Pengikut

Kamis, 12 Mei 2016

MA'TAM VS TAHLILAN ; URAIAN UCAPAN IMAM SYAFI'I

MA'TAM VS TAHLILAN ; URAIAN UCAPAN IMAM SYAFI'I 

Tahlilan juga berbeda dengan ma’tam. Perbedaan ini sebenarnya nampak jelas baik dari prakteknya, sebab pokok yang melatar belakangi juga tujuan masing-masing. Namun, kadang masih saja ada yang melarang bahkan mengharamkan tahlilan dengan beralasan ma’tam. Walaupun ini tidak tepat apalagi dengan membawa-bawa qaul Imam Syafi’i. Istilah ma’tam sebenarnya muncul karena perempuan berkumpul padanya dan ma’tam sendiri didalam kamus arab [1] didefinisikan antara lain :
والمأتم كل مجتمع من رجال أو نساء في حزن أو فرح
“ma’tam merupakan setiap perkumpulan baik laki-laki maupun perempuan didalam hal kesedihan atau pun kegembiraan”.
المأتم في الأصل: مجتمع الرجال والنساء في الغم والفرح، ثم خص به اجتماع النساء للموت
“ma’tam pada asalnya merupakan perkumpulan laki-laki dan perempuan didalam kesedihan atau pun kegembiraan, kemudian pengertiannya hanya dikhususkan pada perkumpulan perempuan pada kematian"
. الجوهري: المأتم عند العرب النساء يجتمعن في الخير والشر؛
" Al-Jauhari mengatakan bahwa ma’tam menurut orang-orang arab adalah perempuan yang mereka berkumpul dalam hal kebaikan dan keburukan”.
قال ابن بري: لا يمتنع أن يقع المأتم بمعنى المناحة والحزن والنوح والبكاء لأن النساء لذلك اجتمعن، والحزن هو السبب الجامع
“Ibnu Barri mengatakan : tidak bisa dihindari untuk memahami ma’tam dengan pengertian perempuan-perempuan yang meratap, kesedihan, ratapan dan tangisan, karena semua inilah yang menyebabkan para perempuan berkumpul, dan kesedihan merupakan sebab adanya perkumpulan”.
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshariy asy-Syafi’i terkait ma’tam mengatakan :
المأتم : بالمثناة أي في جماعة النساء في المصائب
“ma’tam adalah sebuah perkumpulan (jama’ah) perempuan pada terjadinya mushibah”. [2]
Ucapan Imam Syafi’i rahimahullah yang kadang dijadikan dalil untuk melarang tahlilan bahkan mengharamkan tahlilan yaitu sebagaimana tercantum dalam kitab al-Umm :
 قال الإمام الشافعى رحمه الله : وأكره المأتم، وهي الجماعة، وإن لم يكن لهم بكاء فإن ذلك يجدد الحزن، ويكلف المؤنة مع ما مضى فيه من الأثر
“Aku benci (menghukumi makruh, red) ma’tam, dan adalah sebuah kelompok (jama’ah), walaupun tidak ada tangisan pada kelompok tersebut, karena yang demikian memperbaharui kesedihan, dan membebani biaya bersamaan perkara yang sebelumnya pernah terjadi (membekas) padanya” [3]
Imam Syafi’i rahimahullah sama sekali tidak memaksudkan kegiatan seperti tahlilan. Oleh karena itu sama sekali tidak tepat jika membawanya pada pengertian tahlilan, yang kemudian dengan alasan tersebut digunakan untuk melarang tahlilan. Karena tahlilan memang berbeda dengan ma’tam. Penghukuman makruh oleh al-Imam Syafi’i diatas dengan mempertimbangkan ‘illat yang beliau sebutkan yaitu yujaddidul huzn (memperbaharui kesedihan), sehingga apabila ‘illat tersebut tidak ada maka hukum makruh pun tidak ada, sebab dalam kaidah ushul mengatakan :

واعلم أن العلة في الشرع هي المعنى الذي يقتضي الحكم
“ketahuilah bahwa ‘illat didalam syariat adalah bermakna yang menunjukkan hukum”  [4]
Sedangkan maksud ucapan Imam Syafi’i tersebut adalah duduk-duduk untuk ta’ziyah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam an-Nawawi didalam al-Majmu’ :
وأما قول الشافعي رحمه الله في الأم وأكره المآتم وهي الجماعة وإن لم يكن لهم بكاء فمراده الجلوس للتعزية وقد سبق بيانه

“dan adapun ucapan Imam Syafi’i rahimahullan didalam al-Umm : “aku memakruhkan ma’tam dan adalah sebuah kelompok, walaupun tidak ada tangisan pada kelompok tersebut, maka maksudnya adalah duduk-duduk untuk ta’ziyah, dan sungguh telah berlalu penjelasannya”. [5]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri masukan komentar anda