak masuk akal. Berarti orang yang tutur kata atau tulisannya tidak baik, nyakiti orang lain, maka ia tidak layak disebut beriman. Rasulullah saw menegaskan:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا او ليصمت رواه البخارى ومسلم
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkata atau bertutur katalah yang baik atau diam" (Al-Bukhari dan Muslim).
Maka ada ungkapan "tutur katamu adalah jendela hatimu". Bahkan orang yang kualitas keberagamaannya (Islamnya) baik, dia pasti pasti mampu menjaga tutur katanya dan kekuasaannya dengan baik, dan tidak membuat sakit hati orang lain".
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده رواه البخاري ومسلم
Saudaraku yang disayang Allah, karena itu mari kita jaga lisan kita. Lisan kita adalah jendela hati, pribadi, dan akhlak kita. Orang yang penampilannya tampak agamis, tetapi lisannya sangat tajam melukai banyak orang, maka sesungguhnya dia telah menipu Allah dan tentu dirinya sendiri. Anak-anak muda sering mengatakan "mulutmu harimau-mu". Harimau adalah simbol hukum rimba, yang selalu "menang" atas hewan lainnya. Karena itu disebut sebagai binatang buas, dan mematikan (kecuali yang sudah dijinakkan). Atau lebih tidak enak lagi, "mulut busuk" pasti akan menebar "kebusukan" yang lebih hebat dari barang yang busuk. Tajassus (mencari-cari keburukan orang lain), ghibah (menggunjing) satu dengan yang lain, lahir karena hati yang busuk dan melahirkan mulut yang busuk. Maka Allah mengibaratkan orang yang suka tajassus dan ghibah laksana memakan saudaranya yang sudah menjadi mayat (QS. Al-Hujurat:12). Karena itu wajjb dihindari sejauh-jauhnya.
Imam al-Ghazaly mengatakan, bahwa yang paling tajam di dunia ini bukan pedang, tapi lisan. Jika sudah melukai, maka selamanya akan tidak terobati.
Mumpung kita masih sehat afiat, diberi umur panjang, mari kita betaubat sebelum terlambat. Kita ingat-ingat kepada siapa saja kita pernah melukai dengan kebusukan lisan kita. Mungkin kita sedang lupa, merasa menasihati, mengkritik, atau mendidik dan membimbing, apalagi merasa sudah berilmu tinggi, ditokohkan masyarakat,mungkin karena dititipi harta lebih dibanding yang lain, atau karena sedang menduduki jabatan, tetapi menggunakan tutur kata atau tulisan yang melukai banyak orang, kita tidak akan terhina meminta maaf kepada orang yang kita lukai. Karena keangkuhan, kesombongan, dan merasa diri kita hebat, adalah bawaan manusia, tetapi sedang didominasi oleh unsur syaithaniyah. Na'udzu bi Allah.
Salah kepada Allah lebih mudah diampuni jika kita bertaubat nashuha, akan tetapi kesalahan kepada sesama musti ada ikrar pemaafan dari orang yang kita sakiti. Kalau perlu kita cari sampai ketemu. Setidaknya di era alat komunikasi yang canggih, bisa dilakukan dengan cara pemaafan jarak jauh.
Semoga Allah membuka hati kita, menghapus debu dan karat yang masih menempel di hati kita, dan makin mampu menjaga lisan dan tutur kata kita.
Allah a'lam bi al-shawab.
Wassalamu'alaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 1/2/2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda