MA'TAM VS TAHLILAN ; URAIAN UCAPAN IMAM SYAFI'I
Tahlilan juga berbeda dengan ma’tam. Perbedaan ini sebenarnya nampak
jelas baik dari prakteknya, sebab pokok yang melatar belakangi juga tujuan
masing-masing. Namun, kadang masih saja ada yang melarang bahkan mengharamkan
tahlilan dengan beralasan ma’tam. Walaupun ini tidak tepat apalagi dengan
membawa-bawa qaul Imam Syafi’i. Istilah ma’tam sebenarnya muncul karena
perempuan berkumpul padanya dan ma’tam sendiri didalam kamus arab [1] didefinisikan antara lain :
والمأتم كل مجتمع من رجال أو نساء في حزن أو فرح
“ma’tam merupakan
setiap perkumpulan baik laki-laki maupun perempuan didalam hal kesedihan atau
pun kegembiraan”.
المأتم في الأصل: مجتمع الرجال والنساء في الغم والفرح، ثم خص به اجتماع
النساء للموت
“ma’tam pada
asalnya merupakan perkumpulan laki-laki dan perempuan didalam kesedihan atau pun
kegembiraan, kemudian pengertiannya hanya dikhususkan pada perkumpulan perempuan
pada kematian"
. الجوهري: المأتم عند العرب النساء يجتمعن في الخير والشر؛
" Al-Jauhari mengatakan bahwa ma’tam menurut orang-orang arab adalah
perempuan yang mereka berkumpul dalam hal kebaikan dan keburukan”.
قال ابن بري: لا يمتنع أن يقع المأتم بمعنى المناحة والحزن والنوح
والبكاء لأن النساء لذلك اجتمعن، والحزن هو السبب الجامع
“Ibnu Barri
mengatakan : tidak bisa dihindari untuk memahami ma’tam dengan pengertian
perempuan-perempuan yang meratap, kesedihan, ratapan dan tangisan, karena semua
inilah yang menyebabkan para perempuan berkumpul, dan kesedihan merupakan sebab
adanya perkumpulan”.
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshariy asy-Syafi’i terkait ma’tam
mengatakan :
المأتم : بالمثناة أي في جماعة النساء في المصائب
“ma’tam adalah
sebuah perkumpulan (jama’ah) perempuan pada terjadinya mushibah”. [2]
Ucapan Imam Syafi’i rahimahullah yang kadang dijadikan dalil untuk
melarang tahlilan bahkan mengharamkan tahlilan yaitu sebagaimana tercantum dalam
kitab al-Umm :
قال الإمام الشافعى رحمه الله : وأكره المأتم، وهي الجماعة، وإن لم يكن
لهم بكاء فإن ذلك يجدد الحزن، ويكلف المؤنة مع ما مضى فيه من الأثر
“Aku benci
(menghukumi makruh, red) ma’tam, dan adalah sebuah kelompok (jama’ah), walaupun
tidak ada tangisan pada kelompok tersebut, karena yang demikian memperbaharui
kesedihan, dan membebani biaya bersamaan perkara yang sebelumnya pernah terjadi
(membekas) padanya” [3]
Imam Syafi’i rahimahullah sama sekali tidak memaksudkan kegiatan seperti
tahlilan. Oleh karena itu sama sekali tidak tepat jika membawanya pada
pengertian tahlilan, yang kemudian dengan alasan tersebut digunakan untuk
melarang tahlilan. Karena tahlilan memang berbeda dengan ma’tam. Penghukuman
makruh oleh al-Imam Syafi’i diatas dengan mempertimbangkan ‘illat yang beliau
sebutkan yaitu yujaddidul huzn (memperbaharui kesedihan), sehingga
apabila ‘illat tersebut tidak ada maka hukum makruh pun tidak ada, sebab dalam
kaidah ushul mengatakan :
واعلم أن العلة في الشرع هي المعنى الذي يقتضي الحكم
“ketahuilah bahwa
‘illat didalam syariat adalah bermakna yang menunjukkan hukum” [4]
Sedangkan maksud ucapan Imam Syafi’i tersebut adalah duduk-duduk untuk
ta’ziyah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam an-Nawawi didalam al-Majmu’
:
وأما قول الشافعي رحمه الله في الأم وأكره المآتم وهي الجماعة وإن لم يكن لهم بكاء فمراده الجلوس للتعزية وقد سبق بيانه
“dan adapun
ucapan Imam Syafi’i rahimahullan didalam al-Umm : “aku memakruhkan ma’tam dan
adalah sebuah kelompok, walaupun tidak ada tangisan pada kelompok tersebut,
maka maksudnya adalah duduk-duduk untuk ta’ziyah, dan sungguh telah berlalu
penjelasannya”. [5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri masukan komentar anda